Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199845 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Aca Sugandhy
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999
302.4 ACA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2007
344.046 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jamal Bake
"Analisis pelembagaan demokrasi difokuskan pada: Pertama, sejauh mana nilai-nilai demokrasi sebagaimana dikemukakan Dahl dan Smith seperti jaminan terhadap hak warga masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan kebijakan publik di tingkat lokal, keterwakilan stakeholders, kesamaan hak dalam proses pengambilan keputusan, penyebarluasan informasi kebijakan, responsivitas dan kontrol masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan masyarakat diwujudkan. Kedua, tingkat kepedulian dan konsistensi masyarakat berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang oleh Arnstein dapat diamati dalam beberapa level. Ketiga, menguji faktor-faktor individu yang mempengaruhi yang dan yang berhubungan dengan partisipasi warga dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Variabel dianalisis adalah tingkat pemahaman tentang anggaran publik, persepsi perlunya mengetahui proses pengelolaan program, persepsi tentang manfaat berpartisipasi, sikap rasa memiliki anggaran program, persepsi tentang pemberian "uang saku" kepada partisipan, rasa tanggung jawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, pendidikan, umur, dan pendapatan keluarga, yang dalam banyak referensi, dijelaskan, sering berpengaruh, dan berhubungan dengan partisipasi warga masyarakat dalam proses penyelenggaraan kebijakan publik, termasuk dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
Diperoleh kesimpulan: Pertama, penerapan nilai-nilai demokrasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan relatif berkembang. Jaminan hak warga untuk berpartisipasi, keterwakilan stakeholders, persamaan hak dalam pengambilan keputusan, penyebarluasan informasi mengenai program, responsivitas serta kontrol masyarakat mulai diwujudkan meskipun belum maksimal. Kedua, masyarakat diberikan keleluasaan merencanakan, melaksanakan dan mengontrol pengelolaan program, menggambarkan bahwa, partisipasi berada pada level degree of citizen power. Warga masyarakat juga memiliki kepedulian berpartisipasi, meskipun belum konsisten berpartisipasi dalam semua tahapan kegiatan proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Ketiga, partisipasi warga masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, baik secara bersama-sama, dipengaruhi oleh tingkat pemahaman tentang anggaran program pemberdayaan masyarakat, persepsi perlunya mengetahui proses pengelolaan program, persepsi mengenai manfaat berpartisipasi dan sikap rasa memiliki anggaran program, ?pemberian uang saku", rasa tanggung jawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, pendidikan, umur dan pondapatan. Namun secara parsial, hanya tingkat pemahaman makna anggaran, persepsi perlunya mengetahui pengelolaan program, sikap rasa memiliki, rasa tanggungjawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, dan tingkat pendidikan yang menunjukkan pengaruh signifikan, dan berkorelasi positif dengan partisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, sedangkan persepsi tentang manfaat berpartisipasi, "pemberian uang saku", umur, dan pendapatan tidak menunjukkan pengaruh signifikan.
Semua aspek yang berpengaruh secara signifikan, menunjukkan hubungan positif dengan partisipasi. Artinya, semakin mengetahui bahwa anggaran program pemberdayaan masyarakat berasal dari rakyat, dan harus dimanfaatkan untuk kepantingan masyarakat, maka semakin tinggi persepsinya akan perlunya mengetahui proses pangelolaan program. Sikap rasa memiliki yang tinggi tentang anggaran program, didorong oleh rasa tanggung jawab sosialnya sebagai wakil warga, adanya harapan mempengaruhi keputusan dalam pengelolaan program, serta tingkat pendidikan tinggi menjadikan partisipasi warga masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program juga semakin tinggi.
Pemahaman mengenai anggaran, persepsi tentang program pemberdayaan masyarakat, dan faktor pendidikan, menunjukkan hubungan positif satu sama lain. Semakin memahami makna anggaran pemberdayaan masyarakat, semakin tinggi pula persepsi akan perlunya mengetahui proses pengelolaan program dan anggarananya, karena semakin tingginya sikap rasa memiliki anggaran tersebut, seiring dengan rasa tanggung jawab sosial tinggi untuk berpartisipasi di dalamnya, dengan harapan dapat mempengaruhi proses pengambilan kepulusan terkait pengelolaan program tersebut. Pendidikan tinggi, disertai dengan pemahaman yang kuat dalam membela kepentingan publik, akan membentuk sikap rasa memiliki yang tinggi anggaran program pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari angaran publik.
Melalui pelaksanaan program pembangunan yang partisipasi sebagai suatu pola pelembagaan demokrasi, manjadikan masyarakat dapat belajar mengenal dan memahami permasalahannya, serta dapat merumuskan cara mengatasinya secara bersama. Untuk itu itu, ruang partisipasi perlu dikembangkan, kesadaran dan pemahaman masyarakat perlu ditingkatkan melalui pencerahan oleh pemerintah, masyarakat sipil maupun media masa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mewujudkannya, diperlukan komltmen dan konsistensi para individu yang memiliki kekuasaan, mempunyai kewenangan, serta keberperanan para pemangku kepentingan termasuk para pembayar pajak. Perlu studi lebih lanjut tentang demokratisasi program pemberdayaan masyarakat dengan memasukkan variabel lain, seperti persepsi tentang kewajiban membayar pajak.
Proses pelembagaan demokrasi melalui pengembangan sistem perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang partisipatif, responsif, transparan, akuntabel, diIakukan secara jujur, mengutamakan kepentingan bersama, patuh pada aturan, proporsional, dan berkeadilan sesuai dengan prinsip tatakelola pemerintahan lokal yang baik (good local governance), perlu diwujudkan secara konsisten dan borkelanjutan. Penerapannya secara baik dapat mendorong kreativitas dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan, sekaligus merupakan perwujudan dari penyelenggaraan kebijakan, dan pelayanan publik, serta pembangunan berbasis kerakyatan, melalui pendekatan pemberdayaan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat secara umum, dan bagi masyarakat lokal secara khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D830
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasichatun Asca
"Kebijakan hukum di bidang lingkungan hidup dalam pengelolaan B3 harus direncanakan dengan cermat karena merupakan bagian dari proses pembangunan industrialisasi. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dalam UUPLH, mengenai pengelolaan Limbah B3 diatur dalam pasal 17 dan pasal 21.
Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan B3, antara lain PP No.19/1994 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP No.19/1994 merupakan jawaban pertama Pemerintah dalam upaya untuk memberikan pedoman peraturan yang dapat diterapkan oleh para pelaku usaha atau dunia industri yang berhubungan langsung dengan lingkungan terutama dengan limbah B3 lain. PP No. 19 Tahun 1994 dengan perangkat hukum yang dimaksudkan untuk mendorong industri penghasil limbah B3 agar meminimalisasi jumlah limbah B3, PP ini kemudian digantikan dengan PP No. 12 Th 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti lagi dengan PP No. 18 Th 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, kemudian dirubah dengan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti dengan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Ada banyak perubahan yang dalam PP yang baru ini, antara lain mengenai istilah, tidak lagi dengan istilah limbah tetapi langsung dengan penyebutan Bahan Berbahaya dan Beracun dan diijinkan kegiatan ekspor dan impor B3.
Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lalu lintas batas limbah, dengan dasar ratifikasi Konvensi Basel, yang bertujuan mengatur ekspor dan impor serta pembuangan limbah B3 secara tidak sah, antara lain: Keputusan Presiden RI No. 61/1993 tentang Pengesahan Convention on The Control of Trans-boundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/X/f92 tentang Pelarangan Limbah B3 dan Plastik, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 155/Kp/VII/95 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Import dan Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 156/Kp/VII/95 tentang Prosedur Impor Limbah.
Penegakan hukum dalam masalah B3, berkaitan erat dengan kemampuan aparat dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Aparat penegak hukum lingkungan adalah: Polisi; Jaksa; Hakim; dan Pejabat/Instansi yang berwenang memberi izin; serta Penasihat Hukum. Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung. Instrumen bagi
penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penegakan hukum secara pidana umulnnya selalu mengikuti pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan. Untuk memperoleh ganti kerugian bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif kurang memadai.
Sarana yang dipergunakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan meliputi: sarana administrasi; pidana dan Perdata. Sarana administrasi bersifat preventif dan tujuannya sebagai penegakan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan. Dalam sarana administrasi ini dapat diterapkan konsep "Pollution Prevention Pays" terhadap perusahaan dalam proses produksinya. Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental, yaitu untuk mengendalikan perbuatan terlarang, juga sebagai perlindungan kepentingan yang dijaga dengan ketentuan tersebut. Bentuk administrasi ini antara lain: Paksaan Pemerintah atau tindakan paksa, Uang paksa, Penutupan tempat usaha, Penghentian kegiatan mesin perusahaan, Pencabutan izin melalui proses, teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa. Sarana Kepidanaan, dalam delik lingkungan diatur dalam Pasal 41 s.d 48 UUPLH yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara pencemar dan yang tercemar. Tata caranya dalam beberapa pasal tersebut tunduk terhadap UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sarana Keperdataan, dalam hal ini yang dimaksud adalah penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-¬undangan lingkungan, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa ("injuction"). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 34 UUPLH jo. Pasal 35 PP No. 74 Tahun 2001, dapat dilakukan baik melalui cara berperkara di pengadilan atau melalui media penyelesaian sengketa lingkungan.
Mengenai hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3 meliputi: Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat." Peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 lebih diutamakan dalam hal prosedur penerapan peraturan. Peran serta
masyarakat dalam pengelolaan B3 tersebut selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, juga dapat mereduksi kemungkinan terjadinya konflik. Peran serta masyarakat dapat efektif dan berdaya guna, apabila kepastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya, adanya Informasi lintas batas dan informasi tepat waktu. Pasal 35 PP No. 74 Tabun 2001 tentang Pengelolaan B3, menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3 ini sedangkan dalam Pasal 36 PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, disebutkan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inar Ichsana Ishak
"Multilateral treaty in environmental area is one of the international treaty that defined in Convention on the Law of Treaties, Vienna, 1969 as an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied
in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation.However, international environmental law is tending to be considered as "soft law" rather than "hard law" because its compliance approaches. This article will
discuss about the compliance measure from the international point of view because international compliance is based on the balance of advantages and consequences of a state should it participate in MEAs.
"
2005
JHII-2-2-Jan2005-266
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Yunita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3732
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2004
344.046 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>