Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116869 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zamahsyari Rahman
"Skripsi ini membahas tentang Seni Bangunan dan Ragam Hias Mesjid Syahabuddin yang bertujuan untuk mengetahui gaya seni bangunan dan ragam hias mesjid tersebut. Metode yang di gunakan yaitu metode perbandingan, perbandingan antara bangunan Mesjid Syahabuddin dengan Istana Siak Sri Indrapura, Balai Kerapatan Tinggi, Tangsi Belanda dan Rumah Melayu. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa seni bangunan Mesjid Syahabuddin mengikuti seni bangunan Kolonial dan Islam sedangkan dalam segi ragam hias mengikuti seni ragam hias melayu.

This study discusses the Arts Building and Ornamental Variety of Syahabuddin Mosque which aims to know the art of building and decoration of the mosque. Method used is the method of comparison, the comparison between the Syahabuddin Mosque building with the Palace of Siak Sri Indrapura, Balai Kerapatan Tinggi, Tangsi Belanda and Rumah Melayu. The final results of this study indicate that the architecture of Syahabuddin Mosque followed Colonial and Islamic architecture while in terms of decorative art followed Melayu's art decorative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11925
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjut Nyak Kusmiati
"Mesjid kuna yang akan kami uraikan ini terletak di kampung Jembatan II R.T. 023 R.W. 05, Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Wilayah Jakarta Barat. Kampung Jembatan II ini juga disebut kampung Rawa Be_bek atau Kampung Bali. Jika kita bermaksud mangunjungi mesjid ini dapat ditempuh dengan kenderaan barmotor. Jarak yang terdekat untuk mencapainya melalui Harmoni, jalan Gafah Mada, Pancoran, jalan Perniagaan torus ke jalan Tubagus Angke, setelah sampai di Barat Daya pabrik Unilever membelok ke kiri 7514 ) dari Nama yang tertera di ambang pintu mesjid ialah Al Mubarrak. Walaupun nama ini telah lama dipakai, tetapi nama tersebut dalam buku Oud Batavia Platen. Album tidak disinggung oleh F. do Haan. Noma yang 3 atau masjid Kampung Bali. Rupanya nama terdahulu ini hampir dilupakan oleh penduduk sekitarnya_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1976
S12075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilis Sawitri
"Meilis Sawitri. Mesjid An Nawir Pakojan Jakarta: Suatu Tinjauan Arsitektur dan Ragam Hias. (Di bawah bimbingan Tawalinuddin Harris, S.S, M.A). Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1993. Penelitian mengenai mesjid An Nawir Pekojan Jakarta bertujuan untuk mengetahui bentuk arsitektur dan ragam hias dan pengaruh yang ada serta latar belakang sejarahnya. Pene1itian dilakukan dengan tahap-tahap observasi, deskripsi dan eksplanasi. Keberadaan mesjid dalam suatu tempat menunjukkan adanya suatu perkampungan muslim. Karena mesjid selain sebagai pusat peribadat kaum muslim juga digunakan untuk hubungan antara umat Islam. Mesjid sebagai hasil karya arsitektur masa lalu merupakan obyek yang menarik untuk diteliti. Arsitektur suatu mesjid biasanya merupakan cerminan dari budaya masyarakat pada masa itu. Menurut Pijper mesjid tua di Indonesia mempunyai ciri-ciri berdenah persegi, fondasi masif, atap tum-pang, di sisi barat ada bagian yang menonjol untuk mihrab, mempunyai serambi dan kolam. Dari ciri-ciri tersebut An Nawir yang dibangun oleh Sayid Abdullah bin Husain Alaydrus termasuk mesjid tua dan menurut UUD No. 5 1992 usia mesjid ini termasuk bangunan purbakala karena dibangun tahun 1760 M. Melihat usia dan latar belakang sejarah menyebabkan mesjid ini mempunyai arsitektur yang unik yang merupa_kan perpaduan berbagai kebudayaan yang masuk saat itu. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa awalnya daerah Pekojan merupakan perkampungan para pedagang muslim yang datang dari luar Indonesia. Kamudian pada abad 18 kebanyakan yang tinggal di Pekojan adalah warga keturunan Arab Hadramaut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mesjid sabagai bangunan suci umat Islam mempunyai fungsi utama sebagai rumah peribadatan. Berbeda dengan mesjid tua lain seperti mesjid Agung Banten, Agung Demak dan Al Mansyur yang mempunyai ruang khusus untuk wanita. Di mesjid An Nawir ini tidak ada ruang untuk wanita, hal tersebut disebab_kan latar belakang kebudayaan masyarakatnya yang seba_gian besar berasal dari Arab yang sangat tegas memi_sahkan antara wanita dengan pria. Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bahwa pengaruh arsitektur Eropa terlihat pada atap mesjid dan tiang-tiang di ruang utama dan komponen lain pada bangunan mesjid. Pengaruh Arab jelas terlihat dengan adanya ribath dan ghurfah yang jarang dijumpai pada mesjid tradisional bentuk menara yang bercirikan Hadra_maut dan bagian bangunan lainnya dari arsitektur dan ragam hias. Unsur tradisional antara lain didapati pada fondasi, denah mesjid, mimbar dan ragam hias. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa mesjid ini te1ah mengalami perluasan. Hal ini didasari dari bentuk denah, konstruksi atap dan tiang-tiang dalam ruang utama. Bertolak dari hasil penelitian ini diharapkan akan dilakukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap mesjid-mesjid di Jakarta dan latar belakang sejarah mesjid yang banyak diwarnai berbagai kebudayaan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitra Widinanda
"Menara mesjid merupakan sebuah bangunan sebagai tempat untuk mengumandangkan adzan pada awal perkembangannya. Seiring perkembangannya, terdapat pula fungsi-fungsi lainnya. Terdapat berbagai istilah untuk menyebutkan menara yang berasal dari bahasa Arab. Ma'dhana dan Mi'dhana yang berarti tempat menyerukan adzan dan Sawma'a yang berarti ruangan. Dalam bangunan mesjid sendiri bangunan menara bukan sesuatu hal yang wajib ada. Agam Islam sendiri tidak memberikan aturan khusus dalam pembangunan menara. Namun, di pulau Jawa beberapa mesjid memiliki bangunan yang bentuknya beragam. Pada menara-menara mesjid di pulau Jawa abad ke 15-19 M terdapat gaya-gaya yang di pengaruhi oleh budaya asing. Berdasarkan peiode waktunya maka pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari Belanda, Arab, dan Hindu-Buddha.

The mosque's minaret have a lot of functions, one of them is for adzan. Originally the term minaret (menara) is from Arabic language: Ma'dhana, Mi'dhana and Sawma'a. Ma'dhana and Mi'dhana mean a place for adzan, while Sawma'a means a chamber. It is not essential for a minaret to be part of a mosque, as Islam doesn't have specific rules about minaret. However, in Java there are minarets in many forms from the 16-19th century. The styles of those minarets were influenced from the Hindu-Buddhist culture, Arabic countries and the Netherlands."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12044
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Eddy Prabowo Witanto
"Bangunan Toko Kompak Pasar Baru merupakan salah satu dari sekian banyak bangunan bergaya arsitektur rumah-toko Cina di Jakarta. Tidak seperti bangunan-bangunan sejenis lainnya, Toko Kompak memiliki beberapa keistimewaan, antara lain bahwa bangunan ini didirikan oleh Mayor Tio Tek Ho, seorang Mayor Cina, yang kemudian menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat tinggalnya. Keistimewaan lain adalah bangunan ini memiliki berbagai jenis ragam hias yang mencerminkan kepercayaan masyarakat Cina dan keteraturan denah bangunan yang masih mengikuti aturan Feng-Shui, kemudian adanya void atau atrium dan lubang pencahayaan atau rooflight di ruang utama.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penempatan ragam hias pada bangunan ini mengikuti pola tertentu dan hal tersebut kemudian menjadi patokan untuk merekonstruksi letak titik pusat dan titik sirkulasi bagian-bagian bangunan tersebut, sehingga dapat diperkirakan bahwa ruang utama pada bangunan utama dan ruang tengah pada bangunan belakang menjadi titik pusat-titik sirkulasi bangunan Toko Kompak.
Hampir seluruh bagian bangunan ini memperlihatkan pengaruh arsitektur dan ragam hias Cina yang kuat. Selain itu, adanya unsur-unsur Eropa pada bangunan tersebut menunjukkan adanya perpaduan unsur Cina dengan Eropa, dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bangunan Toko Kompak merupakan bangunan bergaya arsitektur Cina dengan perpaduan unsur-unsur Eropa yang terdapat pada beberapa bagiannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. Departemen P dan K, [Date of publication not identified]
709.598 4 BOB a (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Yuniati
"Ragam hias wadasan dan mega mendung merupakan ragam hias yang banyak menghiasi bangunan-bangunan di Kepurbakalaan Islam Cirebon. Dianatara bangunan_bangunan kuno di cirebon, keraton merupakan salah satu bangunan yang dihiasi oleh kedua ragam hias. Terdapat tiga keraton di Cirebon, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Keraton Kacirebonan merupakan satu-satunya yang tidak dihiasi kedua ragam hias tersebut. Ragam hias wadasan telah ada sejak masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Hal itu terbukti dengan adanya wadasan pada area bekas Keraton Pakungwati. Sedangkan ragam bias mega mendung, menurut para ahli, merupakan ragam hias yang bentuknya dipengaruh kebudayaan Cina.
Penelitian terhadap aspek bentuk kedua ragam hias di kedua keraton menunjukkan adanya bentuk-bentuk khas yang dimiliki oleh masing-masing keraton, di samping bentuk-bentuk yang umum ditemui di kedua keraton. Bentuk-bentuk khas wadasan di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak membulat dan segitiga dengan puncak mendatar. Bentuk wadasan yang hanya terdapat di Keraton Kanoman adalah bentuk dasar belah ketupat dan kerucut. Bentuk wadasan yang terdapat di kedua keraton adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak meruncing.
Bentuk mega mendung yang hanya ada di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya vertikal. Keraton Kanoman tidak mempunyai bentuk mega mendung yang khas,'karena di keraton tersebut mega mendungnya adalah mega mendung yang berbentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya horisontal yang terdapat juga di Keraton Kasepuhan.
Selain perbedaan bentuk, terdapat perbedaan pemilihan bahan pembuat mega mendung pada kedua keraton. Di Keraton Kasepuhan hanya bahan tras tang dipilih untuk membentuk mega mendung, sedangkan di Keraton Kanoman, selain bahan tras, bahan kayu dan kulit binatang (sapi) juga dipakai untuk membuat mega mendung. Perbedaan pemilihan bahan tidak terlihat pada wadasan, karena wadasan di kedua keraton sama_sama dibuat dengan menggunanakan bahan kayu, tras, dan karang.
Perbedaan yang juga terlihat antara kedua aragam hias di kedua keraton juga terlihat pada keberadaan wadasan di masing-masing keraton. Di Keraton Kasepuhan, wadasan merupakan ragam hias yang lebih banyak terlihat sebagai bagian dari satu kelompok ragam hias, seperti pada relief yang memuat berbagai bentuk ragam hias, termasuk wadasan. Di Kanoman, wadasan lebih cenderung sebagai ragam hias yang mandiri, tidak menjadi bagian dari satu kelompok ragam hias.
Persamaan yang teramati, selain persamaan pemilihan bahan wadasan, pola persebaran kedua jenis ragam hias. Baik( wadasan maupun mega mendung sama-sama tersebar pada bangunan-bangunan dan benda-benda yang terletak di halaman III (halaman paling selatan kompleks bangunan) kedua keraton, kecuali wadasan yang menempel pada tembok pembatas halaman II dan III KeratonKanoman.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mungkin didorong oleh pengaruh kekuasaan raja dan penghuni masing-masing keraton. Sedangkan persamaan-persamaan yang timbul agaknya dipengaruhi oleh keberadaan kaidah-kaidah yang dijadikan pegangan oleh para seniman dalam membuat atau penempatkan ragam hias wadasan dan mega mendung di keraton Kasepuhan dan Kanoman. kaidah-kaidah tersebut bisa berupa tradisi atau kebiasaan turun temurun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>