Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Sjahputra Tunggal
Jakarta: Harvarindo, 2004
345.023 IMA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: Jala, 2008
345.023 SIA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: jala penerbit, 2008
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Shinto Bina Gunawan
"Akhir-akhir ini sangat banyak kasus korupsi dan money laundering yang sulit dibawa ke proses pengadilan dengan menjatuhkan hukuman berat kepada para pelakunya karena kurang lengkapnya alat-alat bukti yang disajikan termasuk saksi. Di lain pihak, menurut akal sehat tidak mungkin seorang penyelenggara negara memiliki harta kekayaan dalam jumlah besar tanpa ikut melakukan korupsi. Oleh sebab itu, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus mencoba menerapkan sistem pembuktian terbalik pada kasus dugaan korupsi dan money laundering yang dilakukan oleh Bahasyim Assifie, seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Sistem pembuktian terbalik memang belum bisa diterapkan di Indonesia pada karena keterbatasan perangkat aturan yang memberi payung hukum dalam penerapannya. Akan tetapi, dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sistem pembuktian terbalik dapat diterapkan pada dugaan tindak pidana korupsi dan money laundering yang dilakukan oleh Bahasyim Assifie.
Penerapan sistem pembuktian terbalik pada kasus Bahasyim Assifie ini merupakan sejarah dalam penegakan hukum di Indonesia, karena baru pertama sekali diterapkan dalam perkara tindak pidana korupsi dan money laundering. Penerapan sistem pembuktian terbalik dalam persidangan perkara Bahasyim Assifie merupakan kreativitas dari majelis hakim sebagai cerminan integritas moral untuk memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan.
Perkara Bahasyim Assifie pada tanggal 3 Februari 2011 telah divonis dengan pidana penjara 10 tahun dan perampasan harta kekayaan miliknya senilai sekitar Rp. 64 milyar, dan bahkan telah dikuatkan pula oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menambah masa hukuman menjadi 12 tahun penjara. Putusan ini mendapat apresiasi dari publik, dengan harapan bahwa sistem pembuktian terbalik dapat diterapkan pada persidangan tindak pidana korupsi dan money laundering lainnya, karena selain efektif untuk merampas harta kekayaan para pelaku tindak pidana korupsi dan money laundering, sistem pembuktian terbalik juga efektif memberi penjeraan bagi para pelaku dengan putusan pemidanaan badan dengan masa penjara yang cukup lama.

Lately so many cases of corruption and money laundering is difficult to be brought into litigation by imposing severe punishment to the perpetrators because the complete lack of evidence presented, including witnesses. On the other hand, according to common sense is not possible for a state apparatus has a large amount of wealth without being corrupt. Therefore, the Directorate of Criminal Investigation Special Investigator to try to apply the system of proof in cases of alleged corruption and money laundering committed by Bahasyim Assifie, an employee of the Directorate General of Taxation.
The system of proof is not yet applicable in Indonesia on due to the limitations set of rules that give legal protection in its application. However, by Act No. 31 of 1999 which was then amended in Law No. 20 Year 2001 on Combating Criminal Acts of Corruption, and Law No. 15 of 2002 as amended in Act No. 25 of 2003 on Crime Money Laundering, the latest by Law Number 8 Year 2010 on the Prevention and Combating Money Laundering, the system of proof can be applied to allegations of corruption and money laundering committed by Bahasyim Assifie.
Implementation of the system of proof in this case Bahasyim Assifie is history in law enforcement in Indonesia, because the first one applied in cases of corruption and money laundering. Implementation of the system of proof in court cases Bahasyim Assifie is the creativity of the judges as a reflection of the moral integrity to give a verdict that sense of fairness.
Case Bahasyim Assifie on February 3, 2011 has been sentenced to imprisonment for 10 years and confiscation of his property valued at around Rp. 64 billion, and has even been confirmed also by the Jakarta High Court decision to increase the sentence to 12 years in prison. This ruling is received appreciation from the public, with the hope that the system of proof can be applied in the trial of corruption and money laundering others, because in addition to effectively seize the wealth of the perpetrators of corruption and money laundering, an effective system of proof also gives penjeraan for offender with the sentencing decision of the body with the prison long enough.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29635
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sujarwo
"Tesis ini membahas tentang Strategi Nasional Pcncegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pcncucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistcm keuangan serta mengamcam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan scndiwsendi kehidupan bcrmasyarakat, bcrbangsa. dan bemcgara, maka upaya pencegahan dan pcmbcrantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dan menyeluruh melalui sebuah strategi nasiorml yang melibatkan scmua unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, Strategi Nasional Pcncegahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia mcntpakan kcbijaknn nasional yang dirumuskan dan digunakan sebagai arah kebijakan dalam kcrangka pengembangan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di lndoacsin yang efektif maka kerjasama yang sangal baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa kcuangan, PPATK, otoritas Iembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pcngadilan, scrta dukungan pcnuh dari seluruh masyarakat Indonesia rnerupakan modal utama yang sangat diperlukan schingga diharapkan berdampak positif khususnya bagi upaya Pcnccgahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan perkcmbangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

This thesis discusses the National Strategy for Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia. Realizing that the threat of money laundering as an extraordinary -crime that can disrupt economic stability and integrity of the financial system and also threaten the national interest. it can cause wide spread effect and endanger lives of society, nation, and state, then the prevention and eradication efforts must be made through the conceptual steps and through a comprehensive national strategy involving all elements of national and state. National Strategy for Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia is the national policy Is formulated and used as the direction of policy within the framework of the development of Anti Money Laundering Regime: in lndonesia. The results of this study suggest that, in an effort to the lmplementation of the National Strategy on Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia that are effective, then the very good cooperation among relevant agencies including providers of financial services. INTRAC, the authority of financial institutions, police judiciary and courts, and the full support of the entire people of Indonesia is the main capital that is necessary so that the expected positive impact, especially for the efforts on the Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia and the development of the Indonesian economy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33703
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Marulak
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1995
332.76 PAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yenti Garnasih
Jakarta: Fakultas Hukum. Universitas Indonesia, 2003
345.023 YEN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2011
345.023 IND e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Kristabella Subandi
"ABSTRAK
Bank merupakan penyedia jasa keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary karena kegiatan usaha bank adalah menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang kekurangan atau memerlukan dana (lacks of funds). Sehingga dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank harus memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Penerapan prinsip kehati-hatian akan sangat menentukan tingkat kesehatan dari bank tersebut mengingat dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan. Money laundering adalah tindak pidana yang didefinisikan sebagai proses menyamarkan uang atau harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dengan dimasukkan ke dalam sebuah sistem keuangan untuk dicuci sehingga seolah-olah menjadi uang atau harta kekayaan yang sah. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk
mengetahui peranan bank sebagai penyedia jasa keuangan terkait upaya pencegahan dan pemberantasan praktek money laundering di Indonesia. Hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa bank sebagai penyedia jasa keuangan harus melakukan beberapa upaya guna mencegah dan memberantas praktek money laundering, yaitu dengan menerapkan Customer Due Dilligence (CDD) pada operasional perbankan serta melakukan pelaporan transaksi keuangan. Guna mengetahui efektifitas dari penerapan Customer Due Dilligence (CDD) sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan praktek money laundering, Pemerintah memberikan kewenangan pelaporan dan pengawasan perbankan kepada Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan kewenangan terkait fungsi Regulasi dan Pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

ABSTRAK
Bank is a financial services provider which serves as a financial intermediary because the business of banks is mustering funds from people who have surplus of funds and distribute it again to the people who lacks or need of funds. Thus in conducting its business activities, banks should consider the prudential banking principle. The application of prudential banking principle will determine the bank soundness, considering the primary basis of banking activity is trust. Money laundering is a criminal offense which is defined as the process of disguising money or assets which constitute proceeds of crime to put into the financial system to laundered, so that seems to be legitimate money. The purpose of this research is to investigate the role of banks as providers of financial services regarding prevention efforts and eradication of money laundering practices in Indonesia. The study authors concluded that banks as a financial service provider should do some efforts to prevent and combat money laundering practices by implementing Customer Due Diligence (CDD) on banking operations and reporting financial transaction. In order to know the implementation Customer Due Diligence (CDD) effectiveness as a prevention and eradication of money laundering practices, Goverment gives the authority to PPATK related reporting and banking supervision function to PPATK, and Regulation and Supervision function to OJK, that previously conducted by Bank Indonesia (BI)"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pengayoman, 1992
345.023 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>