Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julia Rahmawati
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2003
S32373
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdi Jufri
"The clinical use of the poorly water-soluble drug substance become inefficient by means of low level penetration of such kind drug in the body. Microemulsion is a dispersion system like an emulsion which could help to increase the solubility of poorly water-soluble drug. In this research, poorly water-soluble drug is made in a dosage form of microemulsion with Gamexan as a model. An experiment has been conduct by using benzyl benzoate as an oil phase, Tween 20 with variety concentration (35%;40%;45%) and sodium lauryl ether sulphate as surfactant components. The evaluation are consist of determining the amount of Gamexan in the microemulsion and stability test both physic and chemically. The result shows that all three of the microemulsion formula dosage form indicate good stability during two months of storing."
Depok: [Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Dewi
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang agak sukar larut dalam air, dapat mengiritasi saluran cerna dan mengalami metabolisme lintas pertama, untuk mengatasi hal tersebut, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan mikroemulsi topikal. Sediaan mikroemulsi ini diharapkan dapat meningkatkan kelarutannya dan dapat diabsorbsi melalui kulit.
Pada penelitian ini diformulasikan mikroemulsi yang jernih dan stabil dengan menggunakan dua jenis fase minyak yaitu, minyak zaitun dan isopropil miristat dengan natrium diklofenak sebagai model obat. Evaluasi mikroemulsi dilakukan dengan mengukur diameter droplet mikroemulsi, tegangan antarmuka, bobot jenis, pH, viskositas, uji mekanik, uji stabilitas fisik dengan penyimpanan pada suhu 40±2° C, 28±2° C, 4±2° C, selama 12 minggu dan cycling test. Uji penetrasi natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan sel difusi Franz selama 8 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroemulsi yang menggunakan isopropil miristat sebagai fase minyak lebih stabil secara fisik, tetapi mikroemulsi yang menggunakan minyak zaitun memberikan hasil penetrasi yang lebih baik.

Diclofenac sodium is a poorly soluble anti inflammatory drug, that can irritate the gastrointestinal tract and has a first pass effect, to overcome this, diclofenac sodium was made in topical microemulsion dosage form. This microemulsion was expected can enhance the solubility of diclofenac sodium and can be absorbed through the skin.
In this study was formulated a clear and stable microemulsion by using two types of oil phase, olive oil and isopropyl myristate with diclofenac sodium as a model drug. The microemulsion was evaluated by measuring droplet size, interfacial tension, density, pH, viscosity, mechanic test, physical stability test at 40±2° C, 28±2° C and 4±2° C for 12 weeks and cycling test. Penetration of diclofenac sodium was examined using Franz diffusion cell for 8 hour.
The result showed that the microemulsion with isopropyl myristate as oil phase was more physically stable, but the microemulsion with olive oil gave better result of penetration."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S32994
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Natrium diklofenak yang berkhasiat sebagai antiinflamasi dibuat dalam
sediaan mikroemulsi yang berfungsi sebagai pembawa karena ukuran
partikelnya yang kecil dan adanya fase air dan minyak yang membantu
menembus barrier kulit. Mikroemulsi adalah sistem dispersi yang terdiri dari
fase air, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil menggunakan minyak
kelapa sawit yang dibandingkan terhadap isopropil palmitat dengan natrium
diklofenak sebagai model obat. Hasilnya menunjukkan formula dengan
minyak kelapa sawit lebih stabil secara fisik selama 2 bulan penyimpanan
pada suhu kamar dibandingkan formula dengan isopropil palmitat. Pengujian
penetrasi melalui kulit tikus dengan alat franz difussion cell selama 8 jam
menunjukkan bahwa formula dengan isopropil palmitat memberikan hasil
penetrasi natrium diklofenak sebesar 706,63 ± 32,73 μg/cm2 dan minyak
kelapa sawit sebesar 1058,67 ± 73,12 μg/cm2 ."
Universitas Indonesia, 2007
S32608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah Widiatuti
"Natrium diklofenak adalah obat antiinflamasi yang agak sukar larut dalam air, dapat mengiritasi lambung, dan mengalami metabolisme lintas pertama, untuk mengatasi hal tersebut, natrium diklofenak dibuat dalam bentuk sediaan mikroemulsi topikal.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil, serta diharapkan dapat meningkatkan kelarutan zat aktif dan diabsorbsi dengan baik di kulit. Formulasi menggunakan dua jenis fase minyak, yaitu Virgin Coconut Oil (formula A) yang dibandingkan dengan isopropil laurat (formula B) dengan natrium diklofenak sebagai model obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroemulsi yang menggunakan isopropil laurat sebagai fase minyak lebih stabil secara fisik selama penyimpanan 2 bulan pada suhu kamar dibandingkan form.

Diclofenac sodium is poorly soluble anti-inflammatory drug, that can irritate the gastrointestinal tract and has first pass effect, to overcome this problem, diclofenac sodium was made in topical microemulsion dosage form.
The aim of this study was to make a good microemulsion, increase the solubility of diclofenac sodium, and can be absorbed through the skin. Formulation using two types of oil phase, Virgin Coconut Oil (VCO) and isopropyl laurat with diclofenac sodium as a model of drug.
The result showed that the microemulsion with isopropyl laurat as oil phase was more physically stable during two months in room temperature than formulation using isopropyl laurat. The penetration test using franz diffusion cell for 8 hour, showed 969,6822 ± 5,3533 to formulation A and 929,8052 ± 1,6524 to formulation B.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33160
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S32584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Meilia Nisa
"Di Australia, Eropa dan Amerika Serikat, pembawa suspensi untuk pembuatan obat racikan yang diberikan secara oral telah beredar di pasaran dan dikenal dengan nama dagang Ora-Plus. Namun, sediaan Ora-Plus ini belum beredar di Indonesia sehingga perlu dibuat formulasi pembawa sediaan suspensi untuk pembuatan obat racikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula pembawa sediaan suspensi yang stabil secara fisik dan kimia setelah penambahan zat aktif berupa tablet diltiazem hidroklorida sebagai model obat. Uji stabilitas dilakukan selama 30 hari pada formula pembawa suspensi terpilih, yaitu formula A dan E. Uji stabilitas fisik dilakukan pada suhu kamar dengan pengujian terhadap bau, warna serta pH sediaan. Hasil menunjukkan bahwa suspensi oral diltiazem hidroklorida berwarna putih dan memiliki bau seperti obat, serta pH yang dihasilkan mengalami penurunan yang tidak terlalu jauh selama masa penyimpanan. Uji stabilitas kimia dilakukan pada dua kondisi yang berbeda, yaitu suhu kamar dan suhu 4±2ºC untuk selanjutnya dilakukan penetapan kadar menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kadar suspensi oral diltiazem hidroklorida mengalami kenaikan dan penurunan selama masa penyimpanan sehingga dapat dikatakan bahwa suspensi oral diltiazem hidroklorida stabil secara fisik namun tidak stabil secara kimia.
In Australia, Europe and the United States, suspending vehicle which is made by the manufactures for extemporaneous compounding in oral medications are known under the Ora-Plus trade name. However, Ora-Plus has not distributed in Indonesia, therefore a suspending vehicle formulation for extemporaneous oral liquid compounding should be formulated. The objective of this research was to obtain the optimum concentration of suspending vehicle and to obtain a physically and chemically stable formulation of diltiazem hydrochloride suspension. Stability test of suspension had been carried out for 30 days in the selected suspending vehicle formulas (Formula A and E). Physical stability test was performed at room temperature and physical properties (odor and color) and pH of suspension was evaluated. The results showed that the oral suspension of diltiazem hydrochloride possessed white and drug-like odor, and the resulting pH decreased less significantly during storage. Chemical stability test was carried out in two different conditions, at room temperature and at 4±2ºC for chemical stability test in suspension using spectrophotometer UV-Vis. Concentration of diltiazem hydrochloride in the oral suspension showed fluctuation during storage period. Based on those results, it can be concluded that the oral suspension of diltiazem hydrochloride was physically stable but not chemically stable during the storage period."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Minyak buah merah (Pandanus conoideus) adalah hasil alam khas dari Papua yang bermanfaat untuk membantu pengobatan beberapa penyakit, food supplement, dan perawatan serta kecantikan kulit manusia. Tetapi, hal ini tidak didukung oleh bentuk sediaan minyak buah merah. Minyak sulit larut di dalam saluran pencernaan dan sulit menembus lapisan kulit manusia sehingga memperlambat proses absorbsi. Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi yang dapat membantu mengatasi masalah ini. Mikroemulsi dapat meningkatkan kelarutan minyak di dalam saluran pencernaan dan penetrasi minyak ke dalam kulit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Mikroemulsi akan dievaluasi secara fisik selama 2 bulan. Komposisi bahan yang digunakan adalah 5% gliserin dan 15% sorbitol sebagai kosolven serta surfaktan tween 20 dengan konsentrasi 20%, 30%, dan 40%. Tween 20 dengan konsentrasi 40% dapat membentuk sediaan mikroemulsi. Dari hasil pengamatan, formula mikroemulsi ini tetap stabil secara fisik selama dua bulan penyimpanan pada suhu kamar."
Universitas Indonesia, 2006
S32556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Ayuningtyas
"Terdapat zat aktif yang kurang stabil dalam waktu lama jika dibuat dalam sediaan suspensi yang mengandung banyak air seperti rifampisin. Di Indonesia belum tersedia suatu pembawa sediaan suspensi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kestabilan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula pembawa suspensi yang stabil secara fisik dan kimia setelah penambahan isi kapsul rifampisin sebagai zat aktif. Formulasi dibuat sebanyak 4 formula dengan variasi jenis dan konsentrasi bahan pensuspensi. Formula pembawa terbaik dari hasil evaluasi volume sedimentasi, redispersi, dan pH dipilih, lalu ditambahkan kapsul rifampisin dan dilakukan pengujian stabilitas. Uji stabilitas fisik pada suhu kamar 25˚± 2˚C, suhu dingin 4˚± 2˚C, dan suhu tinggi 40˚± 2˚C selama 28 hari meliputi pengujian terhadap organoleptis (bau, bentuk, warna) dan pH menunjukkan bahwa suspensi rifampisin mengalami perubahan warna menjadi merah agak kehitaman setelah 7 hari penyimpanan, bau seperti obat, peningkatan pH, serta perubahan konsistensi. Uji stabilitas kimia dilakukan pada kondisi suhu kamar dengan menetapkan kadar rifampisin dalam suspensi menggunakan KCKT. Kadar suspensi rifampisin mengalami penurunan hingga 0,82% selama masa penyimpanan 14 hari pada suhu kamar. Dalam penelitian ini, suspensi rifampisin stabil secara fisik selama 7 hari, namun sangat tidak stabil secara kimia.

Active ingredients in suspending vehicles with high water content, such as rifampicin, can degrade over time due to their instability. In Indonesia, there is no available suspending vehicle that can effectively address this stability issue. This research aimed to develop a stable suspending vehicle after the addition of rifampicin capsule contents as the active ingredient. Four formulations were prepared with variations in the type and concentration of suspending agents. The best suspending vehicle based on the evaluation of sedimentation volume, redispersion, and pH was selected, and then rifampicin capsules were added and stability testing was performed. Physical stability testing conducted at room temperature of 25˚± 2˚C, refrigerated temperature of 4˚± 2˚C, and elevated temperature of 40˚± 2˚C for 28 days, including organoleptic (smell, form, and color) and pH testing, revealed a color change of the rifampicin suspension to a reddish-black color after 7 days of storage, along with a medicinal odor, increased pH, and consistency change. Chemical stability testing was conducted at room temperature conditions by determining the rifampicin content in the suspension using HPLC. The rifampicin suspension concentration decreased by up to 0,82% during the 14-day storage period at room temperature. In this research, the rifampicin suspension was found to be physically stable for 7 days, but chemically very unstable."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nur Tsuraya
"Latar Belakang: C. albicans rongga mulut adalah flora normal yang dapat berubah
menjadi patogen sehingga menyebabkan kandidiasis oral. Ekstrak etanol temulawak
dengan kandungan utama xanthorrhizol dilaporkan dapat menginhibisi dan
mengeradikasi biofilm C. albicans pada konsentrasi 15%, serta menurunkan aktifitas
enzim fosfolipase dan proteinase C. albicans. Selanjutnya, ekstrak etanol temulawak
diformulasikan dan dikembangkan menjadi bentuk sediaan obat tetes mikroemulsi.
Dalam pengembangan bentuk sediaan obat, maka diperlukan penetapan formulasi dan
uji stabilitas biologis, fisik, dan kimia. Tujuan: Menetapkan formulasi dan
mengevaluasi stabilitas fisik dan kimia obat tetes mikroemulsi ekstrak etanol
temulawak Metode: Ekstrak etanol temulawak 15% diformulasikan menjadi sediaan
obat tetes mikroemulsi. Kemudian stabilitas fisik dan kimia dievaluasi 2-4 minggu
pada 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 4±2oC; 28±2oC; dan 40±2oC. Selanjutnya
stabilitas fisik berupa organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan tipe aliran
dievaluasi. Pada stabilitas kimia dievaluasi perubahan kadar xanthorrhizol setelah 2
dan 4 minggu, menggunakan metode GC-MS. Hasil: Formulasi obat tetes mikroemulsi
mengandung ekstrak etanol temulawak 15% memiliki organoleptik; larutan kuning
kecoklatan, rasa pahit, dan berbau khas jamu, homogenitas; terjadi pemisahan antara
komponen minyak dan air, pH berkisar 6,3-6,9, dan tipe alir pseudoplastis pada 2-4
minggu dengan 3 suhu penyimpanan. Viskositas menurun seiring dengan peningkatan
suhu penyimpanan. Kadar xanthorrhizol menurun setelah 2-4 minggu pada ketiga suhu
penyimpanan. Kesimpulan: Adanya pemisahan komponen minyak dan air serta
penurunan kadar zat aktif dalam kurun 2-4 minggu mendasari kesimpulan bahwa
formulasi obat tetes ekstrak etanol temulawak 15% tidak stabil secara fisik dan kimia
setelah disimpan selama 2 dan 4 minggu sehingga masih diperlukan reformulasi.

Introduction: C. albicans is a normal flora in oral cavity that can be pathogenic that
causing oral candidiasis. Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract has a main
component, xanthorrhizol that was reported to be able to inhibit and eradicate C.
albicans biofilms at a 15% concentration and reduce the activity of phospholipase and
proteinase enzymes of C. albicans. Furthermore, curcuma xanthorrhiza ethanoic extract
is formulated and developed into microemulsion oromucosal drops. In the development
of the drug, it is necessary to determine the formulation and test the stability in
biological, physical, and chemical. Objective: Determining the formulation and
evaluating the physical and chemical stability of microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Methods: Curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract is formulated into microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, the physical and
chemical stability are evaluated for 2-4 weeks in 3 different temperature, that is 4 ±
2oC; 28 ± 2oC; and 40 ± 2oC. Furthermore, the physical stability in the form of
organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, and flowing type are evaluated. Chemical
stability is evaluated the xanthorrhizol level using the GC-MS method. Results:
Microemulsio oromucosal drops containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic
extract have organoleptic; brownish-yellow solution, bitter taste, and smells like herb,
homogeneity; there is a separation between the oil and water phase, pH ranges from
6,3-6,9, and flowing type are pseudoplastic. The viscosity value decreases with the
increasing of storage temperature. Xanthorrhizol level are decreasing after 2-4 weeks
of storage in the 3 different temperature. Conclusion: The separation between the oil
and water phase and degradation of xanthorrhizol level after stored 2-4 weeks are the
underlying conclusion that formulation of oromucosal drops containing curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract are not stabile in physical and chemical after stored for 2
and 4 weeks so that the drugs need to be reformulated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>