Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12972 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Indrayana, 1972-
Jakarta: Kompas, 2008
342.02 DEN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ballinger, Chris
Oxford: United Kingdom Portland, Oregon Hart Publishing, 2012
328.41 BAL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Sari
"Tulisan ini menganalisis dua rumusan masalah utama, yakni: kondisi existing sistem seleksi hakim konstitusi Indonesia ditinjau dari pengaturan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945; serta bagaimana proyeksi ideal seleksi hakim konstitusi kedepannya. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan ketiadaan standar baku seleksi menjadikan sistem seleksi hakim konstitusi tidak secara transparan, akuntabel dan partisipatif. Sehingga prosesnya akrab dengan nuansa politik yang berujung pada kondisi hakim yang tidak independen dan imparsial dalam menjalankan fungsinya (sebagaimana kecenderungan hakim dalam memutus perkara dan pelanggaran kode etik oleh hakim). Dikarenakan saat proses rekrutmen hakim dijadikan sebagai moemntum embaga pengusung untuk mengintervensi kekuasaan kehakiman, maka pembentukan panitia ad hoc menjadi pilihan ideal dalam merekrut hakim konstitusi. Selain mempertegas teori pemisahan kekuasaan dengan peran politik yang dibatasi, sistem rekrutmen akan berjalan dengan terbuka dan akuntabel. Sebagaimana dijalankan oleh negara komparasi yakni Afrika Selatan, Zambia, dan Ekuador. Ketiga negara tersebut, menrapkan sistem seleksi dengan lembaga khusus bernama Judicial Service Commission.

This paper analyzes two main problem as formulations, those are: the existing condition of Indonesian constitutional judge selection system in terms of the regulation of Article 24C of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; and how the ideal projection of the contitutional judge’s selection in future. This study uses doctrinal research methods with a statutory and comparative state approach. The results shows that the absence of selection standards made the selection system of constitutional judges not transparent, accountable and participatory. So that the process is lead into political nuances which lead to the condition of judges who are not independent and impartial in carrying out their functions (as the tendency of judges in deciding cases and violations of the code of ethics by judges). Thus, when the recruitment process of judges is used as a momentum for the supporting institutions to intervene in judicial power, the formation of an ad hoc committee is the ideal choice in recruiting constitutional judges. In addition to reinforcing separation of powers with a limited political role’ theory, the recruitment system goes openly and accountably. As used by comparative countries as South Africa, Zambia and Ecuador. Those countries apply a selection system with a special institution called the Judicial Service Commission."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hosen, Nadirsyah
"Focuses on constitutional reform in Indonesia (1999-2002) from the perspective of shari'a. Discusses whether shari'a and democratic constitutionalism can be fused without compromising on human rights, the rule of law, and religious liberty."
Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2007
340.59 HOS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Mahkamah Konstitusi yang lahir sebagai salah satu agenda reformasi dalam kekuasaan yudisial masih terus memproses dirinya menjadi sebuah lembaga independen yang berada di garda depan dalam mengawal konstitusi. Sebagai lembaga yang menangani perkara-perkara konstitusional, posisi lembaga ini jelas dihadapkan dengan pusaran kekuasaan oligarki yang seolah tak pernah lepas dari perjalanan tata negara Indonesia. Pergulatannya tidak hanya dengan kritik sistemik akan tetapi juga kritik keilmuan hukum, dimana lembaga ini diharapkan tidak kental dengan positivism legalistik yang memutlakkan cara kerja hukum dan konstitusi. Disamping itu, apa yang paling ditakutkan dan menjadi konsekuensi ialah apabila para hakimnya mengalami krisis weltanschauung. Disinilah butuh centang perspektif yang tidak hanya melayangkan kritik normatif, akan tetapi juga kritik reflektif, sebagai penegasan dalam membongkar hegemoni struktural politik serta menyelami manusia sebagai pusat perspektif tentang nilai keadilan"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Husni Mubarok
"November 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi para penghayat agama leluhur atas pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan (Adminduk) 2013. Putusan MK di atas merupakan tonggak penting advokasi pluralisme agama di Indonesia. Bagaimana rute dan jalan advokasi terhadap ragam agama, dalam konteks ini penghayat agama leluhur dalam sejarahnya? Menggunakan metode penelitian kualitatif, tulisan ini mengajukan argumen bahwa penghayat kepercayaan sejak kemerdekaan telah terbiasa mengadvokasi diri sendiri untuk memperjuangkan nasib komunitasnya di hadapan berbagai rezim. Peran aktivis LSM dan akademisi lebih sebagai sistem pendukung atas keputusan komunitas penghayat agama leluhur dalam menghadapi perubahan struktur politik dan politik agama sejak kemerdekaan hingga era reformasi."
Jakarta: Kementerian Agama, 2019
297 JPKG 42:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sugeng Irianto
"Penerapan reformasi administrasi merupakan sesuatu yang sangat penting dilaksanakan.Untuk mengetahui hasil penerapan reformasi administrasi perlu dilakukan analisis.Sebagai tempat penelitian dipilih Sekretariat Jenderal DPR RI yang baru saja menerapkan reformasi administrasi di lingkungannya. Permasalahan yang terjadi sebelum proses reformasi birokrasi adalah belum adanya budaya kerja di lingkungan Setjen DPR RI, serta kesiapan dari para karyawan dalam penerapan Reformasi Administrasi.
Secara umum tujuan reformasi administrasi adalah mewujudkan kepemerintahan yang baik, didukung oleh penyelenggaraan negara yang professional, bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima. Guna mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan reformasi administrasi dalam hal penataan budaya kerja, penataan Undang-Undang (UU), kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM, Pengawasan, akuntabilitas kinerja, dan pelayanan publik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara secara mendalam terhadap narasumber internal dan eksternal, seperti Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti, Kepala Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Drs. Setyanta Nugraha MM, Kepala Biro Hukum dan Panlak UU Rudi Rochmansyah SH, M.H ,Kepala Biro Humas dan Pemberitaan Drs.Djaka Dwi Winarko,M.Si. Sementara dari narasumber eksternal yaitu Koordinator FITRA Ucok Sky Khadafi, dan Ketua BURT DPR RI Roemkono. Pengumpulan data primer kualitatif menggunakan teknik wawancara, sementara data sekunder menggunakan studi kepustakaan, studi dokumen dan observasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi reformasi administrasi di lingkungan Setjen DPR RI tidak efektif. Untuk perbaikan disarankan Setjen DPR RI harus meningkatkan kemampuan SDM guna menunjang tugas fungsinya dalam memberikan dukungan terhadap Dewan khususnya dukungan keahlian. Selain itu perlunya sosialisasi terus menerus mengenai implementasi Reformasi Birokrasi kepada para karyawan sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi perubahan di berbagai bidang. Terakhir yaitu, mendorong penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam berbagai unit kerja sehingga pekerjaan menjadi semakin cepat, tepat, efisien dan efektif.

The general objective of administrative reform is to embody the good governance, supported by a professional state administration, which is free from corruption, collusion and nepotism ( KKN ) and improve civil services in order to achieve service excellence. In achieving these objectives needs arrangement of administrative reform in terms of work culture, restructuring institutional law, management, human resources, supervision, performance accountability, and public service. To find out about the implementation of administrative reform in the SGHR, analysis of the implementation of administrative reform needs to be conducted on above aspects.
This research applied a qualitative approach with in-depth interviews to internal and external sources persons, such as the Secretary General of the House of Representatives, Winantuningtyastiti, Head of the Bureau of the Budget Analysis and Implementation of Budget, Setyanta Nugraha M.M, Head of Legal and Law, Rudi Rochmansyah SH, MH ,and Head of Public Relations and News Drs. Djaka Dwi Winarko M.Si. The external source persons namely Chairman of The Household Affairs (BURT) Roemkono and Coordinator of FITRA, Ucok Sky Khadafi. Secondary data collection is through literature study, the study of documents and observation.
The conclusion of the research is that the implementation of the administrative reform in the SGHR is not effective. Some recommendations to improve the implementation is by improving the ability of its Human Resource in providing support and expertise to the parliament. Socialization of the implementation of administrative reform needs to be conducted simultaneously to prepare the employee to deal with changes in various fields better. The use of Information and Communication Technology (ICT) in various units is important to enable the employees work more quickly, accurately, efficiently and effectively."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T43391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hakim
"Sebagai salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman yang independen, Mahkamah Konstitusi masuk menjadi salah satu prioritas pelaksanaan reformasi birokrasi berdasarkan Permen Pan dan RB Nomor. PER/15/M.PAN/7/2008 Tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan suatu strategi dalam mewujudkan kebijakan reformasi birokrasi tersebut. Mahkamah Konstitusi akan memprioritaskan/ menekankan pembenahan pada beberapa area perubahan yang sangat terkait dengan ketiga sasaran utama yang tertuang dalam peraturan Kemen PAN dan RB No.20 Tahun 2010 yaitu kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan ( business process), dan sumber daya manusia apartur. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai analisis strategi reformasi birokrasi yang dibangun di Mahkamah Konstitusi berdasarkan teori 3 (tiga) model strategi refomasi birokrasi dari Siendentopf yaitu strategi fiskal, strategi struktural, dan strategi program, kemudian ditambahkan dengan menganalisa kendala dan hambatan dalam strategi tersebut berdasarkan teori dimensi-dimensi utama dari strategi reformasi birokrasi yang ideal dari Dror. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan illustrative method, yaitu metode analisis yang menggunakan bukti empirik untuk menggambarkan teori, data didapatkan dengan melakukan wawancara dengan informan, FGD, kajian terhadap berbagai bahan tertulis seperti dokumen, buku, kumpulan peraturan yang terkait dengan reformasi birokrasi di Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap strategi reformasi birokrasi di Mahkamah Konstitusi berdasarkan teori yang digunakan bisa digambarkan bahwa strategi tersebut belum mampu memenuhi kriteria ketiga model strategi reformasi birokrasi tersebut. Untuk strategi fiskal belum diterapkannya strategi penghematan anggaran yang terkait dengan rasionalisasi dan modernisasi struktur internal yang juga tetap menjaga kualitas pelayanan. Dalam strategi struktural, belum dirancang strategi perubahan struktural yang dapat berdampak pada peningkatan produktifitas tanpa harus meningkatkan pembiayaan serta aspek rasionalisasi besaran organisasi (right sizing). Dan terkait strategi program, Mahkamah Konstitusi belum memiliki sistem yang dapat digunakan sebagai indikator pengukuran efektifitas dan efisiensi pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Sementara itu, masih banyak kendala dan hambatan yang terdapat antara lain belum dispesifikan tujuan dari reformasi birokrasi, terlalu banyaknya program, ketersediaan waktu yang sedikit, ketersediaan dana yang minim. Adapun saran dalam penelitian ini, perlu dilakukannya review dan penyempurnaan terkait sistem pengelolaan anggaran, perubahan struktur yang sesuai dengan kebutuhan organisasi (right sizing), dan pembuatan standar pelayanan minimum, fokuskan tujuan reformasi, membuat manajamen waktu yang baik, dan melakukan revisi anggaran disesuaikan dengan kebutuhan program reformasi yang proporsional.

As one of the independent judicial authority, the Constitutional Court entered into one of the priorities of bureaucratic reforms by regulation of Ministry of Administrative Reform No.PER/15/M.PAN/7/2008 About General Guidelines of Bureaucratic Reforms. Based on this, a strategy for achieving the bureaucratic reform policies is needed. The Constitutional Court will prioritize/emphasize improvements in some changes that are strongly associated with the three major goals set out in The Regulation of Ministry PAN and RB No.20 of 2010 that are institutional (organization), management (business process), and human resources. Based on this, research is conducted on the analysis of bureaucratic reform strategy which was built in the Constitutional Court based on the theory of 3 (three) models of bureaucratic reforms strategy of Siendentopf that are a strategy of fiscal, structural strategies, programs strategies, and then added to analyze the constraints and obstacles in the strategy based on theory of the main dimensions of the ideal bureaucracy reform strategy of Dror. This study used a qualitative approach with illustrative method, a method of analysis that uses empirical evidence to illustrate the theory, the data obtained by interviews with informants, focus group discussions, the study of a variety of written material such as documents, books, a collection of regulations related to bureaucratic reform in the Constitutional Court.
Based on the analysis conducted on the strategies of bureaucratic reform in the Constitutional Court based on the theory used can be drawn that the strategy has not been able to meet all three criteria the bureaucratic model of reform strategies. For fiscal strategy that budget savings strategies has not applied also not associated with the rationalization and modernization of the internal structure which also maintaining quality of service. In a structural strategy have not designed structural changes strategy that may have an impact on increasing productivity without increasing the amount of funding and organizational aspects of rationalization (right sizing). And for programs strategy, the Constitutional Court does not have a system that can be used as an indicator measuring the effectiveness and efficiency of public services provided to citizens. Meanwhile, there are still many obstacles and barriers which contained, among others, have not dispesifikan purpose of bureaucratic reform, too many programs, the availability of a little time, the availability of funds is minimal. The advice in this study, need to do a review and improvement of management systems related to the budget, structural changes in accordance with the needs of the organization (right sizing), and the manufacture of minimum service standards, focus on reform goals, make time manajamen, and revise the budget appropiated with reform program needs.
"
2013
T35310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>