Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Etti Hadriyani
"ABSTRAK
Kriminalitas atau criminal yang di sebut juga kejahatan merupakan kejadian yang hamper setiap hari ada di masyarakat dan hal ini meresahkan anggota masyarakat. Kejahatan sendiri adalah bertemunya faktor niat berbuat jahat dari calon pelaku dengan kesempatan atau paluang yang ada. Selain itu kejahatan atau kriminalitas di sebabkan oleh banyak faktor utama adalah lingkungan.
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik kriminalitas di Kotamadya Bandar Lampung, kapan dan dimana pelaksanaan kejahatan di Kotamadya Bandar Lampung.
Dari hasil penelitian di ketahui jenis kriminalitas yang mempunyai jumlah kasus tinggi adalah jenis Curas, Curat, Curanmor dan lain lain kejahatan. Jenis Curas dan Curat merupakan jenis kriminalitas adalah perumahan, jalan, pusat-pusat keramaian dan waktu kejadian yaitu jam kejadian dan bulan kejadian
Berdasarkan tempat kejadian, perumahan mempunyai kasus tinggi dan berdasarkan waktu kejadian yang mempunyai jumlah kasus tinggi yaitu jam jam 24.01-06.00 wib (malam hari) dan pada kuartal I (januari, Februari, Maret, April)"
1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perdagangan merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum memperoleh perhatian pemecahan secara serius oleh Pemerintah dan aparat penegak hukum di Indonesia. Terjadinya perdagangan orang antara lain disebabkan masalah ekonomi b) pendidikan yang rendah, c) penegakan hukum yang lemah d) Undang-Undang yang ada kurang disosialisasikan e) kurang tersedianya data yang akurat,f) peraturan keimigrasian yang longgar dan g) peran PJTKI yang belum maksimal...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Usman
"ABSTRAK
Penelitian ini bermaksud melakukan reevaluasi dan reorientasi terhadap penggunaan pidana penjara jangka pendek dalam sistem pemidanaan. Kemudian mengetengahkan pemikiran alternatif sehubungan dengan eksistensi pidana penjara jangka pendek dalam pembaharuan hukum pidana..
Pokok permasalahan difokuskan pada: 1) Sejauh mana penerapan pidana penjara jangka pendek dalam praktek peradilan pidana, serta faktor yang melatarbelakanginya? Bagaimana relevansi pidana penjara jangka pendek dengan sistem pemasyrakatan sebagai cara pelaksanaan pidana penjara? 3) Dalam rangka pembaharuan hukum pidana, apakah pidana penjara jagka pendek masih perlu dipertahankan, dan alternatif apa yang dapat dikemukakan untuk mengatasi masalah banyaknya penerapan pidana penjara janga pendek?
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan instrunen berupa: studi dokumen, wawancara, angket, dan dilengkapi dengan pengamatan. Penentuan responden dilakukan secara "purposive", kemudian analisis dilakukan secara deskriptif-kualitatif.
Kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: Dalam kesimpulan umum dapat dikemukakan, bahwa walaupun pidana penjara merupakan jenis pidana yang secara universal banyak digunakan sebagai sarana politik kriminal, akan tetapi dalam perkembangannya terdapat keoenderungan untuk menggunakannya secara selektif dan limitatif. Dalam kebijakan legislatif di Indonesia selama ini masih kurang menunjang kebijakan yang selektif dan limitatif dalam penggunaan pidana penjara jangka pendek. Dari konsep RUU KUHP terlihat adanya upaya untuk membatasi penggunaan pidana penjara jangka pendek. Dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam RUU Pemasyarakatan yang sedang dibahas di DPR saat ini terlihat adanya kemajuan dibanding aturan dalam Reglemen Penjara tahun 1917.
Sebagai kesimpulan khusus dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Pidana penjara jangka pendek merupakan jenis pidana yang paling banyak diterapkan dalam praktek peradilan pidana. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor hukumnya itu sendiri di samping adanya alasan praktis; b) Pidana penjara jangka pendek kurang sinkron dengan sistem pemasyarakatan, karena dalam kenyataannya tidak memungkinkan untuk dilakukan proses pemasyarakatan yang memadai terhadap narapidana jangka pendek; c) Kurang memadainya pembinaan terhadap narapidana jangka pendek juga dipengaruhi oleh: faktor peraturan perundang-undangan, petugas, fasilitas, dan partisipasi masyarakat. Pidana penjara jangka pendek juga kurang dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang integratif. d) Dalam rangka pembaharuan hukum pidana, pidana penjara jangka pendek masih dapat dipertahankan dalam sistem pemidanaan sepanjang digunakan secara selektif dan limitatif."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Debora Vetra Mesia
"Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang berlaku baik di Indonesia, Belanda, maupun Singapura. Penyelesaian perkara pidana di luar persidangan atau dikenal dengan istilah Afdoening Buiten Proces merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan perkara di luar persidangan dengan cara membayar denda maksimum secara sukarela sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHP Lama. Ketentuan ini juga terdapat dalam KUHP Baru, tepatnya dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d-e. Sementara itu, di Belanda ketentuan ini diatur dalam Pasal 74 Wetboek van Strafrecht, sedangkan di Singapura dikenal mekanisme Deferred Prosecution Agreement yang memiliki konsep berbeda dengan yang diatur oleh Indonesia dan Belanda. Terdapat dua pembahasan utama dalam skripsi ini. Pertama, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, Belanda, dan Singapura. Kedua, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lama dalam mengakomodir kebutuhan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif-yuridis yang menganalisis lebih lanjut tentang ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang berlaku di Indonesia, Belanda, dan Singapura masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan. Selanjutnya, diketahui bahwa ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang diatur dalam Pasal 82 KUHP Lama selama ini tidak mengakomodir kebutuhan yang diperlukan oleh sistem peradilan pidana. Terakhir, ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik dan dapat membantu meringankan beban sistem peradilan pidana, tetapi masih terdapat beberapa hambatan.

This thesis discusses the settlement of criminal cases outside the court which is valid in Indonesia, Netherlands, and Singapore. Settlement of criminal cases outside the court or known as Afdoening Buiten Process is one way to settle cases outside the court by paying the maximum fine voluntarily as stipulated in Article 82 of the Old Criminal Code. This provision is also contained in the New Criminal Code, specifically in Article 132 paragraph (1) letter d-e. Meanwhile, in the Netherlands this provision is regulated in Article 74 Wetboek van Strafrecht, while in Singapore the Deferred Prosecution Agreement mechanism is known, which has a different concept from that regulated by Indonesia and Netherlands. There are two main discussions in this thesis. First, this thesis will discuss how the provisions for settling criminal cases outside the court in the legal provisions in force in Indonesia, the Netherlands and Singapore. Second, this thesis will discuss how the Old Criminal Code accommodates the need for settlement of criminal cases outside of court. This research was conducted using a normative-juridical research method that further analyzes the legal provisions in force in a country. The results of this study state that the provisions for settling criminal cases outside the court in force in Indonesia, Netherlands and Singapore have similarities and differences, respectively. Furthermore, it is known that the provisions for settling criminal cases outside the court as regulated in Article 82 of the Old Criminal Code have so far not accommodated the needs required by the criminal justice system. Finally, provisions for the settlement of criminal cases outside the court basically have a good purpose and can help ease the burden on the criminal justice system, but there are still some obstacles."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Agatha
"Berdasarkan data statistika terkait banyaknya tindak pidana terhadap tubuh dan nyawa yang terjadi di Indonesia, masyarakat kerap kali menjadi korban tindak pidana berupa kejahatan yang dilakukan oleh orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Saat seseorang merasa dirinya sedang terancam akan tindak pidana yang mungkin menimpanya, maka orang tersebut tentu akan berusaha untuk membela diri. Pembelaan ini disebut dengan pembelaan terpaksa (noodweer) yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Lantas, dalam praktiknya tidak terdapat kejelasan terkait batasan yang menjadi tolok ukur dalam unsur-unsur pada perbuatan pembelaan terpaksa dan menimbulkan pertanyaan terkait bagaimana pertimbangan hakim dalam menerima ataupun menolak upaya pembelaan terpaksa yang mengakibatkan kematian dalam putusan-putusan pengadilan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, yang menganalisis penerapan pembelaan terpaksa (noodweer) yang menyebabkan kematian berdasarkan hukum positif Indonesia dalam beberapa putusan dengan amar putusan yang berbeda. Hasil penelitian ini adalah hakim-hakim pada pengadilan tingkat pertama mayoritas tidak memuat batasan pembelaan terpaksa terhadap kejahatan tubuh dan nyawa yang mengakibatkan kematian dalam pertimbangan yang tertuang dalam putusan.

Based on statistical data regarding the number of crimes against bodies and lives that have occurred in Indonesia, people often become victims of crimes in the form of crimes committed by other people in everyday life. When a person feels that he is being threatened by a crime that might happen to him, then that person will certainly try to defend himself. This defense is called forced defense (noodweer) which is regulated in Article 49 paragraph (1) of the Indonesian Criminal Code. Then, in practice there is no clarity regarding the boundaries that become benchmarks in the elements of forced defense and raises questions regarding how the judge considers in accepting or rejecting forced defense efforts that result in death in court decisions. This research was conducted using a normative juridical approach, which analyzed the application of forced defense (noodweer) which caused death based on Indonesian positive law in several decisions with different verdicts. The results of this study are that the majority of judges at the court of first instance do not include limitations on forced defense against crimes of body and life resulting in death in the considerations contained in the decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Indra Gautama
"Tesis ini membahas tentang proses pengawasan penyidikan di tingkat Polres. Tujuan tesis ini untuk menunjukkan model atau bentuk pengawasan penyidikan di tingkat Polres. Perhatian utama tesis ini adalah tindakan-tindakan para pengawas tingkat Polres sebagai hasil interaksi antara pihak-pihak yang mengawasi dengan yang diawasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode pengawasan, pengawasan terlibat, dan wawancara dengan pedoman. Model kasus yang diteliti adalah kasus kekerasan terhadap orang atau benda yang dilakukan secara bersama-sama atau pengeroyokan sebagaimana.diatur dalam pasal 170 KUHP. Kasus yang diteliti terdiri dari 2 kasus dalam kurun waktu antara bulan Pebruari sampai dengan Mei 2003 yang terjadi di wilayah hukum Polres Klaten. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengawasan penyidikan oleh Kapolres dan Kasat serse dilakukan sebatas pengawasan administrasi penyidikan, pengawasan oleh Kasat intel bersifat menunggu pengaduan atau perintah dari atasan, pengawasan Kapuskodal Ops sebatas untuk keperluan pendataan dan pelaporan kepada satuan atas, sedangkan pengawasan oleh Jaksa Penuntut umum dilakukan secara formalitas dan terbatas pada pengawasan administrasi penyidikan Selain itu, Kasat serse juga mengembangkan bentuk pengawasan yang digunakan untuk mengawasi sumber daya-sumber daya yang menghasilkan keuntungan, dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam unit-unit. Model pengawasan demikian telah mengakibatkan timbulnya berbagai bentuk penyimpangan dalam penyidikan, seperti penyimpangan prosedur dan penyimpangan yang bersifat keprilakuan seperti korupsi dan kolusi. Model pengawasan tersebut diakibatkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya dukungan anggaran penyidikan, rendahnya tingkat kesejahteraan dan terbatasnya sarana dan prasarana operasional penyidikan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T11161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A.A Ngr Jayalantara
"Hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut diakui dalam konstitusi Indonesia, namun dalam penanganan peristiwa Bom Bali I, menunjukkan hak atas perlindungan dari hukum pidana yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak mutlak di Indonesia. Penelitian ini mengkaji penerapan asas non retroaktif dalam peradilan kasus Bom Bali I, sehingga diketahui alasan kenapa diterapkannya prinsip retroaktif, dan diketahui apakah putusan pidana terhadap pelaku Bom Bali I memiliki keberlakuan hukum. Pendekatan yang dipergunakan diantaranya: interpretasi oleh mereka yang melaksanakanperadilan pidana, pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang berkaitan dengan penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana, dan pendekatan konsep (conseptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep "aw-in-action" dalam penerapan asas legalitas dan asas non retroaktif. Terhadap kejahatan yang luar biasa (terorisme), pemberlakuan prinsip retroaktif merupakan representasi hak para korban untuk mendapatkan/mencapai keadilan yang penerapannya bersifat terbatas. Tolak ukur keadilan dalam masyarakat dijadikan alasan utama dalam menyimpangi asas fundamental dalam sistem peradilan, yang dapat berdampak merusak tatanan penegakan hukum di Indonesia. Proses penegakan hukum terhadap pelaku Bom Bali I tetap memiliki keberlakuan hukum karena aturan yang digunakan telah disahkan sesuai sesuai konstitusi negara dan diterima oleh sebagian besar masyarakat, jadi dapat dikatakan "rasa keadilan mengenyampingkan asas fundamental". (A.A Ngr Jayalantara, NPM: 1006788933).

Right not to be prosecuted under retroactive law is recognized in the constitution of Indonesia, but in handling the 1st Bali bombing incident, application of the right to protection from retroactive criminal law is a human right was not always absolute in Indonesia. This study examines the application of the principle of non retroactive in judicial case of the 1st Bali Bombing, so in mind the reason why the principle of retroactive are applicated, and known whether that the decision punishment of Bali bombers are have legal validity. The approach that used such as: the interpretation by those how implemented criminal justice, regulatory approach (the statute approach) that relating to the enforcement of the criminal justice system, and conceptual approach that used to understand the concept of "law-in-action" in the application of the principle of legality and the principle of non retroactive. For extra ordinary crimes (terrorism), the application of retroactive principle represent a rights of victims to get/achieve justice that its application is limited. The Measure of justice in society in the main excuse deviate fundamental principle in the judicial system, which can have devastating effects on the order of law enforcement in Indonesia. Law enforcement against perpetrators of the 1st Bali Bombing still have legal validity because rules that are used have been validated according to the state constitution and accepted by most people, so it can be said to be "justice set aside the fundamental principle ". (A.A Ngr Jayalantara, NPM: 1006788933)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Apa yang kita saksikan sekarang Orde Baru telah memanfaatkan produk-produk hukum yang dihasilkan dari keadaan darurat. Mereka telah menempuh jalur hukum berdasarkan prinsip-prinsip yang masih disesuaikan dengan keadaan darurat atau zaman kolonial. Dengan begitulah Orde Baru mempertahankan delik-delik politik di Indonesia. Selama ini tak ada upaya mereka untuk menyempurnakan atau mengubahnya. KUHP sepenuhnya masih sebagai warisan kolonial. Artikel ini membahas dan menyoroti berbagai segi dari kejahatan politik di Indonesia, baik segi yuridis maupun segi-segi non yuridis."
Hukum dan Pembangunan, XXVII (1) Februari 1997: 15-23, 1997
HUPE XXVII-1-Feb1997-15
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>