Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ii Karunia
"Daerah Aliran Ci Sanggarung dengan luas 81.583 Ha mempunyai eurah hujan rata-rata tahunan lebih dari 2000 mm/tahun, kemiringan lerengnya rata-rata lebih dari 11 %, dan 14,75 % dari luas wilayahnya (12.005 Ha) merupakan tanah kritis dengan tingkat kerusakan sedang sampai berat. Dengan kondisi demikian, .Daerah Aliran ini merupakan daerah yang eukup potenslil untuk terjadinya erosi. Selain dari pada itu di daerah ini setiap tahunnya selalu mengalami kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan, walaupun berdasarkan bentuk DAS-nya tergolong kedalam bentuk DAS yang bukan tipe banjir.
Dan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dipi. Ing. F. Holler Wager antara tahun 1886- 1946 diperoleh kesimpulan bahwa dalam kurun waktu 80 tahun telah terbentuk delta seluas 3.610 Ha, sehingga kalau dihitung setiap tahunnya rata-rata lebih dari 45 Ha. Suatu jumlah yang eukup besar.
Atas dasar pemikiran di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penulisan in adalah terungkapnya gambaran tentang wilayah kikisan dan wilayah pengendapandapannya, tingkat erosi pada masing-masing sub Daerah Aliran Sungai (DAS) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adapun masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi
1. Bagaimana karakteristik wilayah Daerah Aliran Ci Sanggarung ?
2. Dimana terjadi pengikisan (erosi) dan pengendapan (sedimentasI) di Daerah Aliran Ci Sanggarung ?
3. Kenapa di sana ?
4. Bagaimana tingkat erosi pada masing-masing sub Daerah Aliran Sungai di Daerah Aliran Ci Sanggarung ?
5. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan mempengaruhinya ?"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Dianus
"Sungai-sungai di Propinsi Riau dengan kondisi fisik yang sama, menyebabkan terjadinya pertambahan daratan di muara sungai seperti di muara sungai Rokan. Berbeda dengan sungai Inderagiri yang hanya menyebabkan kecilnya endapan yang terjadi di muara sungainya.
Atas dasar pemikiran di atas, penulisan ini dilakukan untuk mengetahul wilayah kikisan dan wilayah endapan serta hubungannya dengan pertambahan daratan di muara sungai dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk sungai Inderagiri.
Yang masalah di dalam tulisan ini adalah
1. Dimana wilayah kikisan dan wilayah endapan DAS Inderagiri ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan bentuk sungai Inderagiri ?
Batasan :
1. Yang dimakaud dengan perubahan bentuk sungai yaitu, berubahnya bentuk sungai yang disebabkan oleh terkikisnya tebing-tebing sungai dan terendapkannya hasil kikisan tersebut.
2. Wilayah penelitian hanya mencakup setengah dan luas DAS Inderagirl yang termasuk di dalam wilayah Propinsi Riau.
Dalam menjawab masalah tersebut di atas, digunakan metode korelasi peta : 1. Peta-peta yang dikorelasikan yaitu, peta ketinggian, peta hentuk wilayah, peta lereng dan peta penggunaan tanah. Dari hasil korelasi peta-peta tersebut di atas, diperoleh peta wilayah kikisan dan wilayah endapan. Wllayah kikisan terletak pada ketinggian 10 - 500 meter yang terdiri dari 21 wilayah yang masing-masing - nya terbagi etas; ketinggian 10 - 25 meter 4 wilayah, 25 - 100 meter 12 wilayah dan 100 - 500 meter 5 wilayah; sedangkan wilayah endapan terletak pada ketinggian 0 - 10 meter yang terdiri dari 8 wllayah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Prihatini
"Daerah Aliran Sungai Serayu dengan luas 418.168 hektar ineinpunyai curah hujan rata-rata tahunan > 2000 mm, kemiringan lereng rata-rata > 15% dan sebagian besar jenis tanahnya latosol yang agak peka terbadap erosi. Dengan keadaan demikian maka DAS tersebut merupakan daerah yang memungkinkan untuk terjadinya erosi. DAS Serayu terbagi menjadi 9 Sub DAS, dua diantaranya adalah Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin. Kedua Sub DAS tersebut merupakan daerah tangkapan waduk Tajum (Sub DAS Tajum) dan waduk Gajah Ming (Sub DAS Sapi).
Dengan adanya erosi di kedua Sub DAS tersebut akan mengakibatkan dangkalnya waduk Tajuin dan waduk Gajah Ming. Sehubungan dengan dasar pemikiran di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui erosi yang terjadi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin dan kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut. Adapun masalah yang dibahas adalah: dimana saja terjadi erosi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajum dan kemana kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut'?
Yang dimaksud dengan meluasnya erosi dalam penelitian ini adalah bertarnbahnya luas daeràh yang tererosi dan juga munculnya daerah baru yang tererosi.
Dalam menentakan kemungkinan meluasnya erosi selain kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan daerah yang tererosi digunakan juga variabel kerapatan tanaman.
Hipotésa dari permasalah di atas adalah pada daerah dengan kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan kondisi daerah yang tererosi tetapi mempunyai kerapatan tanaman berbeda (lebih rapat) maka pada daerah tersebut mempunyai kemungkinan untuk meluasnya erosi."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristan Arminius
"Tulisan ini membahas tentang tren dan erosivitas hujan di DAS Batanghari. Fenomena erosivitas merupakan isu penting dalam pengelolaan DAS, dan sangat penting untuk menentukan tren erosivitas hujan dan dampaknya terhadap lingkungan. Meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian hujan, akibat perubahan iklim, telah menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap erosi tanah di DAS Batanghari. Data Curah hujan dari data CHIRPS bersamaan dengan data dari stasiun hujan di seluruh DAS Batangahri periode 1981-2021 dipakai untuk menghitung nilai erosivitas hujan di DAS Batangahari. Metode BOIS merupakan metode persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks erosivitas hujan. Erosivitas hujan adalah kemampuan hujan untuk mengeroskan suatu daerah, semakin besar hujan didaerah tersebut maka indeks erosivitas hujan nya akan semakin besar juga. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya tren signifikan dalam erosivitas hujan dari tahun 1981 hingga 2021. Namun, mayoritas stasiun hujan di daerah tersebut mengalami penurunan erosivitas hujan.

This paper discusses trends and rainfall erosivity in the Batanghari watershed in Indonesia is an important issue in watershed management, and it is critical to determine trends in rainfall erosivity and its impact on the environment. The increasing frequency and intensity of rainfall events, due to climate change, has raised concerns about its impact on soil erosion in the Batanghari watershed. Rainfall data from CHIRPS data together with data from rainfall stations across the Batangahri watershed for the period 1981-2021 were used to calculate rainfall erosivity values in the Batangahari watershed. Rainfall erosivity is the ability of rain to erode an area, the greater the rainfall in the area, the greater the rainfall erosivity index. The results showed no significant trend in rainfall erosivity from 1981 to 2021. However, the majority of rainfall stations in the area experienced a decrease in rainfall erosivity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganif Pratama
"Respon hidrologi di Daerah Aliran Sungai DAS perkotaan yang telah mengalami perkembangan wilayah ditandai oleh fluktuasi debit. Indikasinya adalah tingkat flashiness yang semakin besar. Melalui pengolahan data debit harian selama tahun 1994-2016 dengan metode Indeks Richard-Baker IRB, dianalisis tingkat flashiness pada empat sungai di DAS Citarum yang dikaitkan dengan perubahan karakteristik DAS dan curah hujan. Hasil analisis keruangan dan temporal menunjukkan bahwa indeks flashiness Sungai Cimeta paling tinggi. Variasi indeks flashiness pada empat sungai tersebut relatif homogen yang menunjukkan daerah pegunungan. Indeks flashiness tertinggi terjadi pada musim pancaroba dan flashiness terendah terjadi pada musim kemarau. Kerapatan jaringan sungai dan tutupan lahan berpengaruh pada indeks flashiness. Tingkat flashiness pada tahun-tahun El Nino relatif lebih kecil dibandingkan pada tahun-tahun bukan El Nino.

Hidrologic response in developed urban watershed marked from discharge fluctuation. The indication is increasing from flashiness level. Through daily discharge data processing during 1994 2016 with Richard Baker Index RBI , analyzed the flashiness level derived from four rivers in Citarum watershed connected with change of watershed characteristics and rainfall. The results of spatial and temporal analysis show that flashiness level of The Cimeta River is highest. Variation of flashiness index on four rivers is relatively homogeneous indicating mountainous area. The highest level of flashiness occurs during the transition season and the lowest flashiness occurs during the dry season. The density of river network and land cover affects the flashiness index. The level of flashiness in El Nino years is relatively smaller than in years not El Nino.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Utari Suryanto
"Karakteristik fisik wilayah dapat memengaruhi pengikisan tanah dalam jumlah yang besar yang sering disebut dengan longsor. DA Ci Sangu merupakan salah satu sungai yang sering mengalami pengikisan tanah pada tebing sungai akibat banjir. Apabila pengikisan tebing sungai ini berlangsung terus menerus, dikhawatirkan akan terjadi longsoran yang lebih besar lagi pada tebing sungai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi longsor yang terjadi sepanjang aliran Ci Sangu dan menganalisis keterkaitan antara potensi longsor tebing sungai dengan karakteristik fisik wilayah. Pada penelitian ini penentuan potensi longsor akan menggunakan Metode Indeks Storie, sedangkan karakteristik fisik tebing sungai akan diobservasi secara langsung pada 33 sampel lokasi. Variabel penelitian ini terdiri atas penggunaan lahan, kemiringan lereng, bentuk lereng, jenis tanah dan curah hujan. Analisis dilakukan menggunakan analisis spasial. Didapat hasil bahwa semakin menuju ke arah hilir, tebing sungai lebih banyak mengalami pengikisan yang sedang dan berat. Potensi longsor tebing sungai yang tinggi dan sedang banyak dijumpai pada tebing sungai yang memiliki kemiringan yang terjal dengan kemiringan >45%. Jenis tanah yang mendominasi pada wilayah tersebut adalah Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu dengan curah hujan 2000-2500 mm/tahun dan penggunaan lahan dominan pada wilayah tersebut adalah sawah.

The physical characteristics of the area can affect large amounts of soil erosion, often called landslides. DA Ci Sangu is one of the rivers that often experiences soil erosion on river banks due to flooding. When river bank erosion continues, it is feared that there will be even more landslides on the river bank. This study analyzes the potential for landslides that occur along the Ci Sangu flow and analyzes the relationship between river bank landslide potential and the physical characteristics of the area. In this study determining the potential for landslides will use the Storie Index Method, while the physical characteristics of river banks will be directly observed in 33 sample locations. The variables of this study consisted of land use, slope, slope shape, soil type and rainfall. The analysis was carried out using spatial analysis. Obtained results downstream, more river cliffs increase moderate and heavy erosion. Potential river bank landslides are high and are being found on river banks that have slopes that are run with slopes> 45%. The types of soil that support the area are yellow podsolik and gray hydromorph with rainfall 2000-2500 mm / year and the dominant land use in the area is paddy fields."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert D. Megawe
"Bertitik tolak dari anggapan bahwa kemunduran kualitas lingkungan sebagai akibat tekanan penduduk diatas kondisi fisik dan lingkunganya, maka pembahasan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengetshui faktor £aktor yang mempengaruhi kemunduran ku1itas lingkungan di DAS Ci Sanggarung, sedangkan yang menjadi permasalahanya adalah : Faktor faktor epakah yang mempengaruhi kemunduran kualitas lingkungan di DAS Ci Sanggrung dan sampai sejaub manakah ? Kemudian, bagaimanakah gambaran tingkat kualitas lingkungannya ? Sebagai batasan dalam tulisan ini dikemukakan bahwa; kemunduran kualitas lingkungan sebagai akibat tekanan penduduk dipengaruhi oleh faktor fektor : kepadatan penduduk, mata pencaharian, luas pemilikan lahan petani dan intensitas penggunaan tanah. Adapun respons dari tekanen penduduk adalah sehubungan dengan terjadinya areal lahan kritis dan berkurangnya luas areal hutan yang dalam tulisan ini didekati dengan menggunakan korelasi statistik data kualitatif ( Coefisien Contingency = Cc ). Sedangkan untuk mèlihat gambaran tingkat kualitaS lingkungan digunakan. skala nilai berdasarkan besaran data dari variabel veniabel penentu yang diuji dengan metode analisa variant. Dari hasil nembahasen dapat dsimpu1kan bahwa; kemunduran ku1itas lingkungan di DAS Ci Sanggarung adnlah sebagal akibat tekanan penduduk yang ditunjukan dengan terjadinya areal lahan kritis den berkurangnye areal hutan, dimana terjadinya lahan kritis dipengaruhi fektor faktor : kepadatan penduduk, penyebaran profesi petani, penyebaran petani gurem yang berperan cukup kuat. Sedangkan sehubungan dengan berkurangnya areal hutan dipengaruhi oleh intensitas penggunaen tanah yang berperan sangat kuat. Adapun kondisi lingkungan DAS Ci Senggarung yang sangat rusak terdapat di kecamatan Gerawngi don Kuningen, sedengknn lingkungnn DAS yang tidak rusak terdapet di kecamatan Cibingbin."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Eki Ayubi
"Laju erosi disebabkan oleh adanya perubahan tata guna lahan di Kali CBL, erosi tanah kemudian berpotensi terjadinya pengendapan atau penggerusan, hal ini akan memberikan dampak pada Kali CBL. Perlu adanya analisis pengaruh tata guna lahan terhadap potensi pengendapan/penggerusan pada Kali CBL yang dibantu dengan aplikasi HEC-RAS 4.1, kemudian hasilnya dijadikan acuan dalam mengevaluasi dampak. Diawali dengan identifikasi input HEC-RAS, kemudian mencari lalu mengolah data primer dan sekunder, lalu data diinput ke dalam HEC-RAS, dan akhirnya dilakukan simulasi untuk kondisi eksisting dan RTRW, masing-masing sebanyak 7 kali untuk persamaan angkutan sedimen yang berbeda. Hasil simulasi dianalisis pada Sediment Spatial Plot yang paling sesuai dengan teori keseimbangan dinamis di sungai dan kecepatan jatuh (Fall Velocity), kemudian didapat 2 persamaan angkutan sedimen adalah persamaan Laursen (Copeland) dan Toffaleti. Keduanya menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dimana dari kondisi Eksisting ke RTRW mengalami kenaikan elevasi rata-rata sebesar 0.044 (Laursen) dan 0.047 (Toffaleti) cm per satu meter jarak saluran dalam setahun, hasil ini dievaluasi, dan disimpulkan bahwa dampak terhadap Kali CBL masih terbilang kecil karena tidak mengubah dimensi saluran secara signifikan, namun perlu adanya perhatian dan pengelolaan tata guna lahan kedepannya agar dampak yang ditimbulkan tidak lebih besar.

The erosion rate is caused by land use changes in CBL river, soil erosion then has the potential for deposition or erosion, this will have an impact on CBL River. It is necessary to analyze the effect of land use changes on the potential for deposition or erosion in CBL river assisted by application of HEC-RAS 4.1 which is the results are used as a reference in evaluating the impact. Firstly identifying the inputs of HEC-RAS, processing primary and secondary data, the data is inputted into HEC-RAS, and run the simulation for existing and RTRW conditions, each conditions is simulate 7 times for different transport function. The simulation results is Sediment Spatial Plot which is determined by the results that more matched the theory of dynamic equilibrium and falling velocity, then obtained 2 Transport Function are Laursen (Copeland) and Toffaleti. where the average elevation increases is 0.044 (Laursen) and 0.047 (Toffaleti) cm/meter channel distance in a year, these results then concluded that the impact on Kali CBL is still small because it doesn’t change the dimensions of the channel significantly, but it needs attention and management of future land use so that the impact is not greater.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Alamsjah Asril
"ABSTRAK
Batang Hari dengan luas daerah allran sungalnya hampir meliputi i darl
luas wilayah Propinsi Jambi sering menimbulkan ban^r diberbagai teift--
pat teimasuk di Kotamadya Jaiobi.
Atas dasar pemikiran. tersebut maka tujuan darl penullsan Inl adalah un
tuk mengetabui wilayah klkisan dan v/ilayah endapan daerah aliran Ba
tang Hari.
Untuk mencapal apa yang dilnglnkan maka dia^nkan permasalahan l»Bagalmana
bentuk muka bumi daerah aliran Batang Haii? 2»Dimana saja terjadi
kikisan dan endapan? 3.Bagaimana akibat dari sifat-sifat tersebut diatas
apabila musim hujan tiba ?
Batasan: wilayah penelitian hanya mencakup daerah aliran Batang Hari
yang teimasuk dalam wilayah Propinsi Jambi..
Untuk menjawab permasalahan maka metode yang digunakan dalam pembahasan
adalah metode korelasi peta.
Dari hasil korelasi peta ketinggian dan peta lereng akan diperoleh gam
baran bahwa bagian Barat merupakan wilayah pegunungan vulkanik, bagian
tengah merupakan wilayah lipatan dan bagian Timur merupakan wilayah da
taran rendah berawa/daerah rawa Jambi, yang tertuang dalam peta fisiograli.
Dari hasil korelasi inipun dapat diperoleh peta wilayah kikisan
dan wilayah endapan dan apabila dikorelasikan dengan peta lereng dan
peta penggunaan tanah maha akan dihasilkan peta wilayah terkiMs.
Apabila dari semua sifatS tersebut dikorelasikan lagi dengan peta curah
hujan, dimana wilayah aliran Batang Hari curah hujannya cukup besar
lebih dari 2000 mn/tahun maka apabila musim hujan tiba dengan periode
waktu yang cukup lama di daerah aliran Batang Hari akan banjir,
terutama pada wilayah dataran rendah berawa bagian Timur serta diberbagai
tempat di wilayah lipatan berupa cekungan2 dan pada kanan kiri
Batang Hari yang datar serta pendangkalan alur Batang Hari akibat mate
rial-material hasil pengikisan dibawa arus sungai diendapkan.
Dazi hasil pembahasan dapat dibuat rin^asan sebagai berikut :
1.Bentuk muka bumi daerah aliran Batang Hari adalah bagian Barat meru
pakan milayah pegunungan vulkanik yang berbukit dan bergunung, bagi
an tengah merupakan wilayah lipatan yang bergelombang dan bagian Ti
mur merupakan wilayah dataran rendah berawa/daerah rawa Jambi.
2.Wilayah kikisan terletak pada ketinggian 10^1000 meter dari muka laut
atau lebih yang merupakan wilayah pegunungan dan wilayah lipatan
dengan kendringan lereng atau lebih.Pada ketinggian 7-10 meter
dari muka laut kikisan yang terjadi tidak jelas, sangat kecil dimana
bentuk muka bumi hampir datar, banyak cekungan2 terutama di kanan ki
ri Batang Hari.Wilayah endapan terletak pada ketinggian 0-10 meter
dari muka laut, merupakan wilayah dataran rendah beraw^daerah rawa
Jambi terutama pada bagian hilir Batang Hari.
3.Akibat dari sifat2 tersebut di atas apabila musim hujan tiba, daerah
aliran Batang Hari akan banjir, terutama di wilayah dataran rendah
berawa/daerah rawa Jambi dan pada cekungan2 di wilayah lipatan tej>»
utama di kanan kiri Batang Hari yang datar serta dangkalnya alur Ba
tang Hari akibat material-material hasil pengikisan yang dibawa arus
sungai diendapkan."
1989
S33401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wido Cepaka Warih
"Daerah Tangkapan Air Rawapening dengan luas 27.434,393 ha merupakan bagian dari DAS Tuntang dengan luas 130.036,886 ha (Sriyana, 2011) dengan hulu di Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Gunung Ungaran. Perubahan penggunaan tanah mengakibatkan terjadinya run off (limpasan), sehingga mempercepat terjadinya erosi. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi potensi erosi di DTA Rawapening menggunakan model SWAT. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model hidrologi yang dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran air, sedimen, erosi dan zat kimia lainnya yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Hydrologic Response Unit (HRU) yang terbentuk di DTA Rawapening didominasi oleh unit lahan berupa kebun/tegalan dengan tekstur tanah loam/lempung (L) dan lereng 15-25% (AGRR/L/15-25). Potensi erosi rata-rata tahunan yang terjadi di DTA Rawapening sebesar 167,201 ton/ha. Kontribusi erosi paling tinggi berasal dari SubDTA Galeh sebesar 2.820,9099 ton/ha/tahun karena kondisi unit lahan didominasi oleh kebun/tegalan pada lereng yang antara 15-40 % disertai dengan curah hujan tahunan yang cukup tinggi yaitu 2750-3250 mm/tahun dan kontribusi paling rendah terjadi pada SubDTA Kedungsringin sebesar 1,3762 ton/ha/tahun. Hasil kalibrasi antara debit model dengan debit observasi yaitu R= 0,8018 menunjukkan bahwa model dapat diterima dan layak diaplikasikan di DTA Rawapening.

Rawapening water catchment area with 27.434,393 ha, is part of the Tuntang watershed with 130.036,886 ha (Sriyana, 2011), which has headwaters in Mount Merbabu, Telomoyo Mountain and Mount Ungaran. Changes in land use resulting in run off, thereby accelerating erosion. This study aims to predict the potential for erosion in the Rawapening water catchment area with SWAT model. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) is a hydrological model that can be used to predict the effects of land use on water flow, sediment, erosion and other chemicals into streams or bodies of water in a watershed. The research concludes that the Hydrologic Response Unit (HRU) that form in the watershed are dominated by land unit Rawapening a garden/dry with loam (L) soil texture and 15-25% slope (AGRR/L/15- 25). Potential average annual erosion that occurred in the Rawapening water catchment area of 167,201 tons/ ha/year. The highest erosion contribution comes from the SubDTA Galeh of 2.820,9099 tons/ha/year, because condition of the land unit dominated by garden/dry on slopes between 15-40% along with annual rainfall is 2750-3250 mm and the contribution of the lowest occurred in SubDTA Kedungsringin of 1,3762 ton/ha/year. Calibration results between models debit with observation debit that R = 0,8018 indicate that SWAT model can be accepted and applied in the Rawapening Water Catchment Area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S54389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>