Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakyan Widowati Kusumo Asthi
"Pengaruh perlakuan ekstrak daun bayam dun (Amaranthus spinosus
L.) 0,2,4,6,dan 8% bk/vterhadapperkecambahan dan pertumbuhan
kecambah cabal merah besar (Capsicum annuum L. van. Longum) diamati
pad han ke-8 dan ké-16. Penelitian dilakukan di Laboratoriurn Fisiologi
Tumbuhai FMIPA-UI Depok, dan digunakan metode penelitian Rancangan
Acak Lengkap. Hasil penelitian: persentase perkecambahan tertinggi cabal
tersebut adalah 95% pada han ke-8 (kontrol), dan pada han ke-16 (kontrol
dan perlakuan ekstrak 6% bk/v); sedangkan persentase terendah pada han
ke-8 adalah 91,67% (perlakuan ekstrak 2,4,dan 6% bk/v), dan pada han ke-
16 adalah 88,33% (penlakuan ekstrak 2%). Panjang batang tertinggi adalah
1,15 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 5,30 cm pada hail ke-16 (perlakuan
ekstrak 6% bklv); sedangkan terendah (penlakuan.ekstrak 8% bk/v) yaitu 0,52
cm pada han ke-8 dan 2,52 cm pada hail ke-16'. Panjang akartertinggi
adalah 2,29 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 4,45 cm pada han ke-16
(penlakuar1 ekstrak 4% bk/v); sedangkan terendah adalah1,09 cm pada hail
ke-8 (penlakuan ekstrak 8% bk/v), dan 3,24 cm pada hail ke-16 (perlakuan
ekstrak 6%). Uji Friedman menunjukkan pemberian ekstrak daun bay-3m dun
tidak berpengaruh terhadap persentase perkecambahn, panjang batang,
maupun panjang akar kecambah cabal merah besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Lestari Ningsih
"ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui potensi bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dalam menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah cabe merah besar (Capsicum annuum L. var. longum) telah dilakukan dengan cara mengamati pengaruh ekstrak A. spinosus terhadap prosentase perkecambahan, panjang akar dan batang kecambah C. annuum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor 4 x 5 yang terdiri dari 4 perlakuan macam ekstrak yaitu ekstrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus, dan 5 perlakuan konsentrasi ekstrak yaitu 0,00%, 1,25%, 2,50%, 3,75%, dan 5,00% (dw/w). Analisis variansi menunjukkan bahwa keempat macam ekstrak A. spinosus 1,25--5,00% tidak berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan biji C, annuum. Ekstrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus 3,75% dan 5,00% menghambat pertumbuhan akar kecambah C. annuum. Ekatrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus mulai konsentrasi 1,25% memacu pertumbuhan batang kecambah C. annuum, tetapi konsentrasi 5,00% ekstrak tersebut tidak memperlihatkan adanya perbedaan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiefrani
"ABSTRAK
Perlakuan ekstrak daun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dan daun putri malu (Mimosa pudica L.) kadar (1:10); (1:15); (1:20); (1:25); (1:30) bk/v; serta kontrol bertujuan mengetahui pengaruh optimum ekstrak terhadap perkecambahan dan pertumbuhan kecambah benih tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) var. Ratna. Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Jurusan Biologi FMIPA UI Depok selama delapan hari, perlakuan di awal percobaan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (6 perlakuan dan 5 ulangan bagi setiap jenis ekstrak). Perlakuan ekstrak daun bayam duri menunjukkan prosentase perkecambahan 99% terdapat pada kontrol dan perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (9%) kadar (1:10) bk/v. Panjang akar kecambah tertinggi (15,8 mm) terdapat pada kontrol; yang terendah (0,3 mm) kadar (1:10) bk/v. Panjang batang kecambah tertinggi (29,74 mm) terdapat pada kontrol; yang terendah (1,3 mm) kadar (1:10) bk/v. Berat basah kecambah tertinggi (18,01 mg) terdapat pada kontrol; yang terendah (6,16 mg) kadar (1:10) bk/v. Berat kering kecambah tertinggi (2,12 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:20) bk/v; yang terendah (2,01 mg) kadar (1:30) bk/v. Perlakuan ekstrak daun putri malu menunjukkan prosentase perkecambahan tertinggi (99%) terdapat pada kontrol dan perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (64%) kadar (1:10) bk/v. Panjang akar kecambah tertinggi (4449 mm) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (2,23 mm) kadar (1:10) bk/v. Panjang batang kecambah tertinggi (95,15 mm) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v; yang terendah (10,90 mm) kadar (1:10) bk/v. Berat basah kecambah tertinggi (47,25 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:30) bk/v, yang terendah (7,63 mg) kadar (1:10) bk/v. Berat kering kecambah tertinggi (2,20 mg) terdapat pada perlakuan kadar (1:15) bk/v; yang terendah (2,01 mg) terdapat pada kontrol. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan ekstrak kedua macam tanaman tersebut berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan, panjang akar, panjang batang, serta berat basah kecambah tomat tersebut, namun tidak berpengaruh terhadap berat kering. Uji Perbandingan Berganda menunjukkan pada data prosentase perkecambahan kedua macam ekstrak tersebut tidak terlalu berbeda nyata terhadap kontrol, berbeda nyata pada data panjang akar, panjang batang, dan berat basah kecambah tersebut, namun tidak berbeda nyata pada data berat kering kecambah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri D.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S31146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rochadi Arif Purnawan
"Latar belakang. Bayam duri (Amaranthus spinosus L) merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek antimalaria ekstrak etanol bayam duri (EEBD) dan ekstrak air bayam duri (EABD) pada kultur SDM yang diinfeksi dengan P. falciparum in vitro dan memeriksa kadar MDA dan GSH untuk melihat efek stres oksidatif SDM dan efek perlindungan antioksidan dari bayam duri kepada kultur.
Metode. Kultur SDM yang diinfeksi dengan P. falciparum diberi ekstrak etanol bayam duri (EEBD) dan ekstrak air bayam duri (EABD) dengan dosis 50, 100, 200, 400, 800, dan 1600 μg/ml. Persentase penghambatan terhadap pertumbuhan parasit oleh EEBD dan EABD dilakukan mengacu pada metode Purwatiningsih dan NAMRU-2. MDA diperiksa dengan methode Wills, dan GSH dengan metode Ellman.
Hasil. Pemberian EEBD dan EABD berpengaruh secara signifikan (p≤0,05) terhadap penghambatan pertumbuhan parasit. Persen penghambatan oleh EEBD pada dosis yang diberikan berkisar antara 12,4- 77,9%, sedang penghambatan oleh EABD berkisar antara 17,2- 81,4%. EABD menunjukkan persen penghambatan lebih tinggi dari EEBD. Analisis probit IC50 (Inhibitor Concentration terhadap P. falciparum sebesar 50%) terhadap kedua ekstrak, menunjukkan EABD mempunyai IC50 lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol (243,89 vs 331,47 μg/ml). Hasil pemeriksaan MDA secara umum menunjukkan EABD menurunkan kadar MDA lebih baik dari EEBD. Penurunan kadar MDA berkisar antara (1,07-1,02 nmol/ml vs 1,12-1,10 nmol/ml), p≤0,05. Kadar GSH pada EABD dan EEBD memperlihatkan peningkat secara keseluruhan, yaitu (1,57-2,22 μmol/ml vs 1,40- 2,02 μmol/ml), p≤0,05. Dari penghitungan EABD menunjukkan peningkatan kadar yang lebih baik secara bermakna. Tetapi pada konsentrasi 1600 μg/ml terlihat peningkatan MDA dan penurunan GSH.
Kesimpulan. Kedua ekstrak yaitu EEBD dan EABD mempunyai effek antimalaria melalui persentase penghambatan, penurunan kadar MDA dan kenaikan kadar GSH yang signifikan pada kadar ekstrak 50, 100, 200, 400, 800, dan 1600 μg/ml. Pada konsentrasi 1600 μg/ml, terlihat peningkatan MDA dan penurunan GSH, tetapi persen penghambatan tetap terlihat baik. Secara umum EABD menunjukkan hasil yang lebih baik dari EEBD.

Background. Amaranthus spinosus L or spiny Amaranth was screened for antimalarial effects. The aim was to analyze ethanol and water extracts of A. spinosus (EEBD and EABD) in a human erythrocyte culture infected with P. falciparum in vitro. The levels of MDA and GSH were also examined.
Methods. Percentage inhibition of parasite growth was analyzed according to Purwatiningsih and NAMRU-2 methods. MDA and GSH were analyzed by the Wills and Ellman methods, respectively. The human erythrocyte cultures infected with P. falciparum, and were treated with ethanol and water extracts of spiny Amaranth (EEBD and EABD) at concentrations of 50, 100, 200, 400, 800, and 1600 μg/ml.
Results. Both the EEBD and EABD showed significant inhibition effects on parasite growth (p ≤ 0.05). Percent inhibition of EEBD ranged from 12.4 to 77.9%, while inhibition by EABD ranged between 17.2 and 81.4%, higher than EEBD. IC50 (inhibitory concentration against P. falciparum by 50%) of EABD was lower than of EEBD (243.89 vs 331.47 μg/ml). Generally, the MDA levels were lower with EABD than with EEBD. Decreased levels of MDA ranged from (1.07 to 1.02 nmol / ml vs 1.12 to 1.10 nmol / ml) (p ≤ 0.05). GSH levels with EABD vs EEBD are generally increased (1.57 to 2.22 μmol / ml vs 1.40 to 2.02 μmol / ml; p ≤ 0.05). EABD was more effective than EEBD. However, at a concentration of 1600 μg / ml, MDA level was increased and the GSH level decreased.
Conclusion. Both extracts, EEBD and EABD show antimalarial effects through inhibition of parasite growth. Moreover, they significantly decrease levels of MDA and increase levels of GSH. In general, EABD showed better antimalarial and antioxidant effects than EEBD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Aryogi Rama Putra
"Latar belakang: Bayamduri (Amaranthus spinosus L.) adalah herbal tradisional yang digunakan untuk pengobatan malaria dan belum banyak data penelitian tentang ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas skizontisidal ekstrak air bayam duri (Amaranthus spinosus L) (EABD) terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei secara in vivo.
Metode: Mencit jantan (galur Balb/c) dengan berat 28-30 g, 7-8 minggu, dibagi menjadi 4 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. Kelompok K: kontrol, Kelompok A: kontrol negatif, 2 Kelompok perlakuan (B dan C). Kelompok B: ekstrak Amaranthus 120 mg/kgBB, 1 kali per hari selama 4 hari. dan kelompok C: klorokuin 10 mg/kgBB sekali sehari selama 3 hari. Seluruh perlakuan diberikan melalui oral.
Hasil: Aktivitas skizontisidal darah terlihat pada semua kelompok perlakuan (B dan C), Aktivitas tertinggi terlihat pada kelompok B yaitu 91,20 ± 0,73 %, sedang kelompok C sebesar 88,92 ± 1,10 %. Kedua kelompok berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kontrol, p≤0,05, namun kedua kelompok tidak berbeda bermakna satu sama lain, p≥0,05. Terjadi peningkatan berat badan pada kelompok EABD yang hampir sama dengan kelompok kontrol dan lebih besar dibanding kelompok klorokuin (7,6 % vs 7,05% dan 5,48%).
Kesimpulan: Ekstrak air bayam duri (Amaranthus spinosus) (EABD) dosis 120 mg/kgBB menunjukkan aktivitas skizontisidal darah yang sama baik dengan pemberian klorokuin 10 mg/kgBB terhadap mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei secara in vivo.

Background: Amaranthus spinosus is a traditional herb used for the treatment of malaria, but the information of it?s activity still limited. The aim of this study was to determine the schizonticidal effect of a water extract of Amaranthus spinosus against Plasmodium berghei-infected mice.
Methods: Male mice (Balb/c strain) weighing 28-30 g, 7-8 weeks old, were randomly devided into 4 groups of 5 animals each. Group K: controls (nil), Group A: negative controls, and 2 treatment groups (B and C). Group B: Amaranthus 120 mg/kgBW, once per day for 4 days and group C: Chloroquine 10 mg/kgBW, once a day for 3 days. All treatments administrated orally.
Results: Blood schizonticidal activity was seen in all treatment groups, the highest activity was seen in group B ( 91.20 ± 0.73%), and group C was 88.92 ± 1.10%. Both groups were significantly different compared to control, p≤0,05), but there were no different within both group. An increase in body weight in group B are almost the same as group K and greater than group C (7.6% vs 7.05% and 5.48%).
Conclusion: The Amaranthus spinosus water extract (ASWE) at a dose 120 mg/kgBW demonstrated a good blood schizonticidal activity as well as chloroquine against Plasmodium berghei-infected mice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarno
"Latar belakang: Malaria masih merupakan penyakit infeksi utama di dunia. Sebagian besar kematian pada malaria disebabkan oleh malaria serebral yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Bayam duri (Amaranthus spinosus L) merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh pemberian kombinasi ekstrak bayam duri (Amaranthus spinosus L) dan sambiloto (Andrographis paniculta Burm.F) terhadap survival, berat badan, kadar MDA dan GSH serta gambaran histopatologi otak mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei.
Metode: penelitian eksperimental in vivo menggunakan hewan coba mencit jantan galur Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei dan diberi terapi kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto. Kelompok terdiri atas: K: kontrol; I kontrol negatif; II. Ekstrak kombinasi (10mg/kgBB+4mg/kgBB, 1xsehari, selama 7hari); III kontrol positif klorokuin (10mg/kgBB; sehari 1 x selama 3 hari). Seluruh perlakuan diberikan melalui oral. Dilakukan analisis survival dan berat badan, serta pemeriksaan kadar MDA (metode Wills), dan GSH (metode Ellman) dan pengamatan histopatologi otak mencit.
Hasil: Pemberian kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto pada mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei meningkatkan survival (100%) dan berat badan (10%) mencit. Kadar MDA sedikit menurun dibandingkan kontrol, walaupun tidak berbeda bermakna (0,112 ± 0,021nmol/mg vs 0,133 ± 0,0145nmol/mg) (p≥0,05), dan meningkatkan GSH secara bermakna dibandingkan kontrol negatif. (0,003 ± 0,0005µg/mg vs 0,0002 ± 0,0001µg/mg) p≤0,05. Analisis histopatologi menunjukkan perbaikan sel otak pada mencit yang diberi kombinasi ekstrak bayam duri dan sambiloto.

Background: Malaria is still a major infectious disease in the world. Most of death in malaria are caused by cerebral malaria due to Plasmodium falciparum infection. Amaranthus spinosus L and Andrographis paniculata Burm.F were traditional herbs used to cure malaria. The aim of this study was to determine the anti-malarial effect of the combination of these two herbs in a malaria mouse model through the measurement of survival rate, body weight, MDA, GSH and brain histopathology of mice infected with Plasmodium berghei in vivo.
Methods: male mice (Swiss strain) weighing 28-30 g, 7-8 weeks were used for this study. Treatment animal groups: K. control (nil); I. control negative. II. combination treatment (10mg + 4mg/kgBW; once per day for 7 days); III. chloroquine treatment (10mg/ kgBW; once per day for 3 days). all treatment was administered per os.
Result: A combination of extracts of Amaranthus spinosus L and Andrographis paniculata Burm.F in mice infected with Plasmodium berghei increased the survival rate (100%) and the body weight (10%) of mice respectively. The MDA levels slightly lower than control, although not significantly different (0.112 ± 0,021 nmol/ vs. 0.133 ± 0,0145nmol/mg) (p ≥ 0.05), while GSH level increased significantly (0.003 ± 0,0005 µg/mg vs. 0.0002 ± 0,0001µg/mg) p ≤ 0.05. Histopathological analysis showed improvement of brain cells in mice given a combination of extracts.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Iskandar
"Kopi menyebabkan diskolorasi gigi. Asam oksalat daun bayam dan kalsium susu membentuk kristal kalsium oksalat. Untuk menganalisis pengaruh larutan ekstrak daun bayam dan susu terhadap tingkat diskolorasi gigi akibat kopi, spesimen yang terdiri atas kontrol serta kelompok yang direndam larutan ekstrak daun bayam 10%, 20%, dan 30% yang dicampur susu, kemudian dipapar kopi. Perubahan warna gigi diuji. ΔL berbeda bermakna pada Uji Kruskal-Wallis. T-Test dan uji Wilcoxon memperlihatkan perbedaan bermakna perubahan warna kelompok uji dan kontrol. Uji korelasi Pearson tidak menunjukkan korelasi bermakna konsentrasi dan perubahan warna. Larutan ekstrak daun bayam dan susu dapat mengurangi tingkat diskolorasi gigi akibat kopi.

Coffee causes teeth discoloration. Spinach leaves oxalic acid and milk calcium form calcium oxalate crystal. To analyze level of tooth discoloration due to coffee, specimens consisted of control and groups immersed in 10%, 20%, and 30% spinach leaves extract plus milk were immersed in coffee. Teeth color change were measured. Kruskal-Wallis test showed significant difference of ΔL*. T-Test and Wilcoxon Test showed significant teeth color change between immersion group and control. Pearson Corelation Test showed no significant corelation between extract concentration and tooth color change. Spinach leaves extract solution and milk can decrease level of tooth discoloration due to coffee."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S45075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>