Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irianti Ocktaviani
"Pulau Jawa terletak di 'ujung' perjalanan DTKA dan bentuknya yang unik memanjang dari Barat ke Timur, diperkirakan iklimnya mempunyai ciri sendiri pula, yang berbeda dengan iklim wilayah lain di Indonesia. wilayah Jawa bagian tengah seharusnya merupakan daerah yang 'kering' karena terletak di 'Ujung' perjalanan DKAT dan bentuk daratannya tidak langsung berhadapan dengan hembusan angin Barat yang basah. Tulisan ini memberikan gambaran umum tentang iklim di wilayah Jawa bagian tengah, dengan tekanan pada pola penyebaran hujan dan wilayah iklim menurut metode kiasifikasi iklim Schmidt-Ferguson."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Endrianingrum
"Dasar Pemikiran; Di Indonesia, pengamatan curah hujan sebagai dasar penggolongan iklim yang teiah dilakukan oleh heberapa pakar, diantaranya Schmidt - Ferguson, seperti pada Propinsi Lampung.
Tujuan Penelitian; Ingin mengetahui pola umum curah hujan tahunan dalam pembagian iklim menurut Schmidt - Ferguson di Lampung.
Masalah;
1. Bagaimana pola umum curah hujan tahunan di Lampung? Dan faktor apa saja yang mempengaruhinya?
2. Bagaimana pola iklim di Lampung menurut Schmidt - Ferguson?
3. Bagaimana hubungan pola iklim menurut Schmidt - Ferguson dengan tanaman kopi di Lampung ?
Hipotea; Bentuk Propinsi Lampung yang menyerupai trapesium dan topografinya dapat diperkirakan wilayah yang mendapat hujan sedikit lebih luas dibandingkan dengan wilayah yang mendapat hujan banyak. Dengan melihat perjalanan DKAT terutama pada bulan Deseinber-Januari, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Yang mendapat hujan banyak ada di lereng sebelah Barat Bukit Barisan ( wilayahnya relatif sempit)
2. Lereng tersebut diperkirakan menghadap arah angin.
3. Semakin ke Timur, wilayah yang mendapat hujan sedikit semakin luas.
Metode Penelitian; Dengan menggunakan korelasi peta, sebagai variabel adalah Lereng dan Ketinggian, Arah Angin, DKAT, dan menggunakan rumus Schmidt - Ferguson."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Afrianti
"Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang paling penting dan banyak dipakai serta diamati sebagai dasar penggolongan iklim. Bagi kebanyakan daerah di Indonesia, banyak sedikitnya hujan yang jatuh tergantung kepada Daerah Konpergensi Antar Tropik (DKAT), bentuk medan (tiopografi), arah datangnya angin, suhu, ketinggian dan arah hadapan lereng (eksposur). Jawa Barat dengan wilayah pegunungannya yang cukup luas, setiap tahunnya rata-rata mendapat curah hujan yang' besar berkisar 2.000 mm sampai lebih besar daripada 4.000 mm. Tujuan tulisan ini adalah ingin mengetahui mengenai pola umum curah hujan dan iklim menurut Koppen di Jawa Barat. Sehubungan dengan tujuan tulisan diatas, masalah-masalah yang akan dikemukakan adalah : Bagaimana pola Umum curah hujan di Jawa Barat ? Bagaimana pola umum iklim menurut Koppen di Jawa Barat ? Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, maka digunakan variabel-variabel seperti arah datangnya angin dan ketinggian serta Daerah Konpergensi Antar Tropik (DKAT). Sedangkan iklim dalam tulisan ini dibagi dan diklasifikaaikan menurut Koppen. Pembahasan dilakukan dengan menghubungkan variabel- variaebel tersebut dengan curah hujannya. Jika dihubungkan antara peta curah hujan dengan peta ketinggian didapatkan seamakin tinggi letak suatu tempat maka semakin besar juga curah hujannya (sampai pada ketinggian sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut). Pada bulan-bulan Desember, Januari, Februari, curab hujan terlihat besar, arah datangnya angin dari barat. Pada bulan- bulan Maret, April, Mei, curah hujan sudah menurun, arah datangnya angin dari barat laut dan tenggara. Pads bulanbulan Juni, Juli, Agustus, curah hujan kecil, arah datangnya angin dari timnur. Pada bulan-bulan September, Oktober, November, curah hujan sudah mulai meningkat jumlahnya karena angin yang berasal dari Samudera Indonesia banyak membawa uap air. Daerah Konpergensi Antar Tropik (DKAT) yang merupakan zona dimana suhunya paling tinggi karene pemanasan matahani jatuh pada bulan Januari."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rekhan Melfina
"COVID-19 merupakan penyakit infeksius yang hingga saat ini masih menjadi pandemik hampir di seluruh dunia. Jakarta Timur menjadi kota di Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 terbanyak, yakni sebesar 212.021 kasus. Dalam beberapa penelitian dinyatakan bahwa faktor iklim memiliki hubungan dengan kejadian COVID-19. Selain faktor iklim, faktor risiko individu seperti usia dan jenis kelamin juga diketahui dapat mempengaruhi kejadian COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Faktor Individu ( Usia dan Jenis Kelamin ) dan Faktor Iklim ( Suhu Udara, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin, dan Curah Hujan) dengan kasus COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang dengan pola negatif antara suhu udara dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021. Hubungan korelasi yang lemah dengan pola positif antara kelembaban udara dan curah hujan dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021. Hubungan korelasi yang sedang dengan pola positif antara kecepatan angin dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021. Hubungan korelasi yang kuat atau sempurna dengan pola positif antara jenis kelamin dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021. Hubungan korelasi yang kuat atau sempurna dengan pola positif pada setiap kelompok usia dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jakarta Timur tahun 2020-2021 .

COVID-19 is an infectious disease that is currently still a pandemic in almost all of the world. East Jakarta is the city in DKI Jakarta Province with the highest number of positive confirmed cases of COVID-19, amounting to 212,021 cases. Several studies have stated that climatic factors have a relationship with the incidence of COVID-19. Apart from climate factors, individual risk factors such as age and gender are also known to influence the incidence of COVID-19. In general, this study aims to determine the relationship between individual factors (age and gender) and climate factors (temperature, humidity, wind speed, and rainfall) with COVID-19 cases in East Jakarta in 2020-2021. This research uses an ecological study design based on time. The results of the study show that there is a moderate relationship with a negative pattern between ambient temperature and confirmed cases of COVID-19 in East Jakarta in 2020-2021. There is a weak correlation with a positive pattern between relative humidity and rainfall with confirmed cases of COVID-19 in East Jakarta in 2020-2021. There is a moderate correlation with a positive pattern between wind speed and confirmed cases of COVID-19 in East Jakarta in 2020-2021. There is a strong or perfect correlation with a positive pattern between male and female sexes with confirmed cases of COVID-19 in East Jakarta in 2020-2021. Strong or perfect correlation with positive pattern between all age groups with confirmed cases of COVID-19 in East Jakarta in 2020-2021."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lasmidjah Diponegoro
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryatmaning Hany W.
"Perencanaan bangunan-bangmman air yang besar dan bermanfaat bagi umum harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati. Bangunan air yang efisien dad segi biaya tetapi berfungsi optimum dan tinggi keamanannya membutuhkan pilihan kapasitas yang tepat yang akan ditampung oleh bangunan tersebut, yang diukur dari banyaknya air yang ditampung atau dialirkan melalui bangunan tersebut dalam satuan waktu tertentu.
Intensitas hujan adalah salah satu komponen pengolah data yang diperlukan untuk menentukan kapasitas suatu bangunan air. Intensitas hujan merupakan ukuran banyaknya curah hujan yang jatuh dalam satuan walclu tertenm Penelitian yang sudah umum dilakukan terhadap intensitas hujan adalah padajumlah curah hujan setiap jam dan jumlah curah hujan setiap hari, sementara hubungan antara jumlah curah hujan tahunan dengan jumlah hari hujan tahunan belum banyak diteliti.
Tulisan ini meneliti ada tidaknya hubungan antara jumlah curah hujan tahunan dengan jumlah had hujan tahunan. Penelitian dilakukan dengan metode statistlka terhadap data-data jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Data-data yang digunakan diambil dan stasiun-stasiun pengukur curah hujan yang ada di Pulau Jawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Wirawan
"Fenomena iklim skala global seperti ENSO (El Nino South Oscilation), yang
berpusat di Lautan Pasifik bagian tengah dan timur sekitar ekuator (daerah
pusat ENSO), dapat mempengaruhi fenomena cuaca lain seperti skala
regional dan skala lokal di Indonesia, karena letak Indonesia yang
berdekatan dengan daerah pusat ENSO. Selain El Nino yang membawa
pengaruh terhadap iktim kering di sebagian besar wilayah Indonesia, maka
La Nina cenderung membawa pengaruh tertiadap kenaikan jumlah curah
hujan di Indonesia terutama Sumatera, Jawa dan Kalimantan. La Nina yang
ditandai dengan turunnya temperatur muka perairan di daerah pusat ENSO
hingga 60Celcius dari normalnya, menyebabkan perubahan sirkulasi
atmosfer di sekitarnya, untuk wilayah Indonesia akan menyebabkan
meningkatnya aktifitas awan hujan. Penelitian mi bermaksud untuk
mengetahul kenaikan curah hujan akibat pengaruh La Nina periode April-
September di pantai Utara Jawa bagian barat pada tahun 1961 —1990,
dimana periode La Nina diidentifikasi dengan menggunakan parameter
Indeks Osilasi Se!atan (lOS) clan Suhu muka Laut (SML), yang disesuaikan
untuk melihat selisih kenaikan curah hujan pada 6 bulan tersebut. Hash
penelitian menunjukkan adanya indikasi perubahan curah hujan buanan
pada saat La Nina, dibandingkan kondisi normalnya. Dimana kenaikan
tertinggi terjadi di bagian timur wilayah penelitian, selanjutnya ke arah barat
menunjukkan pola unrnhJtnang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofi Ulfiasari
"Fenomena lumpur Sidoarjo yang dikenal sebagai LUSI muncul tahun 2006 di Porong, Sidoarjo. Fenomena LUSI merupakan salah mud volcanoes terbesar didunia yang menyemburkan material panas mengandung salah satu gas rumah kaca metana, aerosol garam dan uap air. Metana yang terlepas ke lapisan atmosfer 72 kali jauh lebih mematikan dibandingkan CO2 selama lebih dari 20 tahun dan dapat menyebabkan percepatan pemanasan global yang sangat sulit dikontrol Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang menguap dan semakin besar potensi turunnya hujan deras. Hujan deras dengan intensitas lebih dari atau sama dengan 50 mm merupakan salah satu indikasi hujan ekstrem. Daerah penelitian meliputi 30 km jarak dari kolam lumpur Sidoarjo, dengan menggunakan perhitungan variabilitas dan kecenderungan Mann Kendall tampak secara spasial hujan ekstrem pada periode 2007-2014 lebih berfluktuatif dibandingkan dengan periode 1980-2006, terutama pada jarak 10-20 km dari kolam lumpur Sidoarjo.

Sidoarjo Mud phenomenon known as LUSI appeared in 2006 in Porong, Sidoarjo. The phenomenon of LUSI mud volcanoes is one of the largest physical blow hot material contains one of the greenhouse gases methane, the salt aerosol and water vapor. The methane atmospheric layers apart 72 times far more deadly than the CO2 for over 20 years and can lead to the acceleration of global warming very difficult controlled the higher the temperature, the more water evaporates and the greater the potential decline in heavy rain. Heavy rain with intensity greater than or equal to 50 mm is one indication of extreme rainfall. The research area covers 30 km distance from mud Sidoarjo, using the calculation of variability and trends of Mann Kendall looks in extreme rainfall spatial in the period 2007-2014 more fluctuate compared to the period 1980-2006, especially at a distance of 10-20 km from mud Sidoarjo."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
"Dalam kehidupan kita sehari-hari, air sangatlah penting bagi makhluk hidup tidak hanya bagi tumbuhan dan hewan tetapi juga yang terpenting bagi manusia.
Seringkali terjadi, air yang mengalir di suatu sungai suatu ketika meluap dan menggenangi sawah-sawah, pemukiman dan merusak semua yang ada baik bangunan-bangunan struktur ataupun juga tanaman-tanaman petani atau bahkan kadangkala sampai merenggut jiwa manusia. Air yang semula menjadi sahabat manusia bisa menjadi lawan yang sulit dihadapi. Semua itu sebenamya tidak terlepas dari perubahan alam yang diakibatkan oleh segala aktifitas manusia. Air sangatlah berguna untuk berbagai kepentingan hidup manusia, bisa untuk minum, mandi, mencuci, irigasi, sumber listrik dan sebagainya tetapi tidak selamanya air yang kita gunakan sehari-hari tersebut akan memiliki kualitas dan kuantitas yang sama sepanjang waktu bila dari sumber daya manusia yang ada tidak memiliki keinginan untuk memelihara air tersebut.
Berbagai aktifitas manusia senantiasa menimbulkan perubahan terhadap alam dan hal yang cukup besar pengaruhnya bagi sumber-sumber ketersediaan air adalah bila apa yang dilakukan manusia merubah dari ekosistem yang rnerupakan DAS (Daerah Aliran Sungai) bagi sungai. DAS tersebut oleh manusia dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan antara lain sebagai lahan pemukiman, lahan persawahan dan lahan lain-lainnya.
Pemanfaatan lahan di suatu DAS untuk berbagai tata guna lahan tersebut tentunya juga akan mempengaruhi besarnya aliran yang terjadi di sungai dan pengaruh tersebut jelas berbeda untuk masing-masing tata guna lahan. Untuk itu telah ada sebuah alat bantu berupa model umum dari hubungan hujan aliran yang dapat memperkirakan berapa besar aliran yang akan teljadi di suatu sungai bila di dalam DASnya terdapat beberapa pemanfaatan tata guna lahan.
Namun model tersebut hanyalah dapat memperkirakan aliran yang terjadi dari suatu kesatuan unit DAS, sedangkan masalah yang nyata di lapangan Iebih kompleks dimana di dalam DAS itu sendiri terbagi menjadi sub-sub DAS dan ruas-ruas sungai. Modal tersebut tidak bisa kita pergunakan untuk memperkirakan berapa besarnya aliran yang juga akan terjadi bila aliran dari suatu bab DAS yang terdiri beberapa tata guna lahan mengalir melalui alur sungai.
Oleh karena itu maka model hubungan hujan aliran tersebut haruslah dikembangkan lagi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam rangka pemeliharaan maupun pengendalian aliran sungai. Model hubungan hujan aliran yang dikembangkan selanjutnya ini akan dapat memperhitungkan besarnya aliran dari setiap sub DAS yang terdiri dari berbagai pemanfaatan lahan dan juga dapat memperkirakan berapa besarnya aliran yang terjadi bila aliran yang dihasilkan tersebut mengalir melalui alur sungai sehingga kita dapat memanfaatkan model hubungan hujan aliran secara maksimal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Achmad Abdillah
"Beberapa jenis instrumen curah hujan yang banyak dipakai seperti rain gauge, citra satelit, dan radar cuaca masih memiliki kekurangan terutama pada resolusi spasial. Instrumen curah hujan alternatif yang banyak dikembangkan adalah dengan menggunakan model Deep Learning dengan masukan citra tangkapan kamera pengawas. Beberapa studi telah berhasil membangun model untuk mendapatkan nilai curah hujan dengan berbagai performa. Namun salah satu kendala yang ditemui dalam pembangunan sistem estimasi curah hujan adalah latar belakang rintik hujan pada citra kamera pengawas. Objek latar belakang yang lebih mengisi citra dibandingkan rintik hujan membuat model dengan banyak bentuk latar belakang tidak dapat mencapai performa yang diinginkan. Penelitian ini menganalisa pengaruh bentuk latar belakang citra kamera pengawas terhadap performa dari sistem estimasi curah hujan. Sistem estimasi curah hujan dibuat dengan model berarsitektur RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network). Objek latar belakang citra yang dipilih pada penelitian ini terdiri dari gedung, jalan beraspal, atap, dan kombinasi antara keduanya. Data curah hujan referensi didapat dari perangkat tipping bucket dengan resolusi 0,2 mm/menit. Hasil eksperimen menunjukan bahwa gedung menjadi bentuk objek latar belakang yang menghasilkan performa yang terbaik dengan nilai MAE sebesar 0.0823 dan MSE sebesar 0.0164, dengan catatan citra yang digunakan adalah citra grayscale. Hasil dari pengujian model menunjukan performa dipengaruhi oleh eksistensi benda bergerak pada latar belakang rintik hujan.

Several types of rainfall measurement instrumens, such as Rain Gauge, satellite imagery, and weather radar, still have limitations, especially in spatial resolution. An alternative rainfall measurement instrumen that has been widely developed is using Deep Learning models with input from surveillance camera images. Some studies have successfully built models to estimate rainfall values with various performances. However, one of the challenges encountered in the development of rainfall estimation systems is the background of surveillance camera images. Objects in the background that occupy a significant portion of the image compared to raindrops make models with certain background shapes unable to achieve the desired performance.This research analyzes the influence of background image shapes from surveillance camera images on the performance of a rainfall estimation system. The estimation system is built using the RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network) architecture. The selected background objects in this study include buildings, paved roads, roofs, and combinations of both. The reference of rainfall data are obtained from a Tipping Bucket device with a resolution of 0.2 mm/minute. The experimental results show that buildings are the background object shape that yields the best performance, with an MAE (Mean Absolute Error) value of 0.0823 and an MSE (Mean Squared Error) value of 0.0164, given that grayscale images are used. The model testing results indicate that performance is influenced by the presence of moving objects in the raindrop background."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>