Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zetta Saraswati
"ABSTRAK
Fertainbahan penduduk diiringi dengan bertambahnya
kebutuhan hidup penduduk baik berupa barang atau jasa.
Permintaan akan barang dan jasa akan menyebabkan timbulnya
pusat-pusat pelayanan. Salah satu pusat pelayanan yang
panting adalah pusat pelayanan ekonomi. Pusat pelayanan
ekonomi yang dimaksud ialah yang biasa di sebut pasar, yaitu
pasar yang menjual barang kebutuhan sehari-hari terutama
sembilan bahan pokok,
Ralau ada sebuah wilayah, yang muka buminya seragam dan
kesuburan tanahnya seragam serta tingkat hidup penduduknya
seragam, inaka di wilayah itu akan tumbuh pusat-pusat
pelayanan yang berjarak sama dan jika dituangkan ke dalam
pola keruangan akan membentuk pola segi enam.
Rabupaten Bogor terletak diantara Jakarta yang
merupakan pusat perdagangan nasional dan pusat perdagangan
utama untuk Jabotabek serta Rodya Bogor sebagai pusat
perdagangan ke dua untuk wilayah Jabotabek, memungkinkan
perkembangan pasar di Rabupaten Bogor. Readaan fisik wilayah
yang sebagian besar (+ 67 %) terdiri dataran, raaka dapat
diasumsikan bahwa Rabupaten Bogor relatif datar sehingga
memudahkan ' transportasi ke segala arah. Daerah yang subur
biasanya merupakan pemusatan penduduk. Pemusatan penduduk
dapat dilihat dari penyebaran pemukiman. Peraukiman di
Rabupaten Bogor tersebar hampir merata, maka dapat
diasumsikan bahwa di Rabupaten Bogor penyebaran
pemukimannya relatif seragam. Rata-rata tingkat pendapatan
penduduk per keoamatan yang hampir seragam untuk Rabupaten
Bogor, maka dapat diasumsikan tingkat kehidupan penduduknya
relatif seragam. Dengan demikian maka diasumsikan bahwa
Rabupaten Bogor mempunyai keadaan fisik wilayah, penyebaran
pemukiman dan tingkat kehidupan penduduk yang seragam.
Masalah yang ditelaah adalah " Bagaimana pola penyebaran
pasar di Rabupaten Bogor dan bagaimanakah hirarkinya ?
Adakah kesesuai-an letak dan hirarki pasar tersebut dengan
teori Tempat Sentral?"
Hipotesa yang diajukan adalah :
Pola penyebaran pasar di Rabupaten Bogor menurut Analisa
Tetangga Terdekat adalah teratur. Penyebarannya mengikuti
penyebaran pusat-pusat pemukiman yang dekat dengan jalan. ;
Letak dan hirarki pasar tersebut sesuai dengan teori "Tempat
Sen tral".
Dari hasil analisis yang dilakukan dengan korelasi
peta dan uji statistik Contingency Coefficient diketahui
bahwa :
g) Pola penyebaran pasar di Kabupaten Bogor menurut Analisa
Tetangga Terdekat adalah tidak terai.ur. Penyebaran pasar
mengikuti. pusat-pusat pemukiman yang dekat dengan jalan.
b) Terdapat; hirarki pasar yang terdiri dari Pasar Utama,
Pasar Pnmbantu I, Pasar Pembantu II, Pasar Pembantu III
dan Pasar Pembantu IV. Makin tinggi kepadatan
penduduk, pendapatan perkapita tian kelas jalan, maka
hirarki pasarnya makin tinggi.
c) Tidak ada kesesuaian antara letak dan hirarki pasar di
Kabupaten Bogor dengan teori "Tempat Sentral".
Karena kepadatan dan pendapatan perkapita penduduk yang
tidak seragam. Yang terlihat justru :
Berdasarkan korelasi kepadatan penduduk dan
pendapatan perkapita, ada 2 Wilayah Pasar,yaitu :
Wilayah Pasar Setiap Hari (di bagian utara, tengah,
selatan, sebagian wilayah timur dan barat Kabupaten)
dan Wilayah Pasar Tidak Setiap Hari ( di sebagian
wilayah selatan, timur dan barnt Kabupaten).
Berdasarkan jarak, jaringan jalan dan angkutan umum,
ada enam Wilayah Layanan Pasar, yaitu : Wilayah
Layanan Pasar Cibinong, Pasar Jonggol, Pasar
Leijwiliang, Kodya Bogor, DKI Jakarta dan Kabupaten
Tangerang."
1991
S33435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arifien
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1984
S32334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardinus Realino S
1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saruhian, Aryan
"Ilmu ekonomi regional tidak membahas kegiatan individual melainkan menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Artinya unit analisis ekonomi regional adalah wilayah ataupun sektor. Jadi secara ringkas, persoalan utama yang dibahas dalam ekonomi regional adalah menjawab pertanyaan dimana lokasi dari berbagai kegiatan tersebut dilakukan.
Pusat pertumbuhan (growth centre) dapat diartikan dengan dua cara, yakni secara fungsional dan geografis. Secara fungsional pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi balk ke dalam maupun ke iuar (daerah beiakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas clan kemudahan sehingga rnenjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di wilayah tersebut.
Pembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan industri padat modal adalah sangat penting untuk dilakukan, karena hal tersebut akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan wilayah.
Berkaitan dengan letaknya yang strategis dan luasnya wilayah yang dimiliki dengan berbagai macam potensi sumberdaya alam yang dimiliki dad masing-masing wilayah serta berbagai corak kegiatan perekonomian, maka beberapa kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dan untuk itu diperlukan suatu kajian dan konsepsi perencanaan yang komprehensif dan matang dalam jangka menengah dan panjang terutama dalam rangka pengembangan wilayah.
Dalam kaitan dengan pusat pertumbuhan, Perroux (1955) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak merata terjadi diberbagai daerah, tetapi mempunyai kecondongan untuk mengelompok pada pusat-pusat pertumbuhan. Dalam konteks yang sama Sukirno (2001), mengatakan bahwa pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan menentukan perkembangan daerah Iainnya. Begitu pula menarik tidaknya suatu wilayah dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada keadaan sarana prasarana serta sumberdaya alam yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui atau mengidentifikasi kecamatan yang berpeluang atau berpotensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten lampung Selatan; (2) mengetahui interaksi (tingkat keterkaitan) antara pusat pertumbuhan (growth centre) dengan hinterland-nya; (3) mengetahui arah atau fokus pengembangan kegiatan ekonomi dengan melihat komoditas unggulan tiap kecamatan.
Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis scalogram untuk mengetahui pusat pertumbuhan ekonomi berdasarkan ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan, analisis interaksi untuk melihat keterkaitan pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya (daerah pendukung), dan analisis location quotient yang digunakan untuk mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan dan komoditas unggulan ditiap kecamatan gura !pendukung spesialisasi masing-masing kecamatan.
Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) di Kabupaten Lampung Selatan teridentitikasi sebanyak enam kecamatan yang mempunyal hirarki Iebih tinggi sebagai pusat pertumbuhan, karena ketersediaan fasilitasnya Iebih bervariasi dan banyak jumlahnya, yaitu Kecamatan: Kalianda; Natar; Penengahan; Kat;bung; Padang Cermin; dan Sidomulyo. (2) pengembangan wilayah dengan menempatkan pada pusat-pusat pertumbuhan memiliki daerah cakupan atau hinterland-nya masing-masing. (3) dari sembilan sektor yang dianalisis, menunjukkan bahwa hanya ada tiga sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian: sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan subsektor yang termasuk unggulan yaitu subsektor: tanaman bahan makanan; peternakan; perikanan; pertarnbangan tanpa migas; penggalian; pengangkutan; komunikasi; bank; persewaars; dan subsektor hiburan dan rekreasi. (4) masing-masing wilayah pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan berbagai komoditas dominan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas unggulan dari masing-masing wilayah kecamatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didin Samsudin
"Kesenjangan antar wilayah di Kabupaten Tangerang merupakan salah satu masalah serius yang harus segera ditangani melalui langkah-langkah kebijakan dengan strategi yang tepat. Hal ini jika tidak mendapat perhatian yang serius dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan sosial, yang pada akhirnya akan menciptakan konflik antar kelompok dan antar wilayah yang akan mengganggu stabilitas keamanan wilayah.
Masalah pengembangan wilayah (Regional Development) oleh sebagian ahli dianggap sebagai masalah yang ditimbulkan oleh adanya gejala "regional inequality", yaitu adanya perbedaan tingkat pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta adanya perbedaan tingkat pendapatan dan tingkat kemakrnuran masyarakat. Pengembangan wilayah merupakan usaha untuk meningkatkan kehidupan masyarakat setempat atau merupakan alat untuk tercapainya keseimbangan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangan antar daerah.
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles) adalah salah satu teori yang paling terkenal dalam ilmu Ekonomi Regional. Kepopuleran teori ini pada dasarnya timbul karena ia dapat merupakan salah satu alat utama yangdapat melakukan penggabungan antara prinsip-prinsip "konsentrasi" dengan "desentralisasi" secara sekaligus (Allonso,1968). Dengan demikian diharapkan Teori Pusat Pertumbuhan ini akan dapat merupakan salah satu alat yang ampuh untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Disamping itu teori ini merupakan salah satu alat yang paling "ideal" untuk dapat menggabungkan kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah danperkotaan secara terpadu. Karena itu tidaklah mengherankan bila para ahli dan penulis selalu menghubungkan antara Teori Pusat Pertumbuhan dengan dengan teknik perencanaan wilayah.
Konsep Pusat Pertumbuhan berasal dari seorang Ahli Perencanaan Wilayah berkebangsaan Perancis bernama Francois Perroux (1955) yang pendapatnya bersumber dari Teori Inovasi ciptaan Schumpeter. Menurut Perroux, konsep poles de croissance lebih banyak menyangkut dengan konsep economic region daripada geographic region. Karena itu Pusat Pertumbuhan didefinisikan sebagai sekelompok industri yang mampu menggerakkan dinamika pertumbuhan ekonomi dan mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara satu dengan lainnya melalui keterkaitan input output industri unggulan. Industri dan sektorsektor yang saling tergantung ini tumbuh lebih cepat dari pada kegiatan ekonomi lainnya karena pemanfatan teknologi canggih dan tingkat inovasi yang tinggi, elastisitas income yang tinggi terhadap permintaan akan barang-barang, penjualan pada pasar nasional, dan adanya efek multiplier serta dampak pada berbagai kegiatan ekonomi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S33466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Triwandha Elan
"Untuk mewujudkan manusia yang berkualitas, perlu peningkatan kualitas manusia mulai sejak pembuahan. Peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak merupakan titik intervensi yang paling strategis dalam upaya tersebut. Kondisi kesehatan di Kabupaten Bogor masih memprihatinkan. Hal ini digambarkan dengan angka kematian bayi 67.67 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian ibu 420 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu umumnya terjadi pada kelompok ibu hamil risiko tinggi. Disamping itu kematian bayi pada masa perinatal juga masih tinggi. Kematian ini seharusnya dapat dicegah, bila kelompok ibu hamil risiko tinggi terdeteksi sedini mungkin dan pelayanan pada masa perinatal ditingkatkan. Hal ini bisa dicapai dengan meningkatkan pelayanan kehamilan.
Pada penelitian ini telah dianalisis pelaksanaan kegiatan pelayanan kehamilan, dengan menggunakan indikator cakupan K1, K4, Fel, Fe3, TT1, dan TT2. Dianalisis keterkaitan antara cakupan pelayanan kehamilan dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan neonatal, deteksi ibu hamil risiko dan akseptor aktif per pasangan usia subur. Secara tidak langsung dapat pula diidentifikasi proporsi pertolongan persalinan oleh dukun dan persalinan yang tidak termonitor. Analisis dilakukan pada tingkat kabupaten dan tingkat kewedanaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dibandingkan dengan target, pada seluruh kewedanaan di Kabupaten Bogor. Pencapaian K1 cukup baik {76 % - 102 %), namun pencapaian K4 masih kurang (57 % - 84 %). Bila ditinjau kualitas pelayanan kehamilan dengan indikator ?5T'', terlihat bahwa masih cukup banyak pemeriksaan kehamilan yang tidak memenuhi standar "5T" tersebut.
Pada penelitian ini terlihat bahwa pencapaian K1 dan K4 belum mampu " mengungkit " kegiatan kesehatan ibu dan anak yang lain, terutama terhadap cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Lebih lanjut lagi, bila cakupan K1 dibandingkan dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan dukun, terlihat adanya persalinan di masyarakat yang tidak termonitor (15 % - 49 %).
Penelitian ini menunjukkan perlunya dilakukan analisis dan evaluasi lintas program yang berkesinambungan pada semua tingkat. Hasil analisis dan evaluasi lintas program tersebut perlu ditindaklanjuti untuk mempercepat peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak. Secara khusus perlu diperhatikan bahwa intervensi dan penentuan target tidak dapat disamakan untuk semua kecamatan. Kondisi dan potensi dari masing-masing wilayah perlu dipertimbangkan. Untuk mengkaji kualitas pelayanan kehamilan secara mendalam perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mencakup aspek masukan, proses, dan keluaran.
Daftar Pustaka : 17 ( 1976 - 1997 )

The improvement of mother and child health is the most strategic factor in this effort. The health status in Bogor Regency is still very low. It is represented by infant mortality rate (IMR) 67.67 per 1000 life birth and mother mortality rate (NfNR) 420 per 100.000 life birth. Mother mortality generally happens to the group of high risk pregnant mother. Besides infant mortality rate in the prenatal period is still high. This mortality actually could be prevented, if the group of high risk pregnant mother is detected as early as possible and the service in the prenatal period enhanced. This case can be achieved by improving antenatal care.
In this research the performance of antenatal care activity has been analyzed by using indicator of Kl, K4, Fel, Fe3, TT1, dan TT2 coverage. Also being analyzed the relation between antenatal care coverage and birth coverage conducted by health worker, neonatal care, detection of high risk pregnant mother and active acceptor per fertile couple. Indirectly it also could be identified the proportion birth service by traditional medical practitioner. This analysis is conducted at regency and district level.
Analysis result shows that the achievement of K1 in all districts in Bogor Regency is quite good (76 % - 102 %), nevertheless the achievement of K4 is still low (57 % - 84 %). If antenatal care quality observed by using "5T' indicator, it's found many pregnant service which doesn't fulfill '5T' standard.
In this research also found that the achievement of K1 and K4 is still unable to "increase" another mother and child activities, especially concerning birth coverage by health worker. So far, if the Kl coverage compared with birth coverage by health worker and traditional medical practitioner, found child birth among the people which is un monitored (15 % - 49 %).
This research shows the importance of performing continuous program crossing analysis and evaluation for all levels. The result of crossing program analysis and evaluation should be followed up to accelerate the improvement of mother and child health quality. It is necessary to consider that intervention and target determination can't be similari2ed for all sub districts. Condition and potential of each sub districts is necessary to be considered.
To observe the quality of antenatal care in detail it is necessary to conduct further investigation that cover all input, process, output aspects.
Library list : 17 ( 1976 - 1997 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>