Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syafruddin
"Pelah dilakukan penelitian tentang pemakaian "Croscar. Mellose
Sodium Type A" seaga3. disintegrant dengan berbagal konsentrasi dalam
formula tablet Kalsiiim laktat yang penambahannya dilakukan sect
ra internal, eksternal dan kombinasi internal dan eksternal die -
integrant.
Pada penelitian mi, penambahan bahan penghancur Ac-Di-Sol dengan
cara konibinasi internal & eketerrial, ternyata pada konsentrasi
1% internal dan 1% eksternal eudah aemberikan basil yang terbaik d
ngazi waktu hancur rata-rata 8 menit 35 detik, kecepatan melarut
K120 detik rata-rata 27%, kekerasan tablet rata-rata 5,46 kg dan k
regasan 0,40%.
Setelah dilakukan uji statistik t - test dengan satu paranie -
ter (p = 0,05) formula tablet dengan perbedaan konsentrasiO-DiSOl
dan 1% sampai dengan 5% dengan cam penambaban bahan penghancur Be
cam internal, eksternal, dan koabiriasi internal dan eksternal tennyata
menunjukkan perbedaan yang significant jika ditinjau dan aspek
waktu hancurnya, dan keôepatan melarut aediaan formula tablet
tersebut pada kenaikkan konsentrasi Ac_DiS01 1 % & ' 5 %
Baeil uji etatietik tentang cam penambahan bahan penghancur
ternyata pada penambahan bahan penghancur secara internal, eketer -
nal dan kombinas.i internal dan ekaternal pada konsentrasi Ac-Di-Sol
yang sama range 1% sampai dengan 5% menunjukkan perbedaan yang significarit.

The application of "Croscar Nellose Sodium Type A" (Ac-Di-Sol)
as disintegrant in the tablet formula Calcium lactate with various
concentration which added internally, externally and internal and
external disintegrant combination have been studied.
In this study the addition of disintegrant Ac-Di-Sol material
with internal and external combination methods, in 1% concentration
it will enough to give the bestresult with average .disintegration
time 8 minutes 35 seconds, average of dissolution rate it K120
seconds 27%, average of tablet hardness 5,46 kg , average of
Friability 0,40%.
Alter being test statically (t - test) itb one parameter
(p 0,05) tablet formula with differ Ac-Di-Sol concentration in
the range of 1% to 5% with addition of disintegration material
internally, externally and combination of internal and external
aethode, has shown the significant differences with the aspect of
time disintegration and dissolution rate of the tablet contained_,
•Ac-D5-Sol 1 % sampai dengan 5 %.
The result of statistical test of the additièn of dis -
integration material resulted with the above methods Ac-Di-Sol
concentration within the same range of 1% to 5% in significant
difference.
"
1984: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafruddin
"ABSTRAK
Pelah dilakukan penelitian tentang pemakaian "Croscar. Mellose Sodium Type A" seaga3. disintegrant dengan berbagal konsentrasi dalam formula tablet Kalsiiim laktat yang penambahannya dilakukan secara internal, eksternal dan kombinasi internal dan eksternal dieintegrant.
Pada penelitian mi, penambahan bahan penghancur Ac-Di-Sol dengan cara konibinasi internal & eketerrial, ternyata pada konsentrasi 1% internal dan 1% eksternal eudah aemberikan basil yang terbaik d ngazi waktu hancur rata-rata 8 menit 35 detik, kecepatan melarut K120 detik rata-rata 27%, kekerasan tablet rata-rata 5,46 kg dan kregasan 0,40%.
Setelah dilakukan uji statistik t - test dengan satu paranieter (p = 0,05) formula tablet dengan perbedaan konsentrasiO-DiSOl dan 1% sampai dengan 5% dengan cam penambaban bahan penghancur Becam internal, eksternal, dan koabiriasi internal dan eksternal ternyata menunjukkan perbedaan yang significant jika ditinjau dan aspek waktu hancurnya, dan keôepatan melarut aediaan formula tablet tersebut pada kenaikkan konsentrasi Ac_DiS01 1 % & ' 5 %
Hasil uji etatietik tentang cam penambahan bahan penghancur ternyata pada penambahan bahan penghancur secara internal, eketernal dan kombinas.i internal dan ekaternal pada konsentrasi Ac-Di-Sol yang sama range 1% sampai dengan 5% menunjukkan perbedaan yang significarit."
1994
S31790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S35998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Englando Alan Adesta
"Latar Belakang. Penyembuhan luka kaki diabetik (LKD) memerlukan waktu yang lama sehingga risiko infeksi, amputasi, dan kematian menjadi lebih tinggi. Salah satu parameter untuk menilai penyembuhan luka adalah pertumbuhan jaringan granulasi. Kadar Vitamin D diketahui terkait dengan risiko terjadinya LKD, infeksi, dan penyembuhan luka. Namun sampai saat ini masih belum diketahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan jaringan granulasi LKD.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin D serum awal perawatan dengan kecnepatan pertumbuhan jaringan granulasi luka kaki diabetik pada perawatan hari ke-21.
Metode. Penelitian ini menggunakan bahan tersimpan berupa serum dan dokumentasi foto LKD dari penelitian sebelumnya. Analisis kadar 25(OH)D pada sampel serum darah awal perawatan menggunakan metode Elisa. Sedangkan analisis kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi dinilai berdasarkan hasil foto LKD pasien pada visit ke-4 dengan menggunakan program ImageJ.
Hasil. Dari 52 sampel yang dianalisis, kadar 25(OH)D pada awal perawatan menunjukan nilai median = 8.8 ng/mL. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak didapatkan hubungan antara kadar vitamin D dengan kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi (p=0.815).
Kesimpulan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D serum awal perawatan dengan kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi luka kaki diabetik pada perawatan hari ke-21.

Background. Wound in diabetic foot ulcer need a long time to heal which increase risk of infection, amputataion and mortality. One of the criteria in wound healing is growth of granulation tissue. Vitamin D level is known to be related to increase incidence of diabetic foot ulcer, infection, and wound healing. But until now, the effect of vitamin D to the growth of granulation tissue is not clear.
Objective. To know the Association between initial serum vitamin D level with granulation growth rate of diabetic foot ulcer after 21 days of treatment.
Methods. This research uses stored sample in form of serum and footage documentation. It is the initial blood sample from 52 patients with DFU before starting treatment. Vitamin D is calculated with 25 (OH) D level by using ELISA. Analysis of growth in granulation tissue is counted by comparing the footage documentation at initial treatment to the 21st day of treatment with the help of ImageJ software.
Result. From 52 analysed sample, vitamin D level at initial presentation showed a median value of 8.8 ng/mL. The result of the analysis showed that there was no statistically significant association between vitamin D level with the granulation growth rate of diabetic foot ulcer (p=0,815).
Conclusion. There is no significant association between initial serum vitamin D level with granulation growth rate of diabetic foot ulcer after 21 days of treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Fitria
"Sistem pemaparan sangat dipengaruhi oleh agen-agen lingkungan, khususnya agen yang berasal dari udara, dan merupakan sstem pertahanan tubuh yang terdepan dari pemaparan agen-agen lingkungan tersebut. Berdasarkan hasil survey kesehatan masyarakat di Kelurahan Cisalak 2001, gangguan pernapasan dianggap merupakan masalah kesehatan masyarakat di kelurahan tersebut, terutama pada bayi dan balita. Faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya gangguan pemapasan pada bayi dan balita adalah kualitas udara di dalam rumah tempat tinggal, mengingat sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh bayi dan balita tersebut adalah di dalam rumah.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kualitas udara dalam rumah dan kondisi lingkungan rumah dengan terjadinya gangguan pernapasan pada bayi dan balita. Desain studi yang diterapkan adalah cross-sectional, dengan pengukuran kualitas udara yang meliputi parameter PM 10 dan Total Plate Count (TPC) Mikroorganisme Udara.
Sebanyak 200 anak diteliti, ditemukan 31,5 persen yang mengalami batuk pilek dengan demam dan 51,5 persen yang mengalami batuk pilek dengan atau tanpa demam dalam dua minggu terakhir. Pangukuran kualitas udara ditemukan sebanyak 52,5 persen dari rumah yang diukur temyata telah melewati ambang batas kadar PM10 sebesar 90 μg/m3, dan 77.8 persen dari rumah yang diukur udaranya mengandung lebih dari 750.000 koloni/m3 total plate count mikroorganisme udara. Analisis statistik tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kualitas udara dengan terjadinya gangguan pernapasan pada bayi dan balita. Namun demikian, terdapat perbedaan proporsi gangguan pernapasan yang cukup besar antara anak yang tinggal di rumah dengan kualitas udara yang buruk dengan anak yang tinggal di rumah dengan kualitas udara yang baik.
Hubungan yang bermakna terdapat antara variabel rasio luas lubang angin/luas kamar dan variabel kebiasaan merokok dengan gangguan pernapasan. Pada anak yang tidur di kamar dengan ventilasi yang kurang. peluangnya untuk mengalami gangguan pernapasan adalah 3 - 3,589 kali lebih besar dari anak yang tidur di kamar dengan ventilasi yang cukup. Anak yang tinggal di rumah dengan perokok berpeluang untuk mengalami gangguan pernapasan 1,997 kali lebih besar daripada anak yang tinggal di rumah tanpa perokok. Variabel-variabel lingkungan rumah yang lain, walaupun tidak menunjukkan hubungan yang bermakna, namun memperlihatkan adanya perbedaan proporsi gangguan pernapasan yang cukup besar antara anak yang tinggal di rumah dengan kondisi lingkungna rumah yang buruk dibandingkan anak yang tinggal di rumah dengan kondisi lingkungan rumah yang baik.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis obat nyamuk, suhu dan kelembaban relatif udara, jumlah perokok dalam tiap rumah, serta jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kadar PM10 di dalam rumah. Analisis linier ganda menghasilkan sebuah persamaan yang menjelaskan variasi kadar PM10 melalui variabel-variabel rasio luas lubang angin/luas rumah, kepadatan hunian rumah, kelembaban relatif udara, dan jumlah perokok dalam tiap rumah. Antara kelembaban relatif udara dengan TPC mikroba udara terdapat hubungan yang bermakna. Analisis regresi linier ganda menghasilkan persamaan yang menjelaskan variasi jumlah koloni mikroorganisme udara melalui variabel suhu dan kelembaban relatif udara dalam rumah. Secara keseluruhan, terdapat beberapa variabel yang patut mendapat perhatian karena secara konsisten berhubungan ataupun menunjukkan kecenderungan untuk berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah dan dengan gangguan pemapasan pada bayi dan balita. Yaitu rasio luas lubang angin/luas kamar, rasio luas lubang angin/luas rumah, kepadatan hunian rumah, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan merokok.

The respiratory system is commonly affected by environmental agents and is often the body's first line of defense against them. According to the public health survey conducted in Kelurahan Cisalak in year 2001. respiratory disease was one of public health concern, especially in infants and voting children. Factors that influence the disease seemed to be indoor air quality, since infants and young children spent almost all of their time in home.
The purpose of this study was to analyze the relationship between indoor air quality, housing environment, and respiratory disease in infants and young children. Study design was cross-sectional survey, including the measurement of PM to and total plate count (TPC) of airborne microorganisms as parameters of indoor air quality.
A number of 200 hundred children were randomly selected. As much as 31.5 percents of the children had runny nose and cough with fever and 51.5 percents had runny nose and cough with or without fever in the last two weeks. The measurement of indoor air quality showed that 52.5 percents of houses had indoor PMI0 concentration over 90 µglm3, and 77.8 percents of the houses had more than 750.000 CFU/m3 of total plate count of airborne microorganisms. Bivariate analysis showed that there were no relationship between indoor air quality and respiratory disease in infants and young children. But the proportions of respiratory diseases were different between children who lived in bad indoor air quality and children who lived in good indoor air quality,
Significant relationship was showed between bedroom ventilation and smoking with respiratory disease. Probability of having respiratory disease in children sleeping in inadequate bedroom ventilation was 3 - 3.589 times higher compared with children sleeping in adequate bedroom ventilation. Probability of having respiratory disease in children living with smokers was 1.997 times higher compared with children living in a house with no smoker. Although there were no significant relationship showed by other housing environment variables, the proportions of respiratory diseases were different between children who lived in bad housing-environment and children who lived in good housing environment.
There were significant correlations between the use of mosquito killer, indoor air temperature and relative humidity, number of smoker in a house, and number of cigarrete per day with indoor PMi0 concentration. Multiple linear regression analysis showed a formula that could explain the variation of indoor PMio concentration from variables of house ventilation, living density in a house, relative humidity, and number of smoker in a house. There was a significant correlation between indoor relative humidity and total plate count of airborne microorganisms. Multiple linear regression analysis showed a formula that could explain the variation of total plate count of airborne microorganisms from variables of indoor air temperature and relative humidity,
Some variables were important to be our concern because consistently showed significant relationships or tend to be related with indoor air quality and respiratory diseases in infants and young children. The variables were bed room ventilation, house ventilation, living density in a house, the use of mosquito killer, and smoking.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Paramita Ayuningtyas
"[ABSTRAK
Penelitian ini merupakan randomized, single blind controlled trial yang bertujuan untuk menilai keamanan pemakaian ulang vitrektor single-use. Penelitian ini menilai proporsi, jumlah koloni dan spesies mikroorganisme yang tumbuh pada vitrektor bekas pakai satu kali yang menjalani reprocessing dengan dan tanpa pembilasan povidone-iodine 5%. Sebanyak 88 sampel vitrektor 23G dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok I yang menjalani reprocessing saja dan kelompok II yang menjalani pembilasan povidone-iodine 5% dan reprocessing. Kultur mikroorganisme dilakukan pada bagian tip dan bilasan lumen tip-connector-extension cairan. Pada kelompok I, ditemukan pertumbuhan bakteri Staphylococcus hominis pada satu tip (2,3%), sedangkan semua bilasan lumen steril. Pada kelompok II, semua kultur tip dan bilasan lumen steril. Walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan proporsi pertumbuhan mikroorgansime di kedua kelompok (p=1,000), pertumbuhan bakteri pada kelompok I dapat berpotensi memiliki dampak klinis dan mikrobiologi yang berarti.

ABSTRACT
A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
;A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
, A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendrian
"ABSTRAK
Penbentukan enzim oleh mikroorganisne dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya faktor komposisi kimia medium. Salah satu unsur makro yang dibutuhkan oleh kapang adalah fosfor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi fosfor, dengan variasi konsentrasi 0,00%; 0,05%; 0,10%; 0,15%; 0,20%; 0,25%, terhadap aktivitas glukoamilase Aspergillus awamori UICC 314, yang diperoleh dari Laboratoriun mikrobiologi jurusan Biologi FMIPA-UI.
Pengujian aktivitas glukoamilase dilakukan dengan metode Nishise. Satu unit aktivitas glukoamilase setara dengan satu μmol glukosa yang dilepaskan per menit. Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan metode Somogyi-NeIson.
Hasil penghitungan aktivitas enzim sesudah fermentasi 24 jam menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi fosfor yang diberikan, terhadap aktivitas glukoamilase Aspergillus awamori UICC 314. Terdapat perbedaan rata-rata aktivitas glukoanilase aspergillus awamori UICC 314 antara konsentrasi fosfor 0,00% dengan 0,20%, dan konsentrasi fosfor 0,00% dengan 0,25%. Rata-rata aktivitas glukoamilase tertinggi diperoleh pada konsentrasi fosfor 0,00%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Noor Arafah
"ABSTRAK
Pada penelitian mi digunakan limbah cair tahu
sebagal substrat fermentasi nata, dengan penambahan 10,0%,
12,5%, 15,0%, atau 17,5% sukrosa dan 0,1%, 0,3%, atau 0,5%
amonium sulfat [(NH4 ) 2SO4 ]. Fermentasi nata dilakukan
dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinwn (Brown)
Bergey dkk.
Tujuan penelitian mi adalah untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penainbahan beberapa konsentrasi sukrosa
dan (NH4 ) 2 SO4 serta interaksi antara kedua faktor tersebut
terhadap ketebalan rata-rata nata, dan rnenentukan
konsentrasi sukrosa dan (NH 4 ) 2SO4 yang memberikan hasil
ketebalan rata-rata nata paling baik.
Ketebalan rata-rata nata yang tertinggi (0,601 cm)
diperoleh dari penambahan 12,5% sukrosa dan 0,1% (NH4)2SO4.
Ketebalan rata-rata nata yang terendah (0,157 cm) diperoleh
dari penambahan 17,5% sukrosa dan 0,5% (NH4)2SO4.
Uji statistik pada a = 0,01 menunjukkan ada pengaruh
penambahan sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 , serta interaksi antara
sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 terhadap ketebalan rata-rata nata.
Interaksi penainbahan sukrosa dan (NH4 ) 2 SO4 terlihat pada
penambahan 15,0% atau 17,5% sukrosa. Pada penambahan
sukrosa 15,0% atau 17,5% menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi (NH4 ) 2SO4 yang dltambahkan, semakin rendah
ketebalan rata-rata nata yang dihasilkan
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Handiyani
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan waktu membersihkan ruangan dengan peningkatan jumlah mikroorganisme melalui aliran udara dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme di udara setelah ruangan dibersihkan. Hal ini penting sebagai salah satu upaya perawat mengontrol infeksi nosokomial dengan cara mengatur jadual kegiatan perawatan klien di rumah sakit. Lowbury, 1981, dikutip dari Pritchard, 1992 menyebutkan bahwa tindakan mengganti balutan sebaiknya dilakukan 30 menit setelah kegiatan pembersihan ruangan. Jadi tidak melakukan aktivitas di ruangan sesaat setelah ruangan dibersihkan. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan yang signifikan jumlah koloni di udara sesaat setelah ruangan dibersihkan dibandingkan dengan jumlah koloni sebelum dibersihkan dan jumlah koloni pada udara setelah ruangan dibiarkan 15 menit setelah dibersihkan. Hal ini tedadi karena mikroorganisme dapat bergerak melalui aliran udara yang bergerak saat ruangan dibersihkan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Ilene Ngalusi
"Sampah sisa makanan menjadi salah satu masalah di Universitas Indonesia karena belum terdapat metode yang efektif dan efisien dalam pengelolaan limbah kantin dari fakultas-fakultas yang ada. Salah satu teknik pengelolaan limbah kantin adalah dengan pengomposan menggunakan larva Black Soldier Fly (BSF). Adanya proses fermentasi dan penguraian bahan kompleks oleh mikroorganisme pada substrat organik mampu mengoptimalkan daya biokonversi larva BSF. Namun, hingga saat ini, penelitian terkait pengaruh fermentasi limbah kantin terhadap efektivitas biokonversinya dengan larva BSF belum ditemukan sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perlakuan durasi fermentasi limbah kantin dengan mikroorganisme EM4 terhadap efektivitas biokonversi limbah kantin menggunakan larva BSF dan juga kandungan kompos yang dihasilkan berdasarkan standar SNI 19-7030-2004. Metode penelitian yang digunakan, yakni berupa kombinasi fermentasi EM4 dengan perbedaan perlakuan durasi (0, 5, dan 10 hari) serta larva BSF sebagai agen pengomposan pada limbah kantin. Analisis data dilakukan terhadap berat biomassa larva BSF dan kompos, substrate consumption, growth rate, bioconversion rate, waste reduction index, serta analisis kandungan unsur hara kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas biokonversi larva BSF tertinggi didapatkan oleh perlakuan durasi fermentasi limbah kantin dengan EM4 selama 10 hari (F10) dengan berat biomassa total larva BSF sebesar 50,09 gram; nilai bioconversion rate sebesar 24,55%; nilai waste reduction index (WRI) sebesar 10,79%; dan berat kompos sebesar 27,38 gram. Sementara itu, sebagian besar kandungan unsur hara kompos pada semua perlakuan sudah sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004, kecuali nilai kadar C-organik pada perlakuan F10 serta nilai rasio C/N pada semua perlakuan lainnya (F0, F5, F10, KL dan KF). Pada penelitian ini, didiskusikan juga potensi biokonversi dan peluang bioekonomi pengelolaan limbah kantin FMIPA UI dengan larva BSF.

Food waste management has become one of the issues at the University of Indonesia due to the lack of an effective and efficient method in managing canteen waste from existing faculties. One common technique in food waste management is composting using larvae of Black Soldier Fly (BSF). The fermentation process and decomposition of complex substances by microorganisms in the organic substrate can optimize the bioconversion efficiency of BSF larvae. However, studies related to the influence of canteen waste fermentation on the effectiveness of bioconversion with BSF larvae have not been discovered to date. Hence, further study regarding this subject is necessary. This study aimed to identify the effects of canteen waste fermentation treatment with EM4 microorganisms on the effectiveness of canteen waste bioconversion using BSF larvae and the content quality of the resulting compost based on the SNI 19-7030-2004 standard. The method used in this study is combining EM4 fermentation with different durations treatment (0, 5, and 10 days) and BSF larvae as composting agent on canteen waste. Data analysis included the weight of BSF larvae biomass and compost, substrate consumption, growth rate, bioconversion rate, waste reduction index, and content quality analysis of the compost. The results showed that the highest effectiveness of bioconversion by BSF larvae was obtained with a 10-day EM4 fermentation treatment (F10). The total biomass of F10 BSF larvae reached 50,09 grams; with bioconversion rate of 24,55%; waste reduction index of 10,79%; and a compost weight of 27,38 grams. Meanwhile, most of the content qualities in the compost for all treatments were following the SNI 19-7030-2004 standard, except for the C-organic content value in the F10 treatment and the C/N ratio values in all other treatments (F0, F5, F10, KL, and KF). In this study, the bioconversion potency and the bioeconomic opportunities of managing the waste from the FMIPA UI canteen using BSF larvae were also discussed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>