Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126517 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedeng Hidayat
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3745
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Rinaldi
"SUTET 500 kV Ungaran - Bandung Selatan terbentang sepanjang 342.8 km menghubungkan area l&2 (Distribusi Jakarta Raya & Tangerang dan Distribusi Jawa Barat ) dengan area 3&.4 (Distribusi Jawa Tengah dan Distribusi Jawa Timur & Bali). Pada tanggal 3 Mei 1998 sejak pukul 12.03, proses sinkronisasi sulit dilakukan karena tidak tercapainya kondisi sinkron di kedua sisi.
Data pada alat Perekam Data Gangguan (DPR = Data Fault Recorder) di Bandung Selatan-Ungaran menunjukkan adanya distorsi (osilasi) gelombang tegangan. Osilasi (distorsi) gelombang tegangan berupa tegangan lebih menyebabkan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Bandung Selatan tidak sinkron dengan GITET Ungaran. Osilasi tegangan diatas adalah suatu fenomena resonansi inti besi (ferroresonance) Karena di sisi 500 kv tidak ada gangguan, maka osilasi ini diduga disebabkan adanya flash over di sisi selcunder Trafo Tegangan Kapasitor
Untuk membuktikan terjadinya resonansi inti besi di sisi sekunder Trafo Tegangan Kapasitor dilakukan simulasi dengan menggunakan perangkat lunak Electromagueiic Transien! Program ,HffTP). Simulasi dilakukan dengan melakukan penutupan saklar (switching) di GITET Bandung Selatan pada keadaan GITET Ungaran terbuka , kemudian dilihat kurva tegangan di sisi primer dan sekunder CVT di Ungaran_ Dari hasil simulasi diketahui terjadi Resonansi Inti Besi di sisi sekunder CVT yang ditandai dengan terdistorsinya gelombang tegangan sehingga salah satu syarat sinkronisasi yaitu tegangan di kedua GITET harus sama tidak terpenuhi. Simulasi kedua dilakukan pemasangan FSC (Ferroresonance Suppression Circuit) dalam selang waktu tertentu, kemudian dilepas. Simulasi ini dilakukan unluk memilih lama waktu pemasangan FSC yang tepat, sehingga saat FSC dilepas tidak terjadi lagi distorsi gelombang tegangan. Simulasi ketiga dilakukan dengan ntenggunakan perangkat Iunak MATLAB versi 5.0 yang memiliki fasilitas FFT (Fast Fouder Transform) untuk melihat frekuensi yang dominan pada gelombang tegangan sekunder CVT."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S39513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Tri Sulistyowati
"Pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan yang terus meningkat memerlukan antisipasi pemenuhan berbagai kebutuhan, yang salah satunya adalah permintaan daya listrik yang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, pemerintah melalui PT PLN (persero) melaksanakan program interkoneksi kelistrikan. Penyaluran tenaga listrik dari pembangkit ke tempat lain yang jaraknya jauh dilakukan melalui saluran transmisi tegangan tinggi, yaitu Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Di Pulau Jawa, SUTET yang beroperasi bertegangan 500 kV (PLN, 2003). Walaupun teknologi pembangunan pembangkit tenaga listrik beserta sistem transmisinya telah diupayakan dengan teknologi yang lebih canggih, efektif, tepat guna dan aman, namun kendala yang dihadapi tetap ada, salah satunya adalah semakin sulitnya menempatkan saluran transmisi bertegangan tinggi yang bebas dari permukiman. Radiasi yang dihasilkan oleh arus bolak balik (Alternating Current) pada saluran transmisi tegangan tinggi tergolong radiasi nan-pengion dan di dalam spektrum gelombang elektromagnetik berada pada frekuensi yang sangat rendah (di bawah 300 Hertz), yaitu gelombang elektromagnetik ELF (Extreemely Low Frequency) yang ditengarai dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap kesehatan manusia (Shimitzu, 1995). Gangguan kesehatan dapat terjadi karena pengaruh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan faktor lingkungan. Pengaruh terbesar dari faktor lingkungan adalah lingkungan fisik, antara lain medan elektromagnetik. Potensi gangguan kesehatan akibat pajanan medan elektromagnetik SUTET 500 kV antara lain pada sistem biologis, psikologis, sosial budaya dan hipersensitivitas. Manifestasi hipersensitivitas dikenal dengan istilah hipersensitivitas-elektromagnetik (Anonb; IRPA, 1990).
Hipersensivitas elektromagnetik merupakan problem kesehatan masyarakat yang semakin berkembang akibat pembebanan lingkungan oleh medan elektromagnetik (Riedlinger, cited Januari 2005). Tanda dan gejala hipersensitivitas elektromagnetik antara lain sakit kepala (headache), pening (dizziness), gangguan tidur (sleep disturbances), keletihan menahun (chronic fatique syndrome), jantung berdebar-debar (cardiac palpitations), rasa mual dan gangguan pencernaan (nausea and digestive problems) yang tidak jelas penyebabnya, gangguan konsentrasi (difficulty in concentrating), telinga berdengung (tinnitiss), muka terbakar (facial burning) serta kulit meruam (rashes), kejang otot (muscle spasme), kebingungan (confussion), dan gangguan kejiwaan berupa depresi (Rea, 1991; Grant, 1995; Bergdahl,1995).
Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui kuat medan elektromagnetik di Iingkungan tempat tinggal penduduk di sekitar jaringan transmisi SUTET 500 kV (2) mengetahui adanya hubungan medan elektromagnetik jaringan transmisi SUTET 500 kV dengan gangguan kesehatan penduduk yang bertempat tinggal di bawah jaringan transmisi SUTET 500 kV berupa hipersensitivitas elektromagnetik (3) mengetahui adanya pengaruh keberadaan jaringan transmisi SUTET 500 kV terhadap Iingkungan sosial penduduk di sekitar jaringan transmisi SUTET 500 kV.
Penelitian ini adalah studi epidemiologi analitik observasional cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Lokasi penelitian adalah permukiman yang dilalui jaringan transmisi SUTET 500 kV Gresik - Paiton di kabupaten Sidoarjo, provinsi Jawa Timur yaitu di kecamatan Tulangan (desa Kajeksan dan desa Kepunten) dan di kecamatan Wonoayu (desa Wonokalang). Subyek dalam penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok terpajan dan kelompok kontrol. Total sampel adalah 133 responden (65 responden kelompok terpajan dan 67 responden kelompok kontrol).
Hasil penelitian: kuat medan listrik maupun medan magnet di daerah yang terpajan jaringan transmisi SUTET 500 kV adalah masih di bawah standar WHO (5 kV/m untuk medan listrik dan 80 A/m untuk medan magnet), yaitu kuat medan listrik rata-rata di luar rumah adalah 88,10 V/m, sedangkan kuat medan listrik rata-rata di dalam rumah adalah 12,96 V/m. Kuat medan magnet rata-rata di dalam rumah 304,60 mA/m, dan kuat medan magnet rata-rata di luar rumah sebesar 292,33 mA/m. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh pajanan medan elektromagnetik SUTET 500 kV dengan risiko terjadinya hipersensitivitas elektromagnetik. Besar risiko terjadinya hipersensitivitas elektromagnetik pada penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV Iebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tidak bertempat tinggal di bawah SUTET 500 kV, yaitu:
(a) Besar risiko menderita sakit kepala 5,89 kali lebih besar
(b) Risiko terjadinya gangguan tidur adalah 4,27 kali lebih besar
(c) Risiko untuk menderita mual 4,40 kali lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak tinggal di bawah jaringan transmisi SUTET 500 kV.
Ditinjau dari sisi sosial masyarakat ternyata tidak tampak adanya perubahan pola yang berarti. Masyarakat masih mempertahankan sistem nilai dan perilaku sosial yang sama sebelum kehadiran jaringan transmisi SUTET 500 kV.

The ever increasing growth in population, economy and development require the constant fulfilling of demands, one of which is the increasing demand for electricity. To meet the demand for electricity, the Government through PT PLN (persero) has embarked on an electric power interconnection program. The distribution of electric power from the power plants to distant areas is conducted through high voltage power transmission lines (SUTET) and extra high voltage power transmission lines (SUTET), which on Java island operate at 500 kV (PLN, 2003). Although generating and distributing electric power and its transmission system have been conducted using sophisticated technology, higher efficiency, effectiveness and safety, problems remain unsolved, one of which is the difficulty of finding suitable unpopulated locations for the high voltage transmission lines. The resulting radiation from the alternating current in the PLN transmission lines is a non-ionic type radiation which in the electromagnetic waves spectrum has a very low frequency reading - below 300 Hertz - termed as the ELF (Extremely Low Frequency) electromagnetic waves, and considered as having the capability of inflicting various averse effects on human health (Shimitzu, 1995).
Health disorders can be caused by factors of heredity, health service, habits and environment. The most prominent effect is from the environment factor, including physical environment, for instance electromagnetic fields. Health disorders caused by exposure to electromagnetic SUTET 500 kV is found among others in the biological, psychological, socio culture and hypersensitivity. Manifestation of hypersensitivity is known under the term of electromagnetic hypersensitivity (Anonb; IRPA, 1990).
Electromagnetic hypersensitivity has become an increasingly growing community health problem, due to the added burden of electromagnetic fields on the environment (Riedliriger, cited January 2005). Indications and symptoms pointing to the presence of electromagnetic hypersensitivity are among others headaches, dizziness, sleep disturbances, chronic fatigue syndrome, cardiac palpitations, nausea and digestive problems with unknown causes, concentration difficulty, tinnitus, facial burning, rashes, muscle spasm, confusion, and mental disorder in the form of depression (Rea, 1991; Grant, 1995; Bergdahl, 1995).
The primary objectives of this research are (1) to determine the strength of electromagnetic fields at inhabited areas located near SUTET 500 kV transmission lines (2) to determine the correlation between SUTET 500 kV electromagnetic transmission lines and health disorders caused by electromagnetic hypersensitivity among people living under the transmission lines (3) to determine the effect of SUTET 500 kV transmission lines on the social environment of the population around the transmission lines.
The survey research was an analytic observation epidemiological study of cross sectional using quantitative and qualitative approach. The survey was conducted at an inhabited location traversed by a SUTET 500 kV Gresik - Paiton transmission lines in Sidoarjo Regency, East Java, i.e. in Tulangan Subregency (Kajeksan and Kepunten villages), and in Wonoayu Subregency (Wonokalang village). The subjects of this survey were divided into two groups, an exposed group and a control group. The total sample in the survey comprises 133 respondents (66 respondents in the exposed group, and 67 respondents in the control group). It was found that the strength of the electrical field as well as the magnetic field at the areas exposed by SUTET 500 kV was far below WHO acceptable standards (5 kVJm for electrical field and 80 AJm for magnetic field). The average strength of electrical field outside the houses or dwellings was 88,10 Wm, while inside the houses the average strength was 12,96 Wm. The average strength of the magnetic field inside the houses was 304,60 mAJm, and the average strength of the magnetic field outside the houses was 293,33 mA/m. The result also indicated that SUTET 500 kV electromagnetic field had affected the people with the risk of electromagnetic hypersensitivity. The extent of electromagnetic hypersensitivity risk to the people living directly under the SUTET 500 kV lines was greater compared to those not living under the SUTET 500 kV lines viz.
a) The risk level of suffering headaches was 5,89 times more
b) The risk level of acquiring sleep disorders was 4,27 times greater
c) The risk of acquiring nausea was 4,40 times more compared to those living in the control area, namely the people not living directly under the transmission lines.
From the view of community's social values, no substantial pattern changes were observed in the community's values and social behaviour from those they had before the presence of SUTET 500 kV transmission lines.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S38321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Faizal,author
"Muatan listrik pada kawat fasa yang bertegangan merupakan sumber medan elektrostatis dari saluran transmisi, sehingga kopling kapasitip antara kawat fasa dan kawat tanah menyebabkan induksi muatan listrik pada kawat tanah. Jika kawat tanah itu diisolasi terhadap tanah, maka beda potensial antara kawat tanah dan tanah dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya. Daya ini terutama digunakan untuk mencatu beban-beban kecil yang terdapat dekat saluran tersebut.
Besar daya yang dapat disadap melalui kawat tanah tergantung pada tegangan transmisi, konfigurasi saluran, serta panjang kawat tanah yang diisolasi. Beberapa faktor seperti faktor transposisi juga berpengaruh terhadap besar daya tersebut.

Electric fields on the conductor line are source of electrostatic fields of overhead transmission line, so that a coupling capacitive between conductor and ground wire can make induction on ground wire. If ground wire is isolated from earth, the voltage across earth and ground wire can be use as source of power. The amounts of power depend on voltage, configuration, and lengths of transmission line. Some factor such as transposition factor also to have influence on amount of power."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T1879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S38385
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irbah Hanifah
"Perencanaan pembangunan jalur transmisi tenaga listrik dengan tegangan 500 kV untuk mentransmisikan daya sebesar 1700 MW oleh pembangkit listrik tenaga gas. Dalam pembangunan jalur transmisi tenaga listrik terdapat lokasi yang bersimpangan dengan saluran pipa gas yang sudah dibangun. Dimana persimpangan ini dapat mengakibatkan adanya fenomena Interferensi AC yang dihasilkan oleh jalur transmisi 500 kV terhadap saluran pipa. Jalur transmisi 500 kV memiliki 3 jenis pengaruh terhadap saluran pipa yaitu kapasitif, induktif dan konduktif. Pengaruh dari jalur transmisi 500 kV dapat berdampak pada keamanan personil yang melakukan kontak dengan saluran pipa dan integritas terhadap pipa itu sendiri yang disebut korosi AC. Bahaya ini dapat dihasilkan pada kondisi operasi normal atau dalam kondisi gangguan. Sebagai pencegahan bahaya ini, berbagai standard internasional telah menetapkan batasan parameter tegangan dan arus yang ditimbulkan oleh fenomena AC Interference pada saluran pipa. Maka itu dibutuhkan adanya kajian teknis yang membahas mengenai dampak yang dihasilkan oleh perencanaan pembangunan saluran transmisi tenaga listrik 500 kV terhadap saluran pipa yang letaknya bersimpangan. Hasil perhitungan menunjukan bahwa dalam kondisi eksisting, kedua lokasi persimpangan masih dalam batasan aman terhadap pengaruh kopling kapasitif, induktif dan konduktif baik dalam kondisi operasi normal dan kondisi gangguan. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan skenario keadaan terburuk, kedua lokasi persimpangan dalam batasan aman terhadap pengaruh kopling kapasitif dan induktif namun untuk menghindari pengaruh kopling konduktif dibutuhkan jarak terdekat antara tower transmisi dan pipa maximal 20 meter dan 13.2 meter pada lokasi T02-T03 dan T20-T21.

Planning for construction od an electric power transmission with a voltage of 500 kV to transmit 1700 MW of power by the generator gas power. In the construction of the electric power transmission line, there is a location that cross with gas pipelines that has been built. The crossing of 500 kV transmission line with pipeline may result in the AC Interference phenomenon. Where there will be 3 types of influence, namely capacitive, inductive, and conductive. The interference of 500 kV transmission line can have an impact on the safety of personnel in contact with pipeline and the integrity of the pipeline itself which is called AC Corrosion. These hazard may result under normal condition or under fault condition. To prevent this hazard, various international standard have been made to set the limits of the voltage and current on pipeline that caused by AC Interference. So it is necessary to have a technical study that discusses the impact generated by planning the construction of a 500 kV electric power transmission line on pipelines that are located at intersections. The calculation results show that in the existing conditions, the two crossing locations are still within safe limits against the effects of capacitive, inductive and conductive coupling both under normal operating conditions and fault conditions. Meanwhile, based on the calculation of the skenario keadaan terburuk, the two crossing locations are within safe limits against the effects of capacitive and inductive coupling, but to avoid the effect of conductive coupling, the closest distance between the transmission tower and the pipeline is a maximum of 20 meters and 13.2 meters at locations T02-T03 and T20-T21."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Prasetyo
"Masalah yang dihadapi pasokan energi listrik saat ini tidak hanya kapasitas pembangkit, tetapi juga keterbatasan untuk mendistribusikan dan mentransmisikan energy listrik untuk memenuhi permintaan yang meningkat. Salah satu cara untuk mengatasi masalah keterbatasan andongan (sag) dan kapasitas pada sistem transmisi adalah mengganti konduktor dari tipe konvensional ke tipe konduktor High Capacity Low Sag (HCLS). Saluran udara modern dengan konduktor HCLS dapat beroperasi dengan kemampuan hantar arus yang lebih tinggi. Keuntungan utama dari konduktor HCLS adalah desain khusus dari kondisi operasi, yang menyebabkan terjadinya transformasi beban tarikan mekanis dari konduktor ke inti penguat. Transformasi ini disebut knee point temperature. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai knee point temperature dan pengaruhnya terhadap andongan (sag) pada konduktor HCLS. Simulasi akan dilakukan pada konduktor HCLS, yaitu ACCC/TW LISBON (310), yang membentang antar span sepanjang 100 meter. Pembebanan listrik pada konduktor dilakukan secara bertahap sampai suhu operasi maksimum yang diijinkan untuk konduktor ACCC/TW LISBON (310), 180oC tercapai. Dari hasil simulasi, kita dapat menentukan nilai knee point temperature ACCC/TW LISBON (310) sekitar 60oC - 62oC. Nilai andongan (sag) setelah knee point temperature cenderung stabil meskipun pembebanan ampacity meningkat.

The problem facing the energy supply currently is not only generating capacity, but also the ability to distribute and transmit power to meet the increasing demand. One way to overcome the problem of sag and capacity limitations is conductor replacement from the conventional types to high capacity low sag (HCLS) types. The modern overhead lines with HCLS conductors can be operated at higher current carrying capacity. The main advantage of HCLS conductors is the special design of operating conditions, which cause the transformation of the mechanical pull load from the conductors to the reinforcing core. This transformation is called knee point temperature. This study aims to determine the knee point temperature and the effect on sag HCLS conductors. The simulation will be conducted on the HCLS conductors, namely ACCC/TW LISBON (310), which stretches between a span of 100meters. The electrical loading of conductors is gradually giving until a maximum operating temperature of ACCC/TW LISBON (310), 180oC is reached. From the simulation results, we can determine the knee point temperature of the ACCC/TW LISBON (310) conductor is around 60oC-62oC. The value of the sag after the knee point temperature tends to be stable even though the ampacity loading is increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>