Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149508 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Siswantoro
"Tanah kritis adalah tanah yang mulanya subur menjadi tanah yang kehilangan kesuburannya. Dengan menyempitnya usahausaha kegiatan manusia mengakibatkan usaha pertanian berpindah ke arah tanah marjinal, di mana dalam pengolahan sumber alam di daerah ini sering kali menimbulkan berbagai masalah akibat dari pengelolaan yang tidak tepat berupa kerusakan fisik tanah.
Sehubungan dengan latar belakang tesebut di atas, maka yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah : Di mana saja terdapat adanya tanah kritis pada wilayah daerah aliran kali Serayu ? Mengapa didapati di sana ? Dan Kemana saja kemungkinan arah perluasannya ?
Untuk bisa menjawab permasalahan tersebut diperlukan adanya beberapa faktor yaitu : Ketinggian, lereng, jenis tanah, curah hujan, kepadatan petani serta status tanahnya.
Dari hasil pembahasan tersebut dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : Tanah kritis pada daerah aliran kali Serayu penyebarannya dijumpai pada lereng 15 - 40 %, ketinggian 500 - 1000 meter dari permukaan laut, dengan jenis tanah Latosol dan pada curah hujan di atas 3.000 mm per tahun. Timbulnya tanah kritis pada daerah aliran kali Serayu disebabkan oleh adanya kepadatan petani yang tinggi. Tanah pertanian dan sistim pertaniannya adalah berupa usaha pertanian tanah kering atau tegalan. Kemungkinan arah perluasan tanah kritis di daerah aliran kali Serayu terdapat di : Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara dan Purbalingga."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzi Dwi Winahyu
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris Fadhil
"Tekstur tanah merupakan sifat fisik tanah yang penting, karena mengatur sebagian besar proses fisik, kimia, biologi, dan hidrologi di tanah. Informasi mengenai tekstur tanah sangat penting untuk pengelolaan tanaman dan lahan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan persebaran spasial tekstur tanah menggunakan metode Kriging, serta menganalisis pengaruh lereng, ketinggian, dan penggunaan lahan terhadap tekstur tanah. Hasil penelitian menunjukkan persebaran tekstur tanah di daerah penelitian didominasi oleh tekstur liat, lempung, dan lempung berpasir. Ketinggian dan lereng diketahui memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap fraksi pasir dan debu dengan korelasi yang positif, sedangkan fraksi liat menunjukkan korelasi negatif. Persebaran fraksi pasir dan debu cenderung semakin tinggi ke arah Selatan, sedangkan fraksi liat ke arah Utara. Validasi menggunakan nilai RMSE menunjukkan nilai RMSE masing-masing fraksi pasir, debu, dan liat menggunakan metode Kriging yaitu 0,33, 0,17, dan 0,37.

Soil texture is an important soil physical property, because it regulates most physical, chemical, biological, and hydrological processes in the soil. Information about soil texture is very important for proper management of plants and land. This study aims to map the spatial distribution of soil textures using the Kriging methods, and analyze the effect of slope, elevation, and land use on the soil texture. The results showed the distribution of soil texture in the study area was dominated by the texture of clay, loam, and sandy loam. The elevation and slope have a strong correlation with the sand and silt fraction with a positive correlation whereas, the clay fraction shows a negative correlation. The distribution of sand and silt fraction tends to be higher to the south, while the clay fraction to the north. Accuracy using RMSE values shows the RMSE values of each sand, silt and clay fraction using Kriging method is 0.33, 0.17 and 0.37."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert D. Megawe
"Bertitik tolak dari anggapan bahwa kemunduran kualitas lingkungan sebagai akibat tekanan penduduk diatas kondisi fisik dan lingkunganya, maka pembahasan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengetshui faktor £aktor yang mempengaruhi kemunduran ku1itas lingkungan di DAS Ci Sanggarung, sedangkan yang menjadi permasalahanya adalah : Faktor faktor epakah yang mempengaruhi kemunduran kualitas lingkungan di DAS Ci Sanggrung dan sampai sejaub manakah ? Kemudian, bagaimanakah gambaran tingkat kualitas lingkungannya ? Sebagai batasan dalam tulisan ini dikemukakan bahwa; kemunduran kualitas lingkungan sebagai akibat tekanan penduduk dipengaruhi oleh faktor fektor : kepadatan penduduk, mata pencaharian, luas pemilikan lahan petani dan intensitas penggunaan tanah. Adapun respons dari tekanen penduduk adalah sehubungan dengan terjadinya areal lahan kritis dan berkurangnya luas areal hutan yang dalam tulisan ini didekati dengan menggunakan korelasi statistik data kualitatif ( Coefisien Contingency = Cc ). Sedangkan untuk mèlihat gambaran tingkat kualitaS lingkungan digunakan. skala nilai berdasarkan besaran data dari variabel veniabel penentu yang diuji dengan metode analisa variant. Dari hasil nembahasen dapat dsimpu1kan bahwa; kemunduran ku1itas lingkungan di DAS Ci Sanggarung adnlah sebagal akibat tekanan penduduk yang ditunjukan dengan terjadinya areal lahan kritis den berkurangnye areal hutan, dimana terjadinya lahan kritis dipengaruhi fektor faktor : kepadatan penduduk, penyebaran profesi petani, penyebaran petani gurem yang berperan cukup kuat. Sedangkan sehubungan dengan berkurangnya areal hutan dipengaruhi oleh intensitas penggunaen tanah yang berperan sangat kuat. Adapun kondisi lingkungan DAS Ci Senggarung yang sangat rusak terdapat di kecamatan Gerawngi don Kuningen, sedengknn lingkungnn DAS yang tidak rusak terdapet di kecamatan Cibingbin."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Setia Ningrum
"Daerah Aliran Sungai DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan DAS yang menjadi sumber air minum bagi kawasan urban Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang dan DKI Jakarta. DAS Citarum bagian hulu berfungsi sebagai daerah konservasi, oleh karena itu indeks kekritisan air di daerah ini perlu diperhatikan agar kebutuhan masyarakat di sepanjang sungai Citarum dapat terpenuhi. Namun, nilai pengamatan seperti indeks kekritisan air dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memuat informasi spasial, oleh karena itu seringkali terdapat keterkaitan spasial antar pengamatannya nilai dari suatu pengamatan di suatu lokasi memiliki keterkaitan dengan nilai dari pengamatan di lokasi sekitarnya sehingga jika dimodelkan dengan model regresi linier maka asumsi keacakan residual seringkali tidak terpenuhi. Salah satu solusinya yaitu dengan memodelkannya menggunakan model regresi spasial. Model regresi spasial merupakan model regresi yang memperhatikan unsur spasial lokasi koordinat data.
Tujuan dari studi ini yaitu untuk memodelkan indeks kekritisan air di DAS Citarum hulu menggunakan Spatial Durbin Model SDM dan Spatial Durbin Error Model SDEM . Pengujian autokorelasi residual menggunakan uji Moran's I memberikan hasil bahwa terdapat autokorelasi spasial pada residual model regresi linier, variabel terikat indeks kekritisan air, dan juga pada variabel-variabel penjelas persentase luas hutan, luas kebun, luas perkebunan, dan kepadatan penduduk. Uji likelihood ratio menunjukkan bahwa model SDM dan SDEM lebih baik dari model regresi linier berganda dalam memprediksi indeks kekritisan air di DAS Citarum hulu. Berdasarkan nilai AIC dan R squared pada model SDM dan SDEM diperoleh kesimpulan bahwa model SDM lebih baik dibandingkan dengan model SDEM.

Citarum Watershed is the largest watershed in West Java and serves as the water supply for urban communities in Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang and Jakarta. Upper Citarum watershed serves as a conservation area, therefore, water criticality index in this area should be noted so that the needs of the communities along the Citarum river can be met. However, the observed values such as the index criticality of water and the factors influencing it, contain spatial information, where an observation at a locations correlates to the observations around it so that the assumption of randomness of the linear regression rsquo s residuals are often not fulfilled. One of the alternative solution is using spatial regression models. Spatial regression model is a regression model that takes into account the element of spatial location coordinate of the data .
The purpose of this study is to model the critical index of water in the upper Citarum watershed using Spatial Durbin Model SDM and Spatial Durbin Error Model SDEM . Residual autocorrelation testing using Moran 39 s I test showed there is significant spatial autocorrelation in the residual of linear regression model, the dependent variable water criticality index, and also the explanatory variables population density, the percentage of forest area, gardens, and plantations. Likelihood ratio test showed that the SDM and SDEM are better than multiple linear regression model in predicting the water criticality index in the upper Citarum watershed. Based on the value of AIC and R2 of the SDM and SDEM models, the SDM model is better than SDEM.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suhardi
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Berliana
"Perubahan iklim yang terjadi hingga saat ini dan berdampak pada kondisi fisik wilayah dan seluruh aspek kehidupan. Ancaman perubahan iklim membuat kondisi fisik wilayah menjadi rentan, salah satunya erosi yang membuat lahan menjadi terdegradasi dan tidak produktif lahan kritis, termasuk lahan kritis yang ada di Kabupaten Kebumen. Pemetaan untuk mengantisipasi ancaman perubahan iklim adalah dengan mengetahui persebaran keterpaparan lahan kritis terhadap perubahan iklim KLKPI. Penilaian KLKPI menggunakan data curah hujan harian dari 32 stasiun di Kabupaten Kebumen selama periode 1985-2015, dengan parameter frekuensi kejadian/tahun dan kecenderungan perubahan hujan normal 10-25mm/hari, hujan lebat 25-50 mm/hari dan hujan ekstrem >50mm/hari.
Analisis spasial menggunakan teknik overlay dan skoring menunjukan bahwa pola persebaran KLKPI di Kabupaten Kebumen memperlihatkan keterpaparan yang semakin meningkat dari barat menuju utara, terutama berada di wilayah kemiringan lereng lebih dari 40, ketinggian lebih dari 250 mdpl dan jenis batuan beku. Wilayah KLKPI kategori tinggi cenderung menghasilkan produktivitas padi lebih rendah dibandingkan wilayah KLKPI kategori sedang dan rendah. Ketela pohon yang dibudidayakan di wilayah KLKPI kategori tinggi menghasilkan produktivitas lebih tinggi, dibandingkan ketela pohon yang ditanam di wilayah KLKPI kategori sedang dan rendah.

Climate change is happening today and the impact on the physical conditions of the region and all aspects of life. The threat of climate change makes the physical condition of the area at risk, one of which erosion makes land becomes degraded and unproductive degraded land, including land degradation in Kebumen. Mapping to anticipate the threat of climate change is to know the distribution of critical land exposure to climate change KLKPI. Rate KLKPI used daily rainfall data from 32 stations in Kebumen during the period 1985 2015, the frequency of occurrence parameter year and the trend changes in the normal rainfall 10 25mm day, heavy rainfall 25 50 mm day and extreme rainfall 50 mm day.
Spatial analysis using the overlay technique and scoring showed that the pattern. Distribution KLKPI in Kebumen shows exposure increasing from west to north, mainly in the area of a slope of more than 40, a height of over 250 meters above sea level and type of igneous rock. KLKPI region of high category tends to produce rice productivity is lower than the area KLKPI medium and low categories. Cassava is grown in the high category KLKPI generate higher productivity, compared to cassava planted in the area KLKPI medium and low categories.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Danau Sentarum memilik banyak hutan rawa, berada di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas bagian hulu dan merupakan wilayah konservasi."
551 LIMNO 20 (1-2) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Abi Rafdi
"Penelitian dilakukan di Sub-DAS Ciminyak, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, bagian dari Daerah Aliran Sungai Citarum. Sub-DAS Ciminyak memiliki luas 332 kilometer persegi dan terletak pada 7°3’36.7”LS, 107°3’25.6”BT dan 6°53’27.4”LS, 107°33’10.9”BT. Secara regional, litologi daerah penelitian terdiri dari batuan vulkanik, batuan sedimen klastik dan karbonat, batuan piroklastik, dan aluvial. Sub-DAS Ciminyak merupakan kawasan lahan kritis yang saat ini sedang dilakukan pemulihan. Fenomena lahan kritis pada Sub-DAS Ciminyak dapat mengakibatkan pemanfaatan airtanah tidak maksimal, karena akan mempengaruhi nilai air limpasan dalam suatu sistem neraca air. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengidentifikasi potensi airtanah di Sub-DAS Ciminyak agar airtanah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penelitian dengan menggunakan metode perhitungan neraca air, yang didukung dengan analisis geologi, geomorfologi, hidrogeologi, analisis pergerakan airtanah, dan analisis kerapatan vegetasi (NDVI). Berdasarkan hasil perhitungan neraca air, diperoleh debit potensi airtanah pada tahun 2014 sebesar 288,823,126.68 m3/tahun dan pada tahun 2019 sebesar 249,490,154.42 m3/tahun. Debit potensi dan cadangan airtanah terbesar terjadi pada tahun 2016, dengan debit potensi sebesar 491,448,694.62 m3/tahun dan debit cadangan sebesar 465,636,522.42 m3/tahun. Berdasarkan penelitian ini, fenomena lahan kritis yang terjadi tidak mempengaruhi nilai potensi airtanah secara signifikan, karena dalam jangka tahun 2014 – 2016 debit presipitasi lebih tinggi daripada debit air limpasan dan debit evapotranspirasi. Hal ini didukung dengan hasil perhitungan indeks kekritisan air, yang menunjukkan bahwa dalam jangka tahun 2014 – 2019 Sub-DAS Ciminyak merupakan daerah yang masih cukup air dengan nilai indeks kekritisan umumnya masih dibawah 50%.

The research was conducted in Ciminyak Sub-Watershed, West Bandung Regency, West Java Province, part of the Citarum Watershed. The Ciminyak Sub-Watershed area is 332 square kilometers and located at 7°3’36.7”S, 107°3’25.6”E dan 6°53’27.4”S, 107°33’10.9”E. Regionally, the lithology of the study area consists of volcanic rocks, clastic and carbonate sedimentary rocks, pyroclastic rocks, and alluvial. The Ciminyak sub-watershed is a critical land area which currently in undergoing recovery. The phenomenon of critical land in the Ciminyak Sub-watershed can result in underutilization of ground water, because it will affect the runoff water discharge in a water budget system. Therefore, an effort is needed to identify the potential of groundwater in the Ciminyak Sub-Watershed so that the groundwater can be utilized optimally. This effort can be done by conducting research using the water budget calculation method, which is supported by geological analysis, geomorphology, hydrogeology, groundwater movement analysis, and vegetation density analysis (NDVI). Based on the water budget calculation, the groundwater potential discharge was 288,823,126.68 m3/year in 2014 and 249,490,154.42 m3/year in 2019. The largest potential discharge and groundwater reserves occurred in 2016, with the potential discharge of 491,448,694.62 m3/year and the reserve discharge of 465,636,522.42 m3/year. Based on this study, the phenomenon of critical land that occurs does not significantly affect the potential value of groundwater, because in the period of 2014 – 2016 the precipitation discharges are higher than the runoff and evapotranspiration discharges. This is supported by the results of the calculation of the water criticality index, which shows that in the period of 2014 – 2019 the Ciminyak Sub-watershed is an area that still has enough water with the criticality index value generally still below 50%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Sekar Arum
"Erosi, sedimentasi, banjir, lahan kritis, hingga aliran sungai yang tercemar merupakan beberapa permasalahan yang dihadapi di sub-DAS Citarum Tengah. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dianalisis dan ditanggulangi dengan cara mencari nilai kerapatan pengaliran yang kemudian dikorelasikan dengan faktor pengontrol DAS. Faktor pengontrol potensi air hidrologi antara lain struktur geologi, vegetasi, dan iklim. Jika ada perubahan dari ketiga faktor tersebut akan berpengaruh langsung terhadap DAS. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi faktor-faktor pengontrol seperti geologi, iklim, dan vegetasi terhadap pengaruh kerapatan pengaliran di sub-DAS Citarum Tengah. Hasil korelasi ketiga faktor tersebut kemudian akan didapatkan faktor pengontrol dominan yang berpengaruh di daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah dengan analisis korelasi regresi linear serta perbandingan secara visual antara peta kerapatan pengaliran dan masing-masing faktor pengontrol. Berdasarkan hasil analisis korelasi regresi antara kerapatan pengaliran dengan kerapatan curah hujan, didapatkan nilai koefisien R² = 0.5929 atau sebesar 59.29% pengaruh faktor iklim terhadap kerapatan pengaliran. Korelasi ini berbanding lurus dengan trendline yang cenderung naik. Sehingga faktor pengontrol yang mendominasi pada sub-DAS Citarum Tengah adalah iklim.

Erosion, sedimentation, flooding, critical land, and polluted river flows are some of the problems faced in the Central Citarum sub-watershed. These problems can be analyzed and overcome by finding the drainage density which is then correlated with the watershed controlling factor. The factors that controlled hydrological water potential include geological structure, vegetation, and climate. If there is a change in these three factors, it will directly affect the watershed. The purpose of this study was to determine the correlation of controlling factors such as geology, climate, and vegetation on the influence of drainage density in the Central Citarum subwatershed. The results of the correlation of the three factors will then get the dominant controlling factor that influences the research area. The method used for this research is a linear regression correlation analysis and a visual comparison between the drainage density map and each controlling factor. Based on the results of the regression correlation analysis between drainage density and rainfall density, the coefficient value R² = 0.5929 or 59.29% is the influence of climate factors on drainage density. This correlation is directly proportional to the trendline which tends to rise. So that the controlling factor that dominates the Central Citarum sub-watershed is climate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>