Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doni Iswandani
"Bawang-bawangan, termasuk bawang prei,•sudah digunakan
selarna 3000 tahun,baik sebagai p enainbah rasa pada
makanan maupun sebagai obat tradisional.
Penelitian Inengenai efek farmakologi bawang mi beluin
banyak dilakukan.
Telah dilakukan percobaan mengenai efek antihepatotoksik
bawang prei (Allium fistulosum Linn). Fada
peroobaan mi tikus betina yang digunakan dibagi dalam
tiga kelompok secara acak. Keloinpok I adalah keloinpok
normal. Kelompok II, adalah kelompok yang diberi karbon
tetrakiorida dengan dosis 0,55mg/g BB. Sedangkan pada
kelompok III, tikus diberi sari-air bawangprei dosis
20g/kg BB selama 8 hari berturut-turut. Lalu 2 jam
kemudian diberi Cd4. Selanjutnya efekantihepatotoksik
bawang prei diperiksa melalui perubahan aktivitas GPT
p lasma dan dengan mengukur derajat kerusakan hati.
Melaluj kedua cara p emeriksaan yang dilakukan,
• ternyata kelompok III memperlihatkan perbedaan yang
berinakna dengan kelompok II. Haka dapat disimpulkan
bahwa sari-air baw,ang prei mengandung suatu senyawa
Yang dapat menghambat' kerusakan sel-sel hati yang
disebabkan oleh karbon tetrakiorida.

Allium vegetables, including welsh onions, have
been used for 3000 years as flavor-enhancing foods and
folk medicines. Little information is available,
however, on its pharmacologic effects.
Here in, the experiment about antihepatotoxic
effects of welsh onions (Allium fistuloswzz Linn) have'
been done,. In this experiment, the female rats were
divided randomly into three groups. One is normal
group. Group II was given an oral of carbon tetrachoride
with dose of 055 mg/g body weight. And the group
III was given an oral of an aqueous-extract of welsh
onions daily with dose of 20 g/kg body weigh for eight
days. And two hours later, by CC14. The antihepatotoxic
effect of welsh onions was examine through canges in
GPT plasma activity and observation on the extent or
damage in the liver.
From both the examination, group III showed
significantly differences with group II. It conclude
that the aqueous-extract of welsh onions contains
substances, which could inhibit liver cells damage
caused by carbon tetrachloride.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bantari Wisynu Kusuma Wardhani
"Latar Belakang: Studi pendahuluan ekstrak mahkota dewa menunjukkan aktivitas hepatoprotektif melalui jalur NFkB-TNF dan penurunan peroksidasi lipid. Jalur tersebut terlibat dalam patogenesis fibrosis hati yang hingga saat ini belum memiliki terapi standar. Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifibrosis dan mekanisme kerja ekstrak tersebut pada model fibrosis in vivo yang diinduksi dengan karbon tetraklorida (CCl4).
Metode: Tikus Sprague-Dawley diinduksi dengan CCl4 melalui injeksi intraperitoneal 2 mL/kgBB selama 2 minggu pertama dan dilanjutkan dengan dosis 1 mL/kgBB2 kali seminggu selama 6 minggu. Terapi silimarin 100 mg/kgBB/hari (Sil) dan ekstrak mahkota dewa pada dosis 75 mg/kgBB/hari (T75) dan 150 mg/kgBB/hari (T150) diberikan per oral mulai minggu ketiga. Hewan coba diterminasi setelah 8 minggu perlakuan untuk diambil darah dan organ hatinya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan aktivitas enzim penanda fungsi hati (aktivitas ALT, AST dan ALP plasma), kerusakan sel dan fibrosis (histopatologi), penanda stres oksidatif (kadar MDA dan rasio GSH/GSSG), aktivitas antifibrogenik (TGF-1) dan fibrolisis (MMP-13).
Hasil: Silimarin dan ekstrak mahkota dewa dapat memperbaiki penanda kerusakan hati melalui penurunan aktivitas ALT, AST dan ALP yang signifikan. Hasil ini diikuti perbaikan parameter stres oksidatif melalui penurunan kadar MDA sekaligus peningkatan rasio GSH/GSSG. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak air buah mahkota dewa memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat mencegah kerusakan hepatosit akibat CCl4. Aktivitas tersebut akan menurunkan aktivasi HSC (hepatic stellate cells) sehingga sitokin profibrogenik (TGF-1) mengalami penurunan. Studi ini menunjukkan penurunan TGF-1yang signifikan juga terjadi pada semua kelompok terapi. Seiring dengan penurunan aktivasi HSC, penurunan persentase area positif MMP-13 pun terjadi pada semua kelompok terapi dibandingkan CCl4. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas fibrolisis ekstrak tersebut pada fibrosis hati. Perbaikan parameter biokimiawi tersebut didukung dengan tendensi penurunan persentase area fibrosis.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air buah mahkota dewa dapat memperbaiki fibrosis hati yang disebabkan oleh CCl4 melalui jalur yang melibatkan TGF-1 dan MMP-13.

Background: Previous study of mahkota dewa extract showed its hepatoprotective activity through NFkB-TNF pathway dan decreased lipid peroxidation. This pathway played a major role in the pathogenesis of liver fibrosis. Up to date, there has no known standard therapy in liver fibrosis. This study was aimed to determine the antifibrotic activity and the mechanism of mahkota dewa extract in CCl4-(carbon tetrachloride) induced liver fibrosis in male rats.
Methode: Sprague-Dawley rats were injected intraperitoneally with 2 mL/kg CCl4 in olive oil (1:1) twice weekly for 2 weeks, followed by 1 mL/kgBB injection for 6 weeks. Treatments given starting 3 weeks of CCl4 induction were silymarin 100 mg/kgBB/day, mahkota dewa extract 75 mg/kgBB/day (T75) and 150 mg/kgBB/day (T150) orally. On the eighth week, rats were sacrificed. Blood and liver were for the analysis of liver function test (ALT, AST and ALP activity), hepatotoxicity and liver fibrosis marker (histopathology analysis), oxidative stress markers (MDA levels and GSH/GSSG ratio), pro fibrogenic cytokine (TGF-1)and fibrolysis marker (MMP-13).
Result: This study showed that silymarin and mahkota dewa extract decreased the activity of ALT, AST and ALP. This is followed by amelioration of stress oxidative by decreasing MDA levels and increasing GSH/GSSG. All parameters examined showed that mahkota dewa has antioxidant activity that decreased HSCs activation. This is in accordance to the reduction of TGF- levels in all treatment groups. In aggrement to those, decreased levels of MMP-13 were shown in all treatment groups compared to CCl4. There were tendencies of decreased fibrotic area that followed improvements of biochemical parameters.
Conclusion: Mahkota dewa extracts ameliorate CCl4-induced liver fibrosis through TGF- and MMP-13 pathways."
Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Purwaningsih
"Bawang merah, yang dikenal dengan nama botani Allium
ascuJonicum Linn, biasa digunakan sebagai penyedap masakan
dan sebegjjal obat bradisional untuk baberapa penyakit terten-
"bu. Akan betapi, informasi ilmiah rnengenai efek farmakologi
bawang rnerah masih sangat sedikit.
Pada penelit/ian ini, dilakukan pengujian efek
antihejpaboboksik bawang rnerah terhadap hewan percobaan. Dua
puluh bujuh eskor bikus betina, strain Wistar, berumur ± 3
bulan, dan berat 130-160 gram, dibagi secara acak dalam tiga
kelompok. Keloinpok I adalah keloropok kontrol, kelompok II
adalah kelompok yang diberi CCl^ 0,55 mg/g BB, dan kelompok
III adalah kelompok yang diberi bawang merah 10 g/kg BB
selama delapan hari dan CCl^ 0,55 mg/g BB.
Efek antihepatotoksik bawang merah ditentukan melalui
perubahan aktivitas GPT-plasma dan pemeriksaan derajat
kerusakan jaringan habi.
Hasil penelitian menunjukkan bahv/a bawang merah
mernpunyai efek ant ihepatotoksik, seperti tampak pada kelom
pok III yang menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap
kelompok II. Maka dapat disimpulkan bahwa bawang merah
mengandung senyawa yang dapat menghambat peningkatan
aktivitas GPT-plasma dan kerusakan jaringan hati akibat
CCI4."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Ruqiah Ganda Putri
"Karbon tetraklorida (CCl4) lazim dipakai sebagai penginduksi kerusakan hati sehingga sering digunakan dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor suatu zat. Karbon tetraklorida dosis tunggal 0,1; 1,0; dan 10 ml/kg bobot badan diberikan secara intraperitoneal pada tikus jantan, dan diamati kerusakan yang terjadi pada hati dan ginjal. Kerusakan hati ditandai dengan peningkatan kadar enzim alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), alkali fosfatase (ALP), bilirubin total, dan protein total dalam serum. Peningkatan kreatinin serum merupakan indikator gangguan fungsi ginjal. Lebih lanjut juga dilakukan pengamatan terhadap gambaran histopatologi hati dan ginjal. Dibandingkan dengan kontrol, CCl4 dosis 0,1 dan 1,0 ml/kg bobot badan mengakibatkan peningkatan ALT dan penurunan AST, dan pada dosis 10 ml/kg bobot badan kadar kedua enzim tersebut sudah sangat turun (p<0,05). Kadar ALP, bilirubin total, dan protein total semua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Karbon tetraklorida dosis 0,1 dan 1,0 ml/kg bobot badan mengakibatkan peningkatan kreatinin, sebaliknya pada dosis 10 ml/kg bobot badan kadar kreatinin sudah sangat turun (p<0,05). Gambaran histopatologi kelompok yang mendapatkan 1,0 dan 10 ml CCl4/kg bobot badan menunjukkan terjadinya steatosis pada sel-sel hati, namun pada glomerulus tidak terlihat adanya perubahan. Karbon tetraklorida menimbulkan kerusakan sebanding dengan dosis yang diinduksikan.

The Effects of Carbon Tetrachloride Administration on Liver and Renal Function. Carbon tetrachloride (CCl4) that induces liver damage is widely used in hepatoprotector experiments. Carbon tetrachloride at a single dose 0,1; 1,0; and 10 ml/kg body weight was administrated intraperitoneally in male rats to investigate liver and renal damage. Liver damage was monitored by increased alanine transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP), total bilirubin, and serum total protein. Increased serum creatinine is an indicator of renal problem. Futhermore, liver and renal tissues were subjected to histopathological studies. Compared with control, injection of 0,1 and 1,0 ml CCl4/kg body weight increased ALT and decreased AST, and at dose 10 ml/kg body weight both ALT and AST decreased to a greater extent (p<0.05). Alkaline phosphatase, total bilirubin, and total protein were not different in all treatments (p>0.05). Carbon tetrachloride at dose 0,1 and 1,0 ml/kg body weight increased creatinine. However, injection of 10 ml CCl4/kg body weight decreased creatinine (p<0.05). Histopathological studies confirmed the presence of steatosis in hepatic cells at single dose of 1,0 and 10 ml CCl4/kg body weight, with no significant effect in glomerulus. Administration of single dose of CCl4 can induce liver and renal damage that dependent on CCl4 received."
Universitas Tanjungpura. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ; Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Puslit ; Universitas Tanjungpura. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikrina Aulia Sholihah
"Stres oksidatif yang diduga berperan dalam patogenesis penyakit kardiovaskular terjadi akibat sistem pertahanan tubuh yang tidak adekuat untuk mengatasi produksi radikal bebas yang meningkat. Bekatul merupakan produk samping padi (Oryza sativa) dengan kandungan antioksidan yang mampu mendukung sistem pertahanan tubuh melawan radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan antioksidan pada bekatul terhadap kerusakan jantung tikus yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Parameter yang diukur yaitu malondialdehid (MDA) dengan metode Wills. MDA merupakan produk peroksidasi lipid. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley usia 6-8 minggu dengan berat 100-200 gram. Tikus dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kontrol normal (K1), bekatul 200 mg/kgBB (K2), bekatul 400 mg/kgBB (K3), CCl4 0,55 mg/gBB (K4), bekatul 200 mg/kgBB + CCl4 0,55 mg/gBB (K5), bekatul 400 mg/kgBB + CCl4 0,55 mg/gBB (K6). Setelah perlakuan dilakukan pengukuran kadar MDA. Data penelitian dianalisis dengan uji one-way ANOVA. Hasil uji one-way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan kadar MDA pada K3 lebih rendah secara signifikan terhadap K1, kadar MDA pada K5 lebih rendah secara signifikan terhadap K4, kadar MDA pada K6 lebih rendah secara signifikan terhadap K4. Kadar MDA yang rendah secara signifikan pada pemberian bekatul tersebut mengindikasikan bekatul sebagai sumber antioksidan yang cukup poten dalam melawan radikal bebas

Oxidative stress, which may contribute to pathogenesis of cadiovascular vents, is a result from inadequate body defense system against increased free radicals. Rice bran is byproduct of rice (Oryza sativa) milling which contains antioxidant component to support the body defense system. The aim of this study was to determine antioxidant component ability of rice bran against heart induced by CCl4. The biomarker measured was malondialdehyde (MDA). MDA is one of lipid peroxidation products. This experimental study used 24 white male Sprague-Dawley 6-8 week old rats, weighted between 100-200 g. These rats were divided into six groups. These groups were normal control (K1), 200 mg/kg BW rice bran (K2), 400 mg/kg BW rice bran (K3), 0.55 mg/g BW CCl4 (K4), 200 mg/kg BW rice bran + 0.55 mg/g BW CCl4 (K5), and 400 mg/kg BW rice bran + 0.55 mg/g BW CCl4 (K6). After obtaining the MDA levels, the data were analyzed using one-way
ANOVA test. The result of one-way ANOVA test shows a mean difference (p < 0.05). This study shows lower levels of MDA in K3 compared to K1 significantly, K5 compared to K4 significantly, and K6 compared to K4 significantly. These significant low levels of MDA because of rice bran feeding indicated potent antioxidant content in rice bran"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah Nur Anisa Rahmi
"Latar belakang: Bekatul merupakan bagian dari padi yang mengandung sumber antioksidan bermanfaat dalam perlindungan dari radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan senyawa yang dapat menyebabkan stress oksidatif dan kerusakan pada organ tubuh.Terlepas akan manfaatnya, bekatul seringkali dibuang dalam proses penggilingan padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi perlindungan minyak bekatul pada kerusakan jaringan hati yang diinduksi oleh CCl­4 melalui pengukuran ALT jaringan hati tikus
Metode: Sebanyak 24 tikus wistar jantan dibagi acak dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok preventif yang diberikan minyak bekatul dosis 1 sebesar 0.5mL lalu diberikan CCl4 0.55g/KgBB,kelompok preventif yang diberikan minyak bekatul dosis 2 sebesar 1.5mL lalu diberikan CCl4 0.55g/KgBB,kelompok kontrol positif yang hanya diinduksi CCl4, kelompok kuratif yang diberikan CCl4 0.55g/KgBB lalu diberikan minyak bekatul dosis 1 sebesar 0.5mL, kelompok kuratif yang diberikan CCl4 0.55g/KgBB kemudian diberikan minyak bekatul dosis 2 sebesar 1.5mL. Pengukuran ALT dilakukan menggunakan Kit dengan sampel jaringan hati tersimpan.
Hasil: Kelompok kontrol positif memiliki kadar ALT terrendah. Terdapat adanya peningkatan kadar ALT pada kelompok tikus preventif dan kuratif dibandingkan dengan kelompok kontrol positif,walaupun tidak signifikan.
Kesimpulan: Minyak bekatul dosis 0.5mL dan 1.5mL pada kelompok preventif dan kuratif mampu meningkatkan kadar ALT dibandingkan kelompok kontrol positif walaupun tidak bermakna secara statistic.

Introduction: Bran is part of rice that contains antioxidants that are useful in protecting against free radicals. Free radicals are molecules that can lead to oxidative stress and organ damage. Despite its advantages, bran is frequently discarded during the miling process. The purpose of this study is to determine the potential protection of rice bran oil against CCl4-induced liver tissue damage by measuring rat hepatic tissue ALT
Method: Total of 24 wistar rats were randomly into 6 groups, namely the control group, the preventive group which was given the first dose of 0.5mL rice bran oil and then CCl4 0.55 g/KgBW, the preventive group which was given the second dose of 1.5mL rice bran oil and then CCl40.5g/KgBW, the positive control group which was only induced by CCl4, the curative group which was given CCl4 0.55g/KgBW and then the first dose of 0.5mL rice bran oil, the curative group which was given CCl4 0.55g/KgBW and then given a second dose of 1.5mL rice bran oil. ALT measurements were then performed using the Kit with the stored liver tissue samples
Result: The positive control group had the lowest ALT levels compared to the other groups. There was an increase in ALT levels in both the preventive and curative groups compared to the positive control group, although this was not statistically significant.
Conclusion: Rice bran oil doses of 0.5mL and 1.5mL in the preventive and curative groups were able to increase ALT levels compared to the positive control group although not statiscally significant
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Zakiah Syahsah
"Latar belakang: Dikarenakan fungsinya, hati merupakan organ yang rentan mengalami hepatotoksisitas. Oleh karena itu, senyawa yang diduga memiliki efek hepatoprotektif banyak diteliti. Salah satu bahan tersebut berupa minyak bekatul, yakni ekstrak minyak dari lapisan luar beras. Kandungan bahan aktifnya banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan termasuk pada penyakit hati sehingga diduga minyak bekatul memiliki efek hepatoprotektif yang melindungi dan menyembuhkan hati dari hepatotoksisitas.
Tujuan: Membuktikan bahwa minyak bekatul memiliki sifat hepatoprotektif terhadap hepatotoksisitas.
Metode: Uji eksperimental pada 6 kelompok tikus Sprague dawley. Hepatotoksisitas diinduksi oleh CCl4 dengan dosis 0,55 g/KgBB sebanyak 1 kali secara oral. Minyak bekatul diberikan dalam 2 dosis untuk kelompok tikus yang berbeda, yakni 500 μL dan 1,5 mL. Pemberian minyak bekatul dilakukan setiap hari selama 8 minggu sebelum (preventif) atau setelah (kuratif) induksi hepatotoksisitas. Jarak antara induksi hepatotoksisitas dan pemberian minyak bekatul adalah 48 jam. Marker hepatotoksisitas yang diukur berupa serum ALT.
Hasil: Kelompok yang diberikan minyak bekatul, baik sebagai agen preventif dan agen kuratif serta baik dalam dosis 500 μL dan 1,5 mL memiliki level serum ALT yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang hanya diberikan CCl4 (p < 0,05).
Simpulan: Minyak bekatul memiliki sifat hepatoprotektif baik sebagai agen preventif maupun kuratif terhadap hepatotoksisitas diinduksi CCl4.

Background: Liver is prone to hepatotoxicity because of its function. For this reason, compounds that may have hepatoprotective attribute are searched extensively. One of those compounds is rice bran oil, an extract from the rice’s outer layer. Rice bran oil has many active components that are found to be beneficial in medical treatment, including liver disease. Therefore oil rice brain is thought to have hepatoprotective properties that may protect and cure liver from hepatotoxivity.
Aim: Evaluate rice bran oil’s hepatoprotective properties against hepatotoxicity.
Methods: This experimental study used six different groups of Sprague dawley. Hepatotoxicity in mouse is induced using 0,5g/KgBW of single-dose CCl4 orally. Rice bran oil was given in 2 separate doses, 500 μL dan 1,5 mL. Rice bran oil was administered for 8 weeks before (in preventive group) and after (in curative group) hepatotoxicity induction with 48 hours interval separating those two interventions. Serum ALT was investigated to evaluate hepatotoxicity.
Results: Group administered with rice bran oil as a preventive agent and curative agent with either 500 μL or 1,5 mL dose have low levels of serum ALT compared to CCl4 control group (p < 0,05).
Conclusion: Rice bran oil has hepatoprotective properties, both as a preventive agent and a curative agent against CCl4 induced hepatotoxicity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Abdi Zil Ikram
"Stres oksidatif di hati dapat terjadi akibat peningkatan produksi radikal bebas berlebih seperti ROS yang akhirnya menyebabkan kerusakan hepatoseluler. Glutation GSH , antioksidan non enzimatik, berperan dalam memberikan efek proteksi melawan radikal bebas. Selama ini, bekatul diperkirakan mempunyai potensi antioksidan pada hati. Peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bekatul padi Oryza sativa varietas IPB3S terhadap kadar GSH pada organ hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida CCl4 . Dua puluh empat ekor tikus jantan Sprague Dawley dibagi ke dalam enam kelompok yaitu, tanpa perlakuan, CCl4, bekatul 150 mg/kgBB, bekatul 150 mg/kgBB CCl4, bekatul 300 mg/kgBB, dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4. Kadar GSH jaringan hati tikus diukur pada tiap kelompok perlakuan menggunakan metode Ellman. Data kemudian dianalisis menggunakan One-way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar GSH jaringan hati tikus yang bermakna pada kelompok bekatul 150 mg/kgBB p=0,01 dan bekatul 150 mg/kgBB CCl4 p=0,046 dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan dan CCl4 saja. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok bekatul 300 mg/kgBB p=0,118 dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4 p=0,247 terhadap kelompok tanpa perlakuan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak bekatul mempunyai potensi sebagai antioksidan terhadap jaringan hati jika dilihat dari adanya peningkatan kadar GSH.

Oxidative stress in the liver can occur as a result of increased production of excess free radicals such as ROS that eventually cause hepatocellular damage. Glutathione GSH , a non enzymatic antioxidant, plays a role in providing protection against the effects of free radicals. Recently, rice bran has been predicted to have antioxidant potential in the liver tissue. Researcher wanted to determine the effect of rice bran variety IPB3S Oryza sativa extract to level of GSH in the rats liver induced by carbon tetrachloride CCl4 . Twenty four male Sprague Dawley rats were divided into six groups which are control, CCl4, rice bran extract 150 mg kgBW, rice bran extract 150 mg kgBW CCl4, rice bran extract 300 mg kgBW, and rice bran extract 300 mg kgBW CCl4. GSH levels in rats liver tissue in each treatment group were measured using Ellman 39 s method. Data were analyzed using One way ANOVA. The results showed a significant increase in rats liver tissue GSH levels in 150 mg kgBW rice bran extract group p 0.01 and 150 mg kg rice bran extract CCl4 group p 0.046 compared to the control group and CCl4 group alone. In contrast, there were no significant differences in the 300 mg kgBW rice bran extract group p 0.118 and 300 mg kgBW rice bran extract CCl4 group p 0.247 compared to control group. This study suggested that rice bran extracts had antioxidant potential on liver tissue observed from elevated level of GSH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Aufar Hawali
"ABSTRAK
Latar Belakang: Cengkeh dikenal sebagai bumbu antioksidan yang digunakan dalam rokok, rempah-rempah untuk makanan / sup, dan obat tradisional. Diyakini bahwa cengkeh dapat melindungi perokok dari radikal bebas rokok. Kalau tidak, penelitian tentang cengkeh sebagai antioksidan masih membingungkan.
Tujuan: Mengungkap bahwa cengkeh dapat mengatasi karbon tetra klorida (CCl4) dan radikal bebasnya
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan 20 tikus Wistar yang dibagi menjadi 4 kelompok, Kelompok 1 (CCl4 + cengkeh 3), kelompok 2 (CCl4 + cengkeh 1), kelompok 3 (kontrol normal, tanpa ditawari pengobatan), kelompok 4 (kontrol positif, diinduksi oleh CCl4 dan diikuti oleh 100 mg alfa-tokoferol), dan kelompok 5 (kontrol negatif, hanya diinduksi oleh CCl4). Hati tikus dihomogenisasi dan diikuti dengan pengukuran aktivitas CAT menggunakan metode spektrofotometri pasangan.
Hasil: Ada perbedaan yang signifikan dalam rata-rata antara kelompok (p = 0,001). Uji lebih lanjut, Post Hoc menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok 1 dan 4 (p = 0,008), 1 dan 5 (p = 0,001), 2 dan 5 (p = 0,001), 3 dan 5 (p = 0,001) , dan 4 dan 5 (p = 0,007).
Kelompok 1 (CCl4 + Clove3) memiliki aktivitas katalase tertinggi.
Kesimpulan: Pemberian oral syzygium aromaticum (cengkeh) dengan dosis 200 mg / kg berat badan tikus terhadap 0,55 mg / kgBB CCl4 menunjukkan peningkatan aktivitas katalase tetapi tidak mengatasi stres oksidatif.

ABSTRACT
Background: Clove is known as antioxidant spice that used in cigarettes, spice for food/soup, and traditional medicine. It is believed that clove could protect smokers from cigarette-free radicals. Otherwise, study on clove as an antioxidant was still confused.
Objective: To reveal that clove can overcome carbon tetra chloride (CCl4) and its free radical derives
Method: This study was an experimental research, using 20 Wistar rats that were divided into 4 groups, Group 1 (CCl4 + cloves 3), group 2 (CCl4 + cloves 1), group 3 (normal control, without being offered treatment), group 4 (positive control, induced by CCl4 and followed by 100 mg alpha-tocopherol), and group 5 (negative control, only induced by CCl4). Rat livers were homogenized and followed with CAT activity measurement using spectrophotometry method of Mates.
Results: There was a significant difference in mean between the groups (p= 0,001). Further test, the Post Hoc showed that there is a significance different between group 1 and 4 (p=0.008), 1 and 5 (p=0.001), 2 and 5 (p=0.001), 3 and 5 (p=0.001), and 4 and 5 (p=0.007).Group 1 (CCl4+Clove3) has the highest catalase activity.
Conclusion: Syzygium aromaticum (clove) oral administration with the dose of 200 mg/kg rat body weight against 0.55 mg/kgBW CCl4 show increased of catalase activity but did not overcome the oxidative stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khifzhon Azwar
"ABSTRAK
Latar belakang: Penelitian-penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa
Syzygium aromaticum (cengkih) dapat berfungsi sebagai antioksidan dan
prooksidan. Untuk mendapatkan data dan mengetahui efek cengkih terhadap
konsentrasi malondialdehida (MDA) dikarenakan stres oksidatif yang diinduksi
karbon tetraklorida (CCl4) pada hati dan plasma darah tikus dan apakah plasma
darah dapat mewakili kerusakan pada hati.
Metode: 10 jenis perlakuan dibandingkan yaitu 5 perlakuan pada hati dan 5 pada
plasma darah. Setiap jaringan diberi perlakuan yakni (1) CCl4 positif dan cengkih positif setelah 3 hari, (2) setelah 1 hari perlakuan, (3) alfa-tokoferol, (4) CCl4, dan"
"(5) kontrol normal. Metode Wills digunakan untuk mengukur kadar MDA."
Hasil: Kadar MDA hati ±SD adalah 0,0262 ±0,0010 pada kelompok hari ketiga,
0,0214 ±0,0047 pada kelompok hari pertama, 0 pada kelompok alfa-tokoferol,
0,0077 ±0,0094 pada kelompok CCl4, dan 0,0039 ±0,0009 pada kontrol normal
dalam nmol/mg protein (p=0,000), sedangkan di plasma darah hasilnya 29,6032
±6,8021 pada kelompok hari ketiga, 26,1103 ±3,6920 pada kelompok hari
pertama, 1,1612 ±0,3555 pada kelompok alfa-tokoferol, 1,4585 ±1,4747 pada
kelompok CCl4, and 2,4217 ±1,2382 pada kontrol normal diukur dalam nmol/mL
(p=0,000).
"
"
"Kesimpulan: Penggunaan ekstrak cengkih dengan dosis 200 mg/kg berat badan"
"tikus meningkatkan kadar MDA dan kerusakan yang diinduksi oleh CCl4 tergantung pada lama perlakuan. Efek antioksidan tidak didapatkan dalam penelitian ini. Dengan adanya korelasi yang kuat antara kadar MDA di hati dan plasma darah (R=0,97; p=0,003), dapat disimpulkan penggunaan plasma darah dalam pengukuran kadar MDA dapat mewakili perubahan kadar di hati yang"
"diakibatkan oleh kerusakan."

ABSTRACT
Background: Previous studies showed that Syzygium aromaticum (clove) could
be antioxidant or prooxidant. It is important to obtain better understanding about
the effect of clove on malondialdehyde (MDA) concentration due to carbon
tetrachloride (CCl4)-induced oxidative stress in rat liver and blood plasma in Day
1 and Day 3; and whether blood plasma MDA level might represent liver damage.
"
"
Methods: 10 kinds of treatment consist of 5 kinds for liver and 5 for plasma.
Each rat group underwent several treatments, namely (1) CCl4- and clove-positive
treatment after 3 days of clove treatment, (2) one day after, (3) alpha-tocopherol,
(4) CCl4, and (5) normal control. Wills method was used for MDA concentration
measurement.
Results: : Liver MDA concentration was 0.0262 ± 0.0010 for day 3 group, 0.0214
±0.0047 for day 1 group, 0 for alpha-tocopherol group, 0.0077 ±0.0094 for CCl4
group, and 0.0039 ±0.0009 for the normal control group in nmol/mg protein
(p=0.000). Whereas in blood plasma it was 29.6032 ± 6.8021 for day 3 group,
26.1103 ±3.6920 for day 1 group, 1.1612 ±0.3555 for alpha-tocopherol group,
1.4585 ±1.4747 for CCl4 group, and 2.4217 ±1.2382 for normal control group in
nmol/mL (p=0.000).
"
"
Conclusion: 200 mg clove administration /kg body weight of rat increased MDA
concentration and enhanced CCl4-induced damage in a time-dependent fashion.
No antioxidant properties were observed. Strong correlation between MDA
concentration in the liver and blood plasma (R=0.97; p=0.003) approved blood
plasma utilization to represent hepatic MDA concentration or damage
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>