Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95505 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Wahyudi
"Pemberian nama-nama geografi pada suatu tempat atau wilayah di
permukaan bumi mi umumnya diberikan karena ciri khas atau
karakteristjk yang dimiliki wilayah atau daerah dengan daerah
yang bersarigkutan. Untuk masing-masing tempat atau daerah dengan
bahasa yang berbeda-beda akan rnemberikan suatu nama terhadap
objek geografi tersebut sesuai dengari bahasa yang bersangkutan.
Kota Jakarta merupakari wilayah yang memiliki banyak tempat dengan
toponhrni atau nama-nama geografi dari bahasa yang bermacammacam.
Begitu juga dengan toponimi yang berasal dari bahasa
Sunda, cukup banyak dijumpai dalam wilayah DKI Jakarta.
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dicari
jawabnya adalah, bagairnanakah gambaran mengenai batas-batas yang
mempengaruhi penggunaan nama-nama geografi (toponimi), terutama
yang berbahasa Sunda di Jakarta.
Sehubungan dengari masalah tersebut, maka langkah-langkah yang
dilakukan adalah mencari sejarah later belakang pertumbuhan kota
Jakarta berupa peta lama daerah Batavia tahun 1627 dan peta 1992
dengan maksud memberikan gambaran perubahan dalarn toponimi berbahasa
Sunda. Kemudian, dicari persebaran nama-nama tersebut dengan
acuan kamus bahasa Sunda-Indonesia. Untuk mengetahui region toponimi,
dibuat garis yang merupakan generalisasi dari letak toponimi
berbahasa yang Sunda yang mendominasi di wilayah Jakarta.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis pola persebaran toponimi
berbahasa Sunda. Analisis ml dilakukan dengan cara mengamati
batas-batas region toponimi berbahasa Sunda dengan batas-batas
region toponimi bahasa non Sunda.
Dari hasil analisis diperoleh hasil penelitian berikut
1.Toponimi atau nama-nama tempat dengan nama geografi berbahasa
Sunda penyebarannya sernakin bariyak ke Selatan. Hal mi dapat
dilihat dari peta penyebaran toponimi berbahasa Sunda (kurang
lebih 15 km dari Pasar Ikan ke arah kota Bogor.
2.Tempat-tempat dengan nama geografi yang berasal dari bahasa
Sunda yang ada di wilayah DKI Jakarta sekarang urnumnya diawali
dengan kata Ci.
3.Batas region toponimi berbahasa Sunda berada di sekitar batas
tanah partikelir terutama dibagian selatan Jakarta (disekitar
daerah Cipinang).
4.Ada tiga indikator yang mempengaruhi toponirni di wilayah
Jakarta yaitu perigaruh etnis Sunda, pengaruh pernenintahan
kolonial Belanda, dan pengaruh dibukanya tanah-tanah
partikelir. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suharianto Permana
"Tulisan ini membahas mengenai penamaan dan sejarah penamaan masjid-masjid kuno di Jakarta dan relasi sejarah penamaan masjid pada masjid-masjid kuno di Jakarta dengan bangunan atau bentuk masjid tersebut dengan menggunakan dua puluh tiga masjid sebagai objek kajian. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian arkeologi menurut Sharer dan Ashmore (2003, hlm. 156) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu formulasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek penelitian diketahui delapan cara atau pengambilan nama pada masjid-masjid kuno di Jakarta, yaitu berdasarkan vegetasi, berdasarkan bersejarah, berdasarkan pemberian, berdasarkan wilayah, berdasarkan nama tempat atau unsur rupa bumi, berdasarkan nama- nama asing, berdasarkan arsitektur bangunan, dan berdasarkan akronim. Selain itu, diketahui pula bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek kajian, hanya ada dua masjid yang memiliki relasi antara bentuk bangunan masjid dengan sejarah penamaannya, yaitu Masjid Langgar Tinggi dan Masjid Agung Sunda Kelapa.

This paper discusses the naming and history of the naming of ancient mosques in Jakarta and the historical relation of the naming of mosques to ancient mosques in Jakarta and the buildings or forms of these mosques by using twenty-three mosques as the object of study. The research method used is archaeological research according to Sharer and Ashmore (2003, p. 156) which consists of several stages, namely formulation, data collection, data processing, analysis, interpretation, and publication. This research resulted in the conclusion that of the twenty-three mosques that were used as research objects, there were eight ways or names of ancient mosques in Jakarta, namely based on vegetation, based on history, based on gift, based on area, based on place names or elements of the earth, based on foreign names, based on building architecture, and based on acronyms. In addition, it is also known that of the twenty-three mosques that were used as the object of study, there were only two mosques that had a relationship between the shape of the mosque building and the history of its name, namely the Langgar Tinggi Mosque and the Sunda Kelapa Grand Mosque."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desrillia Handayani
"Di dalam berkomunikasi, para peserta tutur dituntut untuk menaati prinsip kerja sama. Di dalam wacana humor, prinsip kerja sama kerap dilanggar. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama itu menghasilkan implikatur percakapan yang berhubungan erat dengan inferensi petutur. Pelanggaran prinsip kerja sama yang berhubungan dengan implikatur percakapan dan inferensi kerap dianggap sebagai unsur pembentuk kelucuan di dalam humor. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk pelaksanaan prinsip kerja sama dan hubungan yang ada dalam maksim-maksim prinsip kerja sama di dalam humor seks berbahasa Sunda. Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan hubungan antara prinsip kerja sama, implikatur percakapan, dan inferensi yang dihasilkan di dalam humor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik bibliografis. Data penelitian diambil dari buku Sura Seuri Siga Sera. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, di dalam humor seks berbahasa Sunda, selalu terdapat pelanggaran prinsip kerja sama. Pelanggaran prinsip kerja sama tersebut mencakup pelanggaran maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara Maksim kuantitas dilanggar karena penutur memberikan informasi yang kurang atau melebihi informasi yang dibutuhkan dalam berkomunikasi. Maksim kualitas dilanggar karena informasi yang diberikan salah, mengandung kebohongan, atau tidak logis. Maksim relevansi dilanggar karena penutur memberikan informasi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Maksim cara dilanggar karena penutur berbicara dengan tidak jelas, barbelit-belit, atau ujarannya mengandung ketidaklangsungan yang berhubungan dengan penggunaan bentuk metafora dan pelesapan. Pelanggaran terhadap prinsip kerja sama tidak selalu menghasilkan implikatur percakapan. Pelanggaran yang menghasilkan implikatur percakapan adalah pelanggaran maksim kuantitas dan maksim cara. Implikatur percakapan itu merujuk pada hal-hal bernuansa seks. Implikatur percakapan selalu berhubungan dengan inferensi. Dari data yang ada, jika sebuah ujaran melanggar maksim kuantitas, ujaran tersebut juga melanggar maksim cara. Jika sebuah ujaran melanggar maksim kualitas, ujaran tersebut juga berpotensi melanggar maksim relevansi, begitu pula sebaliknya. Jika penutur melanggar maksim kuantitas dan maksim cara, ujarannya mengandung implikatur percakapan. Karena melanggar maksim kuantitas dan maksim cara, petutur tidak dapat menginferensi ujaran tersebut dengan benar. Jika petutur tidak dapat menginferensi ujaran penutur dengan benar, ujaran petutur melanggar maksim kualitas dan/atau relevansi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S10712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996
499.221 5 UND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Rusyana, 1938-
"Masalah yang diteliti adalah masalah interferensi di bidang morfologi pada penggunaan bahasa Indonesia oleh anak-anak yang barbahasa pertama bahasa Sunda, murid sekolah dasar di daerah propinsi Jawa Barat.
Menurut Mackey, kedwibahasaan merupakan masalah ilmu linguistik yang paling panting, tetapi juga yang paling dlabaikan. Penelitian yang ada tentang hal ini, terutama mengenai interferensi dan peminjaman, dari masa sabelum tahun 50-an, menunjukkan pandangan unsuriah terhadap bahasa. Penelitian tentang kedwibahasaan dengan konsep yang lebih luas dalam hubungan dengan faham struktural, mulai pada tahun 50-an, terutama ditandai oleh karya-karya U.Weinreich (1953, 1958), dan L.Haiigen (1950, 1953, 1956). Beberapa paper yang penting karya Hans Vogt (195i), W.F. Mackey (1956), Robert A.Hall Jr. (1952), dan lain-lain, telah memberikan arah mengenai konsep kedwibahasaan, dan telah melahirkan keperluan akan metodologinya.
Perhatian terhadap kedwibahasaan tercermin dari kepustakaan yang ada tentang hal itu, riisalnya seperti yang disusun r1aftarnya oleh U.Weinreich, E.Haugen, dan Els Oksaar.
Berkenaan dengan masalah kedwibahasaan itu, yang terutama menarik perhatian ahli linguistik, ialah gejala-gejala penyimpangan yang terjadi pada setiap bahasa, sebagai akibat kontak bahasa, Berta pengaruhnya terhadap norma setiap bahasa itu. Masalah kontak bahasa dan gejala interferensi telah dijadikan pokok yang aangat penting untuk penelitian kedwibahasaan.
Penelitian yang akan dilakukan sekarang, yaitu tentang masalah interferensi di bidang morfologi pada tuturan dwibahasaan, kiranya cukup beralasan ditinjau dari segi ilmu linguistik, lebih-lebih mengingat masalah yang diajukan belum pernah diteliti. Disamping itu, sehubungan dengan pokok penelitian yang berupa tuturan anek-anak, penelitian ini semakin besar alasan kepentingannya."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1975
D280
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Langgeng Abimanyu
"The location of Cilongok subdistrict, which is under Banyumas Regency, is quite far from the area of the spread of Sunda ethnic group. However, in Cilongok subdistrict there are names of villages that originated fromSundanese name, such as Cikidang, Cilongok, and Cipete. “Ci”, which means water or river, is a Sundanese generic name that becomes the characteristic of toponym. In addition, there are facts that indicate there were ethnic migrations. In a number of areasin West Java there are places that have the same names with that of in Banten. The purpose of this research is to describe characteristics of village toponyms in Sub Cilongok and to find out the factors that influence the characteristics. Using spatial approach, this qualitative research studied 20 villages located in Cilongok sub-district. The data were collected from library research, observations, interviews, and related documents.The data were examined using spatial pattern analysis. The results of this study indicate that the village toponyms in Cilongok sub-district were influenced by physico-natural, physico-artificial, and non physico-artificial phenomena. The village toponyms in Cilongok sub-district is the result of assimilation of Sundanese and Javanese cultures."
Lengkap +
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2018
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Netiasa Adab
"Indonesia memiliki daya tarik wisata pantai yang beragam. Salah satunya di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap pantai memiliki nama yang digunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan satu pantai dari pantai yang lain. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan eksplanasi atas asal-usul serta pola penamaan dan pemaknaan nama pantai tersebut sehingga budaya dan keadaan alam setempat turut diketahui. Terdapat delapan belas nama pantai yang menjadi data penelitian, yakni pantai yang terdaftar di Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul serta pantai tambahan yang disebutkan oleh pegawai kelurahan dan masyarakat. Teori yang digunakan untuk mengolah data tersebut adalah teori makna praanggapan yang disampaikan oleh Nyström (2016). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan asal-usul nama pantai dan mengklasifikasikannya pada kategori makna. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah studi pustaka melalui kamus bahasa Jawa-Indonesia dan KBBI, wawancara secara daring dan luring, serta observasi. Sementara itu, metode yang digunakan untuk mengolah data adalah identifikasi dan klasifikasi untuk mengidentifikasi kecenderungan nama pada klasifikasi makna kategorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nama-nama pantai di Kabupaten Bantul didominasi oleh kategori keadaan geografis. Di samping itu, asosiasi positif yang dominan adalah asal-usul nama pantai dan hal-hal yang ada di wilayah pantai; sedangkan asosiasi negatif yang dominan adalah prostitusi. Sementara itu, emosi positif didominasi emosi biasa saja dan emosi negatif didominasi emosi kecewa

. Indonesia has a variety of coastal tourist attractions. One of them is in Bantul Regency, Yogyakarta Special Region. The name of each beach is used to identify and distinguish one beach from another. This research was conducted to provide an explanation of the origin, the naming pattern, and the meaning of the beaches' names so that the culture and local natural conditions are known. Eighteen names of beaches become the research data, namely the beaches registered in the Bantul Regency Tourism Office and additional beaches mentioned by village officials and the community. The theory used to process the data is the theory of presuppositions of meaning from Nytröm (2016). This study uses a qualitative approach to explain the origin of beach names and classify them into categories of meaning. The method used to collect data is a literature study through the Javanese-Indonesian dictionary and the KBBI, online and offline interviews, and observation. Meanwhile, the method used to process the data is identification and classification to identify the tendency of names to classify categorical meanings. The results show that the names of beaches in Bantul Regency were dominated by the category of geographical conditions. In addition, the dominant positive association is the origin of beach names and things in the coastal area; while the dominant negative association is prostitution. Meanwhile, positive emotions are dominated by ordinary emotions and negative emotions are dominated by disappointed emotions.

 

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Ruswanto
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>