Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imas Noor Arafah
"ABSTRAK
Pada penelitian mi digunakan limbah cair tahu
sebagal substrat fermentasi nata, dengan penambahan 10,0%,
12,5%, 15,0%, atau 17,5% sukrosa dan 0,1%, 0,3%, atau 0,5%
amonium sulfat [(NH4 ) 2SO4 ]. Fermentasi nata dilakukan
dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinwn (Brown)
Bergey dkk.
Tujuan penelitian mi adalah untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penainbahan beberapa konsentrasi sukrosa
dan (NH4 ) 2 SO4 serta interaksi antara kedua faktor tersebut
terhadap ketebalan rata-rata nata, dan rnenentukan
konsentrasi sukrosa dan (NH 4 ) 2SO4 yang memberikan hasil
ketebalan rata-rata nata paling baik.
Ketebalan rata-rata nata yang tertinggi (0,601 cm)
diperoleh dari penambahan 12,5% sukrosa dan 0,1% (NH4)2SO4.
Ketebalan rata-rata nata yang terendah (0,157 cm) diperoleh
dari penambahan 17,5% sukrosa dan 0,5% (NH4)2SO4.
Uji statistik pada a = 0,01 menunjukkan ada pengaruh
penambahan sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 , serta interaksi antara
sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 terhadap ketebalan rata-rata nata.
Interaksi penainbahan sukrosa dan (NH4 ) 2 SO4 terlihat pada
penambahan 15,0% atau 17,5% sukrosa. Pada penambahan
sukrosa 15,0% atau 17,5% menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi (NH4 ) 2SO4 yang dltambahkan, semakin rendah
ketebalan rata-rata nata yang dihasilkan
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Ilene Ngalusi
"Sampah sisa makanan menjadi salah satu masalah di Universitas Indonesia karena belum terdapat metode yang efektif dan efisien dalam pengelolaan limbah kantin dari fakultas-fakultas yang ada. Salah satu teknik pengelolaan limbah kantin adalah dengan pengomposan menggunakan larva Black Soldier Fly (BSF). Adanya proses fermentasi dan penguraian bahan kompleks oleh mikroorganisme pada substrat organik mampu mengoptimalkan daya biokonversi larva BSF. Namun, hingga saat ini, penelitian terkait pengaruh fermentasi limbah kantin terhadap efektivitas biokonversinya dengan larva BSF belum ditemukan sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh perlakuan durasi fermentasi limbah kantin dengan mikroorganisme EM4 terhadap efektivitas biokonversi limbah kantin menggunakan larva BSF dan juga kandungan kompos yang dihasilkan berdasarkan standar SNI 19-7030-2004. Metode penelitian yang digunakan, yakni berupa kombinasi fermentasi EM4 dengan perbedaan perlakuan durasi (0, 5, dan 10 hari) serta larva BSF sebagai agen pengomposan pada limbah kantin. Analisis data dilakukan terhadap berat biomassa larva BSF dan kompos, substrate consumption, growth rate, bioconversion rate, waste reduction index, serta analisis kandungan unsur hara kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas biokonversi larva BSF tertinggi didapatkan oleh perlakuan durasi fermentasi limbah kantin dengan EM4 selama 10 hari (F10) dengan berat biomassa total larva BSF sebesar 50,09 gram; nilai bioconversion rate sebesar 24,55%; nilai waste reduction index (WRI) sebesar 10,79%; dan berat kompos sebesar 27,38 gram. Sementara itu, sebagian besar kandungan unsur hara kompos pada semua perlakuan sudah sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004, kecuali nilai kadar C-organik pada perlakuan F10 serta nilai rasio C/N pada semua perlakuan lainnya (F0, F5, F10, KL dan KF). Pada penelitian ini, didiskusikan juga potensi biokonversi dan peluang bioekonomi pengelolaan limbah kantin FMIPA UI dengan larva BSF.

Food waste management has become one of the issues at the University of Indonesia due to the lack of an effective and efficient method in managing canteen waste from existing faculties. One common technique in food waste management is composting using larvae of Black Soldier Fly (BSF). The fermentation process and decomposition of complex substances by microorganisms in the organic substrate can optimize the bioconversion efficiency of BSF larvae. However, studies related to the influence of canteen waste fermentation on the effectiveness of bioconversion with BSF larvae have not been discovered to date. Hence, further study regarding this subject is necessary. This study aimed to identify the effects of canteen waste fermentation treatment with EM4 microorganisms on the effectiveness of canteen waste bioconversion using BSF larvae and the content quality of the resulting compost based on the SNI 19-7030-2004 standard. The method used in this study is combining EM4 fermentation with different durations treatment (0, 5, and 10 days) and BSF larvae as composting agent on canteen waste. Data analysis included the weight of BSF larvae biomass and compost, substrate consumption, growth rate, bioconversion rate, waste reduction index, and content quality analysis of the compost. The results showed that the highest effectiveness of bioconversion by BSF larvae was obtained with a 10-day EM4 fermentation treatment (F10). The total biomass of F10 BSF larvae reached 50,09 grams; with bioconversion rate of 24,55%; waste reduction index of 10,79%; and a compost weight of 27,38 grams. Meanwhile, most of the content qualities in the compost for all treatments were following the SNI 19-7030-2004 standard, except for the C-organic content value in the F10 treatment and the C/N ratio values in all other treatments (F0, F5, F10, KL, and KF). In this study, the bioconversion potency and the bioeconomic opportunities of managing the waste from the FMIPA UI canteen using BSF larvae were also discussed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Fitria
"Sistem pemaparan sangat dipengaruhi oleh agen-agen lingkungan, khususnya agen yang berasal dari udara, dan merupakan sstem pertahanan tubuh yang terdepan dari pemaparan agen-agen lingkungan tersebut. Berdasarkan hasil survey kesehatan masyarakat di Kelurahan Cisalak 2001, gangguan pernapasan dianggap merupakan masalah kesehatan masyarakat di kelurahan tersebut, terutama pada bayi dan balita. Faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya gangguan pemapasan pada bayi dan balita adalah kualitas udara di dalam rumah tempat tinggal, mengingat sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh bayi dan balita tersebut adalah di dalam rumah.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kualitas udara dalam rumah dan kondisi lingkungan rumah dengan terjadinya gangguan pernapasan pada bayi dan balita. Desain studi yang diterapkan adalah cross-sectional, dengan pengukuran kualitas udara yang meliputi parameter PM 10 dan Total Plate Count (TPC) Mikroorganisme Udara.
Sebanyak 200 anak diteliti, ditemukan 31,5 persen yang mengalami batuk pilek dengan demam dan 51,5 persen yang mengalami batuk pilek dengan atau tanpa demam dalam dua minggu terakhir. Pangukuran kualitas udara ditemukan sebanyak 52,5 persen dari rumah yang diukur temyata telah melewati ambang batas kadar PM10 sebesar 90 μg/m3, dan 77.8 persen dari rumah yang diukur udaranya mengandung lebih dari 750.000 koloni/m3 total plate count mikroorganisme udara. Analisis statistik tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kualitas udara dengan terjadinya gangguan pernapasan pada bayi dan balita. Namun demikian, terdapat perbedaan proporsi gangguan pernapasan yang cukup besar antara anak yang tinggal di rumah dengan kualitas udara yang buruk dengan anak yang tinggal di rumah dengan kualitas udara yang baik.
Hubungan yang bermakna terdapat antara variabel rasio luas lubang angin/luas kamar dan variabel kebiasaan merokok dengan gangguan pernapasan. Pada anak yang tidur di kamar dengan ventilasi yang kurang. peluangnya untuk mengalami gangguan pernapasan adalah 3 - 3,589 kali lebih besar dari anak yang tidur di kamar dengan ventilasi yang cukup. Anak yang tinggal di rumah dengan perokok berpeluang untuk mengalami gangguan pernapasan 1,997 kali lebih besar daripada anak yang tinggal di rumah tanpa perokok. Variabel-variabel lingkungan rumah yang lain, walaupun tidak menunjukkan hubungan yang bermakna, namun memperlihatkan adanya perbedaan proporsi gangguan pernapasan yang cukup besar antara anak yang tinggal di rumah dengan kondisi lingkungna rumah yang buruk dibandingkan anak yang tinggal di rumah dengan kondisi lingkungan rumah yang baik.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis obat nyamuk, suhu dan kelembaban relatif udara, jumlah perokok dalam tiap rumah, serta jumlah rokok yang dihisap per hari dengan kadar PM10 di dalam rumah. Analisis linier ganda menghasilkan sebuah persamaan yang menjelaskan variasi kadar PM10 melalui variabel-variabel rasio luas lubang angin/luas rumah, kepadatan hunian rumah, kelembaban relatif udara, dan jumlah perokok dalam tiap rumah. Antara kelembaban relatif udara dengan TPC mikroba udara terdapat hubungan yang bermakna. Analisis regresi linier ganda menghasilkan persamaan yang menjelaskan variasi jumlah koloni mikroorganisme udara melalui variabel suhu dan kelembaban relatif udara dalam rumah. Secara keseluruhan, terdapat beberapa variabel yang patut mendapat perhatian karena secara konsisten berhubungan ataupun menunjukkan kecenderungan untuk berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah dan dengan gangguan pemapasan pada bayi dan balita. Yaitu rasio luas lubang angin/luas kamar, rasio luas lubang angin/luas rumah, kepadatan hunian rumah, penggunaan obat nyamuk, dan kebiasaan merokok.

The respiratory system is commonly affected by environmental agents and is often the body's first line of defense against them. According to the public health survey conducted in Kelurahan Cisalak in year 2001. respiratory disease was one of public health concern, especially in infants and voting children. Factors that influence the disease seemed to be indoor air quality, since infants and young children spent almost all of their time in home.
The purpose of this study was to analyze the relationship between indoor air quality, housing environment, and respiratory disease in infants and young children. Study design was cross-sectional survey, including the measurement of PM to and total plate count (TPC) of airborne microorganisms as parameters of indoor air quality.
A number of 200 hundred children were randomly selected. As much as 31.5 percents of the children had runny nose and cough with fever and 51.5 percents had runny nose and cough with or without fever in the last two weeks. The measurement of indoor air quality showed that 52.5 percents of houses had indoor PMI0 concentration over 90 µglm3, and 77.8 percents of the houses had more than 750.000 CFU/m3 of total plate count of airborne microorganisms. Bivariate analysis showed that there were no relationship between indoor air quality and respiratory disease in infants and young children. But the proportions of respiratory diseases were different between children who lived in bad indoor air quality and children who lived in good indoor air quality,
Significant relationship was showed between bedroom ventilation and smoking with respiratory disease. Probability of having respiratory disease in children sleeping in inadequate bedroom ventilation was 3 - 3.589 times higher compared with children sleeping in adequate bedroom ventilation. Probability of having respiratory disease in children living with smokers was 1.997 times higher compared with children living in a house with no smoker. Although there were no significant relationship showed by other housing environment variables, the proportions of respiratory diseases were different between children who lived in bad housing-environment and children who lived in good housing environment.
There were significant correlations between the use of mosquito killer, indoor air temperature and relative humidity, number of smoker in a house, and number of cigarrete per day with indoor PMi0 concentration. Multiple linear regression analysis showed a formula that could explain the variation of indoor PMio concentration from variables of house ventilation, living density in a house, relative humidity, and number of smoker in a house. There was a significant correlation between indoor relative humidity and total plate count of airborne microorganisms. Multiple linear regression analysis showed a formula that could explain the variation of total plate count of airborne microorganisms from variables of indoor air temperature and relative humidity,
Some variables were important to be our concern because consistently showed significant relationships or tend to be related with indoor air quality and respiratory diseases in infants and young children. The variables were bed room ventilation, house ventilation, living density in a house, the use of mosquito killer, and smoking.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hendrian
"ABSTRAK
Penbentukan enzim oleh mikroorganisne dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya faktor komposisi kimia medium. Salah satu unsur makro yang dibutuhkan oleh kapang adalah fosfor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi fosfor, dengan variasi konsentrasi 0,00%; 0,05%; 0,10%; 0,15%; 0,20%; 0,25%, terhadap aktivitas glukoamilase Aspergillus awamori UICC 314, yang diperoleh dari Laboratoriun mikrobiologi jurusan Biologi FMIPA-UI.
Pengujian aktivitas glukoamilase dilakukan dengan metode Nishise. Satu unit aktivitas glukoamilase setara dengan satu μmol glukosa yang dilepaskan per menit. Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan metode Somogyi-NeIson.
Hasil penghitungan aktivitas enzim sesudah fermentasi 24 jam menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi fosfor yang diberikan, terhadap aktivitas glukoamilase Aspergillus awamori UICC 314. Terdapat perbedaan rata-rata aktivitas glukoanilase aspergillus awamori UICC 314 antara konsentrasi fosfor 0,00% dengan 0,20%, dan konsentrasi fosfor 0,00% dengan 0,25%. Rata-rata aktivitas glukoamilase tertinggi diperoleh pada konsentrasi fosfor 0,00%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Paramita Ayuningtyas
"[ABSTRAK
Penelitian ini merupakan randomized, single blind controlled trial yang bertujuan untuk menilai keamanan pemakaian ulang vitrektor single-use. Penelitian ini menilai proporsi, jumlah koloni dan spesies mikroorganisme yang tumbuh pada vitrektor bekas pakai satu kali yang menjalani reprocessing dengan dan tanpa pembilasan povidone-iodine 5%. Sebanyak 88 sampel vitrektor 23G dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok I yang menjalani reprocessing saja dan kelompok II yang menjalani pembilasan povidone-iodine 5% dan reprocessing. Kultur mikroorganisme dilakukan pada bagian tip dan bilasan lumen tip-connector-extension cairan. Pada kelompok I, ditemukan pertumbuhan bakteri Staphylococcus hominis pada satu tip (2,3%), sedangkan semua bilasan lumen steril. Pada kelompok II, semua kultur tip dan bilasan lumen steril. Walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan proporsi pertumbuhan mikroorgansime di kedua kelompok (p=1,000), pertumbuhan bakteri pada kelompok I dapat berpotensi memiliki dampak klinis dan mikrobiologi yang berarti.

ABSTRACT
A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
;A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
, A randomized, single blind controlled trial was done to evaluate the safety of reusing a single-use vitrector. This study evaluated the proportion, number of colony, and the species of microorganism growth from vitrectors, which underwent reprocessing with and without 5% povidone-iodine flushing. Eighty-eight samples of 23G vitrector were randomized into two groups; Group I undergone direct reprocessing (cleaning, disinfection, repackaging, and ethylene oxide sterilization), whereas Group II were flushed with 5% povidone-iodine before undergone reprocessing. Microorganism culture of vitrector was performed for the tip and flushing of the tip-connector-fluid extension lumen. In Group I, Staphylococcus hominis was found on culture of one tip (2,3%), whereas all lumen cultures were negative or sterile. In Group II, all tip and lumen cultures were negative or sterile. Although no significant difference in proportion of microorganism growth between groups (p=1.000), microorganism growth found in Group I might have a clinical and microbiological effect.
]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Wibisana
"Tujuan: Metabolit yang dihasilkan oleh mikroorganisme merupakan sumber yang potensial untuk dieksplorasi guna memperoleh senyawa aktif antimikroba, salah satunya adalah kelompok biosurfaktan lipopeptida. Berbagai senyawa lipopeptida mempunyai aktifitas biologi yang tinggi. seperti aktifitas antikanker, antivirus, antipembekuan darah, immunomodulator, antiadesif, antiparasit, antibakteri dan antijamur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kekayaan biodiversitas nasional dengan melakukan isolasi dan skrining mikroba penghasil biosurfaktan lipopeptida serta karakterisasi dari lipopeptida yang dihasilkan sebagai antimikroba untuk aplikasi di bidang biomedis.
Metode: Isolasi dan skrining mikroba penghasil biosurfaktan lipopeptida dilakukan dengan mengambil sampel berupa tanah dan air dari lokasi yang tercemar minyak baik di darat maupun di laut. Isolat terpilih digunakan dalam proses fermentasi untuk produksi lipopeptida. Uji aktifitas antibakteri dilakukan terhadap beberapa bakteri uji gram positif maupun negatif. Senyawa aktif lipopeptida yang dihasilkan diisolasi dan dikarakterisasi strukturnya menggunakan spektrometri massa. Optimasi produksi juga dilakukan guna memperoleh kondisi proses yang optimal menggunakan Respon Surface Methodology. Studi efek kombinasi senyawa lipopeptida dengan antibiotik lain dilakukan menggunakan metode double disk dan metode checkerboard.
Hasil: Diperoleh mikroba penghasil biosurfaktan lipopeptida Bacillus amyloliquefaciens MD4-12 yang diisolasi dari lokasi di sekitar kilang minyak Pertamina di Palembang. Lipopeptida yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji gram positif dan negatif secara in-vitro menggunakan metode difusi cakram termasuk bakteri resisten MRSA (methicillin resistant strain Staphylococcus aureus) dan E. coli ATCC 32518, bakteri penghasil betalaktamase. Hasil karakterisasi senyawa menunjukkan bahwa lipopeptida yang dihasilkan adalah surfaktin homolog yang terdiri dari C12-C17 surfaktin. Pada optimasi produksi senyawa surfaktin diperoleh peningkatan produksi sebesar 2,4 kali dari perolehan sebelum dilakukan optimasi, yaitu dari 0,51 g/L menjadi 1,21 g/L. Studi kombinasi senyawa lipopeptida dengan antibiotik ampisilin menunjukkan efek sinergi dan aditif dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Nilai FIC indeks yang diperoleh berkisar antara 0,31 ? 0,63. Penelitian ini menunjukkan potensi senyawa lipopeptida surfaktin sebagai antibakteri untuk aplikasi di bidang biomedis.

Objective. Metabolites produced by microorganisms are potential sources to be explored to obtain biological active compound. One of them belongs to lipopeptide biosurfactants group. Various active compounds of lipopeptide have high biological activity for biomedical application such as anticancer, antiviral, inhibit fibrin clot formation, immunomodulators, antiadesif, antiparasitic, antibacterial and antifungi. The aim of this study was to explore the national biodiversity to obtained microbial lipopeptide biosurfactants producers with antimicrobial activity.
Methods: To isolate and screen lipopeptide-producing microbes, soil and water samples were taken from oil contaminated from terrestrial and marine. Selected isolates were used for fermentation to produce lipopeptides. Active compound were isolated and characterized structurally by mass spectrometry. Optimization of production was also carried out to obtain optimal process conditions using the Response Surface Methodology. The effect of lipopeptides combination with other antibiotics for antimicrobial activity were performed against several test bacteria using double disc and checkerboard methods.
Result: Lipopeptide biosurfactant-producing microbe was obtained from the soil sample around Pertamina oil refinery plant at Palembang. Furthermore the isolate was identified as Bacillus amyloliquefaciens MD4-12. The Lipopeptides capable to inhibit the growth of gram positive and negative tests bacteria in-vitro, including resistant bacteria MRSA (methicillin resistant strain Staphylococcus aureus) and E. coli ATCC 32518, a betalactamase-producing strain, using diffusion disc method. Characterization of lipopeptide compounds using mass spectrometry showed that the lipopeptide is surfactin homolog consist of C12-C17 surfactin. Optimum medium composition was obtained during optimization of surfactin production using respon surface methodology. Surfactin production increased 2.4 times from 0.51 g/L, prior to optimization, to 1.21 g/L. Combination lipopeptide with ampicillin for antibacterial activity showed synergistic and additive effects against the test bacteria Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. The range of FIC index is 0.31 to 0.63. This research showed that surfactin lipopeptide have great potency for antimicrobial activity for biomedical application.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyadh
"Di daerah Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan terdapat lahan gambut yang luas yang dimanfaatkan sebagai tempat pemukimam warga. Permasalahannya tanah gambut memiliki daya dukung yang kecil apabila terdapat beban diatasnya. Stabilisasi yang digunakan pada penelitian ini ialah penambahan mikroorganisme selulolitik potensial yang berasal dari tanah gambut. Metode pencampuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode injeksi. Waktu fermentasi setelah injeksi dilakukan ialah 30 hari dan 45 hari. Dengan penambahan mikroorganisme maka proses dekomposisi pada tanah gambut dipercepat sehingga merubah properti tanah gambut dan kerapatan kering. Perubahan yang didapatkan pada properti tanah dan kerapatan kering tidak berubah secara signifikan.

In Ogan Komering Ilir region, South Sumatra peat lands used as people dwelling place are wide-spread. The problem is that peat has small bearing capacity while being loaded. Stabilization used in this research is by adding potential cellulytic microorganisms from the peatsoil. The mixing method used in this research is injection method. Fermentation time after doing injection is 30 and 45 days. By adding the microorganisms, then the decomposition process is being quicker so that it change the properties and the dry density of peatsoil. The change obtained on the soil properties and the dry density is not significantly changed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rao, N. S. Subba
Jakarta: UI-Press, 1994
576.15 RAO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Defrianto H.
"Mikroorganisme terdapat di tanah, debu, udara, air, makanan ataupun permukaan jaringan tubuh kita. Keberadaan mikroorganisme tersebut ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan manusia misalnya dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan dapat menimbulkan kerusakan akibat kontaminasi. Pengendalian mikroorganisme dapat dilakukan dengan sterilisasi. Proses sterilisasi dapat menggunakan gas ozon (O3) atau sinar ultraviolet C (UV-C). Tesis ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan chamber sterilisasi yang telah di desain dan membandingkan proses sterilisasi menggunakan gas ozon dan sinar UV-C. Pada penelitian sampel yang digunakan untuk sterilisasi adalah sepasang sepatu yang sehari-hari di gunakan di luar ruangan. Proses sterilisasi dilakukan di dalam chamber yang di sisi dalam ditempel dengan alumunium foil serta di beri dudukan sampel berupa jaring besi. Sterilisasi di lakukan dengan durasi selama 3, 5 dan 10 menit menggunakan gas ozon dan sinar UV-C secara terpisah. Sampel yang telah disterilisasi kemudian di hitung jumlah mikroorganisme menggunakan Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. Pada penelitian ini telah berhasil melakukan sterilisasi sebesar 99% dan 97% menggunakan gas ozon dan sinar UV-C pada durasi 10 menit. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persentase penurunan jumlah mikroorganisme berbanding lurus dengan durasi sterilisasi dan secara signifikan terdapat perubahan antara sebelum sterilisasi dengan setelah sterilisasi yang di tunjukkan dalam uji statistic one way Anova menggunakan aplikasi GraphPad Prism 9.

Microorganisms are found in soil, dust, air, water, food or the surface of our body tissues. The existence of these microorganisms is beneficial for human life, but many are harmful to humans, for example, can cause various diseases or can even cause damage due to contamination. Microorganism kontrol can be done by sterilization. The sterilization process can use ozone (O3) gas or ultraviolet C (UV-C) light. This thesis aims to determine the effectiveness of the sterilization box that has been designed and compare the sterilization process using ozone gas and UV-C light. In this study, the sample used for sterilization was a pair of shoes that were used outdoors everyday. The sterilization process is occurred in a box which is attached with aluminium foil and given a wire mesh as sample holder. Sterilization is carried out for 3, 5 and 10 minutes using ozone gas and UV-C rays separately. The samples that have been sterilized are counted the number of microorganisms using an Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. In this study, 99% and 97% of sterilization have been carried out using ozone gas and UV-C light for a duration of 10 minutes. This study can be concluded that the percentage reduction in the number of microorganisms is directly proportional to the duration of sterilization and significantly differences between before and after sterilization which is shown in the one way Anova statistical test using the GraphPad Prism 9 application."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Nurhayati
"ABSTRAK
Undang-undang RI No. 19 tahun 2009, pengesahan konvensi Stockholm tentang bahan pencemar organik yang persisten, dan telah melarang penggunaan kategori insektisida yaitu aldrin, klordan, dieldrin, endrin, heptaklor, heksaklorobenzena, mirex, toxaphene dan poliklorinatbifenil (PCB), serta membatasi penggunaan insektisida diklorodifenildikloroetana (DDT). Faktanya, keberadaan insektisida organoklorin tersebut masih ditemukan di tanah sawah Kabupaten Karawang yaitu aldrin, DDT, endosulfan, endrin, heptaklor dan lindan dengan konsentrasi berkisar antara 1,5 ng/g sampai dengan 5,37 ng/g. Teknologi pengendalian residu pestisida dapat dilakukan melalui ameliorasi secara biologi dengan bioremediasi, secara fisika dengan adsorpsi arang aktif, sedangkan, secara kimia melalui penambahan alum dan lain-lain. Bioaugmentasi adalah introduksi mikroba tertentu pada daerah yang akan diremediasi. Bakteri tempatan potensial pendegradasi heptaklor hasil isolasi adalah Citrobacter sp. Setelah diidentifikasi dengan 16S rRNA, bakteri tersebut adalah Raoultella ornithinolytica B4, bakteri ini golongan Enterobacteriaceae, Gram negatif, dan menghasilkan enzim katalase. Biochar tempurung kelapa (BTK) memiliki sifat adsorben berdasarkan nilai daya serap iod sebesar 570,22 mg/g, luas permukaannya 371,943 m2/g, dan diameter pori 0,4-7,0 mm karena proses karbonasi 300 oC menghasilkan ukuran makropori. Hasil uji adsorpsi BTK 5% (b/b) terhadap heptaklor 2 mg/L secara adsorpsi fisik, terlihat dari persamaan Langmuir memiliki linearitas y=1,704x ? 0,002, kapasitas adsorpsinya 1,704 mg/g, dengan efisiensi adsorpsinya sebesar 75,01%. Proses bioaugmentasi tanah sawah tercemar heptaklor oleh bakteri tempatan Raoultella ornithinolytica B4 dengan bantuan BTK 5%, menghasilkan degradasi heptaklor (Rt 11,31 menit) menjadi 1-hidroksiklordene (Rt 12,38 menit), dengan nilai efisiensi remediasi sebesar 75,38%.

ABSTRACT
The regulation of Republic of Indonesia No. 19 in 2009, about the ratification of the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutans (POPs), that bann the use of insecticides category, namely aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, hexachlorobenzene, mirex, toxaphene and polychlorinated biphenyls (PCB), and as well as the restriction use of insecticide dichlorodiphenyldichloroethane (DDT). In fact, the presence of insecticides organochlorine are still found on paddy filed, from nine villages and sub-districts in Karawang contained seven types, they are aldrin, DDT, endosulfan, endrin, heptachlor and lindane concentrations in the district ranges from 0.3 ng/g in up to 5.37 ng/g. Bioaugmentation is the applications of indigenous or allochthonous wide type or genetically modified microorganisms to hazardous waste polluted sites in order to accelerate the removal of undesired compounds. Indigenous Bacteria that is potential to degrade heptachlor is obtained from the isolation of Citrobacter sp and finally identified by 16S rRNA identification technique, that this bacteria is Raoultella ornithinolytica B4 which is classified as a group of bacteria of Enterobacteriaceae, as a Gram-negative, and produce the enzyme catalase. Biochar coconut shell (BCS) as adsorbent was tested for its quality by SNI-06-3730-1995 method. It has a water content of 11.88% (w/w), ash content of 3.32%, an easily evaporated substance content of 13.61%, bounded carbon to 71.20%, and iod number of 570.22 mg/g. The adsorption result of BCS 5% (w/w) to heptachlor was 2 mg/L which was fit with physical adsorption of Langmuir equation with adsorption linearity y = 1,704x - 0,002, adsorption capacity of 1.704 mg / g, so BCS can adsorb heptachlor well. Bioaugmentation using single strain of R. ornithinolytica B4 successful for removal of heptachlor with efficiency was observed in 35 days incubation was 75.38%, and heptachlor (11,31 minute) degraded to 1-hydroxychlordene (12,38 minute).
"
2016
D2256
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>