Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wistri Ningtrah Galuh P.
"Rotavirus grup A merupakan salah satu agen penting yang paling banyak menyebabkan penyakit diare pada anak-anak dengan tingkat keparahan yang cukup tinggi. Studi menunjukkan rotavirus bertanggung jawab atas kematian kurang lebih 800.000 anak pertahunnya di dunia. Tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas yang ditunjukkan oleh infeksi virus ini mendorong dilakukannya penelitian terhadap galur rotavirus untuk pengembangan pembuatan vaksin yang efektif sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya wabah yang lebih besar. Pada penelitian ini 413 sampel feses dikumpulkan selama rentang waktu bulan September 2005 sampai September 2006 dan diperoleh dari pasien anak-anak dengan gejala diare di wilayah Denpasar-Bali. Sampel diuji dengan metode Enzyme Immunoassay (EIA) dan sebanyak 209 sampel memberikan hasil positif (50,60%). Analisis kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan gen penyandi VP7 untuk serotipe G dan gen VP4 untuk serotipe P. Hasil uji dengan metode tersebut menunjukkan prevalensi dari mix serotipe G4G9 dengan P[8] adalah yang paling banyak ditemui di Denpasar (47,36%).

Human group A rotavirus is the most pathogenic agent which can cause diarrhea in children with a highly severity. Studies showed that rotavirus are responsible for more than 800.000 infants and children deaths annually in the worldwide. The high extremely morbidity and mortality associated with rotavirus emphasizes the need to develope an effective vaccine to reduce the disease incidence. In this study 413 stool samples are collected from September 2005 through September 2006 from children with diarrhea in Denpasar-Bali. Group A rotavirus was showed in 50,60% of the samples tested by Enzyme Immunoassay (EIA). The human rotavirus serotype were determined by using Polymerase Chain Reaction (PCR) method using VP7 gene for G serotype and VP4 gene for P serotype. The final result are 47,36% were positive tested by PCR and demonstrated the prevalence of G4G9 with P[8] types was the most commonly rotavirus strain found in Denpasar."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyta Pratiwi
"Rotavirus grup A merupakan agen penting penyebab penyakit diare dengan tingkat keparahan yang cukup tinggi pada pasien bayi dan anak-anak khususnya di negara berkembang. Rotavirus diperkirakan telah menyebabkan lebih dari 800.000 kematian per tahunnya. Tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi tersebut menjadi latar belakang yang mendorong untuk pengembangan vaksin yang efektif melalui karakterisasi molekular dari galur rotavirus yang bersikulasi. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang spesifik, sensitif serta cepat untuk mendeteksi dan menentukan serotipe dari galur rotavirus grup A.
Pada penelitian ini, 394 sampel feses yang diperoleh selama bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006 dari bayi dan anak-anak dengan gejala diare di Mataram diuji dengan metode Enzyme Immunoassay (EIA) dan 82 sampel menunjukkan hasil positif (20,8%). Sampel positif tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa prevalensi dari serotipe G4G9 dengan tipe P nonserotipe (33 dari 81 [40,7%]) merupakan galur rotavirus yang paling banyak ditemui di Mataram."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uut Utami
"Rotavirus grup A merupakan penyebab utama penyakit diare pada bayi dan anak balita di seluruh dunia. Metode deteksi strain rotavirus yang cepat dan sensitif adalah dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat prevalensi infeksi rotavirus di Jakarta Utara dan menentukan hubungan data sebaran umur, jenis kelamin serta tingkat keparahan diare pasien terhadap proporsi strain rotavirus selama penelitian. Pada penelitian ini telah diperiksa 256 feses yang diambil pada bulan September 2005 sampai Januari 2006 dari anak-anak penderita diare akut di Jakarta Utara. Metode Enzyme Immunoassay (EIA) digunakan untuk skrining antigen VP6 pada feses, sebelum diteliti dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Ada 100 sampel feses yang mengandung antigen VP6 rotavirus grup A.
Metode reverse transcription dan nested-multipleks PCR digunakan untuk mendeteksi gen VP7 (1.062 bp) dan VP4 (876 bp). Data prevalensi masing-masing serotipe P dan G dari pasien yang terinfeksi rotavirus di Jakarta Utara adalah: G1 9,3%; G2 9,3%; G3 2,1%; G9 6,2%;infeksi bersama G4 dan G9 47,4%; P[4] 12,4%; P[6] 12,4%, P[8] 32%; infeksi bersama P[6] dan P[8], 3,1%. Strain rotavirus yang paling banyak ditemukan adalah G4G9P[8] sebanyak 22,7% dan G4G9 dengan serotipe P yang tidak terdeteksi sebanyak 20,6%. Ada 8 sampel yang tidak berhasil dideteksi strainnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa nilai tengah umur pasien strain rotavirus terdeteksi sama dengan nilai tengah umur pasien strain rotavirus tidak terdeteksi serta tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi strain rotavirus terdeteksi dan strain rotavirus tidak terdeteksi berdasarkan jenis kelamin pasien dan tingkat keparahan diare pasien (p>0,05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Monita
"Diare karena rotavirus adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Rotavirus grup A yang menyerang manusia adalah penyebab terbesar dari penyakit gastroenteritis akut pada anak - anak baik di negara maju maupun negara berkembang. Rotavirus saat ini menjadi subjek penelitian dan ujicoba untuk pencarian vaksin yang efektif dan aman. Penelitian dilakukan untuk menentukan prevalensi rotavirus grup A di daerah Makassar selama bulan Oktober 2005 sampai Oktober 2006. Sampel feses dengan gejala diare dikumpulkan dari pasien pediatri sebanyak 326 sampel. Sampel kemudian diuji dengan metode ELISA dan menunjukkan 26,07% positif terinfeksi rotavirus grup A. Sampel positif tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut dengan metode RT dan nested PCR menunjukkan bahwa prevalensi terbesar dari galur rotavirus grup A di daerah Makassar adalah serotipe G4G9P[8] sebanyak 36,55 (n = 31).

Rotavirus diarrhea is a public health problem throughout the world. Group A human rotaviruses are a major cause of acute gastroenteritis in young children in both developing and developed countries. Rotaviruses are at present the subject of intense vaccine research and trials worldwide to find an effective and safety vaccine. The study was conducted to determine the prevalence of group A rotavirus in Makassar on October 2005 until October 2006. Three hundred twenty six stool samples were collected from pediatric patient with diarrhea symptoms. The samples were tested by ELISA method and resulted as 26,07% positive of group A rotavirus. The ELISA positive samples were then analyzed by RT and nested PCR method, subsequently, and result showed that the major prevalence of group A rotavirus in Makassar that is 36,55% (n = 31) were G4G9P[8] serotype."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refda Husrima
"Menurut hasil beberapa kali SKRT (Survey Kesehatan dan Rumah Tangga) semenjak tahun 1980, 1986, 1992, 1995, penyakit diare tetap merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Begitu juga dengan Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001 masih menyimpulkan diare sebagai penyebab kematian bayi dan balita ke dua tertinggi (9,4% dari kematian bayi dan 13,2% dari kematian balita).
Rotavirus Grup A yang sangat banyak menyebabkan diare pada anakanak dideteksi dari sampel diare yang sudah dikumpulkan dari beberapa kota di Indonesia (Januari – April 2007) oleh pihak US-NAMRU2 bekerja sama dengan Litbang Depkes RI. Metode yang digunakan adalah Reverse Transcription – Nested Multiplex PCR dengan primer spesifik yang sudah teruji sangat sensitif dalam mendeteksi rotavirus.
Dari 421 sampel yang diperiksa, didapatkan 257 (61,05%) positif rotavirus, terdistribusi hampir merata di lima kota yang diperiksa. 47 (30,05%) diantara sampel positif merupakan tipe G1P[8]. Namun tipe ini tidak terdistribusi merata di kelima kota tersebut. Diantara sampel positif rotavirus, 119 (46,30%) tidak dapat ditentukan tipe gennya (nontipe). Nontipe P sebanyak 68 (26,46%) dan nontipe G sebanyak 51 (19,84%).
Diharapkan penelitian mengenai rotavirus di Indonesia terus dilanjutkan dengan menggunakan pengembangan metode yang lebih baik sehingga dapat menyelidiki lebih lanjut rotavirus nontipe yang sudah banyak ditemukan."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyanti Indah Lestari
"Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) adalah penyebab utama diare anak di negara berkembang terkait atas kemampuan ETEC dalam menghasilkan 2 jenis toksin, yaitu Heat-stable toxin (ST) dan Heat-labile toxin (LT) yang disandikan oleh gen ST dan LT. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi ETEC ST menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) serta mengetahui jumlah kejadian diare yang disebabkan oleh ETEC ST pada pasien diare anak di Jakarta. Metode PCR adalah metode pendeteksi yang sensitif, spesifik dan cepat untuk mendeteksi keberadaan gen penyandi ST pada sampel. Deoxyribonucleic acid (DNA) bakteri diekstraksi menggunakan boiling method, kemudian diamplifikasi menggunakan primer JW7 dan JW14. Hasil PCR positif ETEC ST ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada ukuran 190 pb pada gel elektroforesis. Dari 683 sampel, sebanyak 44 (6,4%) sampel positif ETEC dan sebanyak 75% sampel dari hasil tersebut adalah ETEC yang memproduksi ST. Dari 156 sampel kelompok kontrol, sebanyak 3 (1,9%) sampel positif ETEC ST. Dari analisis data menggunakan metode Kai Kuadrat, diketahui tidak terdapat perbedaan bermakna (P>0,05) antara prevalensi ETEC ST pada kelompok kasus dan kelompok kontrol, pasien wanita dan pria serta pada pasien berusia di bawah dan di atas 1 tahun. Analisis data menggunakan metode Fisher, diketahui tidak terdapat perbedaan bermakna (P>0,05) antara pasien yang berasal dari Rumah Sakit dengan yang berasal dari PUSKESMAS."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu bakteri penyebab diare yang sering ditemui adalah galur
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Uji biokimia dan penentuan
serotipe tidak dapat membedakan galur ETEC dengan galur Escherichia coli
nonpatogenik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
ETEC menggunakan faktor virulensinya yaitu enterotoksin heat-labile (LT).
Metode yang diaplikasikan untuk identifikasi enterotoksin LT adalah
Polymerase Chain Reaction (PCR) multipleks karena metode ini tidak hanya
sensitif, spesifik, cepat, tetapi juga praktis karena mampu mengidentifikasi
gen LT bersamaan dengan gen toksin lainnya yaitu gen enterotoksin heatstable
(ST). Setelah diidentifikasi, sampel positif ETEC-LT ditentukan
prevalensi dan pola infeksi musimannya. Selain itu, ditentukan pula
perbedaan prevalensi ETEC-LT pada kelompok kasus-kontrol, kategori umur,
kategori jenis kelamin dan kategori asal sampel. Dari 683 isolat Escherichia
coli pasien diare anak-anak di Jakarta, metode ini berhasil mengidentifikasi
44 (6,4%) isolat yang positif ETEC, 8 (18,2%) diantaranya positif ETEC-LT.
Sementara pada 156 sampel kontrol, tidak ada isolat yang positif ETEC-LT.
Melalui analisis statistik Fisher Exact Test didapatkan perbedaan prevalensi
ETEC-LT yang tidak bermakna pada kelompok kontrol dan kelompok kasus
diare. Demikian pula pada kategori asal sampel dan jenis kelamin. Namun
pada kategori usia, kelompok usia 6-11 bulan mendominasi kelompok usia lainnya. Analisis pola musiman infeksi ETEC-LT menyatakan bahwa
prevalensi tertinggi ETEC-LT terjadi pada bulan Februari yang merupakan
pertengahan musim hujan di Indonesia."
Universitas Indonesia, 2006
S32543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Jessica Agustina Elisabeth
"Kanker kolorektal adalah jenis kanker pada kolon dan rektum usus besar yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal. Kasus kanker kolorektal di Indonesia merupakan kasus kanker tertinggi urutan ketiga dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Oleh karena itu, deteksi kanker kolorektal diperlukan untuk diagnosis dan prognosis kanker kolorektal. Salah satu metode deteksi yang digunakan adalah deteksi ekspresi RNA untuk mengetahui gen yang diekspresikan secara berlebih atau sebaliknya pada jalur perkembangan kanker kolorektal yang terpengaruh. Ekspresi heparanase (HPSE) diketahui menginduksi perkembangan kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi HPSE pada jaringan normal dan kanker kolorektal. Penelitian ini menggunakan sepuluh sampel untuk masing-masing jaringan normal dan kanker kolorektal dari pasien kanker kolorektal. Nilai ekspresi HPSE diukur dengan reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Selanjutnya, analisis statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Hasil RT-qPCR menunjukkan bahwa ekspresi HPSE RNA pada jaringan kanker 6,912 kali lebih tinggi dibandingkan pada jaringan normal. Berdasarkan nilai perbandingan ekspresi gen relatif yang diatur dengan nilai 1. Ekspresi HPSE untuk setiap individu pasien dikelompokkan menjadi ekspresi meningkat (>1) dan menurun (<1). Berdasarkan hasil qPCR, ekspresi HPSE tidak terdeteksi pada tiga sampel pasien yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya amplifikasi. Hasil ini diduga disebabkan oleh template RNA yang digunakan mengalami degradasi. Analisis statistik menunjukkan ekspresi HPSE pada jaringan kanker kolorektal tidak memiliki perbedaan secara signifikan dengan jaringan normal berdasarkan nilai p > 0,05.

Colorectal cancer is a type of cancer of the colon and rectum of the large intestine caused by abnormal growth. Colorectal cancer cases in Indonesia are the third highest cancer cases and are increasing every year. Therefore, detection of colorectal cancer is needed for the diagnosis and prognosis of colorectal cancer. One of the detection methods used is RNA expression detection to determine which genes are overexpressed or otherwise in the affected colorectal cancer development pathway. The expression of heparanase (HPSE) is known to induce the development of colorectal cancer. This study aims to determine the level of HPSE expression in normal tissue and colorectal cancer. This study used ten samples for each of normal and colorectal cancer tissue from colorectal cancer patients. Relative expression value HPSE measured by reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Furthermore, statistical analysis was performed using the SPSS application. RT-qPCR results showed that HPSE expression in cancer tissue was 6,912 higher than in normal tissue. Based on the comparative value of relative gene expression, which was set to a value of 1. The HPSE expression for each individual patient was grouped into increased (>1) and decreased (<1) expressions. Based on the results of RT-qPCR, HPSE expression was not detected in three patient samples as indicated by the absence of amplification. This result was thought to be caused by the degradation of the template RNA. HPSE in colorectal cancer tissue did not differ significantly from normal tissue based on p > 0.05."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seruni Salsabila
"Kanker kolorektal merupakan keganasan sel yang tumbuh dari jaringan usus besar, seperti kolon dan rektum. Kasus kanker kolorektal di Indonesia menempati urutan ketiga dengan 12,8 insiden per 100.000 penduduk usia dewasa dan memiliki nilai mortalitas sebesar 9,5% dari seluruh kasus jenis kanker. Lambatnya diagnosis kanker sejak dini dan prognosis yang buruk menyebabkan tingginya mortalitas kanker kolorektal di Indonesia dibandingkan pada beberapa negara maju. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi biomarker, seperti deteksi ekspresi RNA yang berfungsi sebagai pemberi informasi genetik dan subjek regulasi transkripsi, untuk memahami jalur pensinyalan karsinogenesis kolorektal dalam meningkatkan prognosis dan prediksi respons terapeutik terhadap pasien. Telomerase Reverse Transcriptase (hTERT) merupakan subunit utama dari enzim telomerase yang memiliki peran dalam menjaga kestabilan kromosom, sehingga mengindikasi adanya pengaruh ekspresi hTERT yang tinggi terhadap perkembangan kanker kolorektal. Penelitian ini menggunakan sampel jaringan normal dan kanker kolorektal yang diperoleh dari pasien pengidap kanker kolorektal dengan nilai ekspresi gen hTERT diperoleh menggunakan reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Nilai Cycle Threshold (CT) diperoleh dan dilakukan analisis statistik menggunakan aplikasi JAMOVI. Berdasarkan rumus ekspresi gen 2-IICT, ekspresi meningkat jika memiliki perhitungan ekspresi <1 dan ekspresi menurun jika memiliki perhitungan ekspresi 1<. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 50% pasien pengidap kanker kolorektal mengalami peningkatan ekspresi gen hTERT RNA, sedangkan 50% lainnya mengalami penurunan ekspresi. Peningkatan ekspresi gen hTERT RNA pada jaringan kanker adalah sebesar 18,97 kali lebih tinggi dibandingkan jaringan normal. Namun, berdasarkan analisis statistik, ekspresi hTERT tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara jaringan normal dan kanker dikarenakan jumlah sampel yang sedikit.

Colorectal cancer is a malignancy that grows from the tissues of the large intestine, such as the colon and rectum. Colorectal cancer cases in Indonesia ranks third with 12.8 incidents per 100,000 adult population and has a mortality rate of 9.5% of all cancer cases. The delay in early cancer diagnosis and poor prognosis lead to higher colorectal cancer mortality in Indonesia compared to some developed countries. Therefore, it is necessary to identify biomarkers, such as detection of RNA expression that serves as a genetic information provider and transcriptional regulatory subject, to understand the signaling pathways of colorectal carcinogenesis in improving prognosis and predicting therapeutic response in patients. Human Telomerase Reverse Transcriptase (hTERT) is the main subunit of the telomerase enzyme that has a role in maintaining chromosome stability, thus indicating the effect of high hTERT expression on the development of colorectal cancer. This study used normal tissue samples and colorectal cancer obtained from patients with colorectal cancer with hTERT gene expression values ​​obtained using reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Cycle Threshold (CT) values ​​were obtained, and statistical analysis was performed using the JAMOVI application. Based on the 2-IICT gene expression formula, the expression increased if it had an expression count <1 and the expression decreased if it had an expression count of 1<. The results showed that 50% of patients with colorectal cancer had an increased expression of the hTERT RNA gene, while the other 50% had decreased expression. The increase in hTERT RNA gene expression in cancer tissue was 18.97 times higher than normal tissue. However, based on statistical analysis, hTERT expression did not show a significant difference between normal and cancer tissues due to the small number of samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Skolastika Sylvia Cleodora Heryanto
"Kanker kolorektal merupakan keganasan yang terbentuk melalui transformasi sel epitel yang menyusun lapisan mukosa dari bagian kolon dan rektum usus besar. Tingginya angka kasus baru di Indonesia menempatkan kanker kolorektal pada posisi keempat pada tingkatan kasus kanker paling umum di Indonesia. Gen c-MYC merupakan salah satu onkogen dalam tubuh manusia yang berperan penting dalam berbagai proses seluler. Potensi gen c-MYC dalam memicu karsinogenesis timbul ketika gen ini terderegulasi sehingga c-MYC berperan sebagai salah satu kandidat dalam studi ekspresi gen berbasis RNA dalam kasus kanker kolorektal. Molekul RNA berperan penting dalam proses ekspresi gen sehingga kerap digunakan sebagai biomarker dalam mengukur tingkat ekspresi suatu gen yang dapat dikuantifikasi menggunakan metode Reverse Transcription Quantitative Polymerase Chain Reaction (RT-qPCR). Tingkat ekspresi dari gen c-MYC kemudian dihitung berdasarkan nilai cycle threshold (Ct) menggunakan rumus Livak dan dilakukan uji statistik dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Ekspresi gen dikatakan mengalami peningkatan atau upregulation apabila nilai 2-∆∆Ct > 1 sementara ekspresi gen dikatakan mengalami penurunan atau downregulation apabila nilai 2-∆∆Ct < 1. Hasil perhitungan tingkat ekspresi gen c-MYC dari sepuluh pasang sampel yang diperoleh dari sepuluh pasien kanker dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa sebanyak 50% pasien menunjukkan terjadinya upregulation gen c-MYC sedangkan 40% pasien menunjukkan terjadinya downregulation gen c-MYC. Sementara itu, 10% dari pasien tidak menunjukkan adanya ekspresi gen c-MYC. Meski demikian, hasil uji Mann-Whitney menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara ekspresi gen c-MYC pada sampel jaringan normal dan kanker kolorektal yang diduga disebabkan oleh kurangnya sampel yang digunakan dalam penelitian.

Colorectal cancer is a malignancy developed by cell transformation that occurs on the epithelium cells that forms the lining mucosa of the colon and rectum region of the large intestine. The rising number of new colorectal cancer cases in Indonesia makes it the fourth most common cancer in Indonesia. The c-MYC gene is one of the many oncogenes of the human body that affects cellular processes. Having the potential in inducing carcinogenesis when deregulated, the c-MYC gene is the perfect candidate for RNA-based gene expression study. RNA molecules play a big part on the overall gene expression process. Thus, it is commonly used as a biomarker to quantify gene expression levels using various methods, one of which is the Reverse Transcription Quantitative Polymerase Chain Reaction (RT-qPCR). The expression of the c-MYC gene is calculated with the Livak formula towards the cycle threshold (Ct) value obtained which then the numbers are statistically analyzed using the help of the SPSS software. The gene expression can be considered as upregulated when the 2-∆∆Ct > 1 and can be considered as downregulated when the 2-∆∆Ct < 1. The c-MYC gene expression level result that are obtained from ten pairs of tissue sample from ten cancer patients of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital shows that 50% of the patients experience c-MYC upregulation while 40% of the patients experience downregulation of the c-MYC gene. The last 10% of the patients do not show any expression of the c-MYC gene. Despite the results, according to the statistical Mann-Whitney test, the data obtained does not show any significant difference between the c-MYC gene expression levels on normal and colorectal cancer tissues due to the small number of samples used."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>