Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Priyanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S33763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiyanti Budi Utami
"Penduduk yang padat di Jakarta menyebabkan adanya persaingan yang keras untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Di samping penduduknya padat, penduduk Jakarta juga sangat heterogen. Hal ini memungkinkan terjadinya kriminalitas sangat besar. Menurut statistik, Jakarta masih menempati urutan tertinggi untuk seluruh peristiwa kejahatan dalam hal angka laju kejahatan.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kriminalitas, di mana terjadinya kriminalitas adalah bertemunya faktor niat berbuat jahat dari calon pelaku dengan kesempatari atau peluang yang ada. Peluang untuk timbulnya kriminalitas antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda-beda , yang tentunya akan berakibat pada pola kriminalitas. Dari data statistik tahun 1988 diperoleh bahwa Jakarta Barat mempunyai jumlah kriminalitas yang tertinggi di DKI Jakarta. Di mana sebanyak 27 persen dari jumlah kriminalitas di DKI Jakarta terjadi di Jakarta Barat.
Sehubungan dengan itu, masalah yang dibahas adalah:
- Di mana terdapat jumlah kriminalitas tertinggi dan terendah dan bagaimana karakteristik kriminalitas di Jakarta Barat?
- Bagaimana pola kriminalitas di Jakarta Barat sehubungan dengan kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, kualitas rumah, kerapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian?
Batasan: Yang dimaksud dengan kriminalitas adalah segala tindakan atau tingkah laku manusia yang diancam pidana oleh hukum. Karakteristik kriminalitas dalam tulisan ini adalah ciri-ciri kriminalitas yang dilihat dari kejadian kriminalitas dan pelaku kriminalitas, di mana kejadian kriminalitas meliputi tempat dan waktu kejadian yang terdiri dari bulan kejadian, tanggal kejadian, dan jam kejadian; sedang pelaku kriminalitas meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan daerah asal pelaku kriminalitas.
Tulisan ini menekankan pada faktor keseinpatan atau peluang tenhadap timbulnya kriminalitas yang meliputi variabel kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, kualitas rumah, kenapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian. Data kriminalitas yang digunakan adalah data tahun 1990. Daerah penelitian adalah Jakarta Barat, dengan satuan analisis yang digunakan adalah wilayah hukum Kepolisian Sektor (Polsek).
Untuk menjawab masalah tersebut di atas digunakan metode dan juga dengan korelasi peta. Hasil yang diperoleh dapat diringkas sebagai berikut:
- Daerah dengan jumlah kriininalitas tertinggi adalah wilayah hukuin Folsek Tamansari, Tambora, Tanjung Duren dan terendah adalah wilayah hukuin Folsek Kalideres. Kriminalitas kelompok pencurian dan penipuan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tatnansari, Tambora, Tanjung Duren; penganiayaan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tamansari dan Tambora. Untuk kriminalitas perbuatan tak inenyenangkan mendominasi di wilayah hukum Polsek Tainansari, Tambora, Tanjung Duren, Kebon Jeruk; sedangkan keloinpok peinbunuhan, perkosaan, narkotika inendoininasi di wilayah hukum Polsek Tanjung Duren dan Cengkreng.
Kriminalitas di Jakarta Barat banyak terjadi di kuartal ketiga (untuk tahunan), pada tanggal 11 - 20, Selain hari dan banyak terjadi di daerah pemukiman; sedang pelakunya paling banyak berumur di bawah 25 tahun, berpendidikan SD, pengangguran, dan berasal dan, DKI Jakarta. Sedangkan jenis kniminalitas yang paling banyak terjadi adalah kelompok pencurian dan yang terkecil adalah kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika.
- Kriminalitas di Jakarta Barat memperlihatkan pola sebagai berikut: Jumlah kniminalitas tinggi terdapat di daerah dengan kepadatan penduduk, kepadatan pendatang, pensentase rumah permanen, kerapatan jalan, dan pusat-pusat keramaian yang tinggi, dan sebaliknya. Demikian pula untuk semua kelompok jenis kriminalitas, kecuali kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika tidak ada dominasi khusus terhadap kepadatan penduduk dan kepadatan pendatang.
Tetapi dari segi waktu dan tempat kejadian terdapat perbedaan untuk setiap kelompok jenis kriminalitas yaitu: Kriminalitas kelompok peneunian, penganiayaan, perbuatan tak menyenangkan banyak tenjadi di kuartal ketiga (untuk tahunan), pada tanggal 11 - 20; kelompok penipuan di kuartal ke-dua (untuk tahunan), pada tanggal 1 - 10 dan untuk kelompok pembunuhan, perkosaan, narkotika di kuartal pertama (untuk tahunan), pada tanggal 1 - 10. Kriininalitas yang banyak tenjadi di pagi hari adalah kelompok penipuan, perbuatan tak menyenangkan dan pembunuhan, perkosaan, narkotika; sedangkan pericunian dan penganiayaan banyak terjadi pada malainkan.
Di samping itu semua kelompok jenis kriminalitas banyak terjadi di daerah pemukiman, kecuali kelompok penganiayaan yang banyak terjadi di jalan-jalan umum."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada tahun 2008 angka kriminalitas Kabupaten Tegal mencapai 238 kasus,
sehingga kriminalitas di Kabupaten Tegal memerlukan kajian kriminalitas secara
khusus. Kajian kriminalitas di Kabupaten Tegal dengan pendekatan keruangan
memberikan informasi pola wilayah kriminalitas. Analisis yang digunakan yaitu
analisis deskriptif dengan mengaitkan antara kriminalitas dengan kepadatan
penduduk, jumlah keluarga prasejahtera, dan kerapatan jaringan jalan. Wilayah
yang tinggi angka kriminalitasnya terdapat di Wilayah hukum Polsek Slawi
dimana cenderung memiliki kepadatan penduduk tinggi jumlah keluarga
prasejahtera rendah, kerapatan jaringan jalan tinggi. Jenis kejahatan yang dominan
di Wilayah tersebut adalah kelompok pencurian, di lingkungan kerja, pada kuartal
II, pada jam malam hari. Semakin tinggi kepadatan penduduk, dan kerapatan
jaringan jalan di suatu wilayah maka semakin tinggi angka kriminalitas di wilayah
tersebut begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi jumlah keluarga prasejahtera di
suatu wilayah maka semakin rendah angka kriminalitasnya begitu pula sebaliknya."
Universitas Indonesia, 2010
S34165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Wijayanti
"Desentralisasi penduduk ke kota-kota pinggiran membentuk pusat perbelanjaan suburban. Kajian mengenai Desentralisasi dan Pusat Perbelanjaan merupakan salah satu fenomena di perkotaan yang menimbulkan multiplier effect, salah satunya adalah pergerakan pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik persebaran hirarki pusat perbelanjaan serta mengetahui pola pergerakan pengunjung dan fungsi pelayanan hirarki pusat perbelanjaan. Variabel yang digunakan adalah hirarki pusat perbelanjaan, dan pola pergerakan pengunjung, dengan teknik kuota sampling serta analisis penyebaran dan interelasinya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persebaran hirarki pusat perbelanjaan berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Pola pergerakan pengunjung menunjukan bahwa hirarki pusat perbelanjaan tidak memiliki hubungan dengan besaran pergerakan. Namun semakin tinggi hirarki ukuran pusat perbelanjaan maka motif pergerakan semakin beragam sehingga faktor jarak tidak menjadi penghambat pergerakan. Berdasarkan pola pergerakan pengunjung terlihat bahwa sebagian besar hirarki pusat perbelanjaan berperan sebagai pusat pelayanan dan setiap pusat perbelanjaan memiliki karakteristik pelayanan yang berbeda.

Decentralization to suburban area develops suburban shopping center. Study of decentralization and shopping centre is one of the phenomena in urban areas that cause a multiplier effect, one of them is movement of visitors. The purpose of this research was to determine the dispersion of the shopping center hierarchy then determine the pattern of visitor's movement and service functions of the shopping center hierarchy. The variables are Pattern of Visitor's Movement and Shopping Center Hierarchy, with a quota sampling and analysis of distribution and interrelations.
The result of this research show that the dispersion of shopping center hierarchy has a positive connection with a number of population. Pattern of Visitor's Movement indicates that shopping center hierarchy doesn't have connection with the amount of movement. However, the higher of hierarchy of shopping centers also affected to various motive, so that the distance's factor does not obstacle of movement. Based on pattern of visitor's movement show that many of shopping center hierarchy is a service center and every shopping centers have a different characteristic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1056
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Zurman
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S33992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristya Farah Mufida
"Pembangunan kota yang semakin intensif membuat kota semakin panas. Hal ini dapat diidentifikasi dari pola spasial suhu permukaan daratan (SPD), yang merupakan salah satu indikator terjadinya pemanasan global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan SPD beserta pengaruh antara tutupan lahan, kerapatan bangunan, kerapatan vegetasi terhadap suhu permukaannya. Variabel yang digunakan didapat dari hasil pengolahan citra Landsat 7 (tahun 1999), Landsat 5 (tahun 2006) dan Landsat 8 (tahun 2014).
Hasil analisa menunjukkan bahwa distribusi suhu permukaan daratan mengikuti pola tutupan lahan, kerapatan bangunan dan kerapatan vegetasi di Kota Bekasi. Perkembangan kota dapat terlihat dari perubahan dominasi tutupan lahan dari vegetasi di tahun 1999 berubah menjadi lahan terbangun tahun 2006-2014. Kecamatan yang telah mengalami perkembangan pesat berada di Kecamatan Jatiasih. Lahan terbangun memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap peningkatan suhu permukaan daratan, yang kemudian diikuti oleh lahan terbuka, badan air dan vegetasi.
Dari tahun 1999-2014, variasi suhu permukaan daratan semakin bertambah karena semakin menurunnya kerapatan vegetasi akibat kerapatan bangunan yang semakin meningkat. Wilayah dominasi SPD tinggi mengalami pergeseran dari bagian utara ke tengah kota pada periode 1999-2006 dan terus menuju bagian selatan pada periode 2006-2014, dengan pola SPD tinggi berada di sepanjang jalan arteri.

Intensified urban development makes cities hotter. It can be identified from the spatial patterns of land surface temperature (LST), which is one indicator of global warming. This study aims to determine the development of the LST and the influence between land cover, building density, vegetation density on the surface temperature. Variables used obtained from image processing Landsat 7 (1999), Landsat 5 (2006) and Landsat 8 (2014).
The analysis shows that the distribution of land surface temperature follows the pattern of land cover, vegetation density and building density in Bekasi City. Development of the city can be reflected from the dominance of land cover change of vegetation in 1999 turned into land up in 2006-2014. Rapidly growing district is Jatiasih District. Land up having the strongest influence on the increase in land surface temperature, which is then followed by open land, water area and vegetation.
From 1999 to 2014, the land surface temperature variation is increasing due to the decline in the density of vegetation as a result of the ever increasing building density. Region of high land surface temperature dominance shifted from the north to the center of the city in the period 1999-2006 and continue towards the south in the period 2006-2014, with a high temperature pattern is along the arterial roads.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S60828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Amelia
"Udara menjadi hal yang utama bagi manusia, sehingga pencemaran udara adalah salah satu masalah di DKI Jakarta. Sumber pencemar udara di DKI Jakarta adalah akibat dari kegiatan industri dan jumlah kendaraan bermotor yang berarti mempengaruhi udara di DKI Jakarta, dengan kandungan SO₂ dan NO₂ semakin meningkat. Zat pencemar udara SO₂ dan NO₂ diantaranya merupakan penyebab terjadinya hujan asam di DKI Jakarta. Penelitian ini mengkaji mengenai pola spasial tingkat keasaman air hujan di DKI Jakarta dan hubungannya dengan zat pencemar udara yaitu SO₂ dan NO₂ serta wilayah sumber pencemar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola spasial tingkat keasaman air hujan di DKI Jakarta, dari barat menuju timur laut, pH air hujan akan semakin rendah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34173
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wati Soetojo
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pertama kali dilaporkan tahun 1968 sampai dengan sekarang telah menyebar ke sebagian besar kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selama periode 1992-2002 terdapat 69.330 kasus di wilayah DKI Jakarta, dengan jumlah kematian 595 orang, sedangkan untuk Jakarta Pusat selama tahun 2000-2003 terdapat 4.905 kasus dengan jumlah kematian 23 orang, rata-rata IR 121,44 dan ABJ (Angka Bebas Jentik) 92.3%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (Type 1, 2, 3 dan 4) dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegtpti, ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan, lebam atau roam, kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/shock. Disamping virus dan agent, faktor-faktor risiko seperti iklim (suhu, curah hujan, kelembaban), faktor demografi (kepadatan penduduk), serta faktor geografi (penggunaan tanah) dalam satu kesatuan ekosistem dapat mempermudah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Study ekologis time trend (kecenderungan waktu) terhadap faktor-faktor risiko tersebut diatas dan melalui pendekatan spasial, dilakukan untuk melihat gambaran fenomena kejadian penyakit DBD. Pemakaian Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc View 32, dapat memperjelas gambaran penyebaran kejadian penyakit DBD selama tahun 2000 - 2003 per-kecamatan di Jakarta Pusat.
Pada tahun 2000-2003, rata-rata suhu udara minimum-maksimum (26,6 - 29,2°C) curah hujan (0 - 23,2 mm) dan kelembaban (66,9 85,9 %). Sebaran tertinggi selama tahun 2000 - 2003 yaitu pada kecamatan Kemayoran, Tanah Abang, Senen, Johar Baru. Lokasi-lokasi tersebut permukiman dan penduduknya padat, akibatnya faktor kelembaban dapat meningkat pada tempat tersebut, dan kondisi ini membuat nyamuk Aedes aegypti hidup serta berkembang biak dengan baik. Sebaran kejadian terlihat mulai meningkat pada akhir musim penghujan, dan sebaran kejadian pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim penghujan.
Melihat fenomena yang digambarkan dalam peta, bahwa kejadian penyakit lebih banyak pada permukiman dan penduduk yang padat dan jumlah kejadian penyakit DBD pada musim kemarau lebih banyak dan musim penghujan, serta jumlah kejadian meningkat pada akhir musim penghujan, maka untuk mengantisipasi peningkatan kejadian disarankan kepada Sudinkesmas setempat, untuk meningkatkan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan kesehatan lingkungan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta perlu pengembangan SIG dan analisa spasial serta peningkatan epidemiologi kesehatan lingkungan.

Spatial Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Incidence in Central Jakarta District on 2000-2003Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) continues to be serious public health problems and major cause of hospitalization and death in Indonesia. The epidemiological dimensions of the disease continue to increase across rural and urban areas in Indonesia since first time DHF was reported in 1968. During the period 1992 - 2002, several outbreaks have occurred in Jakarta Capital of Territory (DKI-Jakarta) with a total incidence of 69,330 cases and with total number of 595 deaths, parts of the above number whereas 4,905 cases in the Central Jakarta Municipality for year 2002-2003 with total number of 23 deaths, IR 121.44 and Larvae Free Index (ABJ) was 92.3 %.
Transmitted by the main vector, the Aedes aegypty mosquito these are four distinct, but closely related viruses that cause dengue (Type 1, 2, 3 and 4). DHF is characterized clinical manifestations: high fever, hemorrhagic phenomena, often with hepatomegaly and in, severe cases, signs of circulatory failure. Such cases may develop hypovolaemic shock resulting from plasma leakage. Beside agent and virus, other risk factors such as climate (temperature, rain drop, humidity), demography, and geographic (land use) in one ecosystem could easier the spread of disease DHF.
Time trend in ecological study with risk factors above and using a spatial approach, is used in this study to find out the phenomena of DHF. Using the Geographical Information System (GIS) with ArcView 3.2, could bold the view of DHF spread during 2000-2003 for each sub districts in Central Jakarta Municipality.
In year 2000-2003, the average of the minimum-maximum temperature was (26.6 - 29.2 °C), rain drop was (0 - 23, 2 mm) and humidity was (66.9 - 85.9 %). The highest spreading of DHF in 2000-2003 was in Kemayoran Sub District, Tanah Abang Sub District, Senen Sub District, lobar Baru Sub District. The above areas which have housing with high density population have relation to increase the humidity then the high humidity could become a reinforcing factor for Aedes aegyply growing and living. The occurrence of DHF tends to increase at the end of rain season, and spreading of disease in dry season does higher compare to rain season.
From the phenomena on the map in this study, the incidence of DHF occurred more at housing with high density population and DHF occurrence in dry season highest compare to rain season, and the number of incidents was increased in at the end of rain season. It is suggested that the Central Jakarta Municipality Health Office needs to increase the health education which emphasize the environmental health aspects such as Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), and need to develop GIS with spatial analysis and increasing the epidemiology for environmental health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Shifra Izdihar
"Transportasi kendaraan pribadi lebih minati masyarakat Jakarta dalam mobilitas dan beraktivitas. Setiap kendaraan menghasilkan emisi. Salah satu emisi yang dihasilkan dan menjadi kontribusi terbesar pencemar adalah karbon monoksida. Jakarta Selatan menjadi bagian Jakarta yang mobilitas tidak hanya berasal dari dalam Jakarta tetapi dari daerah sekitar Jakarta Selatan. Tujuan penelitian adalah menganalisis volume kendaraan dan distribusi spasial dari polutan karbon monoksida di Jakarta Selatan. Penelitian menggunakan data jumlah kendaraan dan kolom kepadatan karbon monoksida untuk membuat pola distribusi spasial karbon monoksida.  Analisis data dengan uji rank-spearman dan uji regresi sederhana untuk memvalidasi data kolom kepadatan karbon monoksida dan emisi karbon monoksida dengan data dari stasiun pemantau kualitas udara. Berdasarkan uji analisis statitistik rank-spearman nilai emisi karbon monoksida menunjukan hubungan yang signifikant dengan nilai stasiun pemantau kualitas udara dibandingkan data dari sentinel-5p dan volume kendaraan mobil berkontribusi sebesar 1-3% terhadap karbon monoksida di udara. Lalu lintas yang ramai kendaraan dan mengalami perlambatan menghasilkan karbon monoksida yang tinggi.

Private vehicle transportation is more interested in the people of Jakarta in mobility and activities. Every vehicle produces emissions. One of the emissions produced and the most significant contributor to pollutants is carbon monoxide. South Jakarta is a part of Jakarta whose mobility comes from within Jakarta and the area around. The purpose of the study was to analyze the volume of vehicles and the spatial distribution of the carbon monoxide pollutant in South Jakarta. This study uses data on the number of vehicles and columns of carbon monoxide density to create a spatial distribution pattern of carbon monoxide. The analysis used rank-spearman and simple regression tests to validate the column data of carbon monoxide density and carbon monoxide emissions with data from air quality monitoring stations. Based on the rank-spearman statistical analysis test, the value of carbon monoxide emissions shows a significant relationship with the value of air quality monitoring stations compared to data from sentinel-5p, and the volume of automobiles contributes 1-3% to carbon monoxide in the air. Heavy traffic and slowing vehicles produce high levels of carbon monoxide. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>