Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134397 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhammad Abror
"Lereng Timur Gunung Gede Pangrango, Sebagai bagian wilayah pegunungan di Jawa Barat, memiliki banyak objek wisata alam, Baik wisata alam umum dan wisata alam minat khusus. Dengan Metode Kualitatif Keruangan Deskriptif untuk mengidentifikasi Fasilitas objek wisata alam menggunakan pengukuran keruangan atas dasar Atraksi, Aksesibilitas, Amenitas, Ansiari, Menghasilkan pola distribusi keruangan daya tarik menurut klasifikasi daya tarik tinggi, sedang rendah, dan mengukur motivasi wisatawan dengan Preferensi Wisatawan, Status perjalanan, serta kebutuhan wisatawan menghasilkan pola distribusi motivasi. Menghasilkan distribusi motivasi menurut tipe motivasi wisatawan, menjadi pelancong, semi pelancong dan turis. Hubungan antara distribusi keruangan daya tarik dan distribusi keruangan tipe motivasi wisatawan menghasilkan pola keruangan.

The Eastern Slope of Mount Gede Pangrango, as part of the mountainous region in West Java, has many natural tourism objects, both general natural tourism and special interest natural tourism. Using the Descriptive Spatial Qualitative Method to identify the facilities of natural tourism objects by measuring spatial attributes based on Attraction, Accessibility, Amenities, and Ancillary, it results in the spatial distribution patterns of attraction classified into high, medium, and low attraction levels. Additionally, measuring tourist motivation through Tourist Preferences, Travel Status, and Tourist Needs produces motivation distribution patterns. This results in motivation distribution according to tourist motivation types, classified as travelers, semi-travelers, and tourists. The relationship between the spatial distribution of attractions and the spatial distribution of tourist motivation types produces spatial patterns. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jauhar Nurandyo
"Latar belakang dari penelitian ini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan terkait perluasan hutan konservasi melalui taman nasional dan berdampak secara signifikan kepada masyarakat sekitar hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kegiatan adaptasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan Satria Mandiri, yaitu salah satu komunitas masyarakat yang adaptasinya dikatakan berhasil karena tidak kembali merambah hutan sebagai dampak positif pendampingan dan bantuan yang diberikan oleh taman nasional Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian yaitu deskriptif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari anggota dan ketua Kelompok Tani Hutan Satria Mandiri, tokoh utama pendampingan yang juga direktur Negri Kopi, serta salah satu karyawan Negri Kopi yang berperan di bagian pemasaran. Penelitian ini menggambarkan tentang bagaimana proses petani beradaptasi untuk mempertahankan penghidupannya dan memanfaatkan berbagai kelebihan yang mereka miliki untuk mencapai sustainable livelihood. Penelitian ini menyarankan kepada pemerintah lokal, untuk mendukung dan membantu promosi dari berbagai produk yang menjadi komoditas utama masing-masing kampung seperti Kampung Pojok dengan kopi, ataupun Kampung Sarongge dengan ekowisata, sebagai bentuk apresiasi atas usaha petani dalam beradaptasi dengan perluasan wilayah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

The background of this research is the policy issued by the Ministry of Forestry on expanding conservation forest through national parks which has a significant impact on the communities surrounding the forest. This research aims to describe the adaptation activities which is conducted by Kelompok Tani Hutan Satria Mandiri, one of the forest community that was said to be successful because they did not return to the forest as a positive impact of the assistance and aid by external parties and the National Park itself. This research uses a qualitative method with a descriptive type of research. Informants on this research were chosen using snowball sampling technique. It consists of members and leader from the Satria Mandiri Forest Farmers Group and their partners who assist them in adaptation, who are also the chief directors of the Negri Kopi. This thesis discusses how Kelompok Tani Hutan Satria Mandiri way of adaptation and livelihood strategy are able to protect their livelihood, utilizing their advantages to reach sustainable livelihood. In an effort to a better understanding the adaptation of Kelompok Tani Hutan Satria Mandiri, this research uses the Household Livelihood Framework (HLS).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haswan Yunaz
"Sektor pariwisata merupakan salahsatu aspek pembangunan nasional yang dapat diandalkan dalam proses pertumbuhan ekonomi termasuk didalamnya wisata alam. Pengembangan wisata alam diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian suatu kawasan sekaligus dapat memberikan nilai tambah terhadap akselerasi pembangunan di wilayah sekitar lokasi wisata alam umumnya dan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pada khususnya. Namun demikian disamping dampak positif wisata alam juga dapat memberikan dampak negatif terhadap suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata seperti taman nasional Gunung Gede Panggrango (TNGP) yang terletak antara Bogor, Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat. Pada prinsipnya pengembangan wisata alam disamping memberikan dampak ekonomis tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap kondisi alarn itu sendiri seperti pencemaran, kerusakan lingkungan, gangguan terhadap ekosistem dan atau menghilangkan daya tarik dari kawasan konservasi dimaksud.
Masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana dampak pengembangan wisata alam terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional Gunung Gede Panggrango Jawa Barat. Terdapat dua aspek penting didalam melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menjadi fokus penelitian ini yang pertama aspek peningkatan lapangan pekerjaan dan yang kedua aspek terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T10270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitryana Rahayu
"Program rehabilitasi owa jawa (Hylobates moloch) di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Javan Gibbon Center (JGC) bertujuan untuk memulihkan kondisi kesehatan dan perilaku sebelum direintroduksi ke alam liar. JGC telah mereintroduksi pasangan owa jawa Sadewa dan Kiki pada Juni 2013 di Gunung Puntang, Pegunungan Malabar, Bandung Selatan. Akan tetapi, Sadewa dan Kiki berpisah setelah direintroduksi. Berpisahnya pasangan yang telah direintroduksi diduga karena kurang kuatnya pair bonding antarpasangan. Penelitian mengenai perilaku pasangan owa jawa telah dilakukan di JGC dengan menggunakan metode scan sampling dan ad libitum sampling terhadap 10 owa jawa. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober--November 2013 sejak pukul 06.00--16.00 wib dengan interval pengambilan data 5 menit. Perilaku pasangan yang diamati meliputi perilaku sosial (afiliatif dan agonistik), proximity, vokalisasi, dan perilaku harian (locomotion, makan, istirahat, stereotypic behavior, dan perilaku lainnya). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa P2 memiliki perilaku sosial tertinggi (9,03% ± 0,29), kemudian P1 (4,16% ± 0,19), P3 (0,97% ± 0,09), dan Adhy-Cika (0,83% ± 0,09), namun P1 memiliki pair bonding yang lebih kuat karena telah berhasil melakukan kopulasi dan memiliki anak. P1 dan P2 memiliki persentase aktivitas harian dan sosial yang tidak jauh berbeda dengan Sadewa- Kiki dan Septa-Echi yang sudah direintroduksi, sehingga penyebab berpisahnya Sadewa-Kiki bukan karena tidak memiliki pair bonding.

Rehabilitation program in Javan Gibbon Center (JGC) aims to restore physical and behavior condition before release. JGC has reintroduced Sadewa and Kiki on June 2013 in Puntang, Malabar, South Bandung, but they split after reintroduced. Separation of the pair of gibbon after release occurred due to lack of pair bonding. Study about behavioral and pair bonding of javan gibbon in rehabilitation center was conduct on October--November 2013 at the JGC. Data were collected from 06 am to 04 pm using 5-min scan sampling to record social behavior (positive affiliation and agonistic), proximity, vocalization, and daily activities (locomotion, feeding, resting, & stereotypic behavior). The result from this observation indicate that P2 has a higher social activities than P1, but P1 have a strong pair bonding, because they succeeded copulation and give birth an offspring. From this study I conclude that P1 and P2 have a similar percentage of social behavior and daily activities with Sadewa-Kiki and Septa-Echi, pair bonding is not the cause of the split."
2014
S54456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S33767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gunung Gede Pangrango merupakan taman nasional terbaik di Pulau Jawa....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ernita Sari
"Vegetasi mempunyai beberapa syarat tumbuh yang harus dipenuhi untuk dapat
hidup dengan optimal Faktor-faktor yang memungkinkan keberadaan suatu
vegetasi di suatu wilayah adalah faktor edafis, fisiografis, klimatis dan biotis
(Polunin, 1990).
Perubahan vegetasi sejalan dengan pertambahan ketinggian dari permukaan
laut (elevasi), namun masih banyak faktor-faktor iklim yang penting dalam
lingkungan pegunungan, terrnasuk jumlah dan penyebaran curah hujan, cahaya
dan singkapanlexposure lereng (Loveless, 1989).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagal wilayah penelitian
tergolong sebagal Hutan Hujan Tropis Pegunungan (Loveless, 1989), yang
memungkinkan terdapatnya variasi vegetasi hutan dalam zona sub montana,
montana maupun sub alpin (Novinita, 1992).
Permasalahan yang ingin diutarakan adalah bagaimana penyebaran vegetasi di
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, sehubungan dengan kondisi
ketinggian, curah hujan serta penyinaran matahari pada musim hujan dan
kernarau. Satuan analisis yang akan dipergunakan adalah lereng.
Yang dimaksud dengan vegetasi adalah tumbuhan yang belum mendapat
pengaruh, campur tangan, serta rekayasa manusia. Vegetasi yang akan diamati
diklasiflkasikan mengacu pada Dansereau (1957) dalam Cohn (1969), dan
Yamada 0977 yang kemudian diolah, yaitu : Vegetasi Al, lapisan pertama,
tinggi Iebihlsama dengan 25 m, batang kayu keras, Vegetasi AZ lapisan
kedua, tinggi kurang dari 25 m, pohon, batang kayu keras, tidak termasuk
conifer, Vegetasi B, lapisan kedua, tinggi kurang dari 25 m, batang kayu keras,
daun jarum/conifer, Vegetasi C, lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, batang
keras atau lunak, (semak herba, perdu, pakis, palma, bambu), Vegetasi D,
lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, menumpang pada tumbuhan lain (paku,
epifit, liana), Vegetasi E, lapisan bawah, tinggi kurang dari I m, (rumputrumputan,
alang-alang), Vegetasi F, lapisan bawah, tinggi kurang dari 0,1 m,
(lumut, jamur). Vaniabel yang akan dilihat adalah ketinggian dan faktor klimatis, yaitu curah
hujan serta penyinanan matahani pada musim hujan dan musim kemarau.
Penyinaran matahani yang akan dilihat adalah rata-rata lama penyinaran
matahari dalam 1 bulan. 100% berarti rata-rata tiap hari 8 jam.
Untuk menjawab permasalahan pada penehitian mi dilakukan penampalan peta,
dengan mengacu pada data-data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika, Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal PHPA Taman
Ui Nasional Gunung Gede-Pangrango, beberapa eneI itian -te dahu lu, serta
diperkuat meIaui survey lapangan dengan metode sampel yang mewakUi setiap
lereng. Hasil analisa akan disajikan secara diskriptif dengan bantuan peta, tabel
serta diagram.
Hasil yang diperoleh dari penelitian mi dapat diringkas menjadi:
- Setiap vegetasi mempunyai region tersendini untuk ditempat, dan
didominasi. Khusus vegetasi Al clan A2 mempunyai kesamaan, tenluas pada
region ketinggian, curah hujan clan lama penyinaran matahari pada kedua
musim yang sama, di setiap lereng.
- Setiap vegetasi tidak selalu menempati dan mendominasi region setiap
variabel yang sama pada lereng yang berbeda.
- Keanekaragaman vegetasi adalah sebagal benikut:
- Keanekaragaman vegetasi maksimal
lereng utara,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.000 - 2.400 rn), yaitu vegetasi
Al, A2, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada kedua musim, serta
lama penyinaran matahani sedang clan tinggi pada kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.700 - 1.800 rn), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan tinggi pada musim hujan, curah
hujan sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah clan sedang pada musim hujan, Oan lama penyinaran
matahari sedang pada musim kemarau.
lereng s&atan,
pada region sub montana (meliputi ketinggian 1.000 - 1.100 m), dan region
montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 rn), yaitu vegetasi Al, A2, B, C,
D, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahani rendah clan sedang pada musim hujan, lama penyinaran matahari
sedang clan tinggi pada musim kemarau.
lereng barat,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 m), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan clan
curah hujan rendah clan sedang pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah clan sedang pada kedua musim.
- Keanekaragaman vegetasi minimal:
lereng utara,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah, sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah padá kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.500 - 1.700 m), yaitu vegetasi
A2, B, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada kedua musim, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada musim hujan, lama
penyinaran matahari sedang pada musim kemarau.
lereng selatan,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 3.000 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah dan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah pada kedua musim.
lereng barat,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan, curah hujan rendah
dan sedang pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah
pada kedua musim."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Ari Utami
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S9435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Supardi Wibowo
"Capung (Odonata) adalah organisme yang sangat efektif digunakan sebagai spesies indikator untuk penilaian habitat akuatik. Karena Odonata sangat spesifik terhadap pemilihan habitat dan menjadi spesies kharismatik di habitat akuatik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan, menganalisis struktur komunitas Odonata, menginterpretasikan kualitas habitat dan melihat hubungan antara kualitas habitat terhadap distribusi spesies Odonata di Telaga Saat, Telaga Warna dan Telaga Biru dataran tinggi Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2019. Pengambilan data spesies, jumlah individu Odonata dan variabel habitat menggunakan metode fixed point counts dengan 59 titik pengamatan. Analisis komunitas Odonata dilakukan dengan model kelimpahan spesies, indeks keanekaragaman spesies (Shannon-Wienner, Margalef, Simpson), indeks kemerataan dan indeks similaritas Jaccard. Kualitas habitat di tiga telaga dianalisis menggunakan Principal Component Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva rarefaction di tiga telaga terlihat sudah mendatar atau mencapai titik asymptote. Kurva akumulasi spesies di Telaga Warna dan Telaga Biru tampak sudah mendatar atau mencapai titik asymptote, sedangakan Telaga Saat masih menaik tajam. Total 157 individu terdapat 11 spesies, 5 famili dan 2 subordo yang ditemukan di tiga telaga. 9 spesies di Telaga Saat, 6 spesies di Telaga Warna, dan 4 spesies di Telaga Biru. Tampak semakin tinggi suatu telaga cenderung semakin sedikit keanekaragaman spesies Odonata yang diperoleh. Telaga Saat memiliki nilai indeks keanekaragaman spesies paling tinggi, sedangkan Telaga Warna terendah. Telaga Biru memiliki nilai indeks kemerataan paling tinggi, sedangkan Telaga Warna terendah. Indeks similaritas Jaccard menunjukkan komunitas Odonata di Telaga Warna dan Telaga Saat paling mirip (Cj = 0.25). Variabel yang sangat mempengaruhi kualitas habitat di tiga telaga pada komponen 1 dan komponen 2 adalah intensitas cahaya dan oksigen terlarut. Kualitas habitat di Telaga Saat dan Telaga Warna terdapat kemiripan, sedangakan di Telaga Biru terpisah. Kemiripan kualitas habitat di kedua telaga ditunjukkan oleh variabel oksigen terlarut (DO), suhu air, dan keberadaan plastik. Terdapat 5 spesies Odonata memiliki korelasi signifikan dengan variabel habitat. A. pygmaea berkorelasi dengan kelimpahan (0.53), A. rubescens dengan kelembapan udara (0.52), tumbuhan akuatik A. philoxeroides (0.50), dan tumbuhan perdu (0.52), A. guttatus dengan tumbuhan akuatik Polygonum sp. (0.57), C. membranipes dengan ketinggian (0.66), suhu air (-0.56), tumbuhan akuatik Nasturtium sp. (0.74), Polygonum sp. (0.72), dan tumbuhan riparian (0.66), serta O. pruinosum dengan kekayaan spesies (0.55) dan kelimpahan Odonata (0.58). Untuk keberhasilan konservasi spesies Odoanta di tiga telaga harus dilakukan dengan cara melindungi habitatnya dari kerusakan dan modifikasi lahan.

The dragonfly (Odonata) was organism very successfull which used as indicator species for assessment of the aquatic habitat. Because their very specific toward preference the habitat and became flagship species in aquatic habitat. This research aims to compare, analyse the community structure of Odonata, interpret the habitat quality and seen the correlation between habitat quality to species distribution Odonata in the highland freshwater Lake Saat, Lake Warna and Lake Biru, Bogor, West Java. The research was conducted in May - August 2019. Data species, individual Odonata and variable habitat were collected using fixed point counts method at 59 observation point. Community of Odonata were analysed with species abundance model and diversity indices using Shannon-Wiener, Margalef and Simpson indices, as well as evenness index and similarities index using Jaccard method. The habitat quality in those lake were analyzed by Principal Component Analysis (PCA). The result showed that rarefaction curve in three lake have seem flattened or reached an asymptote. Species accumulation curve in Telaga Warna and Telaga Biru also flattened or reached asymptote point, while in Telaga Saat still showing increasing curve. A total of 157 individual of Odonata were recorded which belong to 11 species, 5 families and 2 suborder. At least 9 species were recorded in Telaga Saat, 6 species in Telaga Warna, and 4 species in Telaga Biru. It appears there will be more less species were recorded at high altitude. The index of species diversity of Odonata in Telaga Saat was the highest, while Telaga Warna was the lowest. The highest of evenness index was in Telaga Biru and the lowest was in Telaga Warna. The Jaccard index of similarity, it showed that Telaga Warna and Telaga Saat had the most similar communities (Cj = 0,25). The habitat quality in three lake were affected by variable light intensity on PC1 and dissolved oxygen on PC2. The habitat quality in Telaga Saat and Telaga Warna more similar quality at some points, while in Telaga Biru was separate. The similarity of habitat quality in two locations were showed from variables dissolved oxygen (DO), water temperature and emegernce of plastic. The correlation showed significant between five Odonata species and habitat variable. A. pygmaea was correlation with abundance (0.53), A. rubescens with humidity (0.52), A. philoxeroides (0.50), and shrub (0.52), A. guttatus with of Polygonum sp. (0.57), C. membranipes with altitude (0.66), water temperature (-0.56), Nasturtium sp. (0.74), Polygonum sp. (0.72), and riparian vegetation (0.66), as well as O. pruinosum with species richness (0.55) and abundance (0.58). The succesful for conservation of Odonata species in those lake must be protected the habitat from destruction and land modification."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T54839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>