Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikbal Gazalba
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S31327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S29813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Djan
Djakarta: Balai Pustaka, 1951
899.22 ACH k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Qi Yahya
"ABSTRAK
Ballas hingga kini diketahui sebagai tumpukan batu dibawah struktur atas dari
jalan rel dan berfungsi untuk memberi stabilitas, menyalurkan beban dan
meneruskan rembesan air ke lapisan di bawahnya yaitu tanah dasar. Kerusakan
umum yang terjadi pada bagian ballas khususnya di Indonesia adalah kerusakan
yang diakibatkan oleh terciptanya kantong ballas. dimana terjadi mud pumping
atau pencampuran endapan lumpur dari tanah dasar dibawah lapisan ballas dengan
lapisan ballas itu sendiri, hal ini akan menyebabkan daya dukung struktur ballas
untuk menopang beban diatasnya melemah dan berpotensi meruntuhkan struktur
jalan rel itu sendiri. Karakteristik dari tanah dasar mempunyai pengaruh besar
terhadap proses ini. Tipisnya lapisan ballas dan adanya genangan air menjadi
faktor awal terjadinya kantung ballas. Tentu saja ada faktor-faktor yang
mempengaruhi terciptanya genangan air tersebut. Tidak adanya drainase ideal,
dan tipisnya lapisan ballas menjadi faktor-faktor pemicu genangan tersebut. Serta
kondisi tanah dasar yang memiliki karakter lempung yang ekspansif, nilai IP
tinggi dan sulit meluuskan air menjadi ciri-ciri tanah dasar yang punya potensi
terjadinya kantung ballas."
2012
S45690
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Handayani
"ABSTRAK
Pitcher plants (Nepenthes spp.) included in carnivorous plants which are often visited by nectar-seeking insects, such as bees, beetles, butterflies and ants. In order to be visited by insects, pitcher plants provide a lure prize in the form of nectar produced by flowers (floral nectar) and nectar in other parts outside the flower (extrafloral nectar). In an effort to get the nectar, visitor insects can fall into the hole of the pitcher which will eventually become the food of the pitcher plants."
Bogor: Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, 2019
580 WKR 17:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Handayani
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, 2012
580 TRI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rony
"Latar Belakang : Penatalaksanaan kolesistektomi laparoskopik telah menjadi baku emas untuk penanganan kolesistolitiasis simptomatik di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), sedangkan sampai saat ini belum ada sistem penilaian kantung empedu intraoperatif yang diterapkan saat operasi. Penilaian kantong empedu intraoperatif yang sesuai dapat menggambarkan tingkat kesulitan kolesistektomi laparaskopik secara objektif dan akan berpengaruh terhadap pemilihan teknik kolesistektomi laparaskopik yang tepat untuk mencegah terjadinya trauma bilier. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi nilai G10 dan mencari hubungan dengan teknik operasi pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi laparaskopik di RSCM.
Metode : Dilakukan penelitian retrospektif pada subjek yang telah dilakukan kolesistektomi laparaskopik pada Januari 2019 sampai Desember 2019 di institusi kami. Kami mengumpulkan karakteristik subjek berdasarkan catatan medis rumah sakit. Kami menentukan nilai G10 dan teknik operasi berdasarkan dokumentasi gambar intraoperatif dan laporan bedah. Data nilai G10 dan klasifikasi teknik operasi dilakukan uji non parametrik Mann-Whitney untuk melihat perbedaannya. Dilakukan uji statistik Kendalls Tau untuk menilai hubungan antara nilai G10 dengan prosedur bailout. Dilakukan uji ROC untuk melihat sensitifitas dan spesifisitas nilai G10 terhadap prosedur bailout, kemudian ditentukan nilai cut-off nya.
Hasil : 99 subjek Indonesia, usia rata-rata 49,80+13,421 tahun, menjalani kolesistektomi laparaskopik di Rumah Sakit Umum Dr.Cipto Mangunkusumo selama satu tahun. Sebagian besar diagnosis adalah kolesistolitiasis tanpa kolesistitis (68 subjek, 68,8%) dan kolesistitis kronis (23 subjek, 23,2%). Pembedahan elektif dilakuan pada 91 subjek (91,9%). Median nilai G10 adalah 2 (rentang 1-8). CVS dilakukan pada 81 subjek (81,8%), sedangkan 18 subjek dikelola dengan prosedur bailout (18,2%), terdiri dari 14 subjek dilakukan FF (14,2%), 2 subjek SC (2,0%) dan 2 subjek konversi operasi terbuka (2,0%). Nilai median G10 berbeda pada subjek yang menjalani CVS (1, rentang 1-6), FF (3, rentang 2-6), SC (5, rentang 5-5) dan konversi terbuka (6,5, rentang 5-8). Ada perbedaan median nilai G10 (<0,001) antara kelompok yang dilakukan CVS (1, rentang 1-6) dengan kelompok yang dilakukan prosedur bailout (4, rentang 2-8). Terdapat hubungan antara nilai G10 dengan prosedur bailout (<0,001, +0,478). Akurasi nilai G10 untuk memprediksi prosedur bailout dinilai dengan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) (<0,001, AUC 0,865) dan didapatkan cut-off point yang optimal untuk melakukan prosedur bailout adalah 2,5 (x2, p=0,000019).
Kesimpulan : Studi ini menunjukkan bahwa G10 adalah sistem penilaian kandung empedu intraoperatif yang objektif dan dapat diterapkan saat melakukan kolesistektomi laparaskopik. Nilai G10 berhubungan dengan prosedur bailout. Nilai 2,5 adalah cut-off point yang optimal untuk melakukan prosedur bailout saat kolesistektomi laparaskopik.

Introduction. Laparoscopic cholecystectomy has become a gold standard for symptomatic cholecystolithiasis management at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), while there is no intraoperative gallbladder assessment system applied during laparoscopic cholecystectomy. An appropriate intraoperative gallbladder assessment system can describe objectively the degree of difficulty in laparascopic cholecystectomy and fascilitate appropriate surgical decision-making to prevent biliary injury. This study aims to validate the intraoperative G10 scoring system and look for relationships with laparoscopic cholecystectomy techniques already performed at RSCM.
Method. A cross sectional study was established to the subjects had performed laparascopic cholecystectomy between Januari 2019 and December 2019. We collected characteristic of subjects based on medical records. We assessed the G10 scoring system and operation technique based on the documentation of intraoperatif images and surgical reports.
Results. Ninety-nine indonesian subjects, mean age 49.80+13.421 yrs, underwent laparascopic cholecystectomy at RSCM for a year. Most diagnosis were symptomatic cholecystolithiasis (67.7%) and chronic cholecystitis (23.2 %). Most of surgery was elective (91.9%). The median G10 score was 2 (range 1-8). CVS was feasible in 81.8%, whereas 18.2% cases were managed by bailout procedure. Of those, 14.2 % cases underwent FF, 2% SC and 2% open surgery conversion. The median G10 score differs among subjects undergoing CVS (median 1, range 1-6), FF (median 3, range 2-6), SC (median 5, range 5-5) and open conversion (median 6.5, range 5-8). There was a difference in the G10 score (<0.001) between the groups that performed CVS (median 1, range 1-6) and the groups that performed bailout procedures (median 4, ranges 2-8). There is a relationship between the G10 score and the bailout procedure (<0.001,+0.487). The accuracy of the G10 score to predict the bailout was assessed using a ROC curve (<0.001, AUC 0.865) and the optimal cut-off point to perform a bailout procedure was 2.5 (x2, p=0.000019).
Conclusion. The G10 is an objective and applicable intraoperative gallbladder assessment system when performing laparoscopic cholecystectomy. The G10 score has a relationship with the bailout procedure during laparascopic cholecystectomy. G10 score 2.5 is the optimal cut-off point for a bailout procedure when performing laparoscopic cholecystectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deladwita Suyoso
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan marketing insight dalam meningkatkan penerapan perilaku ramah lingkungan, yaitu membawa tas belanja pribadi sebagai pengganti kantung plastik. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa evaluasi yang berdasar pada konsekuensi (evaluasi teleologikal) dan evaluasi yang berdasarkan kebenaran yang melekat (evaluasi deontologikal) pada perilaku melalui mediasi penilaian konsumen atas isu etika terkait (ethical judgment) serta kebiasaan konsumen, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi konsumen untuk membawa tas belanja pribadi sebagai pengganti kantung plastik ke supermarket dan minimarket secara signifikan. Penelitian juga membahas adanya pengaruh efek moderasi dari pemikiran konsumen akan tingkat kepentingan isu etika (Perceived Importance of Ethical Issue) pada proses-proses yang berhubungan dengan intensi serta ethical judgment konsumen atas perilaku tersebut.

This study aimed to get a new marketing insight about what kind of factor(s) that could influence consumer intention to bring their own bag when visiting supermarket or minimarket, as one of the way to decrease the unfavorable environmental impacts from high usage of plastic bag nowadays. The study shows that habit is the most significant factor influencing consumer intention to bring their own bag as a substitute of plastic bag. While the deontological and teleological evaluations, mediated by consumer’s ethical judgment for the behavior also have positive impacts on consumer’s intention to do the behavior. On the other hand, the moderating effect from perceived importance of such ethical issue by consumer is also being discussed."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S52702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"ABSTRAK
Masyarakat Indonesia yang sedang membangun dan mengembangkan diri menjadi masyarakat modern dalam beberapa hat tidak melepaskan dirinya dari simbol-simbol dan idiom-idiom budaya. Pemanfaatan simbol dan idiom budaya dalam kehidupan modern cenderung dijadikan sebagai pengikat (hook) keterkaitan mereka dengan dunia masa lalu (nenek moyang) sebagai salah satu jati diri bangsa. Selain itu, simbol dan idiom budaya merupakan kekayaan budaya yang efektif untuk dipakai sebagai mnemonic terutama yang berkaitan dengan nilai moralnya.
Salah satu simbol atau idiom budaya yang kerap dipakai dalam upaya membangun manusia Indonesia adalah kesenian wayang purwa. Kesenian yang sarat dengan ajaran dan nilai-nilai luhur ini merupakan sarana multidimensional yang dapat dikatakan lengkap. Karakter tokoh-tokoh pewayangan merupakan satu simbolisasi dari watak manusia, cerita-cerita wayang merupakan pesan keteladanan untuk dihayati oleh masyarakat.
Pemanfaatan tokoh wayang pun ternyata tidak terbatas di daiam rangkaian ceritanya saja, tetapi ada kecenderungan pemanfaatan tokoh-tokoh wayang di luar cerita yang dipakai secara khusus oleh masyarakat untuk menghadirkan citra tertentu. Tokoh Semar, misalnya, muncut secara mandiri, yakni hadir sebagai merek dagang (batik Semar), sebagai jenis makanan khas Solo (semar mendem), sebagai akronim yang bersifat politis (supersemar), sebagai tempat menyimpan uang (celengan semar), bahkan sebagai ilmu pemikat wanita (semar mesem). Tokoh mistis ini kerap pula hadir dalam cerita-cerita mutakhir dalam bentuk novel atau drama, seperti yang dikaji dalam penelitian ini.
Kepopuleran tokoh Semar sebagai sebuah wacana tradisional tidak dapat diragukan lagi, karena pada tokoh ini tergambar suatu citra manusia-dewa yang menjadi representasi dari rakyat jelata, perpaduan dunia laki-laki dan wanita, kearifan manusia, pembimbing moral para ksatria, dan lain sebagainya. Namun, citra yang demikian itu lambat laun menjadi terkontaminasi akibat dari kepopulerannya itu. Artinya, kemunculan Semar tidak terbatas lagi pada kerangka wayang purwa, tetapi juga di dalam kehidupan modern sebagai simbol budaya modern. Pada keadaannya yang demikian, citra Semar tidak lagi utuh tetapi sudah mengalami perubahan makna sesuai dengan bentuk barang yang diperjualbelikan itu. Dengan demikian, telah terjadi massifikasi, proses pemassalan pada tokoh ini.
Dalam kaitan itulah, penelitian ini dilakukan, yaitu mengenai tokoh Semar yang telah mengalami massifikasi seperti yang tampak dari karya Sindhunata dan N. Rtiantiarno. Kedua karya tersebut sama-sama menampilkan tokoh Semar yang kehilangan identitas diri sebagai akibat dari perubahan citra dirinya di masyarakat, Sementara itu, satu karya lakon carangan Semar Mbabar Jatidiri karya Tim Delapan PEPADI Pusat menampilkan citra Semar yang sesuai dengan konvensi budaya, yakni sebagai pembimbing dan pengayom.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dalam dua cerita Semar., Semar Mencari Raga dan Semar Gugat, digambarkan tokoh Semar yang dekaden. Ia kehilangan dan mempertanyakan jatidirinya. Massifikasi tokoh ini sebagai dampak dari popularitasnya di masyarakat. Dalam Semar Mencari Raga, Semar tidak ubahnya seperti botol yang dapat diisi oleh cairan apa saja. Hal itu berkaitan dengan raga Semar yang ditempati oleh roh-roh lain, sehingga begitu banyak wajah Semar. Kaitannya dengan masyarakat Indonesia saat ini, banyaknya wajah Semar (tokoh ini mewakili identitas rakyat jelata yang dekat dengan kesengsaraan sosial) di masyarakat identik dengan banyaknya kesengsaraan yang merebak. Dalam Semar Gugat, tokoh ini meminta keadilan atas perilaku ksatria yang menjadi momongannya, Arjuna. Arjuna telah memotong kuncung Semar --salah satu identitas diri Semar-- sehingga Semar merasa terhina dan peristiwa itu merupakan salah satu wujud simbolik dari kesewenang-wenangan para penguasa terhadap rakyat jelata. Pada Semar Mbahar Jatidiri, tokoh Semar hadir secara utuh dan membeberkan bagaimana mengamalkan dan menghayati Pancasila. Lakon ini sarat denngan pesan-pesan politik pemerintah.
Mitologi wayang dalam pembangunan budya, sosial, dan politik Indonesia tetap menjadi acuan pokok pemerintah Orde Baru. Hal itu disebabkan oleh kuatnya penghayatan elite politik kita (pemerintah) terhadap budaya Jawa.
Seringnya simbol dan idiom budaya dipakai dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan berkurangnya makna simbolik dari simbol atau idiom tersebut. Massifikasi atas simbol dan idiom budaya tersebut merupakan salah satu akibat dari pengeksposan secara besar-besaran simbol atau idiom itu di masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai jarak lagi dengan simbol dan idiom itu. Akibat lainnya, citra simbol atau idiom itu tidak bermakna lagi seperti seharusnya."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>