Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Riyono Asnan
"Maksud dan tujuan penelitian mengenai Sirkulasi Elite Partai GOLKAR Pasca Orde Baru adalah pertama, untuk rnenggambarkan seperti apa sirkulasi atau pergantian elite Partai GOLKAR pasea Orde Baru. Kedua, untuk mengetahui perbedaan bentuk sirkulasi elite GOLKAR ketika semasa Orde Baru yang tergantung restu elite dalam hal ini Ketua Dewan Pembina GOLKAR Soeharto dan semasa reformasi, apakah mengalami perubahan seiring tuntutan reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa. Ketiga, untuk mengetahui perubahan-perubahan yang texjadi di Partai GOLKAR sehingga rnenyebabkan organisasi ini tetap kukuh berdiri di tengah badai perubahan? Keempat, untuk mengetahui apakah sirkulasi elite dan perubahan-perubahan di Partai GOLKAR tersebut mempunyai dampak terhadap proses demokratisasi di tubuh GOLKAR.
Dalam penelitian ini digunakan teori elite yang dikemukakan oleh Gaetano Mosca, Vilfredo Paretto, C. Wright Mills dan Robert Michels. Konsep teori elite yang dikemukaan mereka pada dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial masyarakat pasti terdapat kelompok sosial yang mempunyai kemampuan, kekayaan dan kecakapan tertentu yang dapat membedakan mereka dengan kelompok lainnya. Kelompok masyarakat yang mempunyai kelebihan ini oleh para teoritisi elite disebut sebagai kelompok elite. Dalam struktur kekuasaan, kelornpok elite ini biasanya memegang peranan lebih besar dibanding kelompok lainnnya. Mereka biasanya menjadi pemimpin di dalam struktur kekuasaan. Sedangkan kelompok lainnya, yang berada diluar kekuasaan mengambil sikap oposisi atau sebagai kelompok yang mengkoreksi segala kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan. Sebenarnya, kedua kelompok ini saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan.
Dalam proses Sirkulasi Elite di GOLKAR Pasca Orde Baru nampak sekali terjadi perubahan seiring perubahan politik di luar GOLKAR. Sirkulasi elite yang sebelumnya tergantung sepenuhnya kepada presiden Soeharto, telah mengalami perubahan mengikuti perkembangan politik di luar GOLKAR. Faksi-faksi yang ada di GOLKAR mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk memperebutkan kekuasaan. Perubahan ini nampak terlihat saat GOLKAR menggelar Munaslub tahun 1998 dan Munas VII GOLKAR di Bali. Semua kelompok baik penguasa (Srigala) maupun oposisi (Singa) saling bersaing untuk mendapatkan dukungan dari arus bawah. Perubahan-perubahan ini telah menjadikan GOLKAR lebih demokratis dibanding semasa kekuasaan Orde Baru. Terjadi ledakan panisipasi yang cukup besar dari arus bawah (DPD I dan II) setelah jatuhnya presiden Soeharto.
Dari dua kali perubahan elite di GOLKAR, nampak kepentingan negara ikut mempengaruhi proses sirkulasi elite. Munaslub 1998 kepentingan negara terpersonifikasikan ke dalam diri B.J. Habibie. Habibie sangat berkepentingan untuk mernpertahankan kekuasaannya sehingga ia perlu menempatkan orang kepercayaannya untuk memimpin GOLKAR yalmi Akbar Tandjung. Sedangkan dalam Munas VII GOLKAR di Bali, kepentingan negara terwakili pada diri Jusuf Kalla. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla sangat berkepentingan untuk menjinakkan sikap oposisi GOLKAR yang tergabung dalam koalisi kebangsaan. Langkah ini diambil untuk mengamankan kebijakan pemerintali agar mendapat dukungan dari parlemen. Dukungan dari parlemen ini sangat penting untuk memperkokoh kebijakan pemerintah dan untuk menjamin kelangsungan program pemerintah maka negara perlu menguasai Partai GOLKAR. Faktor lain yang mempengaruhi sirkulasi elite di GOLKAR adalah kharisma elite (pengaruh elite), idiologi dan kepentingan politik sesaat elite yang biasanya bersifat oportunistik.
Dari hasil penelitian tersebut, nampak sekali bahwa teori elite yang dikemukakan oleh Pareto, Mosca, Michels dan Mills jika diterapkan di GOLKAR tidak sesederhana yang mereka bayangkan. Perlu memperhatikan nilai-nilai lokal dimana organisasi itu berada. Hal ini wajar mengingat kondisi sosial politik saat teori ini muncul yakni di Italia dan Amerika Serikat berbeda dengan kondisi Indonesia. Masyarakat di Italia dan Amerika Serikat tentunya lebih maju dibanding dengan kondisi masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kholik
"Penelitian ini berusaha menggambarkan dan menganalisis dinamika hubungan antara dua Ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, pasca Orde Baru. Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini mencakup; (1) Bentuk-bentuk hubungan yang dilakukan Muhammadiyah dan NU pada kurun waktu 1998-2003; (2) Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi hubungan dan (3) Bagaimana pola hubungan Muhammadiyah dan NU pasca Orde Baru.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teori-teori yang digunakan adalah teori integrasi dari Banton dan Etzioni, yang dikaitkan juga dengan teori fungsional dan konflik untuk memperkaya pembahasan. Metode pengumpulan data yang digunakan merupakan gabungan antara wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa setidaknya terdapat delapan bentuk hubungan yang terjalin antara Muhammadiyah dengan NU dalam kurun waktu 1998-2003, yang meliputi penyelenggaraan pengajian bersama Muhammadiyah-NU, upaya pengamanan Sidang Umum MPR 1999, penyelenggaraan kegiatan tasyakur kemerdekaan, kemitraan dalam mengembangkan usaha kecil, safari dakwah Muhammadiyah-NU, membangun gerakan moral, umrah bersama, dan gerakan anti korupsi. Apabila dipetakan, kedelapan bentuk hubungan tersebut mencakup bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Faktor-faktor yang menjadi latar belakang hubungan antara Muhammadiyah dengan NU dalam kurun waktu tersebut meliputi komitmen untuk menyukseskan Sidang Umum MPR 1999, memperkuat tali ukhuwah islamiyah, mengikis perbedaan khilafah, upaya merajut kembali komitmen berbangsa dan bernegara di antara komponen bangsa, menumbuhkan sikap saling mendukung untuk keutuhan NKRI, memberdayakan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan umat, mencegah terjadinya konflik massa antara Muhammadiyah dengan NU, keprihatinan atas terjadinya krisis dan konflik sosial, dan keinginan untuk memerangi dan memberantas korupsi yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara paling korup.
Pola hubungan antara Muhammadiyah dengan NU pada kurun waktu pasca Orde Baru ditentukan oleh tiga hal, yaitu: pertama, berbasiskan pada spirit Ukhuwah Islamiyah yang mengikat kedua Ormas ini; kedua, adanya unsur generasi muda baru yang progresif sebagai penghubung dan perekat; ketiga, mengembangkan bentuk-bentuk hubungan yang bersifat non politis (di luar bidang politik).
Dari hasil penelitian juga diperoleh gambaran bahwa ketiga pola hubungan tersebut mampu mendorong kearah penguatan integrasi sosial antar keduanya. Mengacu pada pandangan Banton (1967) integrasi tersebut dapat terjalin karena perbedaan yang ada dalam kedua organsisasi itu tidak dimaknai sebagai hal yang penting. Para eskponen kedua ormas ini menyadari sepenuhnya perbedaan yang dimiliki, terutama menyangkut masalah khilafiah yang selama ini menjadi ganjalan, namun kini mereka memandang bahwa masalah-masalah khilafiah tidak lagi diperdebatkan bahkan ada upaya untuk mengikisnya.
Pola intergrasi yang tercipta, seperti diklasifikasikan oleh Etzioni, mencakup integrasi normatif yaitu pada integrasi yang dibangun berbasiskan pada semangat ukhuwah yang telah digariskan dalam ketentuan normatif Al Quran dan Hadist. Pada sisi lain juga tercipta integrasi fungsional, ketika NU dan Muhammdiyah dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing saling bekerjasama dalam berbagai bidang, seperti tampak dalam kerjasama pemberantasan korupsi. Selain itu juga tercipta integrasi korsif, yaitu pada level generasi muda, yang didorong oleh suatu tekanan dari luar berupa kondisi aktual yang sempat mengancam, terutama akibat terjadinya konflik pada level alit tokoh Muhammdiyah dan NU.
Penegasan berkenaan dengan teori yang digunakan dalam konsteks studi ini menunjukkan bahwa perspektif fungsional-struktural dan konflik yang digunakan secara terpilah (sendiri-sendiri) memiliki keterbatasan jangkauan. Sehingga dengan merujuk pada pandangan Lockwood dilakuan upaya untuk mengkombinasikan kedua perspektif tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Nur Hamidah
"Jatuhnya rezim Soeharto telah membawa harapan besar bahwa bangsa Indonesia akan segera menemui cahaya baru setelah 32 tahun lebih dalam kekuasaan otoritarian. Ekspektasi yang tinggi ditunjukkan melalui dukungan terhadap gerakan mahasiswa. Berbagai isu seperti penegakan hukum dan penghapusan KKN, reformasi politik dan ekonomi serta pengadilan Soeharto berikut kroninya menjadi spirit gerakan reformasi. Jatuhnya suatu rezim otoriter umumnya akan diikuti oleh proses demokratisasi. Dalam proses tersebut, elite politik memainkan peran sangat penting terutama dalam mengawal transisi demokrasi menuju konsolidasi demokrasi. Dalam proses tersebut, sirkulasi elite diharapkan terjadi seiring dengan kejatuhan rezim otoriter.Tetapi proses sirkulasi elite mengalami banyak hambatan ketika panggung kekuasaan masih tampak didominasi oleh elite-elite lama dan sementara rezim pengganti yang diharapkan membawa Indonesia lebih baik, justru dianggap terlalu cepat mewarisi segenap watak dan perilaku Orde Baru.
Oleh karena itu, penelitian ini mencoba melihat lebih jauh kaitan antara jatuhnya rezim otoriter dengan perubahan sosial politik di Indonesia, dan secara spesifik hendak mengkaji: (a) bagaimana peran elite politik dalam sirkulasi kekuasaan di tiga rezim pemerintahan (BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri) pasca-Soeharto? (b) bagaimana terjadinya pola sirkulasi kekuasaan itu dan bagaimana konstribusinya terhadap proses konsolidasi demokrasi?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data digunakan dengan menggunakan tiga cara, yakni: studi pustaka, wawancara mendalam, dan focus group discussion. Informan dipilih secara purposif dan menggunakan teknik snow ball. Secara keseluruhan jumlah informan sebanyak 26 orang. Dalam melakukan analisis, digunakan empat tahap, yakni: seleksi, deskripsi, klasifikasi, dan interpretasi.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori rolling class dan sirkulasi elite dari Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca yang mengatakan bahwa ada sekelompok minoritas (elite) akan selalu menguasai mayoritas. Pareto juga mengatakan, "sings" (The lions) dan "serigala? (The Foxs) merupakan pola konflik elite politik yang senantiasa terjadi. Sirkulasi elite akan melahirkan elite-elite baru yang akan mengisi struktur dan bentuk organisasi yang baru pula. Jatuhnya suatu rezim seringkali diikuti oleh jatuhnya seluruh gerbong-gerbong yang menyertainya. Pola-pola pergantian rezim menggunakan teori Samuel Huntington yang mengatakan bahwa proses pergantian kekuasaan mengikuti tiga pola besar (transformation, replacement, dan transplacement). Terkait dengan Konsolidasi Demokrasi digunakan teori Juan J. Linz dan Alfred Stepan, yang mengatakan bahwa, ada lima arena untuk melakukan konsolidasi demokrasi (civil society, political society, rule of law, state apparatus, economic society). Selain pakar di atas, juga digunakan beberapa pendapat yang mendukung analisis dalam penelitian ini seperti Lyman T. Sargent, Robert A. Dahl, Rahman Tolleng, Comelis Lay, Susan Keller, Robison, Vedi Hadiz, Iwan Gardono, Philip C. Schmiter, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa: (a) peran elite dalam sirkulasi kekuasaan pada tiga rezim (BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri) pasca-Soeharto sangat kuat dan sangat paradoks. Di satu sisi mereka berperan sebagai penguasa untuk mempertahankan rezim, tetapi pada sisi yang lain ia pun berperan sebagai penentang untuk menjatuhkan rezim. (b) pola terjadinya sirkulasi kekuasaan terbagi ke dalam lima pola, yaitu transplacement (adanya tindakan bersama antara kelompok pemerintah/serigala dan oposisi/singa), ?mutungan" (suatu sikap tidak legawa dalam menerima kekalahan/kegagalan/kejatuhan dengan reaksi diam, tidak saling menyapa, mengisolasi diri, dan tidak memberikan dukungan politik secara terbuka terhadap kebijakan penguasa penggantinya), aksi massa (baik pihak yang mempertahankan maupun yang menentang sama-sama mengerahkan kekuatan massa, dan jatuhnya pun melalui tekanan massa), pengkhianatan Brutus (adanya elite-elite dalam rezim yang ikut mendorong, memfasilitasi jatuhnya kekuasaan dan mengambil kemanfaatan), dan Cengkeraman Beludru parlemen (parlemen sebagai aktor terakhir yang melakukan eksekusi sebagai dalih konstitusional); (c) konstribusi sirkulasi elite terhadap konsolidasi demokrasi bersifat menganggu dan menghambat karena tidak ada pemutusan yang tegas dengan masa lalu, terlalu dominannya elite-elite lama dalam kekuasaan yang baru (konflik kepentingan), dan terlalu sedikit munculnya elite-elite baru yang masih muda dan segar.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat direkomendasikan (a) perlu mendorong agar partai-partai politik berperan lebih besar dalam melakukan pendidikan politik dan memperbaiki sistem kaderisasi partai (b) perlu memperbesar kesempatan dalam rekruitmen elite baru dari kelompok yang lebih muda dan lebih segar (c) memperbaiki sistem pemilu agar tidak sekadar menjadi ajang pelestarian aktor-aktor lama dan partai-partai besar serta status quo (oligarki) dengan menyempurnakan UU PEMILU (tidak perlu ada pembatasan threshold) dalam pemilihan jabatan politik agar membuka kesempatan yang sama kepada calon non partai (d) sistem recall anggota parlemen sebaiknya tidak dilakukan oleh partai, tetapi oleh konstituen dengan cara pengumpulan sejumlah tanda tangan sesuai dengan ketentuan BBP (batas bilangan pembagi) sesuai daerah pemilihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malang: UMM Press, 2008
297.095 98 ERA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003
297.267 SIN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 35 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 35(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dhakidae, Daniel
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
305.552 DHA c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>