Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Schultze, Charles L.
Djakarta: Bhratara, 1970
339.3 SCH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Schultze, Charles L.
Jakarta: Bhratara, 1970
339.3 SCH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kadariah
Jakarta: Bina Aksara, 1981
336.2 KAD a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kadariah
Jakarta: Bina Aksara, 1981
336.2 KAD a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Partadiredja
Jakarta: LP3ES , 1994
339.2 ACE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Partadiredja
Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1989
339.2 ACE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudarto
"ABSTRAK
Deregulasi di bidang moneter dan perbankan, khususnya
sejak Paket Oktober 1988 yang pada dasarnya menghilangkan entry
barriers industri perbankan, membuat kalangan usahawan
berlomba-lomba memasuki industri ini.
Dalam kurun waktu kurang dari 2 (dua) tahun, ratusan
cabang baru perbankan telah dibuka di seluruh Indonesia dan
jumlah itu akan terus membengkak.
Walaupun perekonomian Indonesia secara umum berkembang
relatif pesat, namun pertumbuhan industri perbankan membuat
situasi benar-benar menjadi buyers' market.
Dalam kondisi demikian, kalangan perbankan mudah sekali
diadu domba oleh para nasabah dalam seal suku bunga, apalagi
manajemen Bank pada umumnya sangat menekankan pada target
pertumbuhan yang pesat dari aktiva, sumber dana dan keuntungan
tanpa memberikan arah yang jelas tentang cara mencapainya.
Akibatnya setiap cabang sebuah Bank cenderung secara
membabi-buta menerima semua nasabah tanpa pandang bulu, bahkan
kalau perlu segera bersedia menderita kerugian. Akibatnya
keahlian pelayanan para personalia perbankan menjadi minimal.
Menghadapi situasi demikian, Bank Umum Nasional cabang
Warung Buncit, sebagai kasus dari studi ini, ternyata juga
cenderung mengikuti arus. Apalagi Bank Umum Nasional hanya
mengenal sistim pool rate berupa RPKP I RPKC dan prime rate
yang pada dasarnya tidak mungkin diterapkan untuk setiap dan
semua cabang mengingat masing-masing cabang memiliki
karakteristik cost dan revenue sendiri.
Dalam upaya menanggulangi masalah-masalah tersebut di
atas, diusulkan setiap cabang Bank Umum Nasional menghitung
Cost of Funds dan Prime Rate-nya sendiri-sendiri dengan
menggunakan metoda Historical Average Cost yang relatif mudah
dan murah digunakan.
Analisa Cost of Funds dan Prime Rate masing-masing
cabang ternyata merupakan alat yang ampuh untuk menyusun
strategi dalam upaya menanggulangi masalah yang muncul.
Dengan alat ini setiap cabang mampu menganalisa kelemahan dan
kekuatannya sendiri sehingga relatif dapat lebih mampu
mengendalikan bidang-bidang yang rawan melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, Bank Umum Nasional cabang Warung
Buncit terbukti lemah dalam bidang pengembangan volume usaha
(loan) dan pengendalian Overhead Cost, tetapi kuat dalam hal
pengendalian kredit macet, pendanaan maupun Pendapatan Lain-
Lain.
Walaupun demikian, metoda Historical Average Cost dan
data yang dipakai memang mengandung beberapa kelemahan. Sebab
itu setiap cabang seyogyanya memahami kelemahan-kelemahan itu
dan tidak memakai basil perhitungan Cost of Funds dan Revenue
secara 'mati'.
Misalnya, prime rate pada bulan n sebesar 20,0% per
tahun, tetapi trend suku bunga secara umum sedang melambung.
Untuk itu suku bunga pinjaman harus ditentukan relatif agak
tinggi, katakanlah 24,0% per tahun.
Dengan menggunakan alat yang sama untuk tahun 1989,
dalam hal revenue Bank Umum Nasional cabang Warung Buncit
dianjurkan untuk meningkatkan volume usaha terutama ke arah
target pasar KPR I KKB dan perusahaan-perusahaan kecil
menengah dengn tetap memprioritaskan kualitas kredit. Pricingnya
disarankan berkisar 2,0% - 2,5% di atas prime rate.
Peningkatan volume usaha juga dapat dilakukan dengan
cara antar cabang Bank Umum Nasional saling memperkenalkan para
nasabahnya.
Dalam hal cost, manajemen harus selalu
mengkomunikasikannya dengan para karyawan agar setiap karyawan
perusahaan mempunyai kultur 'sadar biaya'.
Dalam hal sumber daya manusia, dianjurkan untuk
merekrut team pemasaran dengan kualifikasi yang relatif
sederhana mengingat target market-nya, mengurangi 'middle
manager' sebanyak-banyaknya dan menerapkan semacam 'matrix
organization' khususnya bagi personalia dari Bagian Customer
Service dan Kasir untuk dimanfaatkan secara optimal. "
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutrisno
"Studi mengenai kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia bukanlah merupakan topik baru. Karena masalah tersebut sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah maupun pakar bidang ekonomi dan sosial lainnya. Hal ini menjadi sangat penting semenjak tahun 1997 yaitu saat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Negara Indonesia sejak era 1960-an hingga 1990-an mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, namun mulai bergejolak tahun 1997 karena krisis ekonomi. Dalam periode 1997 hingga saat ini mulai menampakkan perekonomian yang membaik. Namun berdasarkan pengalaman negara-negara lain bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan distribusi pendapatan, telah disadari oleh negara Indonesia maka pengambil kebijakan negeri ini telah lama mengatur strategi pembangunan yang tidak melulu mengejar pertumbuhan ekonomi. Apalagi dewasa ini era reformasi yang lebih mengedepankan ekonomi kerakyatan yang tidak lain demi semakin membaiknya distribusi pendapatan atau pemerataan yang ada di Indonesia.
Distribusi pendapatan yang tidak merata memang bisa berakibat tidak hanya di bidang ekonomi namun dapat memicu kesenjangan sosial dan politik. Sehingga upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan merupakan usaha dalam membantu memperkuat stabilitas politik. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah koefisien gini dan kriteria Bank Dunia (BPS,1994). Koefsien gini berkisar antara nol sampai dengan satu. Semakin tinggi koefisien gini maka semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan : (a) tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12% bagian pendapatan ; (b) sedang, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima 12% -17% bagian pendapatan; (c) rendah, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17% bagian pendapatan.
Pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter merubah keadaan masyarakat sesuai yang dinginkan. Berkaitan dengan itu terjadi pengalihan transfer sumberdaya dari masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemerintah melalui manuver kebijakan fiskal, redistribusi pendapatan diimplementasikan secara langsung melalui skema pembayaran pajak kepada pemerintah.
Efek redistribusi dicari untuk melihat bagaimana perubahan terhadap distribusi pendapatan yang ditimbulkan akibat dari pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat apakah distribusi pendapatan semakin merata atau justru distribusi pendapatan menjadi semakin tidak merata karena pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk pajak. Berdasarkan hasil analisis, efek redistribusi yang dihitung menghasilkan nilai bertanda positif sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi perbaikan distribusi pendapatan yang ditimbulkan karena adanya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Sehingga hipotesis penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya bahwa terdapat perbedaan yang positip terhadap distribusi pendapatan sebelum dan sesudah pembayaran pajak. Berdasarkan analisis dengan kriteria yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menentukan kesenjangan distribusi pendapatan ditimbulkan bahwa distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah setelah membayar pajak terdapat kenaikan. Pada sisi lain distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas setelah membayar pajak terdapat penurunan.
Implikasi ekonomi terhadap basil kesimpulan penelitian ini yang melihat bahwa terdapat perbaikan distribusi pendapatan rumah tangga yang dipengaruhi oleh pajak yang mereka bayarkan adalah bahwa perlu disadari baik itu oleh pemerintah maupun masyarakat bahwa bagi sementara masyarakat sering melihat bahwa pajak terkadang selalu memberatkan. Namun pada kenyataannya bahwa pajak yang mereka bayarkan telah mampu membantu memperbaiki distribusi pendapatan. Bagi pemerintah tentunya berupaya untuk lebih meningkatkan tingkat cakupan pajak baik itu dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Suparmoko (2000: 238) bahwa pajak hendaknya digunakan untuk mengurangi ketidakmerataan penghasilan. Ini tidak berarti bahwa tujuan suatu perekonomian adalah memberikan penghasilan yang merata atau yang sama besarnya bagi setiap angggota masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Partadiredja
Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Masyarakat , 1977
339.3 ACE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soediyono Reksoprayitno
Yogyakarta: Liberty, 1985
339.2 SOE e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>