Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21516 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Herdjuntari
"ABSTRAK
Tinja adalah salah satu limbah rumah tangga yang dapat menimbulkan masalah lingkungan. Tetapi di samping itu sebenarnya tinja mempunyai potensi yang baik bila digunakan sebagai pupuk tanaman kerena mengandung unsur N, P, dan K cukup tinggi. Dalam rangka pemanfaatan sedimen tinja sebagai pupuk, telah dilakkukan percobaan pemupukan jagung hibrida dengan sedimen tinja dan pupuk NPK. Hasil percobaan ini dievaluasi dengan mengukur 4 parameter pertumbuhan jagung. Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dievaluasi dengan mengukur tinggi tanaman, dan diameter batang, sedangkan pertumbuhan generatifnya dengan menimbang berat basah tongkol tanpa kelobot dan berat kering tongkol tanpa kelobot. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sedimen tinja dapat dipakai untuk memupuk tanaman jagung, walaupun tongkol jagung yang dihasilkannya tidak seberat tongkol jagung yang dipupuk dengan pupuk NPK."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Maulana
"Skripsi ini membahas model Predator-Prey yang dibangun untuk menggambarkan interaksi antara Agrotis segetum sebagai predator dan Zea mays sebagai prey dengan infeksi penyakit pada Agrotis segetum. Agrotis segetum terinfeksi dengan Agrotis segetum
granulovirus yang disemprotkan pada Zea mays. Virus itu membuat Agrotis segetum terjangkit infeksi. Pada akhirnya, Agrotis segetum yang terinfeksi akan mati dalam waktu enam hingga dua belas hari. Sebuah model matematika empat dimensi dari persamaan
diferensial nonlinear biasa yang dibentuk dengan membagi populasi menjadi populasi predator yang rentan dan terinfeksi (Agrotis segetum), populasi prey yang rentan dan terinfeksi (Zea mays). Proses infeksi dimodelkan dengan fungsi respons Holling Type II. Stabilitas lokal untuk titik-titik keseimbangan kepunahan dan koeksistensi dianalisis menggunakan metode linierisasi dengan matriks Jacobi. Dari model, ada tiga titik keseimbangan dengan semua titik keseimbangan stabil dengan syarat. Simulasi numerik diberikan untuk menunjukkan bagaimana faktor penyakit pada populasi mangsa dapat mempengaruhi interaksi predator dan prey.

In this thesis, a predator-prey model is constructed to describe the intercation between Agrotis segetum as predator and Zea mays as prey, with Agrotis segetum is infected with a disease. Agrotis segetum granulovirus which is sprayed on the Zea mays makes Agrotis segetum get infected. In the end, the infected Agrotis segetum will die within six to twelve
days. A four-dimensional mathematical model of ordinary nonlinear differential equations is formed by dividing the population into susceptible and infected predator (Agrotis
segetum) population, susceptible and infected prey (Zea mays) population. The infection process is modelled with the Holling Type II response function. Local stability for the
extinction and coexistence equilibrium points is analyzed using the linearization method with the Jacobi matrix. From the model, there are three equilibrium points, all of them are stable with conditions. Numerical simulations are given to show how disease factors in the prey population can influence predator and prey interactions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK BASF dan pupuk pelengkap cair T-N-F pada berbagai taraf perlakuan yang di laksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Panca Budi Medan....."
JUILABI
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Fitrihidajati Hadi
"Blotting atau disebut sebagai endapan nira, adalah salah satu bentuk limbah padat industri gula, yang dihasilkan dari proses pembuatan gula tebu kasar tepatnya pada tahapan penjernihan.
Jumlah blotong dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan pada tahun 2000 diperkirakan biotong sulfitasi berjumlah sekitar 1.265 x 103 ton , sedangkan blotong karbonatasi berjumlah sekitar 323 x 10' ton.
Dibandingkan dengan limbah lainnya dari industri gula, sampai saat ini blotong belum banyak dimanfaatkan, bahkan menjadi limbah yang paling besar kemungkinannya mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan blotong mengandung bahan organik yang akan mengalami perombakan kimiawi secara alamiah, dan hasil perombakan ini menjadi sumber pencemaran.
Penumpukan blotong pada lahan-lahan kosong berpotensi menjadi sumber pencemaran karena dapat ikut aliran air hujan yang masuk ke sungai di sekitar pabrik. Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat sekitar.
Pada dasarnya dalam pertumbuhannya tanaman sangat memerlukan ketersediaan unsur hara, oleh karena itu tanah sebagai media tempat hidup tanaman harus mengandung unsur atau bahan baik dalam bentuk makronutrient maupun mikronutrient. Karenanya tanah memerlukan tambahan dari luar berupa pupuk anorganik maupun pupuk organik. Mengingat harga pupuk yang semakin meningkat di luar jangkauan petani, demikian Pula dengan jumlah pupuk organik yang terbatas jika dibandingkan kebutuhan tanaman, maka diperlukan upaya atau alternatif untuk mencari bahan organik lain sebagai pupuk.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu upaya penanganan dan pengendalian limbah blotong. Upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan blotong sebagai pupuk organik pada tanaman jagung, sehingga dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan melestarikan daya lingkungan.
Berdasarkan pada hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh dari pemanfaatan blotong sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung serta dampaknya terhadap pendapatan petani.
Penelitian dilakukan pada bulan November 1996 sampai bulan April 1977 di Kebun Percobaan (green house) Pendidikan Biologi I IP Surabaya. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ada dua jenis blotong yang digunakan yaitu blotong sulfitasi (BS) dan blotong karbonatasi (BK) dengan empat tingkatan dosis blotong ditambah kontrol. Pada masing-masing perlakuan ditambah tanah sehingga mencapai total berat 10 kg.
Tingkatan dosis blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi meliputi :
- BS1 atau BKI (kontrol) = 10.000 gr tanah tanpa blotong
- BS2 atau BK2 (setara 15 ton/ha) = 73,60 gr blotong + 9926,40 gr tanah
- BS3 atau BK3 (setara 30 ton/ha) = 147,18 gr blotong + 9852,82 gr tanah
- BS4 atau BK4 (setara 45 ton/ha) = 220,78 gr blotong + 9779,22 gr tanah
- BS5 atau BK5 (setara 60 ton/ha) = 294,38 gr blotong + 9705,62 gr tanah.
Penanaman dilakukan dalam polybag berukuran 40 x 50 cm dan setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga seluruh sampel yang digunakan berjumlah 30 tanaman. Tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung hibrida varietas Pioner 4 (P4) yang peka pada pemupukan.
Beberapa parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia mall, kandungan unsur hara blotong serta parameter pertumbuhan tanaman jagung yang meliputi pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung daun serta pendapatan petani. Pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah, Pertumbuhan reproduktif tanaman jagung meliputi waktu berbunga jantan dan berbunga betina. Parameter produksi meliputi jumlah buah, berat 100 biji pipilan kering dan produksi pipilan kering per hektar.
Analisis terhadap parameter tanah dan blotong dilakukan secara analogi disesuaikan dengan standar baku mutu atau kriteria penilaian yang ada. Analisis terhadap pertumbuhan tanaman jagung dilakukan secara statistik dengan menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (ENT). Analisis terhadap pendapatan petani dilakukan dengan cara membandingkannya dengan pendapatan petani menurut kebiasaan petani jagung.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi sebagai pupuk organik berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, produksi tanaman jagung serta pendapatan petani.
Pemberian dosis blotong yang optimal adalah BS5 dan BK5 dapat memberikan pengaruh yang tertinggi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah. Produksi yang meliputi berat 100 biji pipilan kering jagung, produksi pipilan kering per hektar, serta pendapatan petani yang tertinggi dicapai dengan pemberian blotong dosis BS5 dan BK3.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang baik bagi tanaman jagung, karena itu blotong adalah produk sampingan industri gula yang tidak seharusnya dibuang ke lingkungan sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Effort of Blotong Utilization as Fertilizer to Minimize Pollution (A Case Study of Blotong Utilization on Corn Plants)Blotong, an unfermented palm juice precipitate is a solid waste of sugar industry, produced in the processing of crude cane sugar, at the purification stage.
The total amount of Wrong produced is increasing year after year, by the year of' 2000 it is even estimated that the sulfitate blotong will be approximately as much as 1,265 x 10 3,ton, while the carbonate blotong will be approximately as much as 323 x 10 3ton.
Compared with other wastes of the sugar industry, blotong is until now not widely utilized, and therefore it is possible that largest amount of waste is polluting the environment. This is due to the fact that blolang contains organic material that will undergo natural chemical changes, and the result of this change becomes the source of pollution.
Accumulation of blotong on empty ground becomes a potential source of pollution since it can be swept away into the stream around the factory by the rain. River water pollution can give rise to unpleasant odour and reduce the oxygen content of the water, while accumulated blotong in wet condition can cause extremely bad odour and disturbs many people in the surrounding.
Basically, for its growth, plants need nutrients and hence, soil as the living place of plants must contain such elements and good material in the form of macronutrient as well as micronutrients. Therefore, soil needs additions from the outside, such as inorganic and organic fertilizers. Considering the increasing price of fertilizers, it is hard for the farmers who cannot effort to buy. The limited amount of organic fertilizer available compared to the need of plants, efforts towards alternatives are needed to find other organic material as fertilizer.
To overcome problem mentioned above, endeavours are needed to handle and control the Wrong. Effort can be carried out by way of minimizing blotong by using it as organic fertilizer on corn fields, hence it can overcome the problem of environmental pollution and to conserve the environmental capacity.
Based on cases mentioned above, this research has as objectives to find out information concerning the influence of the use of blotong as organic fertilizer on the vegetative and reproductive stages of corn plants, and the impact on the income of farmers.
This research was carried out from November 1996 up to Apri 1997 at the green house of IKIF Biology Education in Surabaya. The method use is experimental using Fully Randomized Design. There are two kinds of use of blorong, namely sulfitate blotting (SB) and corbonatate blorong (CB) with four levels of blotong dosages and one control. For each treatment soil is added so that the total weight is 10 kg.
The levels of the sulfitate and carbonate blotong dosages include :
- S B 1 or CBI (control) = 10,000 grans of soil without blotong
- SB2 or 032 (equivalent 15 ton/ha) = 73.60 gram of blotong + 9,926.40 gram of soil.
- SB3 or CB3 (equivalent 30 ton/ha) = 147.18 gram of blotong + 9,852.82 gram of soil.
- SB4 or 034 (equivalent 45 ton/ha) = 220.78 gram of blotong + 9,779.22 gram of soil.
- 5B5 or CB5 (equivalent 60 ton/ha) = 294.38 gram of blotong + 9,705.62 gram of soil.
The planting is performed in polybags measuring 40 x 50 cm, and each treatment is repeated 3 (three) times, the total number of samples is 30 (thirty) plants. The corn plants is of hybrid variety Pioneer 4 (P4) which is sensitive towards fertilizers.
Several parameters observed in this research include physical and chemical characteristics of soil, nutrient elements content of blotong, and parameters of corn plants including the vegetative growth, reproductive, productive of corn plants and income of the farmers.
The vegetative growth measured includes the height of the plants, total number of leaves, wet and dry weight_ of the plants without the corn. The reproductive growth of corn plants includes the period of staminate and pistillate emergence. Parameters of production include total number of corn, weight of 100 pealed dry seeds and production of pealed dry per hectare.
Analysis of soil and blotong parameters is carried out in analogy and in accord with the standard of quality or the existing evaluation criteria. Analysis of the corn plant growth is carried out statistically using ANOVA, followed by the Least Significant Difference (LSD). Analysis of the income of farmers is carried out by comparing with the income of corn farmers who practiced their usual method.
The result of research showed that utilization of sulfitate and carbonate blotong as organic fertilizer influenced the vegetative growth of corn plants and income of farmers.
The optimal dosages of blotong, which is given in SB5 and CB5 treatments produce the highest results. These can be observed in the vegetative growth, including the height of plants, total number of leaves, wet and dry weights of plants without corn. The highest production of 100 shelled dry corn weight seeds, shelled dry corn per hectare, and income of farmers can be achieved by giving dosages of SB5 and CB3.
Based on the result of research it can be concluded that blotong can be used as an excellent organic fertilizer for corn plants, therefore blotong is a by-product of sugar industry which should be not thrown away to the environment to pol iu is the enviroment."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyawan Yunianto
"Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman. Permasalahannya adalah menjaga tingkat produksi obat herbal dengan bahan baku yang terbatas. Mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa yang hampir sama dengan inangnya. Annonase asetogenin dari Annona sp. dikenal sebagai obat anti kanker yang selektif dan aman, yang terus dikembangkan. Srikaya (Annona Squamosa L.) sangatlah potensial karena aktivitas bioinsektisidanya lebih tinggi dibandingkan keluarga Annnona yang lain. Perbedaan kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas mikroba endofit, oleh sebab itu sangatlah potensial untuk mengisolasi senyawa aktif sebagai anti kanker dan anti mikroba yang berasal dari endofit srikaya yang tumbuh di Indonesia. Pada penelitian ini telah diperoleh 7 (tujuh) jamur endofit dari batang tanaman srikaya (A. Squamosa L.) dan teridentifikasi baik secara mikroskopis maupun genetik 28S-rDNA. Penapisan terhadap jamur endofit aktif dilakukan dengan uji aktivitas secara in vitro menggunakan metode MTT terhadap sel kanker MCF-7 dan metode daya hambat terhadap mikroba uji dari ekstrak hasil fermentasi cair pada media Wickerham. Isolat jamur yang berpotensi sebagai anti kanker dan anti mikroba ada 5 yaitu : Fusarium sp NRRL 22354 NRRL223, Nectria rigidiuscula, Fusarium sp BOL35, Penicillium sp. dan Aspergilus sp. Hasil isolasi metabolit sekunder diperoleh 3 senyawa yang sudah diketahui dan dipublikasikan yaitu: meleagrin, chrysogin, fusarielin B dan 1 senyawa baru yaitu aspergilusitamida yang aktif sebagai indikasi khasiat anti kanker untuk sel MCF-7 dengan IC50 = 0,4498 µg/mL dan anti mikroba dengan konsentrasi daya hambat terhadap Bacillus subtilis pada 125 µg/mL Waktu inkubasi terbaik untuk produksi senyawa aspergilusitamida dari jamur endofit Aspergilus sp. pada fasa stationer, yaitu sekitar 21-25 hari yang dihasilkan secara ekstraselular. Tidak ada hubungan antara senyawa aspergilusitamida yang diproduksi secara fermentasi dari jamur endofit Aspergilus sp dengan tanaman inangnya, tetapi penggunaan substrat dari bagian inangnya berpengaruh terhadap produksinya, meskipun masih memerlukan glukosa untuk pertumbuhan dan produksinya. Kondisi fermentasi yang ekstrim dengan berkurangnya sumber nitrogen, mengakibatkan produksi senyawa aspergilusitamida semakin bertambah.

Up to now, a quarter of modern medicines marketed worldwide are developed from isolated plant?s active ingredients. The corresponding problem to this is how to maintain production level, taking account the availability of limited raw material. Endophytic microbes could produce compounds that similar to their host. Annonaceous acetogenin isolated from Annona sp. is known as a selective and safe anti-cancer drug, which is continued to be developed. Srikaya (Annona squamosa L.) is very potential as its bio-insecticide activity is higher compared to other Annona. The differences of environmental conditions significantly affect the activity of endophytic microbes, therefore it is considerable to isolate the active compounds of such endophyte from srikaya planted in Indonesia as anti-cancer and antimicrobial drugs. In this study, (7) seven endophytic fungus from srikaya (A. squamosa L.) stems were acquired and both microscopic and genetic 28SrDNA identified. Screening for endophytic fungi was performed by in vitro activity assay using MTT method against cancer cells MCF-7 and microbial inhibition test method performed on the extract of fermented liquid on Wickerham medium. Five fungus isolates show anti-cancer and anti-microbes potential: Fusarium sp NRRL 22354 NRRL223, Nectria rigidiuscula, Fusarium sp BOL35, Penicillium sp. and Aspergillus sp. Secondary metabolism isolation obtained 3 (three) already known compounds: meleagrin, chrysogin, fusarielin B, and 1 (one) new compound: aspergilusitamide. Aspergilusitamide actively indicated as anticancer benefit for MCF-7 cells by IC50 = 0.4498 mg / mL and anti-microbial benefit by inhibition concentration against Bacillus subtilis at 125 ug / mL. The optimum incubation time for producing aspergilusitamida compound generated from Aspergillus sp. endophyte is in the stationer phase which takes place about 21-25 days, extracellulary. There was no relationship between aspergilusitamida produced from fermentation of Aspergillus sp. with its host plant, however, the use of substrate from the host plant affects on production though it was still required glucose for growth and production. The extreme conditions of fermentation by reducing nitrogen source increase the production of aspergilusitamida."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1424
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shapiro, Milton J.
New York: Julian Messner, 1961
927.357 SHA W
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah
"ABSTRAK
gonchus arvensis L. adalah tanaman obat-obatan yang sangat terkenal dan digunakan secara luas sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit ginjal. Pada penelitian terdahulu didapat bahwa flavonoid merupakan senyawa aktif dalam tumbuh-tumbuhan itu. Plavonoid ditemukan pada daun-daun segar dan juga pada kalus dari hasil kultur jaringan pada penelitian ini dilakukan pembandingan kandungan flavonoid pada daun segar dan pada kalus. Flavonoid ditentukan sebagai quercetin dengan cara kromatografi lapisan tipis menggunakan lempeng aluniunium silika gel G7 254 , dan diukur secara kuantitatif dengan cara spektrofotometri pada panjang gelombang 371 nm. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa kandungan flavonoid tertinggi ditemukan ( didapat ) pada kalus yang berumur 8 sampai 10 minggu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Dwimahyani
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2007
AIDR 3(1-2)2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudiani Atmanegara
"Perubahan kondisi alam yang semakin mengkhawatirkan, mendorong berkembangnya penelitian mengenai pelumas yang lebih ramah lingkungan yang disebut biopelumas. Biopelumas merupakan pelumas yang berbahan dasar minyak nabati yang dapat terdegradasi secara biologis dan dapat diperbaharui. Salah satu contohnya adalah pelumas berbahan dasar minyak jarak Ricinus communis L. (Castor oil). Pada penelitian ini, dilakukan reaksi modifikasi tiga tahap pada Castor oil untuk memperbaiki karakteristik fisiko - kimia, sehingga dapat dijadikan minyak lumas dasar yang berkualitas. Tahapan tersebut, yaitu transesterifikasi menggunakan metanol dan katalis KOH untuk menghasilkan Castor Oil Methyl Ester (COME), epoksidasi dengan hidrogen peroksida dan katalis asam format untuk menghasilkan Epoxidized Castor Oil Methyl Ester (ECOME), serta pembukaan cincin epoksida dengan senyawa diol (1,4-butanadiol dan 1,6-heksanadiol) dan katalis PTSA untuk menghasilkan Butanediol Modified Castor Oil (BuMCO) dan Hexanediol Modified Castor Oil (HeMCO). Kemudian dilakukan pencampuran produk hasil modifikasi dengan minyak mineral (HVI 160 dan Yubase), karena adanya kesamaan komposisi hidrokarbon yang dimiliki oleh keduanya, sehingga dapat dilihat tingkat kompatibilitasnya untuk menghasilkan biopelumas yang berkualitas. Dari hasil penelitian, didapat komposisi senyawa diol optimum, yaitu 70 mL (0,7900 mol) 1,4-butanadiol dan 90 g (0,7614 mol) 1,6-heksanadiol. Produk Pencampuran produk dengan Yubase lebih baik dibandingkan dengan HVI 160, hal ini dibuktikan dari pengamatan visual dan uji viskositas.

Changes in the natural condition that increasingly alarming, encouraging the development of research on the lubricant more environmentally friendly, called biolubricant. Biolubricant is vegetable oil based lubricant which biodegradable and renewable resources. For example is biolubricant from Jatropha plant (Castor oil). In this research, Castor oil is modified by three-step reactions to improve the physico - chemical characteristics with the good quality base lubricating oil. These steps, namely transesterification using methanol and KOH catalyst to produce Castor Oil Methyl Ester (COME), epoxidation using hydrogen peroxide and formic acid catalyst to produce Epoxidized Castor Oil Methyl Ester (ECOME), and epoxide ring opening reaction using diol compounds (1,4- butanediol and 1,6-hexanediol) and PTSA catalyst to produce Butanediol Modified Castor Oil (BuMCO) dan Hexanediol Modified Castor Oil (HeMCO). Then, modification products are mixed with mineral oil (HVI 160 and Yubase), because of the similarity of hydrocarbon compositions owned by both, so the level of compatibility to produce a quality biolubricant can be monitored. The results shows that the optimum composition of diol compounds are 70 ml (0,7900 mol) of 1,4-butanediol and 90 g (0,7614 mol) of 1,6-hexanediol. Mixing ECOME diol with Yubase is better than the HVI 160, this is evident from visual observation and viscosity test."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30590
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"ABSTRAK
Penggunaan fungisida bertujuan untuk melindungi benih dari serangan cendawan patogen penyebab penyakit sehingga benih dapat disimpan lama serta memberantas cendawan penyebab penyakit pada tanaman.
Dua macam penelitian dilakukan di Laboratorium dan rumah kaca PAU IPB di Dermaga Bogor untuk mengetahui pengaruh fungisida folirfos pada beberapa konsentrasi (0,04%, 0.12% dan 0,20%) serta fungisida ridomil pada konsentrasi 1,16%, 1,54% dan 2,31%.
Penelitian pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap perkecambahan benih jagung SD II dan perkecambahan spora cendawan mikoriza arbuskula. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida folirfos pada konsentrasi rendah, sedang dan tinggi tidak menghambat perkecambahan benih jagung dan perkecambahan spora Gigaspora rosea serta perkecambahan Glomus manihotis. Penggunaan ridomil menghambat perkecambahan benih jagung, tetapi tidak menghambat perkecambahan spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis.
Penelitian kedua untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap infeksi spora CMA pada akar tanaman jagung dan jumlah spora CMA pada tanah basah dan kering bekas pertanaman jagung dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Pengaruh fungisida dan mikoriza terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman jagung menggunakan rancangan acak lengkap (faktorial) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida tidak berpengaruh terhadap infeksi CMA pada akar tanaman jagung dan jumlah spora CMA pada tanah basah dan tanah kering. Kombinasi perlakuan fungisida dan spora CMA juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman jagung.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan fungisida folirfos dapat diberikan pada benih jagung dan pada spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis, sedangkan fungisida ridomil tidak dapat diberikan pada benih jagung, namun dapat diberikan pada spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis.
Untuk keberadaan CMA pada tanaman jagung penggunaan fungisida tidak mempengaruhinya. Sedarigkan jumlah dan tinggi tanaman jagung tidak dipengaruhi oleh penggunaan fungisida dan mikoriza.

ABSTRACT
One of the purposes of using fungicides is to protect seeds against the attack of pathogenic fungi that cause diseases, so that seeds can be stored longer and fungi that cause disease can be eliminated.
Two experiments were performed in a green house of PAU IPB Bogor, Dermaga, to find out the influences of folirfos fungicide with low concentration (0.04%), medium concentration (0,12%) and high concentration (0,20%), and ridomil fungicide with low concentration (1,16%), medium concentration (1,54%) and high concentration (2,31%) to SD II variety of sweet corn seed germination, to the spore germination of vecsicular - arbuscular (VA) mycorrhizal fungi, Gigaspora rosea and Glomus manihofis, VA mycorrhizai fungi infection on roots, the number of VA mycorrhizal fungi spores on wet soil and dry soil, the number of leaves and the height of corn trees.
The first experiment was performed to find out the influences of folirfos fungicide and ridomil to corn seeds germination and germination of VA mycorrhizal fungi spores.
The results showed that the use of folirfos fungicide with low, medium and high concentrations did not inhibit the the germination of corn seeds, whereas ridomil fungicide with low, medium and high concentrations inhibited the germination of corn seeds. For the germination of Gigaspora rosea, folirfos fungicide with low, medium and high concentrastiens did not inhibit the germination of Gigaspora rosea, whereas ridomil fungicide with medium and high concentrations did not inhibit the germination of Gigaspora rosea either. Ridomil fungicide with low concentration (F4) was still able to increase the germination of Gigaspora rosea amounting to 64,16%, whereas for the germination of Glomus manihofis, the use folirfos and ridomil fungicide could increase the germination of Glomus manihofis spores. Ridomil fungicide with medium concentration (F5) was still able to increase the germination of Glomus manihotis spores amounting to 22,5%.
The second experiment was performed to find out the influences of folirfos fungicide to the VA mycorrhizal fungi on roots of corn trees, and the amount of VA spores on wet soil and dry soil which were previously planted with corn trees, as well as the influences of both fungicides and a mycorrhizal inoculum to the number of leaves and the height of corn trees.
The results showed that folirfos fungicide and ridomil did not influence the infection of VA mycorrhizal fungi on the roots of corn trees and the amount of VA spores on wet soil and dry soil. The combination of treatment of fungicide and VA spores did not significantly influence (p>0,05) the number of leaves and the height of corn trees, 1 can be concluded, from the fisrt experiment, that the use of folirfos fungicide with any level of concentration can be given to the seeds of corn because it did not inhibit germination, whereas ridomil fungicide with low, medium and high concentrations can not be given to the seeds of corn because it inhibit germination. As for the germination of VA mycorrhizal fungi, ridomil fungicide with low concentration (F4) can be given to Gigaspora rosea, because the spores were still able to germinate up to 64,14%.
From the second experiment I can conclude that folirfos fungicide as well as ridomil fungicide with any level of concentration can be used for corn trees containing mycorrhizal fungi, because both fungicide did not influence the existence of VA mycorrhizal fungi on the trees, the number of leaves as well the height of the corn trees.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>