Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128316 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Man S. (Suparman) Sastrawidjaja
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2006
321.8 SAS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Indra Pramono
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5379
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwik Budi Wasito
"Tesis ini membahas tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia atau yang lebih dikenal dengan impeachment yang di dalam mekanismenya melibatkan tiga lembaga negara, antara lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketiga lembaga negara ini memiliki wewenang atributif yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk menjalankan proses impeachment tersebut. Sebagai wujud dari pelaksanaan sistem checks and balances, dalam melaksanakan proses impeachment, ketiga lembaga negara ini memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan sebab Indonesia ialah negara hukum. Pengertian hukum tidak hanya terbatas pada adanya peraturan perundang-undangan saja, namun juga dipatuhinya putusan hakim yang bersifat memaksa dan mengikat. Dalam kasus impeachment, putusan MK yang bersifat final dan mengikat, pada akhirnya harus dipatuhi oleh DPR dan MPR dalam memutus pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya.

The thesis is about the discharging of the President and/or the Vice President in the Indonesian constitutional system as known as impeachment, which is the mechanism are involving three state organs, among others are, House of Representatives (DPR), Constitutional Court (MK), and People Representative Assembly (MPR). These three state organs have attributive authority, which is stated in the Constitution of the State of the Republic of Indonesia year 1945 (UUD 1945), to role the impeachment's process. As a concrete implementation of checks and balances system, in order to role impeachment process, these three state organs have obligation to obey the law and the legislations because Indonesia is a state law. The definition of law is not restricted only into rules and legislation, but also by the obedient of the judge's verdict which is force and bound. In impeachment cases, Constitutional Court's verdict is final and bound, and had to be obeyed by DPR dan MPR when they resolving the discharging of the President and/or the Vice President from their function."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pancur Siwah, 2004
342.959 8 JAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harman Setiawan
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S25299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Yulia Irfany Syarifuddin
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini peneliti ingin membahas mengenai pemilihan presiden di Indonesia- Lima Presiden telah memimpin Indonesia semenjak kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Setiap pemimpin bangsa menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Indonesia 1945 sebelum perubahan dipilih melalui sistem perwakilan rakyat, oleh karenanya Maj elis Perwakilan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi rakyat memegang peranan penting dalam menentukan pemilihan presiden di Indonesia. Ironisnya, pemimpin yang dipilih oleh rakyat selalu diberhentikan dari jabatanya atas tuntutan rakyat yang memilihnya, kecuali presiden Indonesia yang kelima Megawati Soekarnoputri yang sampai saat ini masih memegang tampuk kekuasaan tertinggi negara. Tuntutan untuk turun dari jabatan sebagai Presiden oleh karena rasa ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah. Rakyat merasa kekuasaan Presiden terlalu luas, Presiden seolah-olah merupakan pusat dari segala kekuasaan. Ketidakterlibatan rakyat secara langsung untuk memilih presiden menimbulkan tuntutan rakyat agar merubah sistem pemilihan presiden yang telah dipergunakan selama ini. Dengan dukungan yang besar dari berbagai partai politik yang merupakan wakil rakyat akhirnya, Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tentang pengangkatan Pres iden dirubah dan ditetapkan menjadi Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Keempat tahun 2002. Walaupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan suatu kesatuan tetapi dalam tesis ini penelitian hanya menitik beratkan pembahasan pada pemilihan Presiden. Undang-Undang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah disahkan pada tanggal 7 Juli 2003 dalam Sidang Paripurna DPR. Pro dan kontra bermunculan terhadap Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang baru saja disahkan. Publik beranggapan bahwa produk DPR tersebut merupakan lambang arogansi DPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembuat Undang-Undang setelah dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dalam upaya melaksanakan demokrasi secara murni melalui pemilihan Presiden langsung di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Teddy Anggoro
"lndonesian constitutional law thought has advanced and specifically in general elections that become direct elections .system to result executive chairman 's beside parliament members. Citizen has also initiated to direct their aspirations and anticipate on independent candidate alternatives. Indonesian citizen have learned on senate (DPD) members elections that all of them are nominated independently. In the author thoughts is that the independent candidate for the president and local government have opportunity exercised. The diverse is that for the presidential nomination has controlled under constitution rules that it must be nominated by certain or joined political party, but for the local government elections is under act level that has established it must be nominated by certain or joined political party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-2-(Apr-Jun)2005-254
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harun Alrasyid
"Dengan kalimat tahmid dan salawat saya awali pidato pengukuhan saya pada pagi hari yang berbahagia ini. Saya tidak lupa mengucapkan terima kasih- kepada Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rakhmat dan ridho-Nya upacara pengukuhan ini dapat terlaksana. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah meluangkan waku untuk menghadiri peristiwa yang besar artinya bagi saya serta keluarga saya. Semoga Allah Yang Maha Pemurah akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin!
Topik yang saya pilih untuk pidato pengukuhan ini ialah tentang dua peristiwa penting dalam tata negara Indonesia, i.e. pemilihan Presiden dan pergantian Presiden. Hadirin tentu sudah mengetahui bahwa, sejak masa peralihan berakhir, pemilihan Presiden diadakan secara berkala lima tahun sekali. Tetapi mungkin tidak semua hadirin mengetahui bahwa sewaktuwaktu dapat juga diadakan pemilihan Presiden.

Mengapakah soal pemilihan Presiden mendapat perhatian yang besar? Jawabnya ialah karena Presiden memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik. Betapa pentingnya tokoh yang memangku jabatan Presiden diungkapkan oleh Bernard. Schwartz, seorang pakar hukum tata negara Inggris, yang menganggap kedudukan Presiden sebagai "the most powerful elective position in' the world".

Ungkapan Schwartz itu, yang. menilai kedudukan Presiden di Amerika Serikat yang memakai sistem "checks and balances"? lebih-lebih berlaku terhadap negara Indonesia yang tidak memakai sistem tersebut. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kekuasaan dan tanggungjawab terpusat pada Presiden (concentration of powers and responsibilities upon. the President). Bahkan Supomo mengatakan: "buat (pelaksanaan pemerintahan, pen.) sehari-hari Presidenlah yang merupakan'penjelmaan kedaulatan rakyat." Beliau menegaskan lagi: "Yang merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat ialah Presiden; bukan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, Supomo menghendaki "a very strong position of the President".
Perlu juga diketahui bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat pernah memperbesar wewenang Presiden yang dapat dibaca terakhir dalam Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional, yang bunyinya:
"Melimpahkan wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengambil .langkah-langkah yang perlu demi penyelamatan dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa serta tercegah dan tertanggulanginya gejolak-gejolak sosial dan bahaya terulangnya . G-30-S/PKI dan bahaya subversi lainnya, yang pada hakekatnya adalah penyelamatan Pembangunan Nasional sebagai Pengalaman Pancasila dan kehidupan Demokrasi Pancasila serta menyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Saya katakan "terakhir", karena pasal yang, serupa juga terdapat di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) sebelumnya, i.e. TAP MPR No. VII/MPR/1983, 'TAP MPR No. VI /MPR/1978, dan TAP MPR No. X/MPR/1973, namun tidak lagi. dikeluarkan pada Sidang Umum.MPR 1993. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya dan saya mencoba untuk menjawabnya.
Memang keempat TAP MPR tersebut, yang pada hakekatnya adalah mengenai wewenang untuk menyelamatkan negara, dalam ilmu hukum tata negara sudah dikenal dengan istilah hak darurat negara (staatsnoodrecht), yaitu kewenangan kepala negara (Raja, Presiden) untuk mengambil tindakan apa saja, kalau perlu dengan melanggar peraturan yang berlaku, bahkan undang-undang dasar sekalipun, demi untuk menyelamatkan negara.
Jadi, kalau selama ini sudah merupakan wewenang Presiden, dan berpegang pada definisi istilah "pelimpahan" (delegatie) dalam ilmu hukum tata negara' adalah janggal kalau MPR menyerahkan wewenangnya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0082
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>