Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soewarsono
Jakarta: Malibu, 2004
345.023 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Gani Jaya
"Kejahatan kerah putih (white color crime), layaknya dunia bisnis, sudah tidak lagi mengenal batas negara. Bahkan uang hasil kejahatan dari sebuah negara dapat ditransfer ke negara lain dan diinvestasikan ke dalam berbagai bisnis yang sah. Kegiatan ini disebut sebagai praktik pencucian uang (money laundering). Dengan dimungkinkannya praktik pencucian uang maka memberi peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatannya. Untuk mencegah ini maka setiap negara diharapkan mempunyai aturan yang melarang uang hasil kejahatan untuk ditanamkan di berbagai bidang usaha yang sah. Indonesia menjadi salah satu negara yang dari para pelaku kejahatan kerah putih untuk melakukan pencucian uang. Hal ini disebabkari karena pertama, Indonesia selama ini belum memiliki ketentuan yang mengatur larangan bank atau pelaku bisnis untuk menerima uang hasil kejahatan. Tidak ada ketentuan yang membolehkan pelacakan dari mana uang tersebut diperoleh tetapi justru memiliki sistem kerahasiaan perbankan yang ketat, dan kedua, para pelaku kejahatan melihat banyaknya peluang bisnis yang sah yang mereka dapat masuki. Apalagi dengan keterpurukan perekonornian Indonesia belakangan ini dan kebutuhan Indonesia untuk mendatangkan investor asing yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dimasuki. Praktik kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan institusi perbankan dan proses pencucian uang ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu: placement, layering, dan integration. Fase pertama, placement, dimana pemilik uang tersebut menempatkan dana haramnya ke dalam sistem keuangan (financial system), melalui bank. Dan satu bank kemudian dipindahkan ke bank yang lain (acount to acount}, dan dari satu negara ke negara yang lain (state to state) maka uang haram tersebut telah menjadi bagian dalam satu jaringan keuangan global (global finance). Dengan demikian bank merupakan pintu utama dari fase pertama tindak kejahatan money laundering. Fase kedua, layering, dimana pemilik dana telah memecah uang haramnya ke dalam beberapa rekening dan antar negara. Hal dilakukan untuk menghindari kecurigaan otoritas moneter mengenai jumlah uang yang demikian besar menjadi beberapa rekening dengan nilai nominal yang relatif, tidak mencurigakan juga diatasnamakan beberapa nasabah yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pemecahan ke dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank antarnegara maka tindakan ini disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut. Fase ketiga integration, dilakukan setelah proses layering berhasil mencuci uang haram tersebut menjadi uang bersih (clean money), untuk selanjutnya dapat digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan membiayai organisasi kejahatan (crime organization) yang mengendalikan uang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T17285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiawan
"Laporan hasil penelitian ini tentang penyidikan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Perhatian atau fokus penelitian adalah kegiatan unit Perbankan Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka pencucian uang. Kegiatan para penyidik setelah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang dugaan adanya pencucian uang. Kemudian pemahaman para penyidik dengan penerapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tnndak Pidana Pencucian Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terhadap para tersangka. Metode penelitian dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan informan untuk mengumpulkan data dalam rangka memperoleh informasi atau gambaran secara holistik tentang obyek studi yang diteliti, kemudian dengan metode wawancara dan metode penelitian dokumen serta kajian dokumen. Penelitian dokumen dengan mempelajari contoh kasus yang nyata terjadi yaitu kasus pencucian uang di Jawa Timur dan kasus pencucian uang yang terjadi di Jakarta, yaitu dari kasus BNI Rp. 1,2 trilyun,-. Kedua kasus tersebut sudah mendapat persetujuan dan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan untuk slap disidangkan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa setelah dilakukan penelitian melalui wawancara dengan para penyidik di Unit perbankan dapat ditemukan beberapa hal dan memerlukan pemecahan lebih lanjut, antara lain :
a. pasal-pasal dalam perundang-undangan saling bertentangan, misainya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang dalam pasal 41 berbunyi :
1. di sedang pengadilan saksi, penuntut umum, hakim dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor.
2. dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut, mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hal tersebut bertentangan dengan pasal 160 KUHAP, dimana saksi disebutkan secara jelas nama, alamat dalam proses persidangan terbuka. Dengan demikian belum ada aturan yang mengatur secara jelas yang dapat mengecualikan ketentuan tersebut.
b. Penerapan ketentuan khusus dalam penanganan pencucian uang dengan mengabaikan kejahatan umum dengan kata lain penanganan pencucian uang didahulukan daripada kejahatan umum.
c. Penegakan hukum tetap mengacu pada Hukum Acara Pidana sebagai payung umum) "back up".
d. Setiap penanganan tetap dibuatkan Berita Acara sesuai pasal 75 KU HAP karena pelanggaran pasal tersebut dapat dituntut dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Contohnya dengan Berita Acara Pendapatan yang ditandatangani penyidik dan memenuhi syarat.
Penanganan tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang hanya berdasarkan laporan dari PPATK saja, sebenarnya laporan langsung dari masyarakat juga bisa, asalkan didukung dengan adanya bukti-bukti yang kuat berdasarkan KUHAP. Demikian halnya adanya laporan dari penyidik unit lain misalnya dalam penanganan kasus penggelapan (primary crime) ternyata terdapat predicate crime yaitu pencucian uang. Unit tersebut langsung melakukan penyidikan tanpa menyerahkan kasus tersebut ke unit perbankan.
Kedudukan penyidik unit perbankan merupakan bagian dari Bareskrim, sehingga masih adanya hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan tersebut memungkinkan adanya intervensi dari atasan terhadap bawahan yang melakukan penyidikan terhadap kasus pencucian uang. Penyidik selaku bawahan tersebut tidak berani menentang apa yang diperintahkan atasan, yang sebenarnya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Jika berani menentang perintah atasan maka akan menerima sanksi kemungkinan dipindahkan ke lingkungan kerja lainnya yang lebih kering. Demikian halnya terjadi hubungan atau interaksi antara tersangka dan penyidik, pada waktu dilakukan perneriksaan. Dengan demikian kedudukan penyidik lebih tinggi daripada tersangka. Dad hasil wawancara antara peneliti dengan penyidik dinyatakan ada kalanya terjadi kolusi dan korupsi, walaupun tidak ada bukti otentik, namun hai itu ada dan nampaknya biasa terjadi dalam segala tingkat pemeriksaan.
Selain daripada itu terjadi perbedaan persepsi antara penyidik dengan jaksa sehingga sering terjadi bolak baliknya berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum begitu pula sebaliknya. Hal tersebut dibuktikan dalam penanganan kasus BNI, dimana jaksa meminta seluruh barang-bukti agar diserahkan, tetapi penyidik menyerahkan hanya barang bukti penyisihannya saja_ Maka dari itu memerlukan pertemuan rutin tingkat Mahkamah Agung, Kepala Kepolisian RI, Kejaksaan Agung untuk membahas perbedaan persepsi.
Demikian hasil penelitian yang dapat saya kemukakan menurut kemampuan saya, saran dan koreksi dari pembimbing dan penguji sangat diperlukan untuk perbaikan tesis ini."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Akbar Adhinugroho
"Masalah tindak pidana pencucian uang merupakan permasalahan yang tidaklah dapat dipandang sebelah mata oleh setiap negara di dunia. Kejahatan ini merupakan sebuah tindak pidana serius yang memerlukan sebuah pencegahan dan pemberantasan yang optimal. Hal ini disebabkan karena praktek tindak pidana pencucian uang (money laundering) mempunyai keterkaitan sangat erat dengan kejahatan yang terorganisir (organized crime). Tindak pidana pencucian uang (money laundering) merupakan sebuah proses dimana pelaku kejahatan berupaya menciptakan ilusi sehingga harta yang dibelanjakan yang diperolehnya dari hasil tindak pidana kejahatan tampak seolah-olah berasal dari sumber yang legal.
Praktek tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh pelaku tindak pidana kejahatan dengan perencanaan yang rapih dengan melibatkan berbagai sarana kejahatan. Praktek tindak pidana kejahatan ini kian kompleks dan tidak lagi dilakukan dalam skala kecil yang bersifat nasional namun telah melibatkan skala yang luas yang bersifat internasional. Hal ini disebabkan karena praktek tindak pidana pencucian uang ini semakin beragam dan dilakukan dengan melintasi batasan yuridiksi suatu negara. Akibatnya uang-uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang telah tersebar di penjuru dunia.
Hal inilah yang mendorong hadirnya sebuah kerja sama internasional guna melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana ini dan membentuk institusi-institusi internasional yang memberikan penekanan secara internasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini. Selain itu pemerintah di suatu negara harus juga terdorong untuk memberikan perhatian dengan melakukan kebijakan hukum balk berupa kebijakan dikeluarkannya peraturan di bidang pencucian uang ini serta dibentuknya institusi yang memiliki kebijakan di dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnny Lembong
"Tindak pidana pencucian uang, layaknya dalam dunia bisnis yang tidak mengenal batas-batas negara. Begitu pula dengan kejahatan pencucian uang, bahkan uang hasil kejahatan dari suatu nagara dapat transfer ke negara lain dan kemudian diinvestasikan ke dalam bisnis yang sah. Untuk mencegah dan memberantas kejahatan ini, maka setiap negara diharapkan untuk mengkriminalisasikan perbuatan tersebut dalam suatu undang-undang. Perbuatan pencucian uang ini, di samping merugikan masyarakat juga merugikan negara sebab dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional dan meningkatnya berbagai kejahatan. Indonesia telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15/2002. Didalam ketentuan undang-undang ini, hasil dari kejahatan dari ke 15 tindak pidana (termasuk korupsi) di tempatkan atau sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UUTPPU diancam dengan pidana penjara dan denda. Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan Agung ditambah dengan hasil penelitian kepustakan diperoleh jawaban bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang belum dapat diharapkan untuk mengurangi permasalahan korupsi di Indonesia atau dapat dikatakan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berhasil dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15/2002. Mungkin saja dengan adanya penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (know your customer principle) akan membantu dalam pencegahan terhadap kejahatan pencucian uang di Indonesia, dengan dukungan Lembaga Keuangan Bank maupun Lembaga Keuangan Non Bank.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sujarwo
"Tesis ini membahas tentang Strategi Nasional Pcncegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pcncucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistcm keuangan serta mengamcam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan scndiwsendi kehidupan bcrmasyarakat, bcrbangsa. dan bemcgara, maka upaya pencegahan dan pcmbcrantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dan menyeluruh melalui sebuah strategi nasiorml yang melibatkan scmua unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, Strategi Nasional Pcncegahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia mcntpakan kcbijaknn nasional yang dirumuskan dan digunakan sebagai arah kebijakan dalam kcrangka pengembangan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di lndoacsin yang efektif maka kerjasama yang sangal baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa kcuangan, PPATK, otoritas Iembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pcngadilan, scrta dukungan pcnuh dari seluruh masyarakat Indonesia rnerupakan modal utama yang sangat diperlukan schingga diharapkan berdampak positif khususnya bagi upaya Pcnccgahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan perkcmbangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

This thesis discusses the National Strategy for Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia. Realizing that the threat of money laundering as an extraordinary -crime that can disrupt economic stability and integrity of the financial system and also threaten the national interest. it can cause wide spread effect and endanger lives of society, nation, and state, then the prevention and eradication efforts must be made through the conceptual steps and through a comprehensive national strategy involving all elements of national and state. National Strategy for Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia is the national policy Is formulated and used as the direction of policy within the framework of the development of Anti Money Laundering Regime: in lndonesia. The results of this study suggest that, in an effort to the lmplementation of the National Strategy on Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia that are effective, then the very good cooperation among relevant agencies including providers of financial services. INTRAC, the authority of financial institutions, police judiciary and courts, and the full support of the entire people of Indonesia is the main capital that is necessary so that the expected positive impact, especially for the efforts on the Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia and the development of the Indonesian economy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33703
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Sebagai lembaga keuangan yang berbasiskan kepercayaan
masyarakat, posisi perbankan sangatlah penting dalam suatu
sistem perekonomian. Adanya sanksi FATF kepada Indonesia
sangatlah merugikan. Bank merupakan lembaga yang rentan
terhadap money laundering atau Pencucian uang, dimana tidak
ada sistem serta peraturan yang memproteksi Bank dari
tindak Pencucian Uang. Sebagai Bank sentral, Bank Indonesia
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001
Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, yang diubah
kemudian dalam PBI No. 3/23/PBI/2001 dan PBI No.
5/21/PBI/2003. Dari latar belakang masalah tersebut timbul
pokok permasalahan yaitu Bagaimanakah pelaksanaan Prinsip
Mengenal Nasabah di dalam dunia perbankan Indonesia dan
bagaimana Prinsip Mengenal Nasabah dapat mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Penelitian kepustakaan dan metode wawancara.
Penelitian mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
dilakukan terhadap 2 Bank Umum yaitu Bank Mandiri dan Bank
Danamon. Dalam pelaksanaannya, kedua Bank ini mengikuti
pedoman yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, walaupun
terdapat penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan kondisi Bank
tersebut. Dengan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, Bank
mempunyai kebijakan Penerimaan Nasabah, kebijakan
identifikasi Nasabah, kebijakan Pemantauan rekening dan
transaksi Nasabah, serta manajemen Risiko dimana bank dapat
melakukan pemantauan transaksi yang dilakukan oleh Nasabah,
sehingga dapat dilihat adanya indikasi dari adanya tindak
pidana pencucian uang dalam transaksi yang dilakukan oleh
nasabah tersebut berdasarkan indikator dalam UU TPPU."
Universitas Indonesia, 2005
S24460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livya Roska Pingkan author
"Berkembangnya bidang perekonomian Indonesia, menciptakan dampak negatif dan positif. Dari segi positif dapat kita rasakan, bahwa perkembangan perekonomian ikut membantu pembangunan nasional. Sedangkan pada dari sisi negatifnya dapat kita temui jenis pelanggaran atau kejahatan dalam sistem perbankan. Salah satunya adalah tindak pidana pencucian uang. Pencucian uang atau money laundering adalah kejahatan yang berupaya untuk menyembunyikan asal-usul uang sehingga dapat dipergunakan sebagai uang yang seolah-olah diperoleh secara legal. Salah satu upaya yang diambil oleh Pemerintah Indonesia adalah membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Yaitu lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pembentukannya disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang ini kemudian dirubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, PPATK bebas dari intervensi pihak manapun. PPATK memperoleh informasi dari Laporan PJK, Ditjen Bea Cukai, Informasi Media dan Masyarakat. Kemudian PPATK menyimpan, menganalisis dan mengevaluasi informasi tersebut. PPATK menyerahkan hasil analisanya terkait transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan atau penyidik lainnya untuk selanjutnya dilakukan penyidikan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Putu Darmawan
"Pencucian Uang DenganTindak Pidana Asal Narkotika di Direktorat TindakPidana Pencucian Uang Deputi Pemberantsan BNNPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan penyidikan tindakpidana pencucian uang pada Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang DeputiPemberantasan BNN serta mengidentifikasi faktor faktor dominan yangmempengaruhi keberhasilan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancarasecara mendalam kepada para informan sebanyak 10 sepuluh orang yang adapada Direktorat TPPU Deputi Pemberantasan BNN seperti Direktur TPPU Kasubdit TPPU serta para penyidik TPPU Teori yang digunakan yaitu teoripenyidikan tindak pidana dan pencucian uang Hasil penelitian menjukkan bahwa proses penyidikan tindak pidanapencucian uang yang dilakukan oleh penyidik TPPU sudah berjalan dengan baikpada setiap tahapannya meski belum ada Peraturan Kepala BNN atau SOP yangmengatur khusus penyidikan TPPU Penelitian juga berhasil mengidentifikasibesaran anggaran dan sumber daya penyidik sebagai faktor dominan yangmempengaruhi keberhasilan penyidikan.

Criminal acts Money Laundering Directorate Deputy Pemberantasan BNNThis study aimed to analyze the implementation of the money laundering investigations on Money Laundering Directorate Deputy Eradication BNN and identify the dominant factors that influence the success of Money Laundering Investigation This study used a qualitative approach with in depth interview to the informant as much as 10 ten people there at the Deputy Directorate Combating Money Laundering BNN such as AML Director Head of AML and AMLinvestigators The theory used is the theory of investigation criminal offenses and money laundering Research results that the money laundering investigation is conducted by investigators of AML has been running well at each stage although no Regulation of BNN or SOP specifically governing the investigation of AML There search also identified the amount of budget and resource investigator as the dominant factor affecting the success of the investigation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refki Saputra
"Kriminalisasi aktivitas pencucian uang, pada dasarnya merupakan respon atas sulitnya mengungkap kejahatan terorganisir. Hal ini dilakukan karena pelaku menggunakan teknik-teknik pencucian uang untuk menyembunyikan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Melalui pendekatan anti-pencucian uang, proses penegakan hukum diarahkan tidak hanya sekedar menemukan pelaku kejahatan, melainkan juga mencari harta kekayaan hasil kejahatan. Rezim anti-pencucian uang kemudian dianggap sebagai strategi baru dalam memberantas kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya. Tatkala para pelaku kejahatan dihalangi untuk menikmati hasil kejahatannya, maka diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga menjadi sirna. Regulasi anti-pencucian uang di Indonesia, sejauh ini sudah cukup memberikan panduan kepada institusi yang terlibat dalam implementasi rezim anti-pencucian uang sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan (tindak pidana asal). Hal ini misalnya tampak dari ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan upaya penelusuran hasil kejahatan. Misalnya terkait dengan ketentuan pelaporan dan analisis transaksi keuangan, upaya mengamankan aset hasil kejahatan dalam ketentuan terkait dengan penundaan, penghentian transaksi, pemblokiran, penyitaan, hingga upaya perampasan hasil kejahatan. Agar dapat memaksimalkan pemberantasan kejahatan, maka perlu adanya kesamaan persepsi diantara penegak hukum, bahwa kriminalisasi aktivitas pencucian uang merupakan pintu masuk dalam mengungkap kejahatan. Proses pembuktian harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan mekanisme pembuktian terbalik. Selain itu juga, proses peradilan tindak pidana pencucian uang harus selalu diarahkan untuk menemukan hasil kejahatan untuk kemudian dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak.

The criminalization of money laundering activities, essentially a response to the difficulty of uncovering organized crime. This is done because the perpetrators use techniques of money laundering to conceal wealth obtained from the crime. Through the anti-money laundering approach, law enforcement process directed not only to find the perpetrators, but also to seek the proceeds of crime. Anti-money laundering regime is then considered as a new strategy to fight against crime by seizing the proceeds of crime. When the perpetrators are prevented from enjoying the proceeds of crime, it is expected that the motivation to commit crimes also be annihilated. Anti-money laundering regulation in Indonesia, so far is sufficient to provide guidance to the institutions involved in the implementation of anti-money laundering regime as part of efforts to combat crime (predicate offenses). It can be seen from the provisions relating to the search effort of criminal proceeds. For instance associated with the provision of financial transaction reporting and analysis, to secure the assets of criminal proceeds in the provisions relating to delays, termination of the transaction, blocking, seizure, up to confiscation of proceeds of crime. In order to maximize efforts to fight crime, we need a shared understanding among law enforcement agencies, that the criminalization of money laundering activity is an entry point to uncovering crime. Trial process must be done efficiently by using the reversal of burden of proof. In addition, the judicial process of money laundering should always be directed to locate the proceeds of crime, to be seized or returned to those entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>