Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2000
S29704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kang Helen Dian Lestari
"Peningkatan populasi manusia menyebabkan kebutuhan pangan meningkat. Untuk menjaga pertumbuhan dan kualitas tanaman sebagai sumber pangan, maka pemberian pupuk perlu dioptimalkan. Urea, sebagai pupuk nitrogen yang paling umum digunakan, memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, urea cepat terdegradasi di tanah sehingga tidak terserap optimal oleh tanaman, sehingga diperlukan pendekatan baru seperti mekanisme slow-release fertilizer (SRF) yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan dari nutrisi yang berlebih. Penelitian ini, memanfaatkan fly ash sebagai sumber silika untuk sintesis silika mesopori sebagai SRF. Sintesis silika mesopori menggunakan surfaktan CTAB (Cetyltrimethylammonium bromide) sebagai template dan dilakukan variasi pH 6,8 dan 10 untuk mempelajari pengaruh pH dan CTAB terhadap karakteristik silika mesopori. Penggunaan CTAB menghasilkan ukuran partikel yang seragam dan luas permukaan yang lebih baik. Silika mesopori yang disintesis dengan CTAB pada pH 10 memiliki luas permukaan terbesar, yaitu 1351 m2/g dengan ukuran partikel 138,97 nm. Silika mesopori yang disintesis memiliki kemurnian 93-97%. Silika mesopori menunjukkan kemampuan adsorpsi urea dengan kinetika yang mengikuti model pseudo-orde dua. Kinetika release urea dari silika mesopori mengikuti model kinetika orde satu, yang berarti laju pelepasan dipengaruhi oleh konsentrasi urea yang tersisa dalam silika. Silika mesopori mampu mengadsorpsi urea hingga 565,83 mg/g dan mampu melepaskan urea sebesar 88% dalam 96 jam.

The growing population leads to an increased demand for food. To ensure the growth and quality of plants as a food source, the application of fertilizers needs to be optimized. Urea, the most used nitrogen fertilizer, has the potential to boost agricultural productivity. However, urea degrades quickly in the soil, limiting its absorption by plants. Therefore, new approaches such as slow-release fertilizer (SRF) mechanisms are necessary to meet the nutritional needs of plants while maintaining environmental balance. This study explores the use of fly ash as a source of silica for the synthesis of mesoporous silica as SRF. The synthesis of mesoporous silica utilized the surfactant CTAB (Cetyltrimethylammonium bromide) as a template and varied pH at 6, 8 and 10 to investigate the impact of pH and CTAB on the characteristics of mesoporous silica. The use of CTAB resulted in uniform particle size and improved surface area. Mesoporous silica synthesized with CTAB at pH 10 exhibited the largest surface area at 1351 m2/g with a particle size of 138.97nm. The synthesized mesoporous silica demonstrated a purity of 93-97%. Mesoporous silica can absorb up to 565.83 mg/g of urea and release 88% of urea within 96 hours. The kinetics of urea adsorption follow the pseudo-second-order model. Urea release from mesoporous silica follows a first-order kinetic model, indicating that the release rate is influenced by the remaining urea concentration."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novelia Sinta Rahmawati
"Pembakaran batubara sebagai sumber energi fosil utama dunia menghasilkan produk samping berupa limbah fly ash. Produk samping ini termasuk ke dalam limbah berbahaya dan bersifat toksik. Jumlahnya yang melimpah dan terus bertambah dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Dengan demikian, perlu dilakukan upaya pemanfaatan fly ash, salah satu caranya adalah sintesis silika mesopori sebagai media nutrient tanaman. Adanya kandungan silika (SiO2) sebesar 35 – 60 % dalam fly ash, sangat berpotensi dan sesuai untuk dimanfaatkan sebagai sumber silika dalam mensintesis silika mesopori. Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis silika mesopori yang berasal dari fly ash beserta pengaplikasiannya sebagai pupuk urea slow-release fertilizer (SRF). Silika mesopori yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi dengan XRD, XRF, FTIR, SAA, dan UV-Vis. Hasil analisis XRD dan XRF pada pretreatment fly ash menunjukkan keberhasilan dalam proses penghilangan pengotor dengan indeks keberhasilan 82% dalam meningkatkan komposisi silika. Pada penelitian ini variasi paling optimum untuk menghasilkan material mesopori didapatkan oleh 2% CTAB yang dibuktikan dengan hasil analisis XRF dengan komposisi silikanya sebesar 97% dan dengan analisis SAA dengan SBET 1016 m2/g serta Sext 912 m2/g. Silika mesopori dengan 2% CTAB memiliki kemampuan swelling paling besar dengan ratio swelling 2.79 dibandingkan dengan variasi 1% CTAB dan 3% CTAB yang masing masing memiliki ratio swelling sebesar 2.27 dan 1.12.

Coal combustion, the world's main fossil energy source, produces a by-product known as fly ash waste, which is classified as hazardous waste and toxic in nature. The abundance and proliferation of fly ash have polluted the environment. Therefore, it is necessary to optimize the utilization of fly ash in a variety of methods, one of which is use as a raw material for the synthesis of silica mesoporous as a plant nutrient medium. Around 35-60% of silica (SiO2) content, fly ash has emerged as a highly promising and suitabel source of silica for the synthesized of mesoporous silica. In this study, mesoporous silicas derived from fly ash were synthesized using sol-gel technique and applied as urea slow-release fertilizer. Silica mesoporous were then characterized using XRD, XRF, FTIR, SAA, and UV-Vis. The findings of XRD and XRF analysis on fly ash pretreatment indicated that 82% of impurities were successfully removed, therefore the silica composition was increased. In this research to obtain mesoporous material 2% CTAB achieved the best results, as evidenced by the XRF analysis with a silica composition of 97% and surface area of SBET 1016 m2/g and Sext 912 m2/g analyzed by SAA method. Mesoporous silica with 2% CTAB presented the best swelling ability with the ratio of 2.79, compared to 1% CTAB and 3% CTAB variations, which only showed swelling a ratio of 2.27 and 1.12, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Sutisna
"Stabilitas tanah dasar memerlukan perhatian yang lebih baik, dimana hal ini panting didalam kondisinya sebagai dasar kontruksi suatu bangunan. Stabilitas tanah dasar dapat ditentukan dari kepadatan dan kekuatannya, dimana sejumlah kriteria dan persyaratannya diterapkan. Salah satu solusi dan alternatif yang dicoba adalah pengujian tanah dasar dengan semen abu terbang (Fly Ash Cement) dan tanah dasar dengan pasir serta rangkaian percobaan di laboratorium.
Hasil penelitian di laboratorium ini menunjukkan bahwa penambahan sejumlah kecil semen abu terbang, pasir dapat menurunkan Indeks Plastisitas, sehingga tanah tersebut lebih baik mutunya, juga diperoleh kekuatan yang makin meningkat dilihat dari pengujian CBR.
Kesimpulan yang didapat bahwa semen abu terbang dan pasir dapat digunakan sebagai bahan campuran stabilitas tanah. Walaupun metode perbaikan tanah ini bukan merupakan konsep baru, namun penggunaannya masih belum lazim digunakan di negara berkembang, khususnya penggunaan semen abu terbang (Fly Ash Cement), tetapi tidak ada salahnya metode ini digunakan sebagai uji coba pemanfaatan semen abu terbang (Fly Ash Cement)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Swastika
"Geopolimer memiliki peluang pemanfaataan sebagai bahan bangunan yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan semen Portland. Penelitian ini menyelidiki dan membandingkan ketahanan beberapa material (beton Portland, geopolimer berbahan abu terbang, dan geopolimer berbahan metakaolin) pada berbagai lingkungan perendaman (kering, aquades, dan air laut ASTM). Kedua prekursor geopolimer, yaitu abu terbang dan metakaolin, masing-masing bersifat amorf (XRD) dan diuji komposisinya (XRF). Parameter ketahanan material dilihat dari perubahan kuat tekan (compressive strength) berdasarkan umur perendaman (7, 28, 56, dan 90 hari). Geopolimer abu terbang (GA) menunjukkan kuat tekan awal yang sama seperti beton Portland, kemudian sifat yang stabil selama umur perendaman dalam air laut ASTM. Sedangkan Geopolimer metakaolin (GM) menunjukkan kuat tekan awal yang lebih rendah daripada beton Portland maupun geopolimer abu terbang. Namun kuat tekan geopolimer metakaolin cenderung terus mengalami kenaikan selama waktu perendaman dalam air laut ASTM.
Geopolimer yang direndam dalam aquades dapat melepaskan unsur yang tersisa dari reaksi geopolimerisasi. Geopolimer metakaolin mempunyai rendaman lebih keruh karena reaksi geopolimerisasinya kurang sempurna. Selain itu, geopolimer yang direndam dalam air laut menunjukkan unsur dari beton lebih sedikit larut daripada rendaman aquades. Ditemukan endapan putih pada geopolimer yang direndam air laut, yang kemungkinan besar adalah (CaSO4.2H2O), karena puncak gypsum ditemukan bersama kuarsa pada pola XRD dari geopolymer yang direndam dalam air laut. Secara keseluruhan dapat disimpulkan geopolimer memeiliki ketahanan air laut yang lebih unggul daripada beton Portland, geopolimer abu terbang memiliki kuat tekan lebih unggul, dan geopolimer metakaolin menunjukkan ketahanan paling baik.

Having superior properties compared to Portland Cement, Geopolymers as building material is beneficial. This research investigates and compares the durability of materials (Portland concrete, fly ash based- and metakaolin basedgeopolymer) in dry environment, aquadest and ASTM seawater. Two types of precursor, i.e. fly ash and metakaolin, areused and XRF has been performed to analysed chemical compositions of both precursor. It was found that fly ash based- geopolymer (GA) did not show a decrease in compressive strength during immersion in ASTM seawater. Whereas metakaolin geopolymer showed lower early strength than Portland and fly ash based- geopolymer, even though compressive strength of metakaolin based- geopolymer tend to rise during seawater immersion.
Geopolymer immersed in aquadest released remnant component from geopolimerisation reaction. Metakolin based- geopolymer was muddy because insufficient geopolymerisation reaction. Besides, geopolymer immersed in seawater dissolved less than when immersed in aquadest. White precipitant found in geopolymer immersed in seawater was suspected to be gypsum (CaSO4.2H2O), as peaks of gypsum could be identified together with quartz in XRD pattern of geopolymer immersed in seawater. It can be concluded geopolymer has higher seawater durability than Portland concrete and metakaolin based- geopolymer has excellent seawater durability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27632
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Madsuri
"ABSTRAK
Guna memanfaatkan abu terbang (fly ash) yang saat ini banyak tertimbun diarea pembuangan sisa pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dianggap mencemari lingkungan maka teknologi pemanfaatan limbah batubara mulai dimanfatkan di Indonesia. Salah satunya adalah ide untuk menggunakan teknologi Roller Compacted Concrete (RCC) untuk
pembangunan bendungan yang diusulkan untuk bendungan PLTA Maung yang menurut rencana akan mulai dibangun tahun 2000. Untuk itu perlu dikaji cara-cara pembuatan bendungan RCC sejak
sekarang, termasuk penelitian laboratorium. Penelitian ini meliputi uji kekuatan tekan karakteristik, temperatur dan modulus elastisitas dengan komposisi campuran tertentu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pemakaian abu terbang sebagai campuran beton dapat memperbaiki sifat pengerjaan terutama untuk slump nol seperti dalam pembuatan
RCC, mengurangi pemakaian air, mengurangi jumlah panas hidrasi dan mengurangi jumlah pemakaian semen. Kekuatan tekan dan modulus elastisitas yang terjadi lebih kecil dari beton konvensional pada umur benda uji 28 hari, tetapi dengan adanya reaksi pozzolan kekuatan tekan dan modulus elastisitas akan berubah sedikit demi sedikit hingga umur benda uji 90 hari
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Ferdian
"Kekuatan flexural dari material geopolimer sangat dipenaruhi oleh molekul yang terbentuk dari reaksi geopolimerisasi. Semakin kompleks molekul yang terbentuk maka kekuatan yang dihasilkan akan meningkat. Molekul geopolimer dibentuk pada reaksi geopolomerisasi yang reaksinya sangat dipengaruhi oleh gugus aktif aluminasilikat sebagai agen pereaksi yang diperoleh dari pelarutan oleh alkali basa, sehingga semakin tinggi konsentrasi OH yang ditambahkan maka menyebabkan semakin banyak gugus aktif yang terlarut dari fly ash. Dibuktikan dari kekuatan flextural yang meningkat pada pembuatan pasta geopolimer dengan menggunakan NaOH 7 M, hingga 12 M, dengan kekuatan flexural sebagai berikut: 21,03 MPa untuk NaOH 7 M dan 33,71 MPa untuk NaOH 12 M. Peningkatan dari OH terlarut ternyata juga berpengaruh pada kelarutan CaO dalam membentuk Ca(OH)2 sehingga menurunkan kelrutan partikel fly ash karena berkurangnya ion OH untuk pelarutan Si dan Al, dan meningkatnya laju pengerasan pasta sehingga pasta mengeras sebelum semua partikel fly ash sempat bereaksi. Dibuktikan dari sampel dengan NaOH 16 M yang memiliki kekuatan flexural yang lebih rendah yaitu sebesar 26,68 MPa. Selain dari peningkatan konsentrasi NaOH, penambahan Na2SiO3 juga menyebabkan peningkatan rasio Si/Al karena mengakibatkan peningkatan SiO2 terlarut. Semakin tinggi rasio Na2SiO3/NaOH maka akan mengakibatkan peningkatan rasio Si/Al terlarut. Pada rasio Na2SiO3/NaOH 1,25 hingga 2,25 kekuatan flexural meningkat dari mula-mula 25,69 MPa menjadi 32,91 MPa. Hubungan kekuatan flexural pasta geopolimer ini selanjutnya dinalisa berdasarkan pada struktur molekul yang terbentuk dan ikatan kimia di dalam molekulnya. Adanya fasa quartz dan mullite di dalam matriks geopolimer menandakan terdapat partikel fly ash yang tidak ikut bereaksi. Kekuatan ikatan kimia dan intensitas dari ikatan dalam membentuk molekul geopolimer juga merupakan indikasi keberhasilan reaksi geopolimerisasi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42461
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thariq
"Persediaan kayu yang terus menipis namun permintaan yang tinggi membuat dunia beralih kepada papan partikel. Eceng gondok dikenal sebagai gulma perairan merupakan serat alam yang berpotensi sebagai bahan dasar papan partikel. Sifat mekanik yang tinggi dan ketersediaan yang melimpah dapat menjadikan eceng gondok sebagai serat dalam komposit papan partikel. Fly ash merupakan hasil pembakaran batubara yang terbukti dapat meningkatkan sifat pada komposit papan semen partikel. Pada penelitian ini eceng gondok diberi tambahan fly ash dan dibuat menjadi papan partikel dengan mencampurkannya dengan resin urea formaldehid. Papan partikel 30% eceng gondok dan 70% resin urea formaldehid merupakan papan partikel yang memiliki kekuatan patah yang paling baik. Sedangkan penambahan fly ash menurunkan sifat mekanis pada papan partikel eceng gondok dengan urea formaldehid.

Supply of wood is constantly decreases but the demand is increase, makes people move from wood to particle board. Water hyacinth is an aquatic weed which has potential of natural fiber as raw material particle board composite. High mechanical properties and availability are the reason water hyacinth can be natural fiber in particle board composite. Fly ash from coal combustion can be used to increase mechanical characteristics of particle cement board composites. Water hyacinth is added with fly ash and mix with urea formaldehyde to be particle board. 30% water hyacinth and 70% urea formaldehyde particle board shows the best characteristics. Besides adding fly ash decrease the mechanics characteristics of water hyacinth with urea formaldehyde particle board."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Kusumawardhani
"ABSTRAK

Air limpasan tambang nikel mengandung Cr(VI) yang diklasifikasikan sebagai polutan berbahaya dengan konsentrasi sekitar 0,1-1,4 mg/L di Pulau Obi. Penelitian penyisihan Cr(VI) dilakukan dengan metode batch adsorpsi skala laboratorium menggunakan air limpasan buatan dengan konsentrasi awal 0,6 mg/L (sebagai konsentrasi Cr(VI) rata-rata harian di lokasi tambang) dan fly ash sebagai simulasi adsorben dari pembangkit listrik untuk proses produksi tambang nikel dengan variasi pH 6,8-7,8; dosis fly ash 18-30 g/L; dan waktu kontak 90-150 menit. Hasil penelitian dengan kombinasi pH 7,6, dosis fly ash 20 g/L, dan waktu kontak 135menit menyisihkan Cr(VI) dari 0,6mg/L menjadi 0,175 mg/L paling maksimum yang belum mencapai baku mutu Cr(VI) yang diperbolehkan, yaitu 0,1 mg/L menurut PermenLH No. 9/2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel. Berdasarkan isoterm adsorpsi 1 gram fly ash pada 1 liter air limpasan mampu menyisihkan sekitar 0,0065 mg/L Cr(VI). Hasil penelitian ini dimanfaatkan untuk merancang unit pengolahan berupa mixing unit untuk mengolah air limpasan tambang nikel disesuaikan dengan kondisi lokasi penambangan.


ABSTRACT

Runoff water from nickel mining at Obi Island consists of hexavalent chromium Cr(VI) about 0.1-1.4 mg/L which is classified as hazardous polutant. Cr(VI) removal study was done based on batch adsorption on laboratorium by creating runoff water simulation with initial concentration of Cr(VI) of about 0.6 mg/L (as daily Cr (VI) concentration on site) and using fly ash as adsorbent simulated from production proccess nickel mining with variation of pH 6.8-7.8; fly ash dose 18-30 g/L, and contact time 90-150 minutes. The combination of pH 7,6, dose fly ash 20 g/L, and contact time 135 minutes can remove Cr(VI) from 0.6 mg/L to 0.175 mg/L which is not achieved the standard of allowed concentration of Cr(VI) based on regulation of the Minister of Environment No. 9/2006 concerning effluent standard for nickel mining activites. From isotherm adsorption can be recommended adding 1 g/L fly ash may remove about 0,0065 mg/L Cr(VI). The result of this study is utilized for designing treatment unit specifically mixing unit to treat runoff water from nickel mining.

"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shohibi
"Fly ash merupakan material silica atau aluminosilica yang dapat dimanfaatkan sebagai konstituen semen pada proses pembuatan beton. Pemanfaatan fly ash bertujuan untuk meningkatkan durabilitas serta meminimalisir penurunan kekuatan tekan beton yang terpapar pada lingkungan asam, dimana hal ini dapat dicapai melalui reaksi pozzolanic antara fly ash dengan Ca(OH)2 yang ada di dalam beton. Menurunnya kandungan Ca(OH)2 melalui reaksi pozzolanic akan meminimalisir terbentuknya senyawa ettringite (senyawa penyebab deteriorasi dan penurunan kuat tekan beton).
Untuk mengetahui hubungan antara penambahan fly ash terhadap karakteristik beton (kuat tekan dan durabilitas) pada lingkungan asam, maka penelitian dilakukan dengan memvariasikan komposisi fly ash pada beton mulai dari 0%, 5%, 25%, 50%, hingga 75%, serta konsentrasi larutan H2SO­4 sebagai media perendaman mulai dari 0%, 5%, 10%, hingga 15% (v/v). Penelitian dilakukan dengan merendam sampel beton selama 4 hari pada larutan H2SO4 dengan berbagai variasi konsentrasi. Karakterisasi durabilitas dan kuat tekan beton ditinjau melalui persentase kehilangan berat dan persentase penurunan kuat tekan beton setelah proses perendaman.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk setiap variasi konsentrasi larutan H2SO4 yang digunakan, diketahui bahwa persentase penurunan berat beton minimum (durabilitas maksimum) serta penurunan kuat tekan beton minimum ditemukan pada penggunaan fly ash sebesar 75%. Untuk setiap variasi konsentrasi media perendaman larutan H2SO4 mulai dari 5%, 10%, hingga 15% (v/v), penurunan berat beton minimum secara berturut - turut adalah 0,47%, 0,87%, 1,28%, sedangkan penurunan kuat tekan beton minimum secara berturut ? turut adalah 5,71%, 14,29%, 17,14%. Disimpulkan bahwa penggunaan fly ash dapat meningkatkan durabilitas serta meminimalisir penurunan kuat tekan beton yang terpapar pada lingkungan asam.

Fly ash is a silica or aluminosilica material that can be used as a constituent of cement in the concrete manufacturing process. Utilization of fly ash aims to improve durability and minimize the reduction of concrete?s compressive strength exposed to an acidic environment, where this can be achieved through the pozzolanic reaction of fly ash with Ca(OH)2 within concrete. The reduced content of Ca(OH)2 through pozzolanic reaction will minimize the tendency of ettringite formation (compounds that cause deterioration and decrease the compressive strength of concrete).
To determine the relation between fly ash replenishment into concrete with concrete?s characteristics (compressive strength and durability) under acidic environment, then the research is conducted by varying the fly ash composition ranging from 0%, 5%, 25%, 50%, up to 75%, and the concentration of H2SO4 solution as an immersion medium ranging from 0%, 5%, 10%, up to 15% (v/v). The research carried out by immersing the concrete samples for 4 days in H2SO4 solution with various concentrations. Characterization of concrete's durability and compressive strength is reviewed from the concrete?s weight loss percentage and reduction of concrete?s compressive strength percentage after immersion.
Based on the research results, for each variation of H2SO4 concentration used, the minimum concrete?s weight loss percentage (maximum durability) and the minimum reduction of concrete?s compressive strength percentage is found in the use of fly ash by 75%. For each concentration variations of H2SO4 solution as an immersion medium ranging from 5%, 10%, up to 15% (v/v), the minimum concrete's weight loss percentage was 0.47%, 0.87%, 1.28% (respectively), whilst the minimum reduction of concrete?s compressive strength percentage was 5.71%, 14.29%, 17.14% (respectively). It was concluded that the use of fly ash can improve the durability and minimize the reduction of compressive strength of concrete exposed to an acidic environment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>