Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45058 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizali Karliansyah
"Penelitian jenis avertebrata bentos yang dilakukan di 15 stasiun pengamatan di sepanjang sungai Ciliwung Jakarta, telah berhasil mengumpulkan 12 jenis avertebrata bentos yang tergolong ke dalam 4 filum, yaitu tubifex (filum Annelida), Belastoma sp., Chironomus sp., Dicranota sp., dan Dryopid sp. (filum Arthropoda), Bellmya javanica, Britia testudinaria, Corbicula javanica, Lymnaea rubiginosa, Melanoides tuberculata, Thiara scabra (filum Molusca), serta Chlamydomonas sp. (filum Protozoa). Dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, diketahui bahwa indeks keanekaan jenis avertebrata bentos di sepanjang sungai Ciliwung Jakarta berkisar antara 0,00-2,19. Berdasarkan indeks tersebut maka kualitas air sungai di stasiun-stasiun bagian hulu (Kelurahan Tanjung Barat dan Cipinang Cempedak) termasuk kriteria tercemar ringan sampai sedang. Semakin ke arah hilir pencemaran semakin berat. Akan tetapi di bagian muara (Kelurahan Mangga Dua Utara) tingkat pencemaran menurun kembali. Korelasi positif antara kandungan oksigen terlarut dan kedalaman sungai terhadap nilai indeks keanekaan jenis avertebrata bentos, menunjukkan bahwa indeks tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas air suatu perairan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Silta N
"ABSTRAK
Pantai adalah wilayah dimana berbagai kekuatan alani yang berasal dari laut,
darat dan udara sabng beiinteraksi dan menciptakan bentuk pantai yang kita lihat
sekarang. Bentuk pantai ini beisifat dinamis dan selalu berubali, diinana pembalian ini
dapat teijadi secara alaniiaii yang diakibatkan oleh gelombang, ams dan cuaca ataupun
perubalian yang teijadi sebagai akibat ulah inauusia.
Masalali yang dibalias dalani penelitian ini adalah karakteristik morfologi Pantai
Banten berdasarkan pada ukuran butir sedimen pantai, bentuk medanj gelombang laut
dan endapan sungai yang berniuara di Teluk Banten seita bagaimana pengaruh dari
karakteristik morfologi pantai terhadap penyebaran bentos atau organisme, khususnya
hewan bentik berdasarkan emp'at filum yang ada, yang liidup di pantai Banten tersebut.
Ukuran butir sedimen pantai yang terdapat di Pantai Banten adalah lempung,
pasir, dan kerikil kasar di pantai tengah seita campuran sedimen pasu- cangkang moUusca
dan lempung di pantai timur detigan bentuk medan pada uraumnya adalah datar atau
landai, hanya di Pantai Pulau Dua bentuk medannya agak teijal. Endapan sungai terbesar
terdapat di wilayah pantai tengah di dekat Kali Banten. Tinggi rata-rata gelombang di
Pantai Banten antara 0,106-2,751 meter dengan tinggi maksimum antara 0,181-4,145
meter, dimana gelombang laut yang cukup besar teijadi di pantai timur sehingga wilayah
ini mengalami pengikisan atau abrasi pantai.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, karakteristik morfologi yang ada di wilayah
Pantai Banten yaitu pantai lumpur, pantai pasu- dan pantai batu. Pantai lumpur terdapat
di Bojonegara sampai dekat Pulau Dua (pantai tengah). Pantai pasu- terdapat di pantai
timur dari Tanjung Pontang sampai dekat Kali Kemayungau, dan pantai antara Kali
Kemayungan sampai dekat Pulau Dua (pantai tengah). Pantai batu hanya terdapat di
pantai Pulau Dua.
Filum bentos yang paling banyak ditemukan di Pantai Banten adalah filum
mollusca, polychaefa dan knistosea. Mollusca banyak terdapat di pantai timur dimana
pantainya meiaipakan pantai pasir. Polychaefa dan Krustasea banyak terdapat di pantai
tengah yang pantainya meiupakan pantai lumpur. Echinodermata kuraug banyak
terdapat di Pantai Banten ini.
Pantai barat Banten tidak dapat digambarkan dalam peta, kareua wilayah
pantainya sudah mengalami perubalian yang menjadi wilayah industri sejak tahun 1992.
Pantai Bojenegara sudah mengalami pembalian menjadi pelabuhan peti kemas untuk
bongkar muat barang-barang pabrik. Oleh karena itu pantai barat Banten tidak dapat
dimasukkan dalam analisa kai akteristik morfologi pantai ini."
1998
S33823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaini
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai komunitas Gammaridea (Amphipoda, Crustacea) di perairan pantai Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) pada bulan September-Oktober 1993. Penelitian bersifat deskriftif dan bertujuan mengetahui jenis-jenis Gammaridea dan pola sebarannya di pantai TIJA dalam jarak 100 m dari pantai. Sampel diambil dengan Ekman grab sampler yang berukuran 15 x 15 cm sebanyak dua kali pengulangan. Metode yang digunakan adalah metode transek garis. Penelitian dilakukan di 5 stasiun yaltu, (1) Pantai Marina (belakang Dunia Fantasi); (2) Pantai Indah (belakang Hotel Horison); (3) Pantai Danau (belakang Putri Duyung Cottage); (4) Pantai Binaria (pantai pemandian); dan (5) Pantai Bagus (tempat pemancingan). Dari kelima stasiun penelitian diperoleh 12 jenis yang mewakili 10 suku. Indeks keanekaragaman jenis berkisar 0,737-1,287. Keanekaragaman jenis tertinggi ditemukan di Stasiun II (H' = 1,287) dan terendah di Stasiun I (H' = 0,737). Jenis yang paling dominan di kelima stasiun adalah Lembos sp. Indeks dominansi tertinggi adalah 0,536 pada Stasiun Ill. Pola sebaran Gammaridea di kelima stasiun adalah merumpun (clumped). Kesimpulan dari penelitian adalah keberadaaan Gammaridea sangat dipengaruhi kondisi perairan, terutama sedimen dasar perairan tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Wijayanto
"Ciliwung telah mengalami perubahan kondisi lingkungan diakibatkan adanya penataan dan normalisasi. Berdasarkan hal tersebut pada bulan Oktober hingga November 2017 di Ciliwung perbatasan Depok hingga Jakarta selatan telah dilakukan studi pengaruh kondisi lingkungan terhadap keragaman makrozoobentos pada daerah Sungai Ciliwung yang alami, penataan dan normalisasi.
Penelitian tersebut bertujuan menggambarkan keragaman makrozoobentos di Ciliwung berdasarkan tingkat adaptasinya pada wilayah alami, penataan dan normalisasi. Penelitian dilakukan di 3 stasiun yang ditentukan dengan metode purposive sampling.Stasiun 1 di Jalan Tole Iskandar sebagai daerah alami, stasiun 2 di Srengseng Sawah sebagai daerah penataan, dan stasiun 3 di T.B. Simatupang sebagai daerah normalisasi.
Dari hasil penelitian didapatkan 24 Genus. Jumlah genus dan kepadatan terbesar berada di stasiun 2 dengan jumlah Genus 20 dan kepadatan 114 ind/m2. Keanekaragaman H tertinggi di stasiun 1 dengan nilai 2,5541. Keseragaman E tertinggi di stasiun 3 dengan nilai 0,8941. dan dominansi tertinggi di stasiun 3 dengan nilai 0,2343. Berdasarkan parameter lingkungannya, keragaman makrozoobentos dipengaruhi parameter fisika berupa kedalaman, turbiditas dan tipe substrat akibat perubahan kondisi lingkungan.

Ciliwung experienced changes in environmental conditions due to the arrangement and normalization. Based on the case at Ciliwung across of Depok to south Jakarta from October to November 2017, study about the effect of environmental conditions on the macrozoobentos diversity on the Ciliwung in natural area, land conversion and normalization has been conducted.
The study aims to describe the macrozoobenthos diversity in Ciliwung based on adaptation rates in natural areas, structuring and normalization. The research was conducted at 3 stations that determined by purposive sampling method. Station 1 at Jalan Tole Iskandar as natural area, station 2 in Srengseng Sawah as the land conversion, and station 3 in T.B. Simatupang as a normalization area.
From the results obtained 24 Genus. The largest number of genus and densities are at station 2 with Genus number 20 and density 114 ind m2. Highest H 39 diversity at station 1 with a value of 2.5541. Uniformity E is highest at station 3 with a value of 0.8941. and the highest dominance in station 3 with value 0,2343. Based on environmental parameters, the diversity of macrozoobentos is influenced by physical parameters such as depth, turbidity and substrate type due to changes in environmental conditions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muflih Muhadjir
"ABSTRAK
Kurangnya data biologi yang dapat menentukan kriteria kualitas perairan, merupakan salah satu masalah yang terjadi dalam pemantauan perairan sungai.
Invertebrata bentos merupakan salah satu kelompok binatang yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang jelek dan tempat penumpukan bahan pencemaran suatu perairan. Oleh karena itu kelompok binatang ini selain merupakan komponen untuk keseimbangan komunitas binatang perairan, juga dapat digunakan sebagai indikator kualitas air suatu perairan.
Dalam rangka pendekatan masalah di atas, telah dilakukan penelitian yang bersifat survai. Penelitian lapangan dilakukan di 10 stasiun pengamatan sepanjang Sungai Cipinang pada Periode I (2 Nopember, 1991) dan pada Periode II (1 Februari, 1992). Pengukuran beberapa parameter kimia dan fisika air sebagian dilakukan di lapangan dan sebagian lagi dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Darat Sempur Bogor. Contoh lumpur untuk pengamatan invertebrata bentos dilakukan di laboratorium Balai Penelitian LSI dan Pengembangan Zoologi Bogor.
Dari analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat pencemaran Sungai Cipinang berdasarkan keanekaragaman jenis invertebrata bentos pada bulan Nopember 1991 dan bulan Februari 1992 menunjukkan kriteria tercemar sedang sampai dengan berat.
b. Terjadi proses "recovery" mulai stasiun pengamatan 4 sampai dengan stasiun pengamatan 5 pada bulan Februari 1992.
c. Jenis invertebrata bentos yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas air di Sungai Cipinang adalah Chironomus sp. dan Tubifex sp.
d. Adanya korelasi dan pengaruh antara beberapa parameter kimia dan fisika air dengan indek keanekaragaman jenis invertebrata bentos.
e. Berdasarkan pengukuran beberapa parameter kimia dan fisika air pada bulan Nopember 1991 dan bulan Februari 1992, Sungai Cipinang termasuk ke dalam perairan golongan B yaitu peruntukan perikanan.

One of the problems in monitoring the quality of river water is the scarcity of biological data available to be used as criteria. Benthic invertebrates are group of animals, which have the ability to survive in polluted water. Therefore, they can be used as an indicator for water qualities.
A survey was conducted at 10 stations along the Cipinang River on November 2, 1991 and February 1, 1992. Chemical and physical analysis was done in the field and in the laboratory of Research and Development Institute for Freshwater Fisheries, Sempur, Bogor.Analyses of mud samples for benthic invertebrates (investigations) were done in the laboratory of Research And Development Centre for Zoology, Bogor.
The results are:
a. Based on the benthic invertebrate diversity Cipinang River in November 1991 and February 1992, was moderately to heavily polluted in November 1991 and February 1992.
b. Recovery process occurred in February 1992 at station 4 and 5.
c. Benthic invertebrate which can be used as water quality bioindicator in Cipinang River are Chironomus sp. and Tubifex sp.
d. There were correlations between physical and chemical parameters and benthic invertebrate diversity index.
e. Based on the values of some physical and chemical parameters in November 1991 and February 1992, Cipinang River can only be utilized for fishery activities, and categorized into group B.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daru Setyo Rini
"Kali Surabaya adalah sumber air baku PDAM Surabaya yang mengalir sepanjang 41 km melewati wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Kegiatan manusia di sekitar sungai dan konversi lahan sempadan sungai telah memberikan dampak buruk pada ekosistem sungai. Pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya telah mengkonversi sebagian besar wilayah sempadan menjadi kawasan terbangun dan menghilangkan fungsinya sebagai penyangga ekosistem Kali Surabaya. Konversi tanah sempadan ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah (Gubemur, DPU Pengairan Propinsi Jawa Timur, dan Perum Jasa Tirta) pada penggunaan daerah sempadan Kali Surabaya. Lemahnya pemantauan dan pengawasan pada pembuangan limbah menyebabkan industri terus membuang limbahnya yang tidak diolah ke Kali Surabaya. Selama ini tidak ada tindak lanjut pada hasil pemantauan rutin, sehingga industri yang limbahnya terpantau jauh melampaui ambang batas, tetap melanggar baku mutu limbah cair pada pemantauan bulan berikutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas air dan keanekaragaman makroinvertebrata bentos Kali Surabaya di sekitar sempadan bagian hulu dengan kegiatan utama pertanian, bagian tengah dengan kegiatan utama industri dan bagian hilir dengan kegiatan utama permukiman. Penelitian ini juga mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan bahan sempadan dan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dan pengambilan sampel dilakukan pada dua waktu pemantauan yaitu 25 Mei 2002 yang mewakili akhir musim hujan dan 21 Agustus 2002 yang mewakili akhir musim kemarau. Sampel air dan makroinvertebrata diambil dari 7 stasiun pengambilan sampel yaitu Sumberame dan Sumengko (Kali Surabaya bagian hulu), Driyorejo, Kali Tengah dan Karang Pilang (Kali Surabaya bagian tengah), serta Pereng dan Jambangan (Kali Surabaya bagian hilir).
Nilai Indeks Canberra yang mengindikasikan tingkat kesamaan kualitas air memperlihatkan adanya 3 kelompok kualitas air. Pada 25 Mei 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah dan Jambangan, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Pereng dan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, dan Driyorejo. Pada 21 Agustus 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Jambangan, sedangkan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, Driyorejo, dan Pereng. Analisis statistika dengan uji Mann-Whitney dengan a 0,05 memberikan kesimpulan bahwa jumlah bahan pencemar organik (nilai BOD dan COD) pada Kali Surabaya bagian hulu berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pada Kali Surabaya bagian tengah dan permukiman, sedangkan jumlah bahan pencemar organik pada Kali Surabaya bagian tengah tidak berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pads Kali Surabaya bagian hilir.
Meskipun pengukuran fisika kimia memperlihatkan kualitas air pada Kali Surabaya bagian hulu masih baik, nilai indeks diversitas makroinvertebrata menandakan kualitas air Kali Surabaya bagian hulu telah mengalami tingkat pencemaran ringan. Hal ini berarti bahwa makroinvertebrata memberikan respon yang lebih peka dibandingkan pengukuran parameter fisika kimia, sehingga dapat dijadikan indikator untuk menilai kualitas air.
Pada pemantauan 25 Mei 2002, indeks diversitas makroinvertebrata terendah dijumpai di Jambangan, sedangkan pada pemantauan 21 Agustus 2002, indeks diversitas terendah dijumpai di Kali Tengah. Analisis statistik dengan uji korelasi Spearman Rank memberikan kesimpulan bahwa indeks diversitas memiliki korelasi negatif yang cukup kuat dengan BOD (nilai koefisien korelasi -0,653) dan korelasi negatif lemah dengan COD (nilai koefisien korelasi -0,339).
Komunitas makroinvertebrata pada Kali Surabaya bagian hulu dicirikan oleh tingginya persentase species tidak toleran pada pencemaran organik dari jenis larva serangga, keong (gastropoda) prosobranchia, kerang dan udang air tawar. Pada Kali Surabaya bagian tengah terjadi penurunan persentase species tidak toleran dan kenaikan persentase species toleran yaitu cacing Tubifex lubifex, Lumbriculus variegalus dan Chironomus sp. Pada Kali Surabaya bagian hilir persentase species toleran sangat tinggi dan hampir tidak dijumpai jenis makroinvertebrata tidak toleran. Species toleran yang banyak dijumpai adalah cacing Tubifex lubifex.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air dan pemantauan makroinvertebrata bentos dapat disimpulkan bahwa tingkat pencemaran air Kali Surabaya berkisar antara tercemar ringan hingga tercemar berat dengan pencemaran terberat dijumpai di Kali Tengah (Kali Surabaya bagian tengah). Kegiatan industri di sempadan sungai dan pembuangan limbah industri ke Kali Surabaya perlu mendapat prioritas dalam pengendalian dan pengawasan pencemaran air di Kali Surabaya, terutama di Kali Tengah yang memberikan beban pencemaran terberat.
Untuk memulihkan ekosistem Kali Surabaya dari kerusakan, pemerintah harus memperketat pengawasan pada industri khususnya di Kali Tengah dan mewajibkan semua industri untuk mengolah limbahnya hingga memenuhi baku mutu limbah cair. Disamping itu perlu dilakukan penertiban bangunan liar di sempadan sungai yang melanggar ketentuan dan mengembalikan peruntukannya sebagai kawasan lindung.
Upaya penertiban harus dilakukan secara manusiawi dan didahului dengan sosialisasi kepada semua masyarakat pengguna lahan sempadan yang akan ditertibkan. Pemerintah perlu memikirkan solusi untuk menyediakan lahan pengganti bagi permukiman penduduk sempadan sungai atau membangun sistem pengolahan limbah terpadu untuk mengolah limbah industri dan domestik sebelum dibuang ke Kali Surabaya.
Pembersihan bangunan liar di sempadan harus disertai dengan rehabilitasi tanah sempadan untuk dilanjutkan dengan kegiatan reboisasi dan membuat hutan kota yang dapat dijadikan wahana ekowisata dan sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar ikut partisipasi aktif dalam melestarikan fungsi Kali Surabaya sebagai sumber air baku untuk air minum warga Surabaya.

The Impact of Human Activity at Riparian Area on Water Quality and Benthic Macro-invertebrate Diversity of Surabaya RiverSurabaya River is a source of raw water supply for local potable water company (PDAM) in Surabaya. It flows along 41 km from Mojokerto passes through Gresik, Sidoarjo and Surabaya to the Strait of Madura. The utilization of riparian land of Surabaya River seems to be uncontrolled, most part of the riparian land has been converted into a developed area and its function as a buffer of Surabaya River ecosystem have been gradually destroyed. The increase in riparian land conversion was largely caused by lack of control from the provincial government (East Java Governor, Provincial Office of Public Work Department for Water and Irrigation, and Perum Jasa Tirta I).
The present study aims to assess water quality and diversity of benthic macro-invertebrate community of Surabaya River near the riparian area that is being used as agricultural, industrial and residential land. The present study also aims to assess the effectiveness of local government policy on the riparian land management and water quality control. The study was an analytical descriptive research. Water and substrate samples were collected from Surabaya River on 25th May 2002 represented the end of rainy season and 215 August 2002 represented the end of dry season.
Water samples and macro-invertebrates were collected from seven sampling stations along Surabaya River i.e. Sumberame and Sumengko (up-stream section of Surabaya River), Driyorejo, Kali Tengah, and Karang Pilang (middle section), Pereng and Jambangan (down-stream section).
The management of Surabaya River is conducted separately by governments of 4 municipalities along the river. There is lack of coordination and there is no integrated planning in the Surabaya River management. The local government control to the utilization of riparian zone and water pollution control in Surabaya River is still ineffective. Therefore, the improper uses of riparian land were still increasing and the water quality was declining. This condition threatens the sustainability of river function as source of raw water for drinking water company. The houses built on the riparian land were also not safe for the inhabitants, since the land is labil and some houses on the riparian land have collapsed lately.
The monitoring program seems to be only formality without any evaluation and follow-up action to the wastewater and water quality monitoring results. The industrial wastewaters that exceed the wastewater standard will still exceed the standard on the next monitoring results. There is no sufficient control to the wastewater disposal into Surabaya River.
The water assessment results showed that on 25th May 2002, the worst water quality of Surabaya River were found in Kali Tengah (middle section of Surabaya River) and Jambangan (down-stream of Surabaya River). On that day, presumably there were no waste disposal activity in Kali Tengah, hence the water quality in Kali Tengah was quite good and almost the same with water quality in Jambangan. On 2151 August 2002, it was presumed that there were waste disposal activities in Kali Tengah so that the water quality in Kali Tengah was the worst as compared to other stations in Surabaya River. The worst water quality was indicated by high values of BOD, COD, TOC, TSS and DHL in Kali Tengah on 21" August 2002.
The water quality of up-stream section of Surabaya River complied with the water quality standard of Class 1 according to PP No.81/2001 (can be used as raw water for drinking water), while the water quality at middle and down-stream section of Surabaya River exceeded that water quality standard.
The Mann-Whitney Test result with a 0,05 showed that the organic content (measured as BOD and COD) at up-stream section of Surabaya River was significantly different from those at the middle and down-stream section of Surabaya River. In contrast, the organic content at middle section of Surabaya River was not different significantly from that at and down-stream section.
Although the measurement of physical and chemical parameters of water sampled showed that the water quality at up-stream section of Surabaya River was still in good condition and complied the water quality standard of class 1, the biodiversity index of benthic macro-invertebrate community indicated the occurrence of mild water pollution. The result suggests that benthic community monitoring is more sensitive than the physical and chemical measurement. It can be used as bio-indicator of water quality in the habitat.
On 25th May 2002, the lowest diversity index was found at Jambangan while on 21s` August 2002 the lowest diversity index was found at Kali Tengah. The correlation coefficient index of Spearman rank showed a significant relation of diversity index to BOD and COD concentration. The diversity index has a moderately strong negative correlation with BOD content (coefficient correlation - 0,653) and it has a weak negative correlation with COD content (coefficient correlation - 0,339).
Macro-invertebrate community at up-stream section of Surabaya River was characterized by the high percentage of sensitive species such as insect larva, prosobranchia gastropod, mussels and decapods. At middle section of Surabaya River, the percentage of sensitive species decreased and the percentage of tolerant species, such as Tubifex tub fex, Lumbriculus variegatus and Chironamus sp. increased. At down-stream section of Surabaya River, the tolerant species were predominant so high and only few sensitive species were found in this area. The most abundant tolerant species was Tubifex lubifex.
In order to restore the ecosystem of Surabaya River, the government should increase the wastewater disposal control and command all industries to treat their wastewater. The illegal uses of the riparian zone should be terminated and the illegal buildings should be cleared from that protected area. The riparian land then should be rehabilitated and replanted with local vegetation species and a plan to convert the zone into a city riparian forest as a public park should be initiated. The city riparian forest should be supported by Surabaya River information centre as a facility to environmental education program. This centre will act as training facility to increase the understanding and awareness of the people in conserving the Surabaya River Ecosystem as a whole unit that interfered by their activity so that the river function as a source of raw water for drinking water will keep in sustainability."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Wahyuningsih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T40633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Atmanto
"ABSTRAK
Pencemaran lingkungan sungai, lebih disebabkan oleh faktor perilaku manusia (sosial). Bila hal ini tidak dilakukan perbaikan, maka keberlanjutan sungai dan ekosistemnya dikhawatirkan akan mengalami kehancuran dalam waktu tidak terlalu lama, Pemerintah telah berupaya mengatasi kerusakan daerah aliran sungai di antaranya adalah Prokasih. Namun belum ada tanda perbaikan bahkan kualitas lingkungan sungai makin kritis. Apalagi pengelolaan sungai di Indonesia masih menggunakan konsep hidraulik murni, yang menimbulkan masalah baru, kerusakan ekosistem sungai dan bencana. Namun bila Eko-hidraulik diterapkan di Indonesia, sulit berhasil tanpa melibatkan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi modal sosial yang cukup kuat dan pemberlakuan otonomi daerah berasaskan demokrasi dan berkeadilan memberikan ruang peran serta masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji baik sccara teoretis maupun praktis dan memberi pemikiran tentang model pendekatan S0550-hidraulik pada masyarakat daerah aliran sungai dalam mengelola kualitas air sungai. Penelitian ini dilakukan di bantaran Sungai Ciliwung DKI Jakarta dan bantaran Sungai Citarum Kabupalen Bandung Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, kelompok masyarakat bantaran Sungai Citarum Bandung Jawa Barat telah melakukan penerapan Sosio-hidraulik lebih tinggi (80%) dalam mengelola kualitas air sungai dibandingkan dengan kelompok masyarakat bantaran Sungai Ciliwung Jakarta (44,7%). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan unsur pendekatan Sosio-hidraulik yaitu : pelestarian fungsi sungai, partisipasi stakeholders, ekonomi sumberdaya air, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan budaya air masyarakat lokal yang diterapkan oleh kelompok masyarakat dalam mengelola kualitas air sungai. Kontribusi unsur pendekatan Sosio-hidraulik oleh masyarakat terhadap pengelolaan Iingkungan slmgai di dua lokasi penelitian adalah 38,50%. Kedua, model system dynamics dapat mengkonstruksi diagram sistem Sosio-hidraulik dan subsistem yang lain seperti dukungan pemerintah, dan dukungan swasta (dunia usaha) yang dapat menganalisis perbaikan kualitas air sungai. Simulasi akhir model ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Sosio-Hidraulik (l00%) oleh stakeholders yang didukung oleh pemerintah (l00%) dan dunia usaha yang dilaksanakan secara konsisten Serta dilaksanakan serentak oleh seluruh stakeholders daerah aliran sungai hulu-hilir (terpadu), akan menghasilkan perbaikan kualitas air sungai setelah 18 tahun. Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap: 1) penguatan pemberlakuan konsep Sosio-hidraulik dalam pengelolaan kualitas air sungai yang berbasis masyarakat, 2) Pengakuan pemerintah atas kemampuan masyarakat mengelola kualitas air sungai, 3) Sistem pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas (Community Based Resources Management- CBRM) harus disempurnakan menjadi ISBRM (Integrated Socio-hydraulics Based Resources Management).

ABSTRACT
The caused ofthe polluting that happens on the river was human ?s behaviour (social responsibility. If the reparation has not been done, then the river and its ecosystem continuity will faced the damage in near time. The government has tried to fx the damage ofthe river-basin. But, there are still no signs that it will be better though the river environment quality is getting worse. It was because the managing of the river in Indonesia is still using the pure hydraulics concept which caused the damaged of the river ecosystem and disaster. lf the Eco- Hydraulics has been applied in Indonesia, it will be difficult to be done without the involvement of the Socio-Hydraulics. while Indonesia has many strong potential social capital. The provisions of the autonomy region based on democracy and justice has given rooms to participate by citizen.
The aims of this research are to examine and to give ideas about approaching model jbr Socio-Hydraulics in managing the quality of the river water in continuity. This research was done on Ciliwung Watershed DKI Jakarta and Citarum Watershed Bandung West Java. The result ofthe research shown that first, the citizen of Citarum Watershed Bandung West Java were more succeed through the Socio-Hydraulics approach than the citizen of the Ciliwung Watershed Jakarta The Inplementation of Socio-Hydraulics respondence level on Citarum Watershed Bandung West Java groups has higher score (80%) than the Socio-Hydraulics respondence level on Ciliwung Watershed Jakarta (44. 7%). Next is, the result of analyses shown that there are Socio-Hydraulics approach elements such as: the continuity of river water junction, stakeholder 's participants, the economy water source, the involvement of society and the local culture development in reaching the succeed of the river environment quality improvement that has been done by the groups of society who ?s lived in the river basin. The contribution of the Socio-Hydraulics approach elements to the succeeding of the managing river environment in two research location were 38.50% Second the system dynamics model can be constructed the diagram system of Socio-Hydraulics and others subsystem such as the government support, the involvement of the sociegf and the privates support, so that the river water quality improvement can be anabfsed This last simulation model has shown that the application of the Socio- Hydraulics approach (l00%) by the stakeholders with the support #om the government (1 00%) and the privates (industry) that will be done in consistently and it will be done at the some time by all stakeholders of the river area (integrateaD, will produce the improvement of the river water quality ajter l8 years. This research result has imply to the policies of I) The supervision of Socio-Hydraulics concept in river water quality management on society base, 2) The government recognition to the society ability in managing the river water quality, and 3) The community based resources management (CBRM) must be completely to be integrated Socio-hydraulics based resources management (ISBRM).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D1894
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Dini
"Kualitas air Sungai Ciliwung semakin hari semakin menurun. Hal ini dibuktikan dengan konsentrasi TSS (Total Suspenden Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), Nitrit dan Ammonia yang telah melebihi baku mutu (TSS>100 ppm, COD>10 ppm, Nitrit>0.06 ppm, Ammonia>0.02 ppm) (Delinom et al., 2002). Tetapi pada kenyataannya air Sungai Ciliwung masih digunakan masyarakat sekitar untuk memenuhi berbagai keperluan sehari-hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air Sungai Ciliwung periode tahun 2000-2010 dibandingkan dengan Keputusan Gububernur DKI Jakarta No. 582/1995. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan jumlah sampel sekunder sebanyak 272. Parameter kualitas air yang digunakan sebagai indikator adalah Total Dissolved Suspended (TDS), Kekeruhan, Phospat, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) Dissolved Oxygen (DO), dan Fecal coli.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar parameter telah melebihi baku mutu kecuali TDS di bagian hulu sungai. Dari hasil uji bivariat diketahui sebagian besar konsentrasi parameter meningkat dari hulu ke hilir. Hal ini dibuktikan dengan nilai P<0.05. Untuk perbedaan konsentrasi di musim hujan dan musim kemarau, parameter yang memiliki perbedaan yang signifikan yaitu BOD, Phospat, dan COD (P<0.05). Sedangkan untuk perbedaan konsentrasi periode tahun 2000-2005 dan periode tahun 2006-2010 parameter yang memiliki perbedaan yang signifikan yaitu COD dan DO (P<0.05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Air Sungai Ciliwung menurut parameter yang diteliti sudah tidak sesuai peruntukannya.

Over the time, water quality of Ciliwung River was under the standart. The concentration of some parameters such as TSS (Total Suspenden Solid), COD (Chemical Oxygen Demand), Nitrite and Ammonia above a threshold limit (TSS>100 ppm, COD>10 ppm, Nitrite>0.06 ppm, Ammonia>0.02 ppm) (Delinom et al., 2002). But in the reality people around the river area still used the water for their daily activities.
The purpose of this study was to compare the water quality to according Keputusan Gububernur DKI Jakarta No. 582/1995. This study use descriptive analysis method with 272 secondary samples. The parameter of water quality which include as indicator of the assessment were Total Dissolved Suspended (TDS), Turbidity, Phospate, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) Dissolved Oxygen (DO), and Fecal coli.
The result should that most of parameters were over the threshold limit except TDS consentration in the upstreams. Bivariate analysis showed most of the parameters increase from the upstream to downstream with P<0.05. BOD, Phospat, and COD had the significant differences between rainy and dry season (P<0.05). Mean while COD and DO which had the significant differences in 2000-2005 to 2006-2007 periode time (P<0.05).
The conclusion of this study was Ciliwung river water according to the studied parameters are not appropriate designation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>