Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: Alumni, 2008
345.598 KAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
345 Kal p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rafiqa Quarrata A`Yun
"Masalah-masalah mengenai keterangan akan rentan muncul di masa mendatang sebagai dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan itu berdampak pada kualitas metode kejahatan, sehingga harus diimbangi dengan kualitas dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan keahlian. Ahli yang memberi keterangan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana idealnya memiliki kualifikasi yang layak dan sikap obyektif.
Tesis ini membahas bagaimana kualifikasi ahli untuk dapat memberikan keterangan dalam pemeriksaan perkara pidana serta bagaimana hakim dan penegak hukum lainnya mempertimbangkan obyektivitas ahli. Penelitian ini berbentuk deskriptif analitis dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber.
Peneliti menggunakan data sekunder dengan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan dan data primer melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap hakim, penuntut umum, pengacara, dan ahli hukum pidana. Pada umumnya kualifikasi ahli ditentukan berdasarkan pendidikan formal, rentang waktu pengalaman ahli, serta relevansi keahliannya dengan perkara. KUHAP tidak membatasi ilmu pengetahuan yang diperlukan, sehingga prinsip keterangan ahli hukum pidana dapat juga menjadi alat bukti. Prinsip ius curia novit tidak seharusnya ditafsirkan secara kaku dan tidak seharusnya menjadi alasan untuk menolak ahli hukum pidana. Dalam meminta keterangan ahli, penegak hukum seharusnya memperhitungan obyektivitas ahli.
Meskipun keberpihakan ahli merupakan hal yang wajar karena kehadiran ahli tidak bisa dilepaskan dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh ahli maupun pihak yang menghadirkannya, namun hal itu dapat menjadi suatu masalah dalam upaya mendapatkan kebenaran materiil. Hal itu disebabkan karena keterangan ahli dapat menjadi alat bukti yang dapat menghukum atau membebaskan seseorang. Seorang ahli seharusnya memiliki sikap obyektif berupa konsistensi dan netralitas pendapat dengan berpegang pada argumen ilmiah sebagaimana yang diyakini ahli tersebut, bukan karena pengaruh dari pihak yang menghadirkannya.

The expert testimony is a potential problem in the future because of the impact of the advancement of science and technology. These advancements have an impact on the quality of the crime method, so it must be balanced with improving the quality and method of evidence evaluation that requires knowledge and expertise. Experts who provide testimony for the criminal case investigation should ideally have the proper qualifications and objective in stating the testimony.
This research answers the question of how the qualification of experts who give testimony in a criminal case investigation and how the judges consider the expert objectivity. This research is descriptive analytic using normative juridical literature and empiric data.
This research uses the primary data through guided in-depth interview to the judges, public prosecutors, lawyers, and criminal law expert. This research also use secondary data collected from literature and mass media reviews. In general, expert qualifications are determined based on formal education, professional experiences, and the relevance of his expertise with the case. The Criminal Procedure Code (KUHAP) does not restrict the necessary knowledge, so that the expert testimony about criminal law can also become evidence. The principle of ius curia novit should not be interpreted strictly and should not be a reason for rejecting criminal law expert. In asking the expert for a testimony, law enforcers should take the expert objectivity as a consideration.
Although expert's partiality is a fair matter, the presence of an expert cannot be separated from the goals to be achieved by both parties who are summoning the expert, but it would become a problem in an effort to obtain the material truth. That is because expert testimony is one of the evidence that can punish or liberate someone. A testimony stated by an expert should be neutral and objective. This objectivity should be based on scientific arguments which are believed by the experts, not based on the interests of the party who summoned him/her."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27961
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satochid Kartanegara
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [date of publication not identified]
345 SAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gusnadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Sugito
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S6156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka segala tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan pada hukum yang berlaku. Rumusan demikian dapat dipahami sebagai konsekuensi logis suatu negara hukum demokratis yang menginginkan terciptanya konsekuensi logis suatu negara hukum demokratis yang menginginkan terciptanya masyarakat adil dan makmur, sehingga harus ada keserasian antara kebebasan dan ketertiban. Namun untuk mencapai tujuan tersebut, manusia sebagai makhluk hidup yang bermasyarakat dan bernegara dibatasi dengan kebebasan yang sesungguhnya merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) – berupa aturan-aturan hukum dan norma yang bersifat mengikat. Jika aturan hukum dan norma tersebut dilanggar, maka anggota masyarakat yang dirugikan mendelegasikan kekuasaan menghukum pada negara yang berhak untuk menjatuhkan pidana pada pelanggar hukum tersebut.
Hukum pidana berusaha untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut dengan member sanksi pidana yang setimpal bagi seseorang atau kelompok tertentu yang berusaha merusak tatanan kehidupan masyarakat dan negara. Hukum pidana dengan sanksi pidana dapat membatasi kemerdekaan seseorang dengan menjatuhkan pidana denda, kurungan, penjara bahkan berupa pidana mati. Penjatuhan pidana demikian oleh hakim harus didasarkan pada faktor kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, dan tidak bisa dipidana tanpa adanya aturan pidana yang berlaku sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 1ayat (1) KUHP: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada."
JHYUNAND 4:6 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Satochid Kartanegara
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
345 Kar h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>