Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
cover
cover
Susiani Purbaningsih
"Penelitian lanjutan yang terkait dengan perbanyakan bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) secara in vitro telah dilakukan. Pada periode penelitian kali ini, percobaan-percobaan yang dilakukan dititik beratkan pada masalah pengurangan tingkat kontaminasi, masalah perlu atau tidak pemberian NAA (zat pengatur tumbuh kelompok auksin) di dalam tahap induksi tunas, dilanjutkan dengan bagaimana agar tunas yang tumbuh dapat lebih dari satu (yang diharapkan minimal tiga) dan bagaimana eksplan yang telah tumbuh tunas dapat diinduksi sistem perakarannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai cara sterilisasi (13 metode), dilanjutkan dengan penanaman eksplan pada media dasar (MS padat) ditambah dua macam zat pengatur tumbuh (Kinetin 5 mg/l) dan NAA (0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/l); untuk mengetahui pengaruh NM di dalam induksi tunas. Sedangkan untuk mengetahui apakah ada sinergi dari dua macam sitokinin, telah diujikan dua macam sitokinin (Kinetin dan BAP) baik secara tunggal maupun kombinasi. Terakhir, di dalam usaha menginduksi sistem perakaran, baik eksplan awal maupun eksplan yang telah tumbuh tunas ditanam pada media dasar MS dengan penambahan IBA dan Phloroglucinol.
Hasil sementara dari berbagai percobaan tersebut di atas adalah sebagai berikut: Pertama, tingkat kontaminasi terendah (10%, metode ke-12) diperoleh jika antibiotik yang digunakan dalam prosedur sterilisasi adalah Dumocycline (Dumex) 500 mg/100 ml. Kedua, di dalam media induksi tunas keberadaan senyawa auksin (NM) menunjukkan kecenderungan pengaruh yang baik, yaitu pada konsentrasi NM 0,6 dan 0,8 mg/l. Ketiga, dari dua macam sitokinin yang diujikan (Kinetin dan BAP) menunjukkan adanya sinergisme dari kedua zat pengatur tumbuh tersebut, yang terlihat pada kombinasi konsentrasi Kinetin 7,5 mg/l dan BAP 5 mg/l Sementara itu, proses induksi sistem perakaran masih berlangsung hingga laporan ditulis, sehingga hasil akhirnya belum dapat dilaporkan. Namun demikian, dari sekian banyak perlakuan yang telah dicobakan ada satu eksplan yang sistem perakarannya dapat terinduksi. Selain itu, di dalam media yang mengandung IBA dan Phioroglucinol respon pertama dari eksplan adalah tumbuh tunas, serta dijumpai adanya varigasi daun.

An experiment to overcome the problem of contamination of explant in vitro and to obtain a multiple shoots, including rooting of the shoot of Gigantochloa apus Kurz. have been carried out. Single nodal segments with axillary buds were the starting material. The nodal segment (each segment was 2-3 cm long) was collected from Gigantochloa apus plants grown in the riverside at Griya Tugu Asri, Depok. Since a high rate of contamination is reported in bamboo, a series of sterilization methods were tested through successive modification. There were 13 methods of sterilization tested. After sterilization, nodal segments were directly inoculated on modified Murashige & Skoog (MS) medium, supplemented with Kinetin 5 mg/I and various concentration of NM (0; 0,2; 0,4; 0,6, 0,8; 1,0 mg/l) or in the same basal medium supplemented with 16 combination Kinetin (0; 2,5; 5,0; 7,5 mg/1) and BAP (0; 2,5; 5; 7,5 mg/l). Rooting of the shoots and initial explants were achieved under in vitro and ex vitro conditions. For rooting in vitro a series of combination IBA and Phloroglucinol were tested.
The results of the experiment showed that the rate of contamination could be reduced to 10% with successive modifications in the methods of surface sterilization. The use of Dumocycline as an antibiotic seemed to be useful. The presence of NAA (0,6 or 0,8 mg/l) in the shoot induction medium contained 5 mg/l Kinetin, appeared to enhance the growth of the shoots. On the other hand, a combination of two cytokinines (Kinetin 7,5 mg/l and BAP 5 mg/l) showed slightly better than NAA-Kinetin combination, but this result should be confirmed. Rooting of the shoots either in vitro or ex vitro have not been successful yet, but the experiments are in progress to study the rooting induction.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pola percabangan ranting bambu apus [Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz.] di alam. Penelitian dilakukan di kawasan rumpun bambu Kebun Raya Bogor dan Laboratorium Biologi Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI Depok. Nodus ranting G. apus diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Dari 20 sampel ranting pada pengamatan makroskopis, hanya nodus kedua sampai nodus kelima dari masing-masing ranting, yang digunakan untuk penghitungan jumlah mata tunas. Berdasarkan penghitungan, jumlah mata tunas bervariasi, yaitu 1, 2 dan 3. Nodus ketiga ranting diketahui memiliki jumlah mata tunas terbanyak dan digunakan sebagai acuan pengambilan sampel pembuatan sediaan histologis melalui metode parafin dengan pewarna seri safranin-fast green. Berdasarkan pengamatan mikroskopis sayatan melintang (cross section) dan memanjang (long section) nodus ketiga ranting, terlihat bahwa dari nodus bagian basal mata tunas pertama (tunas primer), dapat terbentuk mata tunas kedua dan ketiga (tunas sekunder). Adapun asal pembentukan kedua mata tunas sekunder tersebut, tidak berasal dari nodus yang sama. Dengan demikian, branch complement pada ranting G. apus di alam adalah berasal dari satu tunas primer yang nodus basalnya mampu membentuk tunas sekunder. Sehingga diketahui tipe branch complement pada ranting G. apus adalah unrestricted monoclade. Selanjutnya, berdasarkan asal pembentukan branch
iii
Pola percabangan..., Saifudin, FMIPA UI, 2007
iv
complement tersebut, dapat pula diketahui bahwa pola percabangan pada ranting G. apus di alam adalah pola percabangan tunggal (single branching)."
Universitas Indonesia, 2007
S31524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yanti Noorhayati
"Tunas apikal kecambah Paraseriant/ies falcataria (L.) Nielson ditanam
pada medium MS yang mengandung I ppm NAA dan 6 ppm BAP selama 4
mlnggu. Tunas apikaf dan nodus kedua dart hasil penanaman dipotong menjadl
setek I dan setek II, kemudiân ditanam pada medium MS dengan variast
konsentrasl NM 3; 6 ; 9 ppm dan BAP 3; 6 ppm, selama 6 minggu. Tunas
tumbuh pada semua perlakuan, kalus tumbuh pada sebaglan besar perlakuan,
sedangkan akar tidak terbentuk pada semua periakuan. UJI non-parametrik
Friedman menunjukkan bahwa perlakuan (perbedaan konsentrast fitohormon
dan perbedaan setek) berpengaruh terhadap tinggl, Jumiah nodus, berat basah
dan berat kering tanaman. TInggl tunas tertlnggi untuk setek I (46 mm)
diperoieh pada P6 (6 ppm BAP + 6 ppm NM), sedangkan untuk setek 11(46
mm) pada P9 (3 ppm BAP + 9 ppm NM). Jumlah nodus dart penanaman
setek I paling banyak (5 buah) didapat pada P3 (3 ppm BAP + 9 ppm NM)
dan P6 (6 ppm BAP + 9 ppm NM) sedangkanuntuk setek 11(3,3 buah) pada
P8 (3 ppm BAP + 6 ppm NM) dan P11 (6 ppm BAP + 6 ppm NM). Berat
basah dan berat kering tertinggt setek I (0.1713 g dan 0.0333 g) dlperoieh
pada P6(6 ppm BAP + 9 ppm NM), sedangkan untuk setek 11(0,1111 dan
0,0258) pada P8 (3 ppm BAP + 6 ppm NM). Pada penanaman setek I semua perlakuan menghasllkan satu tunas sedangkapada setek II sebafl perlakuan menghasiikan lebih dart satu tunas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prihmawati
"Ku'l. tur jaringan tumbuhan merupakan sal ah satu me tod a per ban yak an tanaman secara vegetatifu F'erbanyakan tanaman d e n g a n m e t a d a I-; u 11 u r j a r i n g a n d a p a t d i t e m p u h m a 1 a :L li i p a m b en t Lilian t u n a s a k s i 1 a i" p e m L) e n 1: li I--; a n a i" g a n a d v e n t i f ,, dan pern ben tuk an em brio somati. k„ Zat pengatnr tumbuh da lam medium kultur jaringan,, terutama a\uksin dan sitokinin ber~ p e r a n d a 1 a m m e n g a t u r |:3 e i" t u m b u In a n d a n p ra r I-:; e m b a n g a n e k s p 1 a n „ F-' e n BI i t i a n k u 11 u r" j a r i n g a n t a n a m a n s e n g o n 1 a u t (P^waBBrlantheB f^^lcstaria (L.,, )'. Nielsen) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ixat pengatur tumbuh N^-bsnzy laden ins (BA) yang dibutuhkan untuk pern ben tuk an tunas aksilar spesies ini„ Eksplan epikotil keraa^mbah urnur 10 hari yang men g an dung dua buah nodus brasrarta in trarnodusnya ditanarn pad a medium pad at Nura\shige ?< Bkoog modifikasi den gain vairiaisi konsentraisi BA GII5-5 pprn.. Penrgaimatain dilakukan pada mingrgu keenaun untuk rnempero 1 ell davtai Jumlaili nodus/ekspla\n,, tinggi tuniis,, be rait baisah eksplain yaing telaih brarmorf ogenrasis dam be rait kraring eksplan yang telah bermorfagenesis„ Anal isis data dengan uj i nonpararnetrik Kruskal Wallis yang menghasilkan perbed-aan n y a t. a ai i"i t ai i" a p e r" 1 a k u a n d i 1 a n j u t k a n d e n g a n u j i p a r- b a n d i n g a n berganda„ F' a n a 1 i. t. i a n i n i. m a n u n j u k II ai n b a li w a p a m b a n t u !< ai n t u n a s a k si 1 air dan aikar sang on laut da pat terjadi pada be r bag a i vairiasi medium MB modifikasi yang man g an dung :-;at pangatur"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>