Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhardjono
Malang: Institut Teknologi Nasional, 1994
627.52 Suh p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardjono
Malang: Institut Teknologi Nasional, 1994
627.52 Suh p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Utiek R. Abdurachman
"Penelitian ini mengungkapkan hubungan reklamasi pantai dengan hukum tanah nasional, perlu tidaknya penataan kembali ketentuan reklamasi pantai dalam suatu ketentuan yang berlaku umum dan bersifat intersektoral dan terpadu: jenis bak-hak Ates tanah yang diberikan oleh instansi yang berwenang terhadap tanah hasil reklamasi pantai. Penelitian dilakuken melalui penelitian lapangan sebagai sumber data primer. didukung dengan penelitian kepustakaan yang meliputi ketentuan-ketentuan reklamasi pantai yang telah ada dan beberapa literatur pendukung lainnya sebagai sumber data sekunder, dengan metode kualitatif. Reklamani dapat dikianifikasikan sebagai kegiatan pengedaan tanah yang bersumber pada Undang Undang Pokok Agracia. Dasar hukum reklamasi tercantum dalam peraturan yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Reklamasi merupakan kegiatan yang bersifat multi-dimensi, karena reklamasi tidak hanya berkenaan dengan masalah pertanahan tetapi Juga berkaitan dengan masalah kehutanan, lingkungan hidup. kelautan termasuk pemukiman penduduk perkotaan. Reklamasi merupakan sarana pengadaan tanah yang efisien terutama dalam menghadapi permasalahan pertanahan di perkotaan"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listiani
"Situ adalah kawasan resapan air yang perlu mendapat perlindungan karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang potensial. Banyak penduduk di sekitar situ yang memanfaatkannya sebagai sumber ekonomi seperti usaha perikanan, sebagai sumber air baku, sumber irigasi, perhubungan dan tempat rekreasi. Situ juga menjadi penampungan massa air terutama pada saat curah hujan tinggi sehingga situ juga berperan sebagai pengendali banjir.
Permasalahan yang dihadapi situ-situ di wilayah Jabodetabek adalah semakin cenderung terjadinya penyusutan luas situ, terutama akibat permukiman ilegal sehingga menimbulkan permasalahan kekumuhan lingkungan, selain itu pencemaran situ oleh berbagai aktivitas masyarakat di sekitar situ. Dalam upaya pengelolaan situ-situ yang ada di Kota Depok, pada tahun 1999 telah dikeluarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ. Namun, ternyata permasalahan yang dihadapi oleh situ-situ di Kota Depok masih belum dapat diselesaikan. Sehingga menimbulkan pertanyaan:(1) Mengapa kelembagaan pengelola situ yang ada selama ini tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada ?; (2) Kelembagaan yang bagaimana yang diharapkan mengelola situ-situ yang ada di Kota Depok, khususnya situ Rawa Besar ?
Penulisan Tesis ini bertujuan untuk : (1) Menggali informasi mengenai pelaksanaan pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya Situ Rawa Besar dan sekitarnya yang telah dilaksanakan selama ini oleh Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ di Kota Depok; (2) Mencari alternatif kelembagaan pengelola situ dalam upaya mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian ini adalah dinas/instansi yang menangani pengelolaan situ-situ di Kota Depok sesuai dengan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999. Sampel penelitian ditentukan dari populasi yang ada, pilihan ditentukan pada unsur dinas/instansi yang mengelola situ. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mereka yang secara purposif terpilih menjadi sampel penelitian, yaitu pejabat atau staf dari dinas/instansi yang terlibat dalam pengelolaan situ-situ masing-masing 3 orang dari dinas/instansi. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah : (1) kewenangan; (2) koordinasi; (3) sumber daya manusia; (4) pendanaan; dan (5) teknologi. Analisis dilakukan terhadap (1) lembaga pengelola situ di Kota Depok dan; (2) pengelolaan situ di Kota Depok.
Hasil pembahasan: dalam rangka meningkatkan kemanfaatan dan kelestarian situ-situ, Pemerintah Kota Depok membentuk Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ, dan menerbitkan berbagai peraturan yang mendukung upaya pelestarian situ, namun dalam pelaksanaannya belum mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi; hal ini dikarenakan (1) adanya situasi saling mengandalkan terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Depok dan Pemerintah Pusat; (2) koordinasi antar instansi dirasakan masih belum efektif; (3) terbatasnya jumlah dan kemampuan sumberdaya manusia dalam pengelolaan situ-situ di Kota Depok; (4) terbatasnya APED Kota Depok menyebabkan tidak optimalnya pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya Situ Rawa 6esar; (5) terkait dengan kondisi anggaran, teknologi yang diterapkan untuk mengelola situ tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Pelaksanaan pengelolaan situ-situ di Kota Depok, khususnya situ Rawa Besar, selama ini oleh Kelompok Kerja Pengendalian, Pengamanan dan Pelestarian Situ-situ di Kota Depok (Pokja Situ Kota Depok), belum mencerminkan pengelolaan situ secara berkelanjutan. Lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola selama ini dikarenakan kurangnya sumberdaya pengelolaan baik sumberdaya manusia, pendanaan, serta tidak efektifnya koordinasi antar instansi yang terkait claim pengelolaan situ; (2) Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh situ-situ di Kota Depok, perlu adanya penguatan terhadap kelembagaan koordinasi dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan sehingga memiliki kekuatan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan situ.
Adapun saran dari penelitian ini adalah : (1) Dalam mengakomodasikan seluruh kepentingan sektor, strategi pengelolaan situ hendaknya dilakukan berdasarkan pendekatan ekologis, kelembagaan serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, yang direalisasikan dalam bentuk program-program yang terintegrasi; (2) Pengelolaan situ hendaknya dilakukan secara terpadu dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat, memahami adanya keuntungan yang akan dinikmati serta semakin meningkatkan tanggung jawab untuk menjaga kelestarian situ. Di tingkat Kota, pengelolaan situ hendaknya dilaksanakan oleh suatu wadah yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur pemerintah dari berbagai tingkatan serta unsur masyarakat yang mewakili organisasi-organisasi yang ada di kawasan situ.

Situ or small lake is an area of water reservoir which needs protection because of its function as a life buffer and its potential richness of biological diversity. Many local residents around situ are benefited from its existence. They use It to fulfill their needs for a number of resources and services like fisheries, water supply, and source of Irrigation, provide a mode of transportation and an opportunity for recreation. Moreover, situ does not only become a water basin, but it also functions as a flood controller, especially when the heavy rainfall comes.
The problems faces by the small lakes in Jabodetabek areas are the size reduction and pollution. Increasing in population and other human Impacts on the lake catchments conditions may lead to a deterioration of lake environments. In the efforts of managing the existing lakes in Depok, in 1999 the Mayor of Depok issued the Decision Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok number 821.29/71/Kpts/Huk/1999 on the Establishment of Working Group on Controlling, Safeguarding and Preserving of the Small Lakes (known as Pokja Situ Kota Depok) . However, the lakes problems in Depok still) cannot be overcome that raising these following questions: (1) why has the existing institutional in lake management not been able to solve the present problems?; (2) what kind of institution is expected to manage the small lakes in Depok, especially for Situ Rawa Besar ?
The population of this research is government Institution which run the small lakes management in Depok based on the Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok number 821.29/71/Kpts/Huk/1999. The research samples are determined from the existing population; the choice taken on the elements of the institution which manage the small lakes. This descriptive research uses the qualitative approach. The respondents are those who purposively chosen being research samples, are officials of staff of the related Institutions managing the small lakes. The variables are (1) authority, (2) human resources, (3) financing, (4) coordination, and (5) technology.
The findings of the research are : to increase the utilization and preserving the small lakes, the Major of Depo City Establishment of Working Group on Controlling, Safeguarding and Preserving of the Small Lakes, and many regulations, but it was not effective yet because (1) the authorization made the Central Government and Local Government depended on each other; (2)inter institutions coordination is ineffective; (3) human resource was limited; (4) local financing was limited ; (5) technology was not optimal.
The conclusions of the research are (1) small lakes management in Depok City, especially Situ Rawa Besar, by Pokca Situ Kota Depok, didn't representative of sustainable lakes management. The weakness of management institution so far caused of lack of human resources and financial resources, and ineffectiveness of inter institution coordination ; (2) To solve the environmental problems which faced by the Depok's small lakes, it has to empowered inter institutions coordination.
To solve those problems, the small lakes management should be implemented comprehensively by involving community's participation and other Importance of related parties. It will encouraged growing the sense of belonging from community, understanding the existence of concrete enjoyable advantages, and also Increasing responsibility to keep the small lakes' preservation. On the city level, the small lakes management should be implemented by a forum which membership consists of various government's elements of various levels and elements of community which represent the existing organizations around the small lakes.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15202
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Emmed Madjid Prijoharjono
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatna
"Sumber daya alam gambut banyak tersebar di daerah-daerah rawa di Indonesia. Jumlahnya mencapai 17 juta hektar atau sekitar 50 persen dari total sebaran gambut di dunia. Karena potensinya yang cukup besar para pakar menilai gambut dapat dijadikan salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi permasalahan berbagai sektor yang menghadapi kendala karena keterbatasan sumber daya. Namun penelitian yang dilakukan oleh para pakarpada umumnya terfokus kepada upaya pemanfaatan dan peningkatan produktivitas usaha di lahan gambut dan sedikit sekali perhatiannya terhadap segi pelestariannya. Dengan berbagai teknik tertentu usaha pemanfaatan gambut terus berkembang ke berbagai bidang usaha seperti pertanian, perkebunan, energi, dsb, sehingga makin mengancam ketestariannya. Di lain pihak, gambut memiliki fungsi konservasi terutama kaitannya sebagai penambat air. Sebagai kawasan yang terletak pada daerah dengan curah hujan yang sangat tinggi, lahan gambut merupakan kawasan tampung hujan yang sangat efektif. Dengan fungsi tersebut, gambut dapat mengendalikan siklus hidrologi pada wilayah yang bersangkutan.
Penelitian untuk menyusun model perilaku hidrologi lahan gambut ini dilakukan dengan menganalisis data unsur-unsur meteorologi dan daerah aliran sungai pada suatu DAS. Lokasi penelitian terletak di DAS Silaut, Sumatra Barat yang memiliki sebaran gambut seluas 17.500 hektar yang sebagian sudah direkiamasi. Data mengenai curah hujan dan klimatologi diperoleh dari stasiun Lunang dan Tapan yang berjarak sekitar 5 km dan 30 km dari lokasi penelitian. Sedangkan untuk analisis DAS dilakukan pengumpulan data dan peta-peta dari berbagai instansi sehingga dapat dibuat peta Daerah Aliran Sungai dan sebaran gambut berdasarkan ketebalan dan tingkat dekomposisinya. Untuk mengetahui besarnya daya tambat gambut terhadap air, maka diambil sejumlah sampel gambut di lapangan untuk dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 3 buah untuk masing-masing tingkat dekomposisi, yaitu saprik (matang), hemik (sedang), dan fibrik (mentah). Pengambilan sampel mewakili lahan gambut yang sudah maupun yang belum direklamasi.
Analisis terhadap data dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip keseimbangan air dalam suatu DAS dengan menggunakan modifikasi dan beberapa asumsi sesuai dengan kondisi dan sifat-sifat khususyang dimiliki oleh lahan gambut. Dari analisis tersebut dapat diketahui sisa air yang tidak tertambat dan kelebihan daya tambat gambut dalam periode waktu tertentu. Dengan membandingkan keseimbangan air sebelum dan sesudah reklamasi dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada sifat-sifat gambut kaitannya sebagai penambat air.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan, diketahui bahwa jumlah air yang tidak tertambat pada lahan gambut sesudah reklamasi lebih kecil dibandingkan sebelum relkamasi. Sedangkan sisa daya tambatnya menjadi lebih besar. Di samping itu terdapat kecendrungan bahwa sisa daya tambat semakin besar dengan semakin mentahnya tingkat dekomposisi. Hal ini berarti reklamasi dapat mengendalikan jumlah air liar (berupa genangan dari limpasan) sehingga lahan dapat diusahakan untuk pertanian. Namun dengan bertambahnya sisa daya tambat berarti terjadi penurunan kelengasan lahan gambut. Penurunan kelengasan yang paling besar dialami oleh gambut dengan tingkat dekomposisi yang mentah (fibrik). Terjadinya peningkatan periode penurunan kelengasan lahan gambut disebabkan oleh penurunan muka air tanah akibat dilakukannya drainase. Karena itu periode penurunan kelengasan lahan gambut akibat reklamasi dapat dikendalikan dengan pengaturan penurunan muka air tanah.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa untuk dapat mempertahankan kelestariannya, reklamasi (penurunan muka air) pada gambut saprik maksimum dapat dilakukan sampai kedalaman 40 cm. Pada kondisi ini akan terjadi periode penurunan kelengasan selama 8 bulan. Hal ini berarti dalam satu tahun masih terdapat periode kelengasan yang lebih tinggi selama 4 bulan. Dengan kondisi yang demikian diharapkan sifat-sifat fisik tidak akan terganggu. Jika dikaitkan dengan periode tanam, maka selama periode 8 bulan tersebut lahan gambut dapat diusahakan untuk budi daya 2 musim tanam palawija dan 4 bulan untuk tanaman padi. Sedangkan untuk gambut hemik dan fibrik, untuk mencapai periode penurunan kelengasan selama 8 bulan, muka air maksimum dapat diturunkan masing-masing sedalam 30 cm dan 25 cm. Pada penurunan muka air yang lebih dalam akan menyebabkan terjadinya periode penurunan kelengasan yang lebih panjang, sehingga diperkirakan gambut akan mengalami hidrofobi atau peristiwa kering tak terbalikan yang menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik gambut sehingga sulit menambat air. Karena itu upaya pemanfaatan gambut melalui reklamasi rawa hendaknya hanya terbatas pada gambut dengan tingkat dekomposisi saprik. Sedangkan gambut dengan tingkat dekomposisi yang belum matang (hemik dan fibrik), sesuai batas maksimum penurunan muka airnya, pengusahaannya hanya terbatas untuk tanaman padi sawah. Namun mengingat kedua jenis gambut ini pada umumnya adalah berupa gambut tebal (> 3 meter) dan produktivitasnya sangat rendah, sebaiknya tetap dipertahankan sebagai daerah konservasi.
Hasil pengujian model di lapangan menunjukkan bahwa model inidinilai cukup baik karena telah sesuai dengan pola dan jadwal tanam yang biasa dilakukan para petani setempat selama lebih dari 10 tahun dengan produktivitas pertanian yang cukup baik.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pendugaan perilaku hidrologi lahan gambut yang menggunakan pendekatan daya tambat gambut terhadap air dapat diketahui pengaruh reklamasi lahan gambut terhadap sifat-sifat fisik gambut sehingga reklamasi yang dilakukan sesuai dengan kemampuan daya dukung dan kelentingan lingkungannya. Dengan demikian model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif kebijaksanaan pemanfaatan lahan gambut dari aspek lingkungan.

Peat natural resources was spread over on lowland areas in Indonesia. The total amount reaches about 17 million hectares or about 50 percent of the total existing peat land in the world. Then, the potency is big enough the experts have evaluate it as one of the alternative to solve problems of many sectors which faces lack of resources. Survey made by the experts has, however, generally focus on the efforts to utilize and enhance productivity of peat without or the little bit attention on the preservation. Through many particular techniques the effort to utilize peat have been ever expanding into several activities including agriculture, plantation, energy, etc., making its preservation more in crisis condition. On the other side, peat land has a conservation function in connection with the water retention. As an area with in an extremely high rainfall, peat land became the most effective cistern site, and thereby, peat land is able to control hydrological circle in the connecting area. investigation on peat land hydrological behavior model is made by analyzing data of meteorological elements and catchments river area. The research location is Silaut catchment area, West Sumatera, owning peat spread of 17,500 hectares which partially has been reclameted. Rainfall and climatological data are gained from Lunang and Tapan stations which are about 5 km and 30 km far away from research location. While catchments area analysis is done by several agencies is enable to make catchments area and peat spreading map based on the depth and decomposition degree. In order to recognize peat water retention capacity, a number of field peat samples should be taken to analyze in the Centre of Soil Research Laboratory and Agroclimate, Bogor. Three samples should be taken of each decomposition degree, namely, saprik (mature), hemik (sufficient), and fibrik (raw). The samples taken should be representing peat land both has already and has not ready in reclamation condition.
Data analysis is taken by applying principles of water balance in a Catchments Area and used modifications and a variety of assumption according peat conditions and specific characteristic. According the analysis the rest of the water which are not retent and the exceding tide capacity is known. Comparing water balancing before and after a reclamation, are known the changes which occur on the peat characteristics concerning with the peat water retention character.
Based on analysis and calculation result it is known that total untied-up water in peat lot after reclamation is smaller than before reclamation. While the rest capacity of becomes bigger. Besides, there is a tendency that the rest tether capacity becoming bigger due to the raw of decomposition degree. It means the reclamation is able to control wild water (puddle and run off) making the lot may be used for agriculture. However, the increasing capacity of tether will increase the degree and period of draught of peat lot. The most biggest draught faced by peat lot with a raw decomposition degree. The increasing degree and period of draught in peat lot is caused by the surface of ground water down turning resulted from drainage. It is, therefore, a draught of peat lot result from reclamation can be controlled by keeping down the ground water surface.
The simulation results model indicate that preservation is sustainable, reclamation (keeping down the water surface) of a saprik peat could be done at a maximum depth of 40 cm. in such condition a draught period will take place about 8 months. That mean yearly there are draught period of 4 months. Within this period a peat lot can be utilized for second crop cultivation. While for hemik and fibrik peat to reach 8 months draught period, water surface can be dropped at maximum 30 cm and 25 cm depth respectively. If deeper would cause longer draught period and hence will damage peat physical character. That's why utilization of peat by swamp reclamation should be confined for peat with saprik decomposition degree. While for hemik and fibrik degree, according to a maximum limit of the decrease of water surface, can only be used for paddy. But considering both types of peat are generally peat in (> 3 meters) and very low productivity, to sustain it as a conservation area is highly appreciated.
The result of the test in the field show that model is good enough, when it is already fit with the normal cultivation pattern and schedule which implemented by the local farmer for over 10 years with agood farm productivity.
The result of the investigation conclude, implementing prediction model of peat hydrological attitude with a peat water retention approach on water can prove that there are influence of peat reclamation on the peat physical character. So that the reclamation fit with the environmental carrying capacity and density. Then this model can be used as one of the alternatives policy in utilizing peat land from the environment aspect.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Akhmad Muhdi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S47997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mada Sutapa
"Kebijakan reklamasi pantai utara Jakarta yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Pemda Jakarta merupakan upaya mengembangkan dan menata ulang kawasan pantai utara, dan menjadikan kota Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city), yang telah dimulai dengan reklamasi Pantai Ancol untuk pariwisata, reklamasi Pantai Mutiara untuk permukiman mewah di tepian laut, dan reklamasi Pantai Indah Kapuk yang masih berjalan untuk permukiman menengah ke atas berskala besar.
Analisis implementasi kebijakan reklamasi pantura menjelaskan bahwa performansi implementasi dipengaruhi oleh faktor isi kebijakan reklamasi, birokrasi di DKI Jakarta, karakteristik lembaga, sumberdaya, dan kondisi lingkungan. Penelitian tersebut mendasarkan pada pendekatan kualitatif dengan studi kasus yang menggambarkan permasalahan secara sistematis dan faktual dengan memanfaatkan segenap unsur pelaku pembangunan kota pantai Jakarta sebagai unit analisis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan reklamasi belum effektif, karena: kebijakan reklamasi dalam Perda Nomor 8/1995 belum menjelaskan secara menyeluruh; birokrasi belum menggambarkan kesatuan mekanisme perijinan dan masih tumpang tindih; karakteristik lembaga yang beragam berjalan tanpa koordinasi, rriengakibatkan penyimpangan peruntukan karena pelaksanaan reklamasi tidak terpadu; sumberdaya dalam implementasi menunjukkan kurang memadai, berupa kemampuan pelaksana dan dana yang kurang; kondisi lingkungan berupa kondisi ekonomi dengan kurangnya infrastruktur fisik, sumber daya manusia dan dana. Kondisi sosial menunjukkan kurang kondusif, karena sikap masyarakat yang kurang menerima dengan dampak reklamasi. Kondisi politik berjalan baik, namun, krisis dan cepatnya pergantian pemerintahan menyebabkan ketidakstabilan.
Penyimpangan peruntukan kawasan dalam implementasi dipengaruhi oleh: kebijakan reklamasi yang belum terpadu, karena rencana tata ruang belum digunakan sebagai acuan; tidak ada koordinasi dan komunikasi pada birokrasi sebagai akibat pelaksanaan reklamasi yang tidak terpadu; beragamnya lembaga dalam implementasi menyebabkan tidak sinkronnya rencana tata ruang olph lembaga atas pantura; tuntutan lebih pada kepentingan ekonomi dan politis daripada aspek sosial dan lingkungan; dan kemauan penegakan hukum tidak berjalan karena beragam kepentingan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambuwaru, No`o Pininta
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3652
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>