Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sunaryo
Jakarta: Sinar Grafika, 2008
332.6 SUN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khotibul Umam
Yokyakarta: Pustaka Yustira, 2010
340 KHO h (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Nastiti
"Praktik pendanaan kolektif di Indonesia relatif baru. Salah satu Crowdfunding Platform (CF Platform) di Indonesia adalah Kitabisa.co.id yang dikelola oleh Yayasan Rumah Perubahan. Penelitian ini mengangkat masalah praktik pendanaan kolektif melalui CF Platform Kitabisa.co.id, mengidentifikasi ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur praktik itu, dan menjajaki masalah hukum yang berpotensi untuk muncul di masa depan. Dari penelitian ini dihasilkan suatu kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan yang telah ada belum cukup untuk mengatur praktik pendanaan kolektif, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai praktik ini. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai praktik pendanaan kolektif di Indonesia.

The practice of crowdfunding in Indonesia is relatively new. Kitabisa.co.id is one of the Crowdfunding Platforms (CF Platform) in Indonesia that is managed by the Rumah Perubahan Foundation. This research discusses the practice of crowdfunding by means of CF Platform Kitabisa.co.id, identifies the regulating provision of those practices, probes the legal issues that could potentially arise in the future. This research found that the current provisions in Indonesia do not fit the practices of crowdfunding well. Therefore it is necessary to establish provisions relating to those practices. But it is important to conduct further research on crowdfunding in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indramayu
"Dalam Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan pengembangan Equity Crowdfunding, perusahaan yang dapat menjadi Penerbit tidak hanya badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, perusahaan partnership juga dapat menjadi Penerbit efek bersifat utang atau sukuk. Pemodal yang membeli efek pada perusahaan partnership memiliki risiko kerugian yang besar karena perusahaan partnership bukan badan hukum dan umumnya perusahaan pemula yang belum tentu memiliki pengelolaan yang baik. Penelitian ini mengkaji jaminan perlindungan hukum bagi Pemodal perusahaan partnership yang diatur dalam POJK 57/2020 dan perjanjian-perjanjian dalam penyelenggaraan SCF. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data-data sekunder yang diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: Pertama, POJK 57/2020 memberikan perlindungan hukum dengan cara adanya syarat kualifikasi bagi pihak-pihak dalam SCF, batasan pembelian dan pengumpulan dana, kewajiban mengungkapkan fakta material, jatuh tempo buyback, penggunaan escrow account, pencatatan Efek kepada bank kustodian, serta pemantauan usaha dan kewajiban bayar oleh Penyelenggara. Namun, perlindungan hukum bagi Pemodal masih belum komprehensif karena masih menimbulkan masalah seperti pengawasan penyelenggaraan SCF yang belum optimal, kurang lengkapnya pengungkapan fakta material terkait aspek hukum dalam perusahaan partnership dan pengaturan SCF masih lemah karena hanya berbentuk POJK. Kedua, terdapat perjanjian penyelenggaraan SCF yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti adanya perjanjian penyelenggaraan SCF yang menggunakan dasar hukum POJK 37/2018 yang sudah tidak berlaku, adanya klausul baku yang dilarang yaitu klausul pengalihan tanggungjawab dan klausul tunduknya pemodal kepada aturan baru atau perubahan yang dibuat sepihak oleh Penyelenggara SCF, serta beberapa perjanjian SCF tidak memuat klausul pemberian kuasa dari Pemodal efek bersifat utang atau Sukuk dengan Penyelenggara.

n Securities Crowdfunding (SCF), which is the development of Equity Crowdfunding, companies that can become issuers are not only business entities in the form of limited liability companies, partnership companies can also be issuers of debt securities or sukuk. Investors who buy securities in partnership companies have a large risk of loss because partnership companies are not legal entities and generally start-up companies do not necessarily have good management. This study examines the guarantee of legal protection for investors in partnership companies as regulated in POJK 57/2020 and agreements in the implementation of SCF. This study uses a normative juridical research method using secondary data that is processed qualitatively. The results of the study show: First, POJK 57/2020 provides legal protection by means of qualification requirements for parties in SCF, limits on purchasing and collecting funds, obligations to disclose material facts, maturity of buybacks, use of escrow accounts, recording of securities to custodian banks, and monitoring of business and payment obligations by the broker. However, legal protection for investors is still not comprehensive because it still causes problems such as the supervision of the SCF implementation that is not optimal, the incomplete disclosure of material facts related to legal aspects in partnership companies and the SCF regulation is still weak because it is only in the form of POJK. Second, there are SCF implementation agreements that are not in accordance with applicable regulations, such as the existence of an SCF implementation agreement that uses the legal basis of POJK 37/2018 which is no longer valid, the existence of a prohibited standard clause, namely a transfer of responsibility clause and a clause that investors submit to new rules or changes. unilaterally made by the SCF broker, as well as several SCF agreements that do not contain a clause on granting power of attorney from debt securities or Sukuk Investors to the broker."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabiq Aqdam Muslich
"Inovasi manusia dalam teknologi digital telah mengubah dinamika pelaku ekonomi seperti dengan munculnya skema penawaran efek melalui layanan urun dana atau securities crowdfunding (SCF). Penghimpunan modal melalui SCF menjadi salah satu alternatif untuk para pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) untuk mempermudah mendapatkan modal. Industri SCF memiliki potensi besar di Indonesia karena banyaknya demand dari pengusaha-pengusaha UMKM untuk skema pemodalan yang mudah digunakan untuk perusahaan kecil. Akan tetapi, persoalan risiko penipuan dapat menjadi hambatan besar dalam perkembangan SCF di Indonesia. Kurangnya perlindungan dari penipuan akan berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap industri SCF. Terkait isu ini, Peraturan OJK No. 57 Tahun 2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi belum mengatur secara komprehensif mengenai risiko penipuan. Sementara itu, dibutuhkan payung hukum yang sistematis untuk melindungi para Pemodal, terutama dari kejahatan penipuan yang dapat mengurangi kredibilitas industri SCF secara keseluruhan dan justru menghambat pemodalan bagi UMKM. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji bahan pustaka dan menelaah peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pendekatan perbandingan. Penelitian ini akan membahas mengenai perlindungan hukum atas risiko penipuan dalam SCF di Indonesia dan membandingkan pengaturannya dengan regulasi di Amerika Serikat dan Australia. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai perlindungan hukum dari kejahatan penipuan dalam SCF di Indonesia serta perbandingannya dengan perlindungan hukum yang ada di negara Amerika Serikat dan Australia.

Human innovation in digital technology has changed the dynamics of economic actors, such as the emergence of securities offering schemes through crowdfunding or securities crowdfunding (SCF). Capital accumulation through SCF is an alternative for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) to make it easier to obtain capital. The SCF industry has great potential in Indonesia due to the large demand from MSME entrepreneurs for capital schemes that are friendly for small companies. However, the issue of fraud may be a major obstacle to the development of SCF in Indonesia. Lack of legal protection will have implications on public trust in the SCF industry. Regarding this issue, OJK Regulation No. 57 of 2020 concerning Securities Offerings Through Information Technology-Based Crowdfunding Services has not comprehensively regulated the risk of fraud. Meanwhile, a systematic legal umbrella is required to protect investors, especially from fraud crimes which can reduce the credibility of the SCF industry as a whole and hinder MSMEs from gaining capital. This research method uses a normative juridical method by reviewing literature and examining relevant laws and regulations with a comparative approach. This research will discuss legal protection for fraud risk in SCF in Indonesia and compare Indonesia’s regulation with regulations in the United States and Australia. Thus, this research is expected to provide information and an overview of legal protection from fraud in SCF in Indonesia and its comparison with legal protection in the United States and Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Widi Purwoko
"Kajian hukum dalam tesis ini bertujuan untuk memberikan dasar fondasi hukum dalam memahami Exim Bank/ECA sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk mendukung sektor ekspor dan impor di suatu negara serta pembentukan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya, Exim Bank/ECA memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Karakteristik khusus ini diperlukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsinya. Dalam mendukung perkembangan ekspor nasional, Indonesia memerlukan keberadaan lembaga ini. Lembaga yang sudah ada, PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) belum dapat secara optimal menjalankan fungsi sebagai Exim Bank/ECA karena terkendala statusnya sebagai bank umum. Untuk memenuhi kebutuhan ekspor nasional, perlu dibentuk Exim Bank/ECA di Indonesia. Untuk mendapatkan bentuk Exim Bank/ECA yang ideal di Indonesia, perlu dilakukan kajian hukum atas Undang-undang yang terkait dengan pendirian Exim Bank/ECA di beberapa negara serta pelaksanaan kegiatan PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) selama ini. Dengan kajian ini selain akan mendapatkan pemahaman yang jelas tentang bentuk hukum Exim Bank/ECA, juga dapat digambarkan bentuk ideal Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Ferdian Basri
"ABSTRAK
Pembiayaan sindikasi hybrid (antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional) telah menjadi salah satu strategi yang efektif bagi bank syariah untuk dapat meningkatkan kuantitas asetnya. Bagaimanapun untuk dapat menjalankan konsep sindikasi hybird tersebut, dibutuhkan pondasi regulasi yang baik sehingga pembiayaan sindikasi hybrid tetap dapat memenuhi shariah compliance.
Penelitian ini membahas dua pokok permasalahan: pertama, bagaimana pemenuhan shariah compliance oleh LKS dalam menjalankan pembiayaan sindikasi hybrid; dan kedua, bagaimana penerapan prinsip equal treatment (diantara para peserta sindikasi) pada pembiayaan sindikasi hybrid sehubungan dengan pemenuhan shariah compliance oleh LKS tersebut, sementara fasilitas kredit oleh LKK dan fasilitas pembiayaan syariah oleh LKS didasari oleh perikatan yang berbeda satu sama lainnya, begitu pula terhadap sumber hukumnya.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan turut disertai pembahasan studi kasus pembiayaan sindikasi hybrid kepada PT ABC (bukan nama sebenarnya) guna mendapatkan gambaran yang lebih komperhensif dari pembahasan rumusan masalah. Terhadap pemenuhan shariah compliance dari pembiayaan sindikasi hybrid merujuk kepada Fatwa DSN 91/DSN-MUI/IV/2014 yang telah mengatur khusus mengenai pembiayaan sindikasi secara khusus. Dengan membandingkan pemenuhannya pada studi kasus pembiayaan sindikasi ABC, dapat diketahui bahwa Fatwa DSN kiranya masih mengatur dengan terlalu umum, dikarenakan masih menyisakan beberapa isu-isu syariah ditataran teknisnya yang membutuhkan pengaturan lebih lanjut. Terlebih, dengan keterlibatan LKK dalam pembiayaan sindikasi hybrid, dan kewajiban LKS terhadap pemenuhan syariah compliance nya berdasarkan Fatwa DSN, prinsip equal treatment (sebagai salah satu karakteristik dari konsep sindikasi) tidak lagi dapat diterapkan sepenuhnya bagi para peserta pembiayaan sindikasi hybrid, terutama terhadap ketentuan-ketentuan yang telah tegas pengaturannya oleh Fatwa DSN. Fasilitas kredit dan fasilitas pembiayaan syariah setidaknya akan berbeda terhadap hal-hal sebagai berikut: (a) dokumentasi dan rekening; (b) mekanisme pengambilan keuntungan; (c) ketentuan mengenai biaya-biaya yang dapat dikenakan, dan (d)  yurisdiksi pengadilan.

ABSTRACT
Hybrid Syndicated Financing (between Shariah financial Institutions (SFI) and Conventional Financial Institutions (CFI)) has become one of the effective strategies for Islamic banks to increase the quantity of their assets. However, to be able to carry out the concept of syndicated hybird financing, a good regulatory foundation is needed so that when it is implemented it can still fulfill shariah compliance.
This study discusses two main issues: first, how to fulfill shariah compliance by SFI in carrying out hybrid syndication financing; and second, how to apply equal treatment principles (among syndicated participants) in hybrid syndicated financing in connection with the fulfillment of the Shariah Compliance by the SFI, while the credit facilities by CFI and Islamic financing facilities by SFI are based on different agreements with each other, as well as legal source.
The research method used is normative juridical, with the accompanying discussion of hybrid syndicated financing case studies to PT ABC (not real names) in order to get a more comprehensive picture of the discussion of the problem statement. The fulfillment of shariah compliance from hybrid syndication financing refers to the Fatwa DSN No. 91 / DSN-MUI / IV / 2014 which specifically regulates syndicated financing specifically. By comparing its fulfillment in the ABC syndicated financing case study, it can be seen that. Moreover, with SFI's involvement in hybrid syndicated financing, and SFI obligations towards the fulfillment of its Shariah compliance based on the Fatwa of DSN, the equal treatment principle (as one of the characteristics of the syndication concept) can no longer be fully applied to hybrid syndication financing participants, especially in terms of provisions that have been firmly regulated by the Fatwa of DSN. Credit facilities and Islamic financing facilities will at least differ from the following: (a) documentation and accounts; (b) profit taking mechanism; (c) provisions regarding fees that can be charged, and (d) jurisdiction of the court."
2019
T55316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noegroho Koesoemowibhowo
"Tesis ini membahas pendirian Indonesia Eximbank yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (UU LPEI). Indonesia Eximbank merupakan transformasi dari PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero) (BEI). Jika ditinjau dari dimensi kebijakan pengembangan ekspor nasional, UU LPEI merupakan dasar pengembangan ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional, yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Agar dapat berperan dan berfungsi secara efektif, Indonesia Eximbank beroperasi secara independen, berdasarkan undang-undang tersendiri (lex specialist), dan memiliki sifat sovereign status. Di dalam Tesis ini akan dibahas pula peraturan pelaksana dari Indonesia Eximbank serta kendala dalam operasionalisasinya.

The focus of the Thesis is to learn about the enactment of Indonesia Eximbank which has been establish by Act Number 2 Year 2009 regarding Indonesia Export Financing Institution (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) (LPEI Act). Indonesia Eximbank is the transformation of PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero) (BEI). From the point of view of the policy on the national export development, the Act of LPEI will be basis for the national export development through national export financing in the form of financing, guarantee, and insurance. To enable LPEI (Eximbank) to perform its function and role effectively, Indonesia Eximbank shall operate independently, based on its own Act (lex specialist) and having sovereignty status. This Thesis will also discuss the implementation regulation from LPEI Act and the obstacles of Indonesia Eximbank during its operation."
2010
T27930
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erico Novianto
"Skripsi ini membahas mengenai ketentuan hukum crowdlending di Indonesia yang diterapkan oleh GandengTangan.org. Ketentuan hukum yang mengatur tentang crowdlending di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Pelaksanaan kegiatan crowdlending menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan perjanjian pinjam meminjam. Dalam perjanjian pinjam meminjam ini, terdapat kemungkinan permasalahan bahwa pinjaman untuk suatu proyek yang didanai dengan crowdlending tidak terlaksana serta tidak melunaskan hutangnya. Apabila proyek yang didanai dengan crowdlending tidak terlaksana dan penerima pinjaman tidak melunaskan hutangnya, maka penerima pinjaman wanprestasi. Pertanggungjawaban penerima pinjaman dalam akibat hukum wanprestasi adalah wajib memenuhi kewajibannya atau mengembalikan uang yang telah diterima dari pemberi pinjaman dan membayar kerugian yang diderita oleh pemberi pinjaman.

This thesis discusses abour the legal terms of crowdlending in Indonesia applied by GandengTangan.org. The legal provisions governing the crowdlending in Indonesia are regulated in Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 POJK.01 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Undang Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, and Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Implementation of crowdlending activities under the Regulation of the Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 POJK.01 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi based on lending agreement. In this lending agreement, there is the possibility that the loan for a project funded with a crowdlending is not accomplished and does not pay off its debt. If a project funded with a crowdlending is not accomplished and the borrower does not repay the debt, there will be a breach of aggrement. The consequence of the breach of aggrement is obliged to fulfill its obligation or return the money received from the lender and pay the losses suffered by the lender.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>