Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163603 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Abdullah
"ABSTRAK
Antipirin sangat luas penggunaannya sebagai bahan dalam penelitian-penelitian klinik, karena banyak hal yang menguntungkan dari antipirin, penggunaan nya untuk keperluan monitoring sangat tepat. Dalam penelitian ini dilakukan kadar antipirin dalam plasma dan saliva pada 6 sukarelawan sehat, setelah diberikan dosis tunggal antipirin 18mg/kg secara oral, sebelumnya sukarelawan tersebut dipuasakan selama 8-12 jam. Pengambilan sampel plasma dan saliva dilakukan pada waktu yang bersamaan, +3, +5, +8 dan +26 jam setelah pemberian obat."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harefa, Tetty Ernawati
"Tujuan: Mengetahui kadar vitamin E plasma, malondialdehida plasma dan kebiasaan merokok pekerja laki-laki. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar memperbaiki pola hidup untuk menurunkan risiko aterosklerosis pada perokok dan bukan perokok.
Tempat: PT. Nasional Gobel - Bogor Jawa Barat.
Metodologi: Penelitian dengan desain cross sectional pada 115 pekerja laki-laki, yang merokok dan tidak merokok, berusia 20-55 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan terpilih secara simple random sampling, menggunakan tabel bilangan acak. Data yang dikumpulkan meliputi : umur, pendidikan, penghasilan, IMT, persentase lemak tubuh, asupan lemak, asupan serat, asupan vitamin E, kadar vitamin E plasma dan MDA plasma.
Hasil: Median kadar vitamin E plasma subyek yang tidak merokok [24,76 (I8,89-50,61) μmol/L] lebih tinggi dari subyek yang merokok [23,80 (12,25-38,14) μunol/L]. Median kadar MDA plasma subyek yang tidak merokok [0,61 (0,22-4,75) nmol/mL] lebih rendah dari subyek yang merokok [0,68 (0,32-3,01) nmol/mL]. Tidak didapat hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara asupan vitamin E, kadar vitamin E plasma, kadar MDA plasma dengan kebiasaan merokok. Terdapat korelasi positif yang bermakna (p < 0,05) antara IMT (r = 0,28), persentase massa lemak tubuh (r = 0,25) dengan kadar vitamin E plasma. Didapatkan korelasi negatif yang sangat lemah (r = -0,11) antara kadar vitamin E dengan MDA plasma pada subyek penelitian yang tidak merokok dan pada subyek yang merokok hampir tidak didapat korelasi (r = -0,07) dan tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar vitamin E plasma dengan kadar MDA plasma pada pekerja laki-laki yang tidak merokok dan yang merokok.

Objective: To study plasma vitamin E concentration, MDA concentration and smoking habit male workers. The results are expected to be used as one of the basis to enhance life pattern, and to decrease the risk of atherosclerosis.
Place: PT. National Gabel Bogor, West Java.
Method: A cross sectional study was carried out among 115 male smoking workers and non smoking workers, age 20-55 years old, who fulfilled the inclusion and exclusion criteria selected by simple random sampling using random table. Data collection consist of age, education, income, body mass index, fat mass percentage, fat intake, vitamin E intake, plasma vitamin E and MDA concentrations.
Results: Median of plasma vitamin E concentration among non smokers was higher [24,76(18,89-50,61) μmol/L] than smokers [23,80(12,25-38,14) μmol/L]. While median of plasma MDA concentration among non smokers [0,61(0,22-4,75) μmol/L] was lower than smokers [0,68(0,32-3,01) μmol/mL]. There were no significant relationship (p>0,05) between vitamin E intake, plasma vitamin E concentration, plasma MDA concentration and smoking. There were significant (p<0,05) positive correlation between body mass index (r=0,28), fat mass percentage (r=0,25) and plasma vitamin E concentration. Weak negative correlation was found between plasma vitamin E and MDA concentration.
Conclusions: There was weak negative correlation but not significant between plasma vitamin E and MDA concentration in smoking workers.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindiawaty Josito
"Tujuan: Mengelahui kadar karoten plasma, Malondialdehida plasma dan kebiasaan merokok pekerja laki-laki. Hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar memperbaiki pola hidup untuk menurunkan risiko aterosklerosis.
Tempat: PT Nasional Gabel Bogor Jawa Barat.
Metodologi: Penelitian dengan desain cross sectional pada 115 pekerja laki-laki baik yang merokok maupun tidak memrokok, berusia 20 - 55 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan terpilih secara simple random sampling, menggunakan tabel bilangan acak. Data yang dikumpulkan meliputi: umur, pendidikan, penghasilan, IMT, persentase massa lemak tubuh, asupan lemak, asupan serat, asupan karoten, kadar karoten plasma dan MDA plasma
Hasil: Median kadar karoten plasma subyek yang tidak merokok [0,38 (0,09 - 1,95) mmol/L] lebih linggi dari subyek yang merokok [0,34 (0,08 - 0,94) mmol/L]. Median kadar MDA plasma subyek yang tidak merokok [0,61 (0,22 -- 4,75) mmol/mL] lebih rendah dari subyek yang merokok [0,68 (0,32 - 3,01) mmol/mL]. Tidak didapat hubungan yang bermakna (p>0,05) antara asupan karoten, kadar karoten plasma, kadar MDA plasma dengan kebiasaan merokok. Terdapat korelasi negatif yang bermakna (p<0,05) antara IMT (r = - 0,23), persentase massa lemak tubuh (r = - 0.27) dengan kadar D-karoten plasma. Hampir tidak didapatkan korelasi (r = - 0.06) antara kadar 13-karoten dengan MDA plasma.
Kesimpulan: Hampir tidak didapatkan korelasi antara kadar R-karolen plasma dengan kadar MDA plasma.

Objective: To study plasma 0-carotene concentration, plasma MDA concentration and smoking habit male workers. The results are expected to be used as one of basis to enhance life pattern, to decrease atherosclerosis risk.
Place: PT National Gobel Bogor West Java
Method: A cross sectional study was carried out among 115 male smoking workers and non smoking workers, age 20 - 55 years old, who fulfilled the inclusion and exclusion criteria and were selected by simple random sampling using random table. The collected data consist of age, education, income, body mass index, fat mass percentage, fat intake, fiber intake, carolene intake, plasma 0-carotene and MDA concentrations.
Results: Median of plasma fl-carotene concentration among non smokers was higher [0.38 (0.09 - 1.95) µmol/L] than smokers [4.34 (0.08 -- 0.94) µmol/L]. Median of plasma MDA concentration among non smokers [0.61 (0.22 - 4.75) mmol/mL] was lower than smokers [0.68 (0.32 - 3.01) mmol/mL]. There was no significant relationship (p>0.05) between [carotene intake, plasma II-carotene concentration, plasma MDA concentration and smoking. There was significant (p<0.05) negative correlation between body mass index (r = -0.23), fat mass percentage (r = -0.27) and plasma [-carotene concentration. Almost no con-elation (r = -0.06) was found. between plasma [carotene and MDA concentrations.
Conclusions: Almost no correlation was found between plasma carotene and MDA concentrations.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Widyantoro
"Latar Belakang. Diabetes dapat mempengaruhi struktur dan fungsi jantung tanpa adanya hipertensi dan aterosklerosis.Dengan meningkatnya risiko gagal jantung dan kejadian kardiovaskular pada pasien diabetes, maka mengetahui penyebab dan mekanisme utama yang mendasari terjadinya disfungsi diastolik menjadi penting dalam upaya mencari strategi pengobatan yang potensial.Studi pre-klinik menunjukkan bahwa Endothelin-1 (ET-1) berperan penting dalam patofisiologi kardiomiopati diabetes. Namun, hubungan antara kadar ET-1 plasma dengan kejadian disfungsi diastolik serta mekanisme yang mendasari belum diketahui dengan pasti.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara kadar ET-1 plasma dengan disfungsi diastolik dan mekanisme yang mendasarinya.
Metode. Sejumlah empat puluh satu pasien diabetes dan non diabetes yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di poliklinik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita direkrut secara konsekutif pada bulan Oktober 2012. Fungsi diastolik ventrikel kiri diperiksa dengan echocardiography, sampel darah diambil untuk pemeriksaan ET-1 plasma dengan radioimmunoassay. Pemeriksaan cardiac magnetic resonance imaging (CMRI) dengan kontras gadolinium dilakukan untuk menilai fibrosis diffuse pada miokardium serta MRI spektroskopi untuk menilai kadar trigliserida (steatosismiokardium).
Hasil. Kadar ET-1 plasma lebih tinggi pada kelompok diabetes dibandingkan dengan non diabetes (1.48±0.50 vs. 1.08±0.22 pg/ml, p<0.05). Seluruh pasien diabetes mengalami disfungsi diastolik dengan 17 (85%) pasien mengalami disfungsi diastolik derajat 2 dan 3, sementara 13 (61.9%) pasien non diabetes menunjukkan fungsi diastolik normal. Tekanan atrium kiri yang meningkat juga didapatkan pada 16 (80%) pasien diabetes. Pada pasien dengan derajat disfungsi diastolik derajat 3 didapatkan kadar ET-1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan fungsi diastolik normal (1.78±0.50 vs. 1.09±0.19 pg/ml, p<0.05). Sejumlah 17 (85%) pasien diabetes mengalami fibrosis, steatosis ataupun keduanya, sementara 16 (76%) pasien non diabetes yang tidak mengalami keduanya. Kadar ET-1 plasma berkorelasi dengan fibrosis miokardium (Speaman koef. R = -0.394, p<0.05), namun tidak berkorelasi dengan steatosis miokardium (Pearson koef R = 0.259, p=NS). Pasien dengan fibrosis dan steatosis mengalami derajat disfungsi diastolik yang lebih berat, dan menunjukkan kadar ET-1 plasma yang lebih tinggi (1.44±0.53 vs. 1.14±0.25, p<0.05).
Kesimpulan. Kadar ET-1 plasma yang lebih tinggi pada diabetes berhubungan dengan tekanan atrium kiri yang meningkat dan derajat disfungsi diastolik yang lebih berat, serta berkorelasi dengan terjadinya fibrosis miokardium, namun tidak berkorelasi dengan steatosis miokardium.

Background. Diabetes may affect cardiac structure and function independent to atherosclerosis and hypertension. Considering the increased risk of heart failure and cardiovascular event in diabetic cardiomyopathy, investigation of etiology and mechanism of this unique entity is important for developing potential therapy. Endothelin-1 (ET-1) has been associated with development of diabetic cardiomyopathy in pre-clinical study.
Objective. This study aims to investigate correlation of plasma ET-1 with development of myocardial fibrosis and diastolic dysfunction diabetes patient.
Methods. Fourty-one diabetes and non diabetes patient with no history of myocardial infarction and left ventricular hyperthrophy were recruited in this cross sectional study. Plasma ET-1 level were measured with radioimmunoassay, diastolic function were evaluated by Doppler echocardiography, and diffuse myocardial fibrosis were evaluated by post-contrast myocardial T1 relaxation time using cardiac MRI.
Results. Plasma ET-1 level is higher in diabetes group as compare to non diabetes (1.48±0.50 vs. 1.08±0.22 pg/ml, p<0.05). All diabetes subjects developed diastolic dysfunction, with 17 (85%) had grade 2 and 3 diastolic dysfunction, compare to 13 (61,9%) non diabetes patient which showed normal diastolic function. We also observed the increased of left atrial pressure (LAp) in 16 (80%) of diabetes patient. Patient with grade 3 (severe) diastolic dysfunction showed higher plasma ET-1 level as compare to patient with normal diastolic function (1.78±0.50 vs. 1.09±0.19 pg/ml, p<0.05). Diabetes subject had shorter post-contrast T1 relaxation time - reflecting diffuse myocardial fibrosis (440.97±16.97 vs. 489.41±6.73 ms, p<.005), and correlates inversely to plasma ET-1 level (Spearman Coeff R = -0.394, p<0.05).
Conclusion. In conclusion, higher plasma endothelin-1 level is associated with diffuse myocardial fibrosis and diastolic dysfunction in diabetes patient. This may provide additional evidence for the potential clinical use of endothelin receptor blockade in preventing diabetic cardiomyopathy.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayok Witarto
"Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok
Tempat : PT. NATIONAL GOBEL - Cimanggis - Jawa Barat.
Metodologi : Studi korelasi, pada 108 orang laki-laki berusia 20 - 55 tahun, perokok dan bukan perokok, yang terpilih secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data umnm, kebiasaan mcrokok, konsumsi suplemen vitamin C, asupan makanan serta kadar vitamin C plasma dan MDA plasma.
Hasil : Kebiasaan merokok terdapat pada 45.4% subyek penelitian. Berdasarkan Indeks Brinkman, 37,1% termasuk perokok ringan, 8,3% perokok sedang dan tidak didapatkan perokok berat. Nilai median kadar vitamin C plasma 0.51( ,04 - 1.36 ) mg/dl dan nilai median kadar MDA plasma 0,63 ( 0,22 - 4,74 ) nmol/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara asupan energi, protein, serat, merokok dan konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar vitamin C plasma serta hubungan bermakna antara konsumsi suplemen vitamin C dengan kadar MDA plasma. Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma pada bukan perokok, perokok ringan dan perokok sedang namun korelasi tersebut tidak bermakna ( r-0,014; p=0,916; r--0,170; p=0,295; 1=a-0,317; Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C (r=-0,943; p = 0,005 ).
Kesimpulan : Didapatkan korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma berdasarkan gradasi merokok, namun korelasi tersebut tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, ada kecenderungan korelasi semakin menguat sesuai peningkatan gradasi merokok. Korelasi negatif, kuat dan bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan kadar MDA plasma didapatkan pada perokok yang mengkonsumsi suplemen vitamin C.

Objective: To identify the correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation.
Place : PT. National Gabel - Cimanggis - Bogor.
Methods : The simple random sampling was used for correlation study of 108 subjects, smokers and non smokers, age between 20 - 55 years. Data collections including: general data, smoking habit, consumption of vitamin C supplement, food intake and plasma level of vitamin C and MDA.
Result : The smokers found a total of 45.4% of the subjects. Using Brinkman's index, the gradation of light smokers were 37.1%, moderate smokers were 82% and there was no heavy smoker. Median value of vitamin C level in plasma was 0.51(0.04 - 1.36) mg/dl and for MDA level in plasma was 0.63 (0.22 -- 4,74) nmol/ml. Significant relationship was found between energy intake, protein, fiber, smoking habit and consumption of vitamin C supplement with plasma level of vitamin C. Significant relationship was found between consumption of vitamin C supplement with plasma level of MDA. Negative correlation was found between plasma level of vitamin C with plasma level of MDA of non smokers, light smokers and moderate smokers but not significant ( r -0.014, p=0.15; r=-0.170, p:'J.295; r=-0.317,p=0406). Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of' MDA( r = - 0.943, p = 0.005 ).
Conclusion : Negative correlation was found between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA based on smoking gradation, but not significant. Although not significant, there was a tendency of stronger correlation if smoking gradation increase. Smokers who consumed vitamin C supplement was found a negative, strong and significant correlation between plasma level of vitamin C and plasma level of MDA.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berthauli Ester Nurmaida
"ABSTRAK
Penyakit ginjal kronis merupakan suatu keadaan kerusakan ginjal yang bersifat menetap, dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus atau ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan homeostasis. Perawatan untuk penyakit ginjal kronis stadium akhir dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Gambaran klinis rongga mulut anak penyakit ginjal kronis tahap akhir dapat berupa gingivitis dan periodontitis. Adanya peningkatan produksi leptin merupakan suatu tanda adanya kondisi inflamasi persisten pada penderita penyakit ginjal kronis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar leptin saliva antara anak penyakit ginjal kronis hemodialisis dan anak sehat yang menderita gingivitis. Subjek penelitian sebanyak 20 orang berusia 11-16 tahun, 10 anak penyakit ginjal kronis hemodialisis dan 10 anak sehat. Sampel saliva yang diambil dilakukan pengukuran kadar leptin saliva dengan metode ELISA. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna antara kadar leptin saliva anak penyakit ginjal kronis hemodialisis dan anak sehat dengan rerata pada anak penyakit ginjal kronis hemodialisis 61,300 4,151 pg/ml dan anak sehat 57,200 3,173 pg/ml. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kadar leptin saliva anak penyakit ginjal kronis hemodialisis dan anak sehat.
ABSTRACT Chronic kidney disease is known as insufficiency of renal function and an irreversible reduction of glomerular filtration rate that happens over years. Gingivitis is a common oral findings, especially in children with chronic renal failure. The production of leptin is a sign of active humoral immune response in the oral cavity. The purpose of this research is to analyze the difference of salivary leptin between hemodialysis children and health children, both having gingivitis. Twenty children aged 11 16 years old with gingivitis were taken as subjects, consisting of 10 hemodialysis children and 10 health children. The level of salivary leptin was measured with ELISA methods. The result showed a significant difference of salivary leptin levels between hemodialysis children 61,300 4,151 pg ml and health children 57,200 3,173 pg ml. In conclusion there is a significant difference of salivary leptin levels in hemodialysis children with gingivitis and health children with gingivitis."
Lengkap +
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Sari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S33060
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Bunga Anggraini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32768
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Gunawan
"A number of investigations reported that hyperhomocysteinemia (hHcy) is a risk factor for vascular diseases. Some casecontrol studies find that total homocysteine (tHcy) level is higher among stroke ischemic patients. if hHcy in stroke ischemic patients is due to genetic defect, their children may inherit that. And if the causes are nutritional deficiencies or lifestyle determinants, their children may have that also. So, it may be expected that hHcy is more prevalent among the children of stroke ischemic patients. The role of Hcy in vascular disease has been investigated in many studies. One of vascular phenotypes observed in hHcy is endothelial dysfunction, manifested by decreased bioavailability of endothelium derived nitric oxide (NO). Hypertension, hypercholesterolemia, diabetes mellitus, and smoking can also decrease NO released from endothelial cells. The aim of this study was to find proportion of hHcy, and the pattern of NO level among the children of stroke ischemic patients. In addition, we examined the relationship between plasma tHcy, hypertension, LDL-cholesterol, and HbAlc 'with NO production, by measuring nitrate-nitrite (NOx) level, as its metabolites. This cross sectional study includes 86 childrenof stroke ischemic patients, who fulfilled study criteria. The proportion of hHcy is in the range of 11,6 } 6,9%. The NOx level of 40 subjects which are randomly selected from the 86 subjects, have the median of 80,99 µM (42,9 - 226,8 1.M). There is no significant relationship between plasma tHcy with NOx level (r = 0,220, p = 0,086). There is no significant relationship between systolic, and diastolic blood pressure, LDL-cholesterol, HbAlc, and history of hypertension with plasma NOx level (r = 0.073 ; p = 0.327, r = 0,220, p = 0,086, r = -0,207 ; p = 0,100, r = 0,261 ; p = 0,052 dan r = 0,119, p = 0,233). The NOx level of subjects .with hHcy, history of hypertension, elevated systolic, diastolic blood pressure, and high LDL-cholesterol level tends to be higher than the subjects with Hcy level < 15 µM, Without hypertension history, normotensive, and subjects with normal LDL-cholesterol level."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salli Fitriyanti
"Tujuan
Mengetahui korelasi antara kadar vitamin E plasma dengan kadar MDA dan CRP plasma pada penderita DM tipe 2
Tempat
Poliklinik Metabolik dan Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Indanesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Metodologi
Penelitian potong lintang pads 52 orang pasien DM tipe 2. Data yang diambil meliputi data demogra5, lama menderita DM tipe 2, komplikasi DM yang ada, asupan energi, lemak, dan vitamin E dengan metode food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitatif, data laboratorium kadar vitamin E, MDA, dan CRP plasma. Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
Hasil
Subyek terdiri dari 14 orang laki-laki dan 38 orang perempuan, dengan rerata usia 49,75 ± 5,99 tahun. Rerata lama menderita DM tipe 2 adalah 64,12 ± 60,96 bulan, 53,8% berpendidikan sedang dan tinggi, 50% berada di bawah garis kemisldnan, 79,1% telah mengalami komplikasi DM tipe 2. Rerata IMT 25,89 ± 4,89 kglm2 dan 65,4% termasuk kriteria BB lebih, rerata asupan energi 1125 ± 315,13 kkal, 61,5% mengkonsumsi lemak yang berlebih, 98,1% mempunyai asupan vitamin E yang kurang. Nilai rerata kadar vitamin E plasma 25,86 ± 5,56 p.mol/L dan 98,1% subyek mempunyai kadar vitamin E normal. Rerata kadar MDA plasma 0,38 ± 0,12 unol1L dan 94,2% subyek memiliki kadar MDA normal. Rerata kadar CRP plasma 3,88 ± 3,13 mgfL dan 46,2% subyek mempunyai kadar CRP yang tinggi. Terdapat korelasi positif lemah dan tidak bermakna (p >0,05) antara asupan lemak dengan kadar vitamin E plasma, dan antara asupan vitamin E dengan kadar vitamin E dan MDA plasma, serta korelasi negatif lemah dengan CRP plasma. Terdapat korelasi positif lemah dan tidak bermakna antara kadar HbArc dengan kadar vitamin E, MDA, dan CRP plasma. Didapatkan korelasi positif lemah dan tidak bermakna (p >0,05) antara kadar vitamin E plasma dengan kadar MDA plasma, demikian pule dengan kadar CRP plasma
Kesimpulan
Antara kadar vitamin E dengan kadar MDA plasma terdapat korelasi positif derajat lemah yang tidak bermakna (p >0,05), demikian pula antara kadar vitamin E plasma dengan kadar CRP plasma."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>