Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116927 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rr. Winda Kusuma Ningrum
"Telah dilakukan studi perbandingan kurva karakteristik film konvensional dan film laser pada CR pada kVp dan mAs dan tegangan kVp yang dibutuhkan pada penyinaran fantom berbagai ketebalan (0-15 cm) untuk mencapai Eksposure Indeks CR sebesar 1800-2000. Dari hasil percobaan diketahui bahwa imaging plate lebih sensitive dibanding film konvensional namun detail dan kontras gambar lebih rendah. Pada percobaan kVp versus ketebalan fantom diperoleh hubungan tidak linier (cubic spline) dan ini semua diperoleh pada kVp lebih tinggi dari film konvensional untuk ketebalan fantom yang sama dan semua penyinaran menghasilkan Eksposure indeks rata-rata 1838 ± 39.

A study has been performed to compare characteristic curve of conventional film and laser film of a CR unit at the same kVp and mAs. The results showed that laser film is more sensitive than conventional film but should be carefully used since the study lacks contrast and detail measurements. Measurements of kVp needed to expose varying thicknesses of phantoms to obtain CR exposure index of 1800-2000 showed non linear relationship between kVp and thickness with. Overall CR index for last measurements was 1838 ± 39."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S29227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqo Anwarie
"Kualitas citra yang dihasilkan oleh reseptor Computed Radiography (CR) dan film mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu diperlukan evaluasi apakah citra yang dihasilkan oleh CR ataukah film yang paling baik digunakan untuk mendiagnosis, dalam kasus ini digunakan objek thorax. Penelitian ini menggunakan fantom leeds beserta filter Cu 1.5 mm untuk mengevaluasi kualitas citra yang dihasilkan oleh CR dan film pada kondisi penyinaran thorax dengan menggunakan 66 kV-8 mAs untuk kondisi penyinaran biasa dan 109 kV-2.2 mAs untuk penggunaan teknik kV tinggi. Kedua kondisi tersebut diperoleh berdasarkan protokol European Commission 16260.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan citra yang dihasilkan oleh film lebih baik daripada CR, namun demikian karena loss contrast dan sensitivitas kontras rendah CR lebih baik daripada film, maka untuk mendapatkan citra thorax yang baik sebaiknya menggunakan CR dengan kondisi 109 kV-2.2 mAs agar variasi objek yang diamati pada thorax menjadi lebih banyak sehingga diagnosis penyakit menjadi lebih akurat.

Image quality which produce from Computed Radiography (CR) and film have advantage and disadvantage. Because of that, it needs evaluation whater CR image or film image which used for the best diagnostic, in this case use thorax object. This research is using leeds phantom and filter Cu 1.5 mm to evaluate image quality which produce CR and film in condition of thorax exposure with 66 kV-8 mAs for costume examination and 109 kV-2.2 mAs for using high kV technique. These condition obtain from protocol European Commission 16260.
The result of this research explain that in whole image which produce from film is better than CR, however, because loss contrast and sensitivity low contrast CR is better than film, so to get good thorax image advisable using CR in condition 109 kV-2.2 mAs so that variation of object who observe become more so diagnosis disease become more accurate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1158
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Bayuadi
"Pemeriksaan Radiografi Thorak Posteroanterior (PA) merupakan pemeriksaan terbanyak didalam radiodiagnostik, diperlukan optimasi dosis dan citra radiografi Thorak PA. Penelitian teknik optimasi dengan menggunakan teknik kV tinggi pada pemeriksaan Radiografi Thorak PA dengan menggunakan reseptor system Kodak CRperlu dilakukan. Pengambilan citra radiografi Thorak PA dilakukan dengan objek fantom thorak dan sample pasien, untuk mengeliminir penilaian subjektif diambil citra radiografi fantom TOR 18 FG dan TOR CDR. Pada saat pengambilan citra radiografi thorak PA dilakukan pengukuran dosis masuk permukaan (Entrance surface dose / ESD ) dengan mengunakan TLD. Evaluasi citra radiografi thorak PA menggunakan 'quality criteria' European Commission EUR 16260 EN (1996). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic Radiographic Images. Evaluasi dosis dengan membandingkan dengan dosis referensi dari IAEA BSS 115.Hasil evaluasi dosis pada fantom thorak, dari tiga variasi faktor eksposi 66 kV 8 mA, 85 kV 6.3 mAs dan 109 kV 2.2 mAs, dosis paling kecil dihasilkan dari faktor eksposi 109 kV 2.2 mAs.
Hasil evaluasi citra pada TOR 18 FG dan TOR CDR didapatkan sensitifitas kontras rendah, sensitifitas kontras tinggi dan resolusi pada kondisi 109 kV 2.2 mAs lebih besar daripada kondisi 66 kV 8 mAs. Hasil evaluasi gambaran thorak PA dengan mengunakan kondisi eksposi 109 kV 2.2 mAs dibandingkan dengan kondisi eksposi 66 kV 8 mAs kontras pada jaringan yang memiliki perbedaan kerapatan yang besar akan terjadi penurunan kontras. Sedangkan pada jaringan yang memiliki perbedaan kerapatan yang relatif kecil atau sama akan menaikkan kontras.

The Posterior-Anterior (PA) Examination of the thorax is the most frequent radio-diagnostic procedure. Optimization of dose and image of the PA thoracic radiography is required.This research was conducted to determine the optimal of techniques using high kV technique on thoracic radiography PA examination by using the Kodak CR system receptor and the patient sample, to eliminate the subjective assessment of radiographic image taken TOR 18 FG and TOR CDR phantom. At the time of image acquisition PA Thorax radiographs were performed, entrance surface dose measurements (ESD) were made using the TLD. The evaluation of the thoracic radiographic image of the PA using the quality criteria European Commission EUR 16260 EN (1996) European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic radiographic Images were made. An evaluation of dose by comparing with a reference dose of the IAEA BSS 155 was conducted.In the results of dose evaluation in thoracic phantom of the three variations of exposure factor: 66 kV 8 mAs, 85 kV 6.3 mAs and 109 kV 2.2 mAs, the smallest dose resulted from 109 kV 2.2 mAs exposure factor.
The result of the evaluation on TOR 18 FG and TOR CDR obtained low contrast sensitivity. The contrast sensitivity and higher resolution on the condition of 109 kV 2.2 mAs were larger than the condition of 66 kV 8 mAs. The results of the evaluation of thoracic image of PA by using the condition of 109 kV 2.2 mAs were comparable to the conditions of 66 kV 8 mAs contrast to the tissue that has large density differences that will decrease the contrast. While on a tissue that has relatively small density difference, or the same will increase the contrast.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S200
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Winarno
"Telah dilakukan penelitian optimasi citra radiografi dengan phantom rando laki-laki menggunakan sistem FCR type Capsula XL-2 Drypic 4000. Dilakukan juga pengukuran ESD menggunakan thermoluminescent dosimeter (TLD), untuk pemeriksaan kepala AP, cervical AP, thorax PA teknik kVp standar dan teknik kVp tinggi, dan pemeriksaan pelvis AP. Optimasi pembentukan citra dievaluasi berdasarkan panduan dari European Commission dengan kriteria penerimaannya, kondisi eksposi kVp dan mAs, ESD, kontras tinggi dan kontras rendah. Selain evaluasi visual citra untuk optimasi diperhatikan pula karakter incident exposure FCR yang dinyatakan dengan Sensitivity Value (S Value) dengan proses digitasi citra yang dapat dilihat pada tampilan image consule dan softwere ImageJ.
Uji fungsi pesawat sinar-X dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian menurut panduan RCWA, dan sistem FCR menurut panduan AAPM dan KCare, dengan hasil, keduanya memenuhi standar yang disyaratkan. Hasil penelitian optimasi menunjukkan bahwa untuk pemeriksaan kepala AP optimasi terjadi pada kondisi eksposi 65 kVp 20 mAs dan ESD 2.67 mGy. Pemeriksaan cervical AP optimasi terjadi pada eksposi 55 kVp 16 mAs dan ESD 2.55 mGy. Untuk pemeriksaan thorax PA teknik kVp standar optimasi terjadi pada 50 kVp 10 mAs dan ESD 2.24 mGy, sedangkan untuk teknik kVp tinggi optimasi terjadi pada eksposi 100 kVp 1 mAs dan ESD 1.75 mGy. Untuk pemeriksaan pelvis AP optimasi terjadi pada eksposi 75 kVp 10 mAs dan ESD 2.24 mGy.

A research about a radiography image optimization using a male rando phantom by FCR type Capsula XL-2 Drypic 4000 system has been done. Along with ESD measurement using a thermoluminescent dosimeter (TLD), for examination of AP skull, AP cervical, PA thorax use standard kVp technique and high kVp technique, and AP pelvis. The optimization of image formation was evaluated based on guidance from European Commission with their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, ESD, high contrast and low contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the FCR incident exposure was also observed which is stated in Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image console and imageJ software.
Function test of X-ray device was done before the research based on the RCWA guidance, and FCR system based on the AAPM and KCare guidance, the results, both of them meet the standard. The result of optimization research show that for AP skull examination optimum condition was when the expose 65 kVp, 20 mAs and ESD of 2.67 mGy. For examination of AP cervical optimum condition was when the expose 55 kVp, 20 mAs and ESD 2.67 mGy. For the PA thorax, the optimization of standard kVp technique was when 50 kVp 10 mAs and ESD 2.24 mGy, for the high kVp technique optimization was when expose 100 kVp 1 mAs and ESD 1.75 mGy. And for the AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs and ESD 2.24 mGy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30282
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam penelitian ini karakterisasi aliran film dalam saluran vertical berdasarkan pada hasil pengukuran gesekan dinding saluran (tenknik polarografi) dan pengukuran tebal film (teknik kondiktimetri). Pada beberapa titik pengukuran sepanjang saluran, kemudian dituangkan dalam harga sesaat, harga rata-rata, simpangan baku, rapat probabilitas, dan spectrum daya. Pengukuran dilakukan pada daerah laminar, transisi, dan turbulen (Re: 300-11000). Perbandingan antara harga rata-rata tebal film dari hasil pengukuran dan korelasi yang ada menunjukkan hasil memuaskan untuk Re <2000, panjang daerah aliran halus dekat pemasukan cairan bertambah dengan debit aliran dan akan berkurang untuk Re >2000. Karakteristik aliran-film pada suatu daerah dalam saluran tergatung pada jarak injector. Sinyal dari kedua pengukuran tersebut telah dibandingkan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut."
MTUGM 2:13 (1991)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S29111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Muharam
"Penggunaan prosedur radiologi diagnostik dalam pencitraan (imaging) yang memanfaatkan radiasi pengion khususnya sinar-X dalam dunia medis sangat berkembang pesat. Saat ini sistem digital yaitu Computed Radiography (CR) dan Digital Radiography (DR) menggantikan sistem radiografi konvensional, tetapi banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak memiliki dosimetri dan juga alat untuk melakukan pengecekan terhadap kualitas peralatan tersebut. Dalam penelitian ini telah didesain fantom quick quality control (QQC) untuk sistem CR dan DR dengan mengamati parameter kualitas citra untuk kontras rendah dan juga kontras tinggi. Untuk penentuan kontras rendah dibuat obyek dengan variasi ukuran dan juga kedalaman obyek pada kuadran I dan IV sedangkan untuk kontras tinggi (resolusi spasial) ditambahkan obyek Leed test object dan juga lembaran Cu untuk mengukur nilai MTF pada kuadran II dan III.Untuk faktor eksposi yang digunakan adalah berkas standar RQA 3-RQA 7. Kemudian hasil citra yang diperoleh dievaluasi menggunakan imageJ untuk mendapatkan nilai SNR dan resolusi spasial. Hasil pengukuran dengan menggunakan fantom QQC didapakan bahwa untuk resolusi kontras rendah citra dengan menggunakan RQA 7 memenuhi kriteria detektabilitas. Sedangkan untuk resolusi spasial, nilai yang diperoleh berdasarkan MTF untuk CR berada pada rentang 2,38-2,59 lp/mm dan 2,45-3,00 lp/mm untuk DR. Sedangkan untuk bar pattern nilai resolusi spasial yang diperoleh berada pada rentang 3,15-3,55 lp/mm dan 2,24-2,5 lp/mm. Kemudian faktor konversi (rasio resolusi Leeds test dengan resolusi MTF) untuk sistem DR mendekati 1 sedangkan untuk sistem CR dalam rentang 1,22-1,49.

The use of diagnostic radiology procedures in imaging (imaging) that utilizes ionizing radiation, especially X-rays in the medical world is growing rapidly. At present digital systems namely Computed Radiography (CR) and Digital Radiography (DR) replace conventional radiography systems, but many hospitals and health facilities do not have dosimetry and also tools to check the quality of the equipment. This research has designed a phantom quick quality control (QQC) system for CR and DR systems by observing image quality parameters for low contrast and high contrast. For the determination of low contrast, an object with variations in size and depth of objects in quadrants I and IV was made, while for high contrast (spatial resolution) Leed test object and Cu sheet were added to measure the MTF values in quadrants II and III. For the exposure factors used is the standard file RQA 3 - RQA 7. Then the image results obtained are evaluated using imageJ to obtain the SNR value and spatial resolution. The results of measurements using the QQC phantom are found that for low contrast resolution images using RQA 7 meet the detectability criteria. As for spatial resolution, the values obtained based on MTF for CR are in the range of 2,38 – 2,59 lp / mm and 2,45 – 3,00 lp/mm for DR. As for the bar pattern, the spatial resolution values obtained are in the range of 3,15 – 3,55 lp/mm and 2,24 – 2,5 lp/mm. Then the conversion factor (the ratio of the Leeds test resolution to the MTF resolution) for the DR system approaches 1 while for the CR system in the range 1.22 - 1.49."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Irwan
"Karakteristik plasma yang dibangkitkan dengan menggunakan laser transversely excited atmospheric (TEA) carbon-dioxide pada target pelat Cu dan film Cu hasil proses elektrolisa dipelajari dengan seksama. Terlihat jelas dengan menggunakan target film Cu, ambang batas energi laser untuk membangkitkan plasma menurun hingga tiga kali dibandingkan dengan ambang batas energi laser untuk membangkitkan plasma pada pelat Cu. Karakterisasi plasma film Cu menunjukkan bahwa plasma film Cu juga dibangkitkan mengikuti mekanisme gelombang kejut. Hal ini dibuktikan dengan bentuk plasma film Cu yang semisferis dan intensitas emisi plasma sekunder yang berbanding iurus dengan intensitas emisi plasma primer. Hal ini menunjukkan bahwa plasma sekunder dibentuk dari atom-atom yang memancar keluar dari plasma primer dengan kecepatan tinggi melalui mekanisme gelombang kejut. Selanjutnya juga ditunjukkan bahwa propagasi muka gelombang plasma sekunder dari plasma film Cu adalah sebanding dengan waktu pangkat 0,4 yang bersesuaian dengan model gelombang kejut sferis yang diturunkan oleh Sedov. Selanjutnya karakterisasi untuk menunjang analisis spektrokimia juga dilakukan dan dengan menggunakan film yang dibuat dari air keran pada logant Ni, analisis kualitatif juga berhasil dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T4544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsir Dewang
"ABSTRACT
Laser induced thin film production (LITFP) technique was employed for making plumbum (Pb) thin film by nitrogen laser deposition in miniature scale. The energy of nitrogen laser operated at 12.5 kv, 90 torr was 3.5 mj with 5 ns pulse duration, thus producing peak power at around 0.7 MW. Pb plasma of 1 cm diameter was generated in each laser bombardment, producing thin film above the glass substrate.
The thin film characteristics were measured by means of their thickness and surface morphology using scanning electron microscope (SEM). It was proved that there was a linear relationship between the number of laser shots and film thickness."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Ida Fretti
"Dengan kebebasan yang diberikan Repada laser disc saat ini, setiap orang (termasuk remaja) dapat menonton film video laser dengan bebas. Yang dikawatirkan adalah bahwa remaja, hanya menonton film-film yang ada adegan seksnya, yang akan menimbulkan keinginan dihati mereka untuk meniru yang mereka tonton "tu dalam kehidupan sehari~hari. Dalam skripsi ini penulis ber:usaha mendeskripsikan bagaimana sikap yang dimiliki remaja tersebut terhadap adegan-ad egan seks yang mereka lihat di film video laser. Penulis beranggapan bahwa frekuensi menonton mempengaruhi sikap
remaja, dimana frekuensi yang terbentuk dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan konsumsi remaja akan media yang bermuatan seks. Untuk itu penulis mengamrril sampel sebanyak 100 orang remaja yang berusia 13 - 21 tahun, dengan teknik penarikan sampel bola salju. Untuk mengetahui sikap yang mereka miliki, penulis menggunakan skala Likert. Dalam penelitian terbukti bahwa jenis kelamin dan konsumsi media bermuatan seks mempengaruhi frekuensi menonton film video laser. Frekuensi menonton yang terbentuk. ini ternyata mempengaruhi sikap yang remaja miliki terhadap adegan seks di film video laser tersebut. Para remaja pria, frekuensi menonton tidak terlihat pengaruhnya dalam membentuk sikap mereka terhad~p adegan seks. Sedangkan pada remaja wanita frekuensi mempengaruhi sikap yangterbentuk; dimana frekuensi menonton yang tinggi membentuk
sikap yang positif, dan frekuesi menonton rendah membentuksikap
negatif. Pada remaja yang mngkonsumsi media bermuatan seks
terlihat bahwa frekuensi mempengaruhi sikap mereka terhadap
adegan seks . Sikap positif yang terbentuk berasal dari remaja
dengan frekuensi menonton tinggi. Sedangkan pada remaja yang
tidak meng konsumsi media bermuatan seks, pengaruh frekuensi
berbanding terbalik dengan sikap yang terbentuk. Sikap positif
dimiliki oleh remaja yang frekuensi menontonnya rendah, dan
sikap negatif dimiliki oleh yang frkuensi menontonnya tinggi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S4108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>