Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153891 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sunaryo
"Karena penggunaan unsur-unsur Lantanida terus berkembang, maka kebutuhan total Lantanida dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Unsur-unsur Lantanida ini mempunyai sifat-sifat yang sangat mirip, sehingga proses isolasi unsur-unsur ini menjadi sulit. Akhir-akhir ini senyawa crown banyak disintesa. Salah satu jenis senyawa crown ini adalah kriptan. Senyawa-senyawa kriptan dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ion-ion logam, serta mempunyai keselektifan dalam membentuk kompleksnya. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan untuk memisahkan unsur-unsur lantanida secara ekstraksi pelarut menggunakan senyawa kriptan sebagai ligannya. Untuk itu penelitian mengenai sifat-sifat pengompleksannya dengan Iogam-Iogam Lantanida perlu dilakukan sebagai studi awal untuk ekstraksi pemisahan unsur-unsur lantanida tersebut. Dalam penelitian dilakukan penentuan perbandingan stoikiometri komplek Sm dan Yb kriptat (2,2,1)| , pengamatan pengaruh keasaman terhadap pembentukan komplek Sm dan Yb kriptat (2 , 2 , I ) , serta penentuan harga K reaksi kompleksasi Sm kriptat , secara spektrofotometri. Dalam percobaan ini yang diamati adalah perubahan spectrum serapan larutan yang diteliti. Hasil yang diperoleh dari percobaan-percobaan menunjukkan bahwa dalam fasa kloroform kriptan [ 2 , 2 , 1 ) terprotonasi 2, sedangkan dalam DMSO kriptan (2 , 2 , I ) cenderung terprotonasi 1. Kompleks yang dibentuk oleh kriptan (2,2, 1) dengan Sm3+ dan yb3+ dalam fasa DMSO mempunyai perbandingan stoikiometri mol logam:mol ligan = 1 : 1. Dari pengukuran secara spektrofotometri, diperoleh harga log k reaksi kompreksasi sm kriptat 12,2,Ll sebesar l,82 + 0,03.

As the use of Lanthanide elements continues to grow, the total need for Lanthanides will increase from year to year. These Lanthanide elements have very similar properties, so the process of isolating these elements becomes difficult. Recently, many crown compounds have been synthesized. One type of crown compound is cryptan. Cryptan compounds can form stable complexes with metal ions, and have selectivity in forming their complexes. Thus, it is possible to separate lanthanide elements by solvent extraction using cryptan compounds as ligands. For this reason, research on the properties of their complexation with Lanthanide metals needs to be carried out as an initial study for the extraction of the separation of these lanthanide elements. In the study, the stoichiometric ratio of the Sm and Yb cryptate complexes (2,2,1)| , observation of the effect of acidity on the formation of Sm and Yb cryptate complexes (2, 2, I), and determination of the K value of the Sm cryptate complexation reaction, by spectrophotometry. In this experiment, what was observed was the change in the absorption spectrum of the solution being studied. The results obtained from the experiments showed that in the chloroform phase, cryptant [2, 2, 1) was protonated by 2, while in DMSO, cryptant (2, 2, I) tended to be protonated by 1. The complex formed by cryptant (2,2, 1) with Sm3+ and yb3+ in the DMSO phase had a stoichiometric ratio of metal moles: ligand moles = 1: 1. From spectrophotometric measurements, the log k value of the cryptate 12.2,Ll sm complexation reaction was obtained as l.82 + 0.03.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasriah
"ABSTRAK
Ligan jenis feroin sangat menarik untuk dikaji terutama karena kemampuan ligan ini untuk membentuk kompleks dengan logam yang mempunyai bilangan oksidasi rendah. Salah satu ligan jenis ini adalah 3-(2-piridil)-5,6-difenil-1,2,4-triazin (PDT).
Dalam penelitian ini dicoba kembali pekerjaan peneliti terdahulu yaitu penentuan stoikiometri kompleks Fe(II)-PDT dan Co(II)-PDT dan dilanjutkan
dengan ekstraksi logam besi(II) dan kobalt(l1) dengan cara pengkompleksan terlebih dahulu. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi pelarut dengan rnenggunakan dua pelarut yang tak campur.
Ekstraksi kompleks logam besi(II)-PDT dan kobalt(1I)-PDT masing-masing pertama kali dilakukan pada berbagai nilai pH untuk memperoleh kondisi optimumnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi masing-masing logam pada pH optimumnya. Penentuan jumlah logam yang terekstrak dilakukan dengan alat spektrofotometri ultra ungu-tampak pada panjang gelombang maksimumnya.
Selain itu juga dilakukan ekstraksi secara simultan, kedua logam berada dalam satu larutan dan konsentrasi tertentu. Pemisahan dilakukan dengan menambahkan padatan NaCN kedalam fasa organik. Pengukuran dilakukan
dua kali, sebelum dan sesudah penambahan NaCN. Pengukuran pertama pada panjang gelombang 500 nm yaitu hagi kompleks Co(PDT)32+ yang masih tercampur dengan kompleks Fe(PDT)32+ dan pengukuran kedua pada panjang
gelombang 500 nm (bagi kompleks Co(PDT)3 2+ ) dan 552 nm (bagi kompleks Fe(PDT) 3 2+ ) . Nilai serapan pertama adalah nilai serapan bagi kompleks Co(PDT) 3 2+, nilai serapan akhir adalah bagi kompleks Fe(PFT)32+
Hasil penelitian ini menunjukkan hahwa kompleks besi (II)-PDT dan kobalt(I1)-PDT mempunvai stoikiometri 1 : 3, yaitu Fe(PDT)3 2+ dan
Co(PDT) 3 2+. Kondisi pH optimum bagi ekstraksi Fe(II) pada pH 5,0 dengan
°/oE = 87,06 dan 7,0 dengan %E = 76,30 bagi ekstraksi Co(II). Kondisi pH
optimum bagi ekstraksi kedua logam secara simultan yaitu pada pH 5,0 dengan
hasil ekstraksi dalam bentuk %E adalah 82,43 bagi Fe(II) dan 72,15 bagi
Co(I1) dan pH 7,0 dengan basil 68.48 % bagi Fe(Il) dan 80,07 % bag] Co(II)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ioflokulan DYT merupakan flokulan polimer alami yang berasal dari salah satu tanaman tropis Indonesia yang mengandung beberapa gugus fungsi diantaranya –OH dan –NH2. Bioflokulan DYT diisolasi menggunakan metanol sebagai pelarut. Kristal DYT yang dihasilkan direaksikan dengan larutan ion logam Co2+ kemudian direkristalisasi. Karakterisasi terhadap kristal bioflokulan DYT dan kompleks Kobalt (II) bioflokulan DYT meliputi konduktivitas pada berbagai variasi konsentrasi untuk mengetahui nilai hantaran molar, analisis spektrofotometer UV-VIS dilakukan untuk mengetahui panjang gelombang maksimum serapan bioflokulan DYT dan kompleks Kobalt (II) bioflokulan DYT. Analisis termal gravimetri (Thermogravimetri Analysis, TGA) dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kestabilan kristal bioflokulan DYT dan kompleks Kobalt(II) bioflokulan DYT. Hasil analisis konduktivitas menunjukkan adanya kenaikan nilai hantaran molar untuk konsentrasi rendah pada konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm, dan terjadi penurunan nilai hantaran molar pada konsentrasi 750 ppm sampai 2000 ppm. Hasil analisis spektrofotometer UV-VIS panjang gelombang maksimum untuk bioflokulan DYT pada 284 nm sedangkan kompleks Kobalt (II) bioflokulan DYT adalah 506 nm. Analisis TGA, memperlihatkan adanya perbedaan suhu penguraian kedua Kristal. Dimana, bioflokulan DYT mengurai pada suhu 657,440C sedangkan kristal kompleks Kobalt (II) bioflokulan DYT pada suhu 619,410C. Berdasarkan analisis tersebut kristal bioflokulan DYT dapat berperan sebagai ligan untuk senyawa kompleks."
JSTK 2:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Inczedy, J.
Chichester : Ellis Horwood, 1976
543 INC kt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Listya Eka Anggraini
"Akrilamida dikenal bersifat karsinogen dan neurotoxin. Salah satu pengembangan metode deteksi akrilamida adalah dengan menggunakan biosensor berbasis hemogloin karena metode ini praktis, sensitif, dan cepat. Untuk itu dibutuhkan permukaan elektroda yang aktif, seperti Au dan Pt. Sudah banyak dilakukan penelitian membuat sensor akrilamida, namun tingkat kestabilan dan sensitifitas elektrodanya masih terbilang rendah. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan biosensor akrilamida menggunakan elektroda boron-doped diamond BDD termodifikasi emas dan hemoglobin.
Teknik pembibitan kimia wet-chemical seeding dan elektrokimia electrochemical overgrowth of seeds dilakukan untuk memodifikasi elektroda BDD dengan emas. Karakterisasi dengan SEM-EDS menunjukkan bahwa sebanyak 12,74 emas berhasil terdeposisi di permukaan BDD. Dengan menggunakan Hb konsentrasi 0,25 mM, sensor akrilamida yang dibuat memiliki linearitas yang tinggi R2 = 0,9901 pada rentang konsentrasi 0,6 sampai 6 M dengan perkiraan LOD mencapai 0,845 M. Pengukuran kandungan akrilamida dalam sampel kopi menggunakan sensor ini memberikan hasil yang mendekati dengan hasil pengukuran menggunakan HPLC.

Acrylamide is known as carcinogenic and neurotoxin substrates. An alternative method for acrylamide detection is by using hemoglobin based biosensors, because it is a simple, rapid, and sensitive method. In this case, an active electrode surface, such as Au and Pt is necessary. Many studies have been done to create the acrylamide sensor. Unfortunatelly, the stability and the sensitivity of the electrodes were still poor. In this research, the electrodes for biosensor of acrylamide was prepared by modifying boron doped diamond BDD with gold and hemoglobin.
Wet chemical seeding technique followed by electrochemical overgrowth of seeds was performed to modify BDD electrodes with gold. The characterization with SEM EDS showed that gold could over 12.74 of the BDD surface. By immobilizing Hb with the concentration of 0.25 mM on the surface of the modified BDD, the linear calibration of the prepared acrylamide sensor was high R2 0.9901 in the concentration range of 0.6 to 6 M with an estimated LOD of 0.845 M. Measurement of acrylamide content in coffee samples using this sensor gives approach results to measurement results using HPLC.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zelayna Claudia
"Dalam penelitian ini pengamatan berfokus pada penyelidikan peran ozone pada penyisihan tembaga (Cu) dari air limbah dengan adsorpsi menggunakan kitosan. Kitin adalah salah satu polisakarida alami yang paling melimpah yang dihasilkan oleh banyak organisme hidup, biasanya ditemukan sebagai komponen krustasean, setelah menjalani isolasi tertentu kitin dapat berubah menjadi kitosan (β-Poly (1-4) - 2-Amino-2-deoksi-ß-D-Glucan) yang memiliki sifat kimia yang lebih baik yang diperlukan sebagai bioadsorben. Pemisahan tembaga dari limbah cair menggunakan metode flotasi dan ozon sebagai diffuser, penggunaan ozon dikarenakan sifat oksidasi dan kelarutannya dalam air lebih besar dari udara. Selain itu, proses penyisihan tembaga yang dilakukan dibagi menjadi tiga variasi utama; ozonasi, kitosan dan gabungan kitosan dan ozon, dengan konsistensi kitosan; 1g/L, 2g/L dan 3 g/L. dan variasi konsentrasi tembaga pada 100 ppm, 200ppm, 300ppm dan 400 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase penyisihan tembaga dalam proses ozonisasi dan kitosan masing-masing hanya mencapai titik tertinggi pada 14,15% dan 44,58%, dimana kombinasi kedua metode mencapai 51,42%.

In this study the observation were mainly focus on the investigation of the significance of the copper (Cu) removal from wastewater by adsorption using chitosan and ozonation process. Furthermore, chitin is one of the most abundant natural polysaccharides produced by many living organisms; it is usually found as a component of crustacean shell, after undergoing specific isolations process chitin can be transform into the chitosan (β Poly-(1-4)-2-Amino-2-deoxy-ß-D- Glucan) which has a better chemical properties which necessary as a bioadsorbent Furthermore, separation of copper from wastewater was conducted by flotation method, ozone is used as diffuser because it is a stronger oxidant and more dissolvable in water than oxygen. Moreover, the process of the copper removal that is carried out is using a varied of ozone, chitosan and ozon-chitosan process, with the variation of chitosan used consitency at 1g/L, 2g/L and 3 g/L. and the variation of copper concentration at 100 ppm, 200ppm, 300ppm and 400 pm. The results indicated that the precentage removal of copper in ozonation process only and chitosan only reach its highest point at 14.15% and 44.58% respectivelly, where the combination of both method reach 51.42%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Raka Divananda
"Penlitian ini membahas tentang eliminasi componen metallic dan saturasi componen olefin bersama dengan eliminasi componen lain yang juga tidak di inginkan yang akan mempengaruhi laju reaksi dan kualitas produk. Solusi dari masalah ini adalah dengan mendesain sebuah trickle bed reactor berisikan Cobalt Molybdenum sebagai katalis yang dilengkapi dengan pelindung alumina dan mengandung HCL anhidrat. Reaktor ini mempunyai tinggi 3.33 m dan lebar diameter 1.5 berisikan 3080 kg katalis. Reactor yang mempunyai volume 5.874 m3 ini di desain untuk memproses 1 kg/s naphtha yang mengandung 0.03wt% sulfur, 40 ppb lead, dan 2vol% olefin.

This research discusses on removal of metallic compound and saturation of olefin with addition to other impurities removal from selected naphtha composition since it affects overall reaction rate and product quality. The solution is to design a trickle bed reactor loaded with Cobalt Molybdenum catalyst supported with alumina guard and potentially impregnated with anhydrous HCL. The reactor dimension is found to be 3.33 m in height and 1.5 in diameter packed with 3080 kg of catalyst. This 5.874 m3 reactor is designed to treat 1 kg/s naphtha which contains 0.03wt% sulphur, 40 ppb of lead and 2vol% of olefin.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamim
"Kinetika dan mekanisme reaksi pembentukan kompleks M(II) : Co(II), Ni(II) dan Zn(II) dengan ligan 2-(5-bromo-2-piridilazo)-5 dietilaminofenol (5-Br-PADAP atau HL) pada antarmuka heksana-air telah dipelajari melalui pengukuran spektrofotometri UV-Vis menggunakan metode batch dan metode centrifugal liquid membrane (CLM) spektrofotometri. Molar rasio pembentukan kompleks Co(II), Ni(II) dan Zn(II) yang diperoleh adalah sama yaitu [M] : [HL] = 1 : 2, sehingga kompleks yang terbentuk adalah kompleks Co(II)L2, Ni(II)L2 dan Zn(II)L2.Melalui pembentukan kompleks dengan metode batch diketahui bahwa kompleks Co(II)L2 yang terbentuk akan terlarut dalam fasa air dengan ëmaks = 586 nm, kompleks Ni(II)L2 dapat terekstrak dalam fasa organik dengan ëmaks = 508 nm, sedangkan Zn(II)L2 terbentuk sangat sedikit pada fasa air. Kelarutan kompleks Zn(II)L2 pada kedua fasa sangat kecil. Pembentukan kompleks dengan metode CLM dapat diamati melalui spektra absorpsi pada waktu tertentu. Metode CLM menghasilkan spektra absorpsi monomer kompleks Co(II)L2 dengan ëmaks 574 nm, monomer kompleks Ni(II)L2 dengan ëmaks 550 nm serta kompleks Zn(II)L2 dengan ëmaks 566 nm, spektra yang berbeda dengan metode batch ini menunjukkan bahwa kompleks-kompleks tersebut berada pada antarmuka. Pembentukan kompleks M(II) ? 5-Br-PADAP yang diamati menggunakan metode CLM dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam M(II), konsentrasi ligan dan pH.
Dari hasil kinetika reaksi pembentukan monomer kompleks, dapat diketahui mekanisme reaksi yang terjadi pada antarmuka sistem heksana-air. Untuk pembentukan kompleks Co(II)L2 diperoleh nilai Kkmp rata-rata sebesar (7,87 ±1,5) x101 M-1 s-1. Untuk pembentukan kompleks Ni(II)L2 diperoleh nilai kkmp rata-rata sebesar (1,72 0,26) x10±2 M-1 s-1, sedangkan untuk pembentukan kompleks Zn(II)L2 tidak diperoleh nilai konstanta laju reaksinya dikarenakan laju reaksi yang terlalu cepat. Penggunaan ligan dengan konsentrasi tinggi pada pembentukan kompleks dapat menghasilkan J-aggregat kompleks (kumpulan kompleks), yang ditunjukkan dengan pergeseran panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau batokromik). Bilangan aggregasi kompleks (Neff) yang diperoleh untuk kompleks Co(II)L2 adalah Neff = 3 sedangkan untuk kompleks Ni(II)L2 diperoleh nilai Neff = 4."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
KIM.027/08 Ham k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Marwati
"Penentuan stoikiometri senyawa koordinasi M: L: L? dilakukan dengan metode perbandingan mol melalui dtia pendekatan, yaitu penambahan L? ke datam senyawa koordinasi (ML2)2 dan penambahan L ke dalam (ML?2)2+, dimana L = 2,2?-bipiridin (bpy) atau 2,9-dimetil-1, 10- fenantrolin (dmfen) dan L? = 4,4?-bipiridin (bpy?) serta M = Fe(II), Co(II), atau Ni(ll). Diperoleh kesimpulan yang sama, yaitu stoikiometri senyawa koordinasi M : L : L? = 1: 2 : 1 dan 1 : 2 : 2 untuk ke tiga ion logam. Berdasarkan stoikiometri tersebut disintesis senyawa koordinasi (ML2)2+ dan (ML2 L?2)2+ seria dikarakterísasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan JR. Kristal [ML2 ]2+ dan [ML2 L?2 ]2+ yang diperoleh umumnya berbentuk butiran halus dengan warna yang bervariasi.
Spektra UV-Vis untuk ketiga ion logam dengan ligan 2,2?-bipiridin menunjukkan kemiripan, yaitu adanya pergeseran batokromik ligan terkoordinasi terhadap ligan bebas di daerah ultraungu dan transisi d-d di daerah tampak. Pada senyawa koordinasi [Fe(bpy)2]2+ terjadi transisi Metal to Ligand Charge Transfer (MLCT) pada Å, = 522 nm dengan nilai t= 4494 M?1cm1. Adanya MLCT mengindikasikan senyawa koordinasi [Fe(bpy) 2 ]2+ spin rendah. Transisi ini tidak terjadi pada senyawa koordinasi [Fe(dmfen) 2 ]2. Begitu juga dengan senyawa koordinasi Co(ll) dan Ni(ll) dengan ligan 2,2?-bipirjdjn dan 29-dímeN-1,1O-fenantrolin tidak menunjukkan adanya MLCT di daerah tampaic dan transisi d-d umumnya tidak teramati dengan jelas.
Senyawa koordinasi [Co(dmfen)2} dan [Ni(dmfen) 2 ]2 menunjukkan kemiripan, yaltu antara spektrum ligan bebas dan ligan terkoordmnasí tidak menunjukkan pergeseran panjang gelombang walaupun e berubah. Sedangkan [Fe(dmfen) 2 ]2 menunjukkan pergeseran batokromik dan hipsokromík ligan terkoordinasi terhadap ligan bebas secara simultan. Substitusi ligan jembatan 4,4?-bipiridin pada senyawa koordinasi [ML2 ]2+ mengakíbatkan pergeseran puncak serapan dan perubahan absorbansi di UV-Vis. Spektrum IR menunjukkan pergeseran pada serapan karbon aromatís dan karbon-nitrogen serta adanya serapan baru pada daerah 200-400 cm-1 yang merupakan serapan khas dan vibrasi M-N yang membuktikankan senyawa koodínasi sudah terbentuk. Data serapan dan vibrasi M-N mengindikasikan senyawa koordinasi [FeL2L?2=]2+ spin rendah dan [CoL2L?2]2+ serta [NiL2L?2]2 spin tinggi. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T4388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>