Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 971 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kemitraan untuk pembaharuan tata pemerintahan di Indonesia, 2004
363.2 MER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jones, Sidney
Jakarta: Kemitraaan Partnership, 2005
363.2 JON r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Nusrad Kanam
"Anggota Brimob dapat mengalami hipertensi yang berkaitan dengan stresor pekerjaannya ataupun faktor risiko hipertensi lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi kaitan faktor stresor kerja dan faktor lainnya terhadap risiko hipertensi pada anggota Brimob. Subjek terdiri dari anggota Brimob yang sedang menjalani pemeriksaan kesehatan berkala selama bulan Juli-Oktober 2007. Subjek hipertensi adalah subjek dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau sedang minum obat antihipertensi. Subjek normal adalah subjek dengan tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg serta belum pernah menderita hipertensi. Di antara 336 anggota Brimob diperoleh 111 subjek hipertensi dan 79 subjek dengan tekanan darah normal yang berumur 21 hingga 51 tahun. Faktor-faktor yang berkaitan dengan hipertensi adalah kelebihan berat badan dan stresor beban kualitas berlebih. Faktor umur, faktor pekerjaan, gaya hidup, riwayat diabetes, riwayat hipertensi keluarga, dan stresor kerja lainnya tidak terbukti mempertinggi risiko hipertensi. Stresor beban kualitas sedang-berat dibandingkan dengan ringan meningkatkan risiko hipertensi dua kali lipat [risiko relatif suaian (RRa) = 2,0; interval kepercayaan (CI) 95% = 0,97 ? 4,14; p = 0,060]. Dibandingkan subjek dengan berat badan normal, subjek dengan kelebihan berat badan memiliki risiko hipertensi 48% lebih tinggi (RRa = 1,48 ; 95% CI = 0,98 ? 2,22), dan subjek obesitas memiliki risiko hipertensi dua kali lipat lebih (RRa = 2,21; 95%CI = 1,51 ? 3,14). Stresor beban kualitas berlebih dan kelebihan berat badan mempertinggi risiko hipertensi di antara anggota Brimob. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap faktor-faktor tersebut.

Members of the Police Mobile Brigade (Brimob) can suffer from hypertension which is related to work stressors and other risk factors. This study aimed to identify the relationship between work stressors and other hypertensive risk factors. The subjects of this cross-sectional study were members of the Brimob undergoing their periodic medical check-up during July-October 2007. A subject was hypertensive if systolic blood pressure (SBP) was 140 mmHg or higher, or diastolic (DBD) 90 mmHg, or higher or taking antihypertensive drugs. Normal subjects were those who had SBP less than 120 mmHg and DBP less than 80 mmHg, and have never been diagnosed with hypertension. A number of 336 Brimobs aged 21 to 51 years participated in this study, 111 had high blood pressure and 79 had normal blood pressure. Hypertension was found to be related to excessive body weight and qualitative work overload. Age, work, lifestyle, history of diabetes, hypertension in the family, and other work stressors were not found to increase the risk of hypertension. Medium to high level qualitative work overload had a two-fold risk for hypertension [relative risk adjusted (RRa) = 2.00; 95% confidence interval (CI) = 0.97-4.14; p = 0.060]. Overweight subjects had 48% increased risk to hypertension (RRa = 1.48; 95% CI = 0.98-2.22). Obese subjects had a two-fold risk of being hypertensive (RRa = 2.21; 95%CI = 1.51 - 3.14). Qualitative work overload and obesity increased the risk of hypertension. These risk factors should therefore be controlled."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Martinus Radhitio Gunawan Wibosono
"ABSTRAK
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomer satu di dunia,faktor risiko kardiovaskular mempunyai efek terhadap seluruh populasi global termasuk kelompok pekerja khusus seperti polisi. Pekerjaan sebagai polisi merupakan pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi, beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari penyakit penyakit yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular diantara anggota polisi. Hasil pemeriksaan kesehatan tahunan anggota BRIMOB pada tahun 2014, menunjukkan dari 1690 anggota didapatkan 20,8 dengan hipertensi, 54,76 dengan dislipidemia, 46,33 dengan obesitas, dan 2,18 dengan diabetes.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis pekerjaan pada satuan tugas terhadap faktor risiko kardiovaskular pada anggota Brimob.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang komparatif comparative cross sectional study dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan kesehatan tahunan tahun 2015,pada anggota Brimob di Kelapa Dua Depok. Dari 200 subyek penelitian didapatkan jenis pekerjaan tidak berpengaruh terhadap prevalensi hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia dan overweight/obesitas. Mayoritas anggota brimob memiliki 2 atau lebih faktor risiko kardiovaskular, sebanyak 48,5 anggota brimob memiliki 2 faktor risiko kardiovaskular, 33 memiliki 3 faktor risiko dan 11,5 memiliki >3 faktor risiko. Umur berpengaruh terhadap prevalensi hipertensi, diabetes mellitus dan dislipidemia p=0,014, p=0,001, p=0,004 . Anggota brimob berumur >37 tahun memiliki risiko 3,5 kali lebih besar mengalami hipertensi dan 6,5 kali lebih besar mengalami diabetes dibandingkan kelompok umur 30-37 tahun p=0,047; OR 3,509; dan p = 0,014; OR 6,539 . Kelompok umur > 39 tahun memiliki risiko mengalami dislipidemia 3 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur 30-39 tahun. p= 0,007; OR 3,188 . Sedangkan pangkat berpengaruh terhadap prevalensi diabetes mellitus p=0,003.
Dengan hasil ini, maka disarankan untuk lebih memperhatikan faktor risiko kardiovaskular pada anggota berumur diatas 37 tahun.

ABSTRACT
The cardiovascular desease is the number one cause of death in the world, cardiovascular risk factor has the effect to all global populations including specific occupation such as police officers. The police officers occupation is considered as a high stress level of occupation, some researches have revealed the high prevalence from the deases related to stress such as hypertension, diabetes and cardiovascular deseases among police officers. The result of annual medical check up applied for Mobile Brigade members in 2014 showed that from the total of 1690 members of the Mobile Brigade, 20,8 of them suffered from hypertension, 54,76 suffered from dysclipidemia, 46,33 suffered from obesity and 2,18 suffered from diabetes.
The objective of this research is to understand the influence of the type of occupation at a task force to the cardiovascular risk factor at Mobile Brigade members.
This research uses the comparative cross sectional study method using the secondary data from the result of 2015 medical check up held for Mobile Brigade members at Kelapa Dua Depok. From the 200 research subjects it is found out that the type of occupation does not have any influence to the prevalence of hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia and obesity. The majority of the Mobile Brigade members has 2 or more cardiovascular risk factors with the elaboration as follows 48,5 of them has 2 cardiovascular risk factors, 33 of them has 3 risk factors and 11,5 of them has more than 3 risk factors. The age has an influence to the prevalence to hypertension, diabetes mellitus and dyslipidemia p 0,014, p 0,001, p 0,004 . The Mobile Brigade members aged more than 37 years old have the risk of 3,5 times of suffering the hypertension and have the risk of 6,5 times suffering from diabetes compare to the age group of 30 ndash 37 years old p 0,047 OR 3,509 and p 0,014 OR 6,539 . The age group of more than 39 years old has the risk of suffering from dyslipidemia 3 times higher than the age group of 30 ndash 39 years old p 0,007 OR 3,188 . Meanwhile the rank has the influence to the diabetes mellitus prevalence p 0,003.
Seeing this result, it is recommended that the cardiovascular risk of the Mobile Brigade members should be paid attention to at the age of above 37 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rafikana Desi Darmastuti
"Anggota Brimob adalah salah satu bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang ditugaskan pada situasi-situasi darurat seperti penanganan demonstrasi dan huru hara, penanggulangan bencana, dan penugasan di daerah konflik. Seorang anggota Brimob perlu didukung oleh kondisi kesamaptaan jasmani yang baik sehingga selalu siap siaga, mempunyai daya tahan dan kekuatan fisik yang yang optimal dalam melaksanakan tugasnya. Kesamaptaan jasmani adalah kondisi jasmani yang menggambarkan kesegaran jasmani untuk melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang optimal tanpa memperlihatkan keletihan yang berarti.
Dari hasil tes kesamaptaan periode I tahun 2014 didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode II tahun 2014 juga didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode I tahun 2015 didapatkan 40% dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor ? faktor yang berhubungan dengan penurunan tingkat hasil tes kesamaptaan dan diketahuinya faktor yang paling berhubungan. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, menggunakan data sekunder hasil tes kesamaptaan periode II tahun 2014 dan periode I tahun 2015 pada Anggota Brimob di Kelapa Dua Depok, serta data hasil pemeriksaan kesehatan rutin tahun 2015.
Dari 382 subyek penelitian, terdapat penurunan tingkat kategori hasil kesamaptaan jasmani sebesar 146 (38,1%), didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,000) dan terdapat hubungan antara pangkat dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,009).

Members of Mobile Brigade are one part of the Indonesian National Police assigned to emergency situations such as the handling of demonstrations and riots, disaster management, and assignments in conflict areas. A member of Mobile Brigade should be supported by good physical fitness, so it is always ready, has endurance and optimal physical strength in performing their duties. Physical fitness is a physical condition that describes the good condition to perform certain tasks optimally without any significant fatigue.
The result of the first periode of physical fitness test in 2014, there were 30 % participants got score under 60. The second periode in 2014, the rate of the score almost the same. For the first periode in 2015, there were 40 % of participant got score under 60. The purpose of this study to determine the factors related with decrease level of the physical fitness test score and knowing the most related factors.This research using cross sectional method, using secondary data of the second periode physical fitness test in 2014 and the first periode in 2015, and data from routine medical check up in 2015.
Out of the 382 subjects, there was a decrease in the level of physical fitness category results for 146 (38.1%), it was found a significant related between total blood cholesterol with a decrease in the level of physical fitness (p = 0.000) and between Police Rank with a decreased level of physical fitness (p = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Alvin Sinulingga
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji analisis efektivitas pemberdayaan personel Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur dalam penanganan konflik pilkada di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2015. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat bentuk pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur. Dalam upaya pengamanan pilkada harus melakukan pemberdayaan sumber daya manusia secara benar dan efektif agar dapat mengantisipasi potensi-pontesi konflik. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu manajemen organisasi. Peran manajer atau pimpinan menjadi penting dalam melakukan pemberdayaan sumber daya manusia secara efektif bila mampu memenuhi 6 dimensi yaitu kemampuan, kelancaran, konsultasi, kerja sama, membimbing, dan mendukung. Penelitian ini berbentuk penelitian studi kasus dengan mengunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada efektivitas pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh personel Satuan Brimob Kaltim yang berlokasi di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Teknik analisis data dengan melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan data yang dilakukan pengujian data secara triangulasi, analisis kasus negatif, dan menggunakan bahan refrensi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum adanya efektivitas dalam upaya pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur bila dilihat dari dimensi kemampuan, kelancaran, konsultasi, kerja sama, membimbing, dan mendukung. Dalam penanganan pengamanan pilkada calon gubernur dan calon wakil gubernur di provinsi Kalimantan Utara juga belum efektif dalam pelaksanaan.

This research aims to analyze effectiveness of empowerment East Kalimantan local police Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit in handling conflict of 2015 Election in North Kalimantan Province. This research also intends to look at the form of human resource empowerment done by East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit. In attempt to have a safe Election, human resource empowerment must be done correctly and effectively in order to anticipating potential conflicts. Human resource empowerment is one of the keys to success in a organizational management. The role of manager or leader becomes important in empowering human resource effectively if able to fulfill 6 dimesions; enabling, facilitating, consultating, collaborating, mentoring, and supporting. This research is conducted in the form of case study using a type of descriptive research with a qualitative approach. This research is focused on effectiveness of the empowerment of East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit located in East Kalimantan and North Kalimantan. Data for this research is collected by using non-probability sampling with purposive sampling method. This research is analyzed by doing data reduction, data presentation, data conclusions which done by triangulation data testing, analysing negative cases, dan using references. The result of this research concluded that there is no effectiveness yet in empowering human resource done by East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit if seen from capability, continuity, consultation, cooperation, guiding and supporting dimensions. The implementation of handling Regional Election for Governer and Vice Governor Candidates security is also not effective yet."
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T55474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabrani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan teknis yang diperlukan oleh Batalyon Pelopor Brimob Polda Metro Jaya dalam konteks pengamanan Ibu Kota Negara. Pengamanan Ibu Kota Negara merupakan tantangan yang kompleks dan membutuhkan kesiapan serta kompetensi yang tinggi dari aparat kepolisian, khususnya Batalyon Pelopor. Dalam penelitian ini, kami menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis Training Need Analysis (TNA) yang melibatkan kuesioner dan studi pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa Batalyon Pelopor secara luas terlibat dalam berbagai tugas pengamanan yang meliputi penanganan ancaman kejahatan intensitas tinggi hingga pengurusan bencana alam. Pelibatan Batalyon Pelopor umumnya berperan dalam mendukung polisi kewilayahan ketika intensitas ancaman mencapai eskalasi yang tinggi. Penelitian selanjutnya membahas pelatihan teknis yang sudah diterima oleh Batalyon Pelopor. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan beragam dan meliputi berbagai aspek keamanan. Namun, pelatihan tersebut belum direncanakan secara optimal dan seringkali terkendala oleh tugas mendadak dan keterbatasan fasilitas. Meskipun pelatihan sudah mencakup isu-isu yang tercantum dalam modul pedoman pelatihan yang diterbitkan oleh Foster Police Department, masih ada potensi untuk meningkatkan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan aktual dalam pengamanan Ibu Kota Negara. Dalam analisis ini, penulis menekankan kebutuhan aktual untuk pengamanan Ibu Kota Negara, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan persiapan menghadapi ancaman di masa depan.  Kesimpulannya, penelitian ini mengidentifikasi pentingnya pelatihan teknis dalam pengamanan Ibu Kota Negara oleh Batalyon Pelopor Brimob Polda Metro Jaya. Pelatihan teknis penting mengingat banyaknya pelibatan tugas lapangan bagi Batalyon Pelopor. Berdasarkan analisis, masih suda hada pelatihan yang diberikan sesuai dengan modul pelatihan polisi Foster Police yang menjadi dasar analisis. Namun masi hada pelatihan yang belum diberikan, untuk itu, direkomendasikan untuk memberikan pelatihan yang tidak hanya terkait dengan tupoksi khusus Batalyon Pelopor. Namun, temuan paling penting dalam penelitian ini adalah perencanaan pelatihan harus dilakukan secara matang. Pengembangan dan peningkatan pelatihan teknis yang relevan dengan kebutuhan aktual pengamanan Ibu Kota Negara akan memperkuat kesiapan dan kompetensi anggota Batalyon Pelopor dalam menjalankan tugas-tugas pengamanan yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek keamanan.

This research aims to analyze the technical training needs required by the Mobile Brigade Pioneer Battalion of Polda Metro Jaya in the context of securing the National Capital City. Securing the National Capital is a complex challenge and requires high readiness and competence from the police, especially the Pioneer Battalion. In this research, we used a qualitative approach with the Training Need Analysis (TNA) analysis method which involved questionnaires and literature study. The results of the analysis show that the Pioneer Battalion is widely involved in various security tasks which include handling high-intensity crime threats to managing natural disasters. The involvement of the Vanguard Battalion generally plays a role in supporting regional police when the intensity of the threat reaches a high escalation. The next research discusses the technical training that the Pioneer Battalion has received. Research findings show that the training provided is diverse and covers various aspects of security. However, this training has not been planned optimally and is often hampered by sudden assignments and limited facilities. Although the training already covers the issues listed in the training manual modules published by the Foster Police Department, there is still potential to improve the training to suit actual needs in securing the National Capital City. In this analysis, the author emphasizes the actual need for securing the National Capital, improving services to the community, and preparing to face future threats. In conclusion, this research identifies the importance of technical training in securing the National Capital by the Mobile Brigade Pioneer Battalion of Polda Metro Jaya. Technical training is important considering the large number of field assignments involved in the Pioneer Battalion. Based on the analysis, there is still no training provided in accordance with the Foster Police police training module which is the basis of the analysis. However, there is still training that has not been provided, for this reason, it is recommended to provide training that is not only related to the special duties and functions of the Pioneer Battalion. However, the most important finding in this research is that training planning must be done carefully. The development and improvement of technical training that is relevant to the actual needs for securing the National Capital will strengthen the readiness and competence of Pioneer Battalion members in carrying out complex security tasks involving various security aspects."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Palguna Arwijaya
"Sumber Daya Manusia SDM merupakan kunci dari reformasi Polri. Agarmendapatkan jumlah dan kualitas SDM yang sesuai, maka harus dilaksanakanproses rekrutmen yang profesional. Pada tahun 2012 hingga saat ini, Polrimengadakan rekrutmen untuk Tamtama Brimob. Namun permasalahanya, jumlahanggota yang direkrut masih dirasa kurang dan dampaknya dirasakan saatmelaksanakan kemampuan penanggulangan huru hara PHH dalam bentuk demopenistaan agama yang berlangsung pada tanggal 2 Desember 2012 di DKI Jakarta,dimana petugas belum mampu mencegah tindakan massa yang berhasilmelakukan tindakan anarkis.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis suatuimplementasi dan konsekuensi pelaksanaan program rekrutmen tamtama brimobdalam mendukung kemampuan PHH terkait penanganan demo penistaan agama diDKI Jakarta tahun 2016 dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif denganmenggunakan teori implementasi dan rekrutmen serta menggunakan konseppenanggulangan huru hara dan konsep kamtibmas.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rekrutmen tamtama sudah berjalan dengan baik menggunakanprinsip BETAH Bersih, Transparansi, Akuntabel, dan Humanis namun belummaksimal akibat jumlah anggota Tamtama yang direkrut tidak sesuai dengan yangdibutuhkan. Pada pelaksanaanya yang lebih banyak direkrut adalah polisiberpangkat bintara, sehingga penggemukan di level bintara menyebabkan tidakadanya perbedaan perlakuan dalam pembagiaan tugas antara bintara dan tamtama.Hal ini menjadikan pelaksanaan tugas PHH Brimob tidak maksimal seperti saatpenanganan demo penistaan agama di DKI Jakarta tahun 2016. Konsekuensinyatercermin ketika demonstrasi berkembang cepat menjadi anarkis akibat jumlahpetugas Tamtama yang turun tidak sebanding dengan tugas demonstran.

Human resource management is the reformation key in IndonesianNational Police. In order to obtain the appropriate amount and best quality ofpersonnel, a professional recruitment process must be required. Since 2012 untilnow, Indonesian National Police still holding a mobile brigade tamtama personnelrecruitment. However, the problem is the number of recruited members is less andthe impact is occurring when the mobile brigade riot control units implementstheir duties to anticipate the blasphemy demonstration in Jakarta on December 2nd2012, where the officers have not been able to prevent the demonstrator that doingan anarchist actions.
The aims of this research to analyze the implementation andconsequence of the implementation of mobile brigade tamtama personnelrecruitment supports the abilities of riot control on blasphemy handlingdemonstration in Jakarta 2016 using qualitative descriptive method. This researchuses implementation and recruitment theory. A concept that the research use areriot control and public order and safety concept.
The result and conclusions of thisresearch are mobile brigade Tamtama Personnel Recruitment has been done wellby using a good principles such as Clean, Transparent, Accountable, andHumanist BETAH but it rsquo s still has many flaws due to the planning of therecruited members are not fit with those already recruited, which is recruitinglarge number of bintara and less tamtama. Because of that, there are no differenceof task hiring and job descriptions between bintara and tamtama. It makes theabilities of riot control being decreased. In the The consequence of less MobileBrigade Personnel who is not comparable with the number of demonstrators is thedemonstration very quickly becomes anarchist
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primadona
"Penelitian ini bertujuan guna mengetahui peran serta Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jabar dalam penindakan terorisme terhadap kelompok teroris Rijal Dzurrohman yang terjadi di rumah apung Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta pada Desember 2016. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif ini menjelaskan Keterlibatan Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jabar oleh Kasatgaswil Jabar Densus 88 AT sebagai tim tindak pada penindakan terorisme kelompok Rijal Dzurrohman, memiliki peran serta yang kompleks yang terbagi dalam 3 tahapan kegiatan, yaitu kegiatan Pra penindakan (Pre Assault), kegiatan aksi penindakan (Assault in Action), dan kegiatan setelah penindakan (After Assault). Dari keterangan narasumber dan dokumetasi kegiatan diperoleh bahwa tim tindak Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jawa Barat dalam melakukan perannya secara mayoritas sudah sesuai dengan prosedur dan berhasil, hanya saja karena penindakan ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh tim tindak Detasemen Gegana dan dengan situasi diatas peraiaran darat (danau) yakni rumah apung, maka ada beberapa kekurangan yakni dari segi pengalaman personil, yang tentunya berdampak pada psikologis dan mental anggota, belum adanya pelatihan terstruktur dengan desain rumah apung, peralatan yang digunakan seperti body vest yang tidak adaptif, serta SOP (standar operasional prosedur) tentang cara bertindak yang belum terkonsep dengan baku mengenai situasi tersebut.

This study aims to determine the role of the West Java Police Mobile Brigade Gegana Detachment in combating terrorism against the terrorist group Rijal Dzurrohman that occurred in the floating house of Jatiluhur Reservoir, Purwakarta Regency in December 2016. This research uses a qualitative method to explain the involvement of the West Java Police Mobile Brigade Gegana Detachment by the Head of the West Java Regional Police Densus 88 AT as an action team in the action against terrorism of the Rijal Dzurrohman group, has complex participation which is divided into 3 stages of activities, namely Pre-action activities (Pre Assault), Assault in Action activities, and after-action activities (After Assault). From the information of the resource person and the documentation of the activities, it was found that the West Java Police Mobile Brigade Gegana Detachment action team in carrying out its role was largely by the procedure and was successful, it's just because this action was the first time carried out by the Gegana Detachment action team and with a situation above groundwaters ( lake) namely floating house, so there are some shortcomings, namely in terms of personnel experience, which of course has an impact on the psychology and mentality of the members, there is no structured training with floating house designs, the equipment used such as non-adaptive body vests, and SOP (standard operating procedures ) about how to act that has not been conceptually standardized about the situation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumontoy, Jerrold Hy
"Semakin meluasnya wabah virus Covid-19 yang berdampak secara signifikan di dalam segi-segi kehidupan masyarakat Indonesia; menuntut keseriusan dan aksi nyata dari pemerintah dan seluruh masyarakat dalam menghadapi dan menangani pandemic Covid-19.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah upaya pemerintah dalam melawan virus Covid-19 di Indonesia yang dibahas dalam Rapat Terbatas Kabinet yang diadakan pada tanggal 31 Maret 2020. Teknis pelaksanaan PSBB diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Selain memberikan himbauan-himbauan kepada masyarakat dan sosialisasi aturan terkait penanganan Covid-19, agar penanganan wabah ini efisien dan efektif maka diperlukan upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat, dimana salah satunya adalah dengan membangun Kesatrian Tangguh Jaya sebagai bagian terintegrasi pada pelaksanaan program Kampung Tangguh Jaya di kampung Binaan Batalyon B Satbrimobda Metro Jaya.
Kesatrian Tangguh Jaya adalah sebuah pilot project kolaboratif dengan stakeholder untuk melakukan aksi nyata di kesatrian dan warga sekitar kesatrian yang dipilih sebagai kampung binaan. Kesatrian Tangguh Jaya berangkat dari program Kampung Tangguh Jaya yang pada mulanya adalah konsep yang ditawarkan di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebagai aksi nyata untuk masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Batalyon B Pelopor Satbrimobda Metro Jaya yang biasanya idektik dengan kekhasan sebagai satuan bantuan teknis kini dilibatkan dalam bantuan kemanusiaan dengan pendekatan humanis pada masyarakat.
Konsep Kesatrian Tangguh Jaya menitikberatkan pada adanya peran serta aktif elemen masyarakat baik personal atau kelompok dan juga pendampingan dari stakeholder secara intens dan terfokus, mengikutsertakan warga sekitar kesatrian yang telah memahami protokol kesehatan Covid-19 sehingga implementasi Kesatrian Tangguh Jaya dapat berhasil dilaksanakan.

The increasingly widespread Covid-19 outbreak has brought significant impacts on every aspect of Indonesians. Indeed, it requires serious attention and real action both from the government and the entire community. The government has launched PSBB (Large-Scale Social Restrictions) in order to fight the outbreak in the country and its technical implementation is regulated by the Minister of Health Regulation Number 9 of 2020 concerning PSBB to Accelerate the Handling of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). In addition to actively inform and educate public as well as socialize all regulations regarding the mitigation of Covid-19, the government also asks for joint efforts between the government and public. One of those efforts is to build the Kesatrian Tangguh Jaya as an integrated part with Kampung Tangguh Jaya which has been applied in RW 09 Rusun Jatinegara Kaum, East Jakarta. Kesatrian Tangguh Jaya is a collaborative pilot project between stakeholders and community in an appointed area due to its high level in the spread of Covid-19. The concept of Kesatrian Tanggtdt Jaya is derived from Kampung Tangguh Jaya, a program initiated by Indonesian National Police to help people facing Covid-19. The main stakeholder here is Battalion B Pelopor which has been always identified as a technical assistance unit. But during the Covid-19 pandemic, it has to carry out a humanist community approach. The concept of Kesatrian Tangguh Jaya emphasizes on the needs of active participation from all levels of community members, either personaly or individually. Moreover, the stakeholder provides assistance intensively and involves community members who are familiar with the Covid-19 health protocol. They stakeholders work together with all regional officials from all levels in Jatinegara area in order to succeed this program."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>