Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beri Bagja Putra Pamungkas
"Skripsi ini membahas tentang masalah komunikasi dalam masyarakat industri yang tergambar pada keempat cerita pendek karya Peter Bichsel. Dalam semua teks ini, komunikasi antartokoh tidak berlangsung efektif. karena tidak terdapat dialektika antara pengirim dan penerima. Penclitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan Hermeneutik kritis Paul Ricoeur dan teori komunikasi Wilbur Schramm serta Karl Buhler. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa komunikasi di dalam masyarakat industri scring mengalami kegagalan akibat ketidaksempurnaan elemen_elemen dalam proses komunikasi, serta pengaruh kondisi psikologis para tokoh dan lingkungan sekitarnya; Individualitas yang tinggi menyebabkan kurangnya komunikasi antarwarga, schingga terjadi dehumanisasi dan anonimitas dalam masyarakat.

This study focuses on communication problem in urban society which has been described in Peter Bichsel's short stories. In every story, communication among figures is not effective, because there is no dialectic between sender and receiver. This research uses descriptive analysis method with Paul Ricoeur's hermeneutic critic approach and communication theory from Wilbur Schramm and Karl Buhler. The conclusions of this research are that communication in urban society frequently fail because of imperfect elements in communication process and psychology influence from figures in the stories and their surroundings as well; High individuality cause the lack of communication among people so that cause dehumanization and anonymity in society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14601
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratidina Sekar Pembayun
"Pendidikan merupakan fondasi dasar suatu bangsa dalam membangun karakter sebuah bangsa. Sistem pendidikan yang diterapkan dalam setiap negara berbedabeda tergantung pemerintah masing-masing. Swiss dikatakan sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, namun Peter Bichsel dalam buku kumpulan esainya yang berjudul Schulmeistereien mengkritik sistem pendidikan negara Swiss pada kurun waktu 1970-an. Skripsi ini membahas mengenai kritik sosial yang dikemukakan Peter Bichsel dalam tiga esainya mengenai sistem pendidikan di negara Swiss dengan menggunakan pendekatan bahasa sebagai kapital simbolik.

Education is the basic foundation of a nation in building the character of a nation. The education system is applied in each country vary according to their respective governments. Switzerland is said to be one of the best educational system in the world, but Peter Bichsel in the book of his collected essays entitled Schulmeistereien criticize the educational system of Switzerland during the period of the 1970s. This thesis discusses the social critic of Peter Bichsel presented in three essays which talked about educational system in Switzerland by using the approach methode of language as symbolic power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1943
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Frankfurt: GB Fischer, 1962
Jer 830.8 ZEI (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Fahraini
"Kesadaran adanya perlakuan diskriminatif pada kaum penyandang disabilitas di dalam kehidupan masyarakat Jerman meningkat sejak tahun 1960an hingga tahun 1980an. Para kaum penyandang disabilitas saat itu dipandang sebelah mata, tidak dipedulikan atau diabaikan dan dianggap sebagai orang-orang yang tidak memerlukan perhatian khusus. Sebagai seorang kritikus berpengaruh di Jerman, Peter H rtling mengangkat isu ini ke dalam salah satu novel anaknya yang berjudul Das war der Hirbel 1973. Penelitian ini akan membahas bentuk-bentuk kritik sosial yang secara implisit maupun eksplisit disampaikan oleh Peter H rtling di dalam novel anak tersebut. Secara keseluruhan kritik yang disampaikan berupa hak yang sama bagi anak-anak kaum penyandang disabilitas untuk hidup yang nyaman, belajar atau bersekolah, dan bersosial di dalam masyarakat.

The awareness of discriminatory treatment for disabled person in German 39s society increased from the 1960s to 1980s. In those years, disabled people are underestimated, ignored or disregarded and considered as people that do not require special attention. As a critic influential in Germany, Peter H rtling raised this issue in one of his child novel entitled Das war der Hirbel 1973. This research will discuss forms of social criticism in implicit and explicit delivered by Peter H rtling in this novel. Overall, the criticism that delivered are the same rights for children with disabilities to have a comfortable life, have an education, go to appropriate school and have socialization in the society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frankfurt: Hirschgraben, 1967
JER 830.9 SIL (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Anindya
"ABSTRAK
Perilaku manusia dapat dibedakan melalui tiap tahap perkembangannya, yaitu masa anak -anak, remaja, dewasa, dan masa tua. Pada masa remaja, pola pikir manusia mengalami sebuah perkembangan, sehingga Ia akan lebih mandiri dari orang tuanya dan ingin mengeksplorasi hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Hal itu dapat bersifat negatif maupun positif. Dan tidak seperti stereotype yang ada bahwa anak remaja hanya dapat melakukan hal-hal yang melanggar norma, mereka juga dapat menjadi pahlawan dalam kehidupan sehari-hari dan membawa pengaruh positif bagi masyarakat. Semua ini terangkum dalam cerpen berjudul Das Geheimnis der Statue dari penerbit Hueber yang merupakan sebuah jenis Netzliteratur dan terlihat menonjol pada unsur intrinsiknya. Dengan menggunakan metode pembacaan kritis dan teori Adolescence pada cerpen, terlihat jelas proses bagaimana anak remaja yang pada awalnya dianggap remeh oleh orang dewasa kemudian dapat menjadi pahlawan yang berhasil memberikan kontribusi positif untuk permasalahan yang dihadapi masyarakat.

ABSTRACT
Human behavior can be distinguished through each stage of its development, namely childhood, adolescence, adulthood, and old age. In adolescence, the human mindset experiences a development, so that they will be more independent of their parents and wanting to explore new things around them. The outcome can be negative or positive. Unlike the stereotype that teenagers can only do things that violate the norms, they can also be heroes in our everyday life and bring positive influence to the society. All this is summarized in a short story called Das Geheimnis der Statue from Hueber publisher and is defined as Netzliteratur and stand out on its intrinsic elements. With using the critical reading method and the Adolescence theory, it clearly shows the process of how adolescents that are initially underestimated by adults could then become the hero who succeeded in contributing positive actions to problems faced by society."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dasim Karsam
"Masalah utama yang akan diteliti adalah tema utama novel Jakob der Lugner, yaitu kebohongan dan fungsinya. Untuk menunjang analisis, penelitian ini menerapkan teori dan pendekatan sosiologi sastra yang memandang penting latar belakang sejarah suatu teks sastra dan fungsi teks di dalam masyarakat.
Penelitian ini memfokuskan diri pada fungsi dan ideologi kebohongan untuk melawan holocaust di dalam getto dan melawan ideologi kebohongan di dalam masyarakat Jerman sesudah perang yang mendasarkan dirinya pada mitos. Untuk mencapai tujuan itu penelitian ini terutama menggunakan ketiga unsur sastra, yaitu penokohan, perspektif dan latar belakang yang saling berkaitan satu sama lain dan merepresentasikan keseluruhan masalah yang akan diteliti. Ketiga unsur itu disebut pula perangkat sastra.
Analisis tokoh difokuskan pada kedua tokoh utama: Pertama, tokoh Jakob yang menceritakan kebohongan untuk menciptakan harapan pada penghuni getto agar mampu bertahan hidup. Kedua, narator yang yang terlibat dalam keseluruhan cerita dan yang menceritakan kisah "Jakob si Pembohong".
Berdasarkan analisis masalah melalui ketiga unsur sastra di atas, penelitian ini menghasilkan kesimpulan:
I. Tokoh Jakob - karena cintanya - melakukan perlawanan terhadap holocaust di dalam getto melalui kebohongan tentang radio yang digunakan untuk tujuan positif, yaitu untuk menciptakan harapan dalam diri penghuni getto agar mereka mampu bertahan hidup. Dengan cara itu ia melakukan re-interpretasi, re-kreasi dan re-definisi atas konsepsi klasik tentang kebohongan dalam kebudayaan Eropa yang berdasarkan pada Alkitab (Perjanjian Lama).
II. Melalui kebohongan narator melakukan perlawanan terhadap ideologi kebohongan dalam masyarakat Jerman pascaperang. Selain itu, ia mengkritik bangsa/negara Jerman "modern" yang dibentuk pascaperang itu yang mendasarkan diri pada mitos.

The main problems that I am going to analyze are the central themes of the novel, which are about the lies and their functions. To strengthen the analysis, the theoretical concept applied is taken from literature-sociology, which concerns with historical background in the literary text and its function in the society.
This research concentrates on the analysis of the functions of lies and their ideology against the holocaust in the ghetto and against lies ideology in the postwar German society based on myths. To attain this purpose, the foci of attention are on three elements respectively: characterization, point of view, and setting, which are interconnected with one another and represent the whole problems to analyze. These elements are also called literary devices.
The analysis of characters would be focusing on two main characters: The first is Jakob, who tells lies to create hope among the ghettos inhabitants in order to survive. The second is narrator, who is engaged in the whole lie-story and tells the story of Jacob the Liar.
Based on the analyses of the three elements of fiction, namely, characters, point of view, and setting, the writer comes to conclusions:
I. The character Jakob struggles - because of his love - against holocaust in the ghetto through his lies about the radio for positive purpose: to create hope among the ghetto inhabitants in order to survive. In addition, he re-interprets, re-creates and re-defines the classical conception of lie in the European culture based on the Bible (The Old Testament).
II. Through lies, the narrator struggles against the lies ideology in the postwar German society. In addition, he criticizes the "modern" German Nations/States, which are constructed based on myths.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani`ah
"Sebuah karya fiksi tidak hanya dihidupkan oleh imajinasi pengarang, tetapi juga oleh daya imajinasi dan penalaran pembacanya.
Hermeneutik Ricoeur tidak terlepas dari tujuan Ricoeur berfilsafat, yaitu memahami eksistensi manusia. Konfrontasinya dengan strukturalisme memaksanya pindah dari hermeneutik simbol ke hermeneutik teks. Dan teks yang sesuai dengan tujuan filsafatnya adalah teks sastra. Untuk itu, usaha Ricoeur mula-mula adalah membenahi bahasa yang sudah terlanjur 'diilmiahkan' oleh strukturalisme dengan jalan menyusun filsafat wacana. Dengan filsafat wacana, bahasa dikembalikan pada fungsinya yang sejati, yaitu alat komunikasi. Bahasa bukan objek melainkan mediasi, yaitu sarana untuk mengatakan sesuatu tentang sesuatu kepada orang lain. Jadi, wacana tidak didasarkan pada sistem bahasa, melainkan pada parole. Wacana adalah makna karena bertolak dari bahasa sebagai peristiwa. Dengan demikian kita baru dapat berbicara tentang sastra. Namun, perlu dicatat bahwa, menurut Ricoeur, hermeneutik mulai ketika dialog berakhir. Ini berarti, hermeneutik hanya dapat diterapkan pada teks tertulis, seperti novel atau drama.
Sastra adalah seni bahasa, sedangkan seni adalah alat untuk menyempurnakan keberadaan manusia. Seni bertugas menyempurnakan apa yang ditinggalkan oleh alam secara tidak sempurna. Jadi, seni memberi pengertian yang lebih baik dan lebih luas tentang diri kita sendiri dan benda-benda di sekitar kita. Dengan kata lain, seni membebaskan manusia dari ketertutupan dunia.
Pada seni sastra 'dunia teks' atau dunia fiktif yang terdapat di dalamnya itulah yang akan membebaskan manusia dari ketertutupan dunia tersebut. Dunia teks adalah dunia imajinasi yang bersifat hipotetis, dunia yang mungkin untuk diaktualisasikan, dunia di mana kita dapat merealisasikan potensi kita, dunia yang dapat kita huni sebagai alternatif dunia kehidupan kita yang konkret ini. Oleh sebab itu, dalam menghadapi karya sastra, kita-pembaca--diharapkan tidak memperlakukannya sebagai objek, melainkan sebagai mediasi. Kita berhubungan dengan tokoh-tokoh di dalam karya itu sebagaimana kita berkomunikasi dengan manusia biasa. Agar dengan demikian kita memahami tokoh-tokoh itu dan serentak memahami diri kita melalui empati kita dengan tokoh-tokoh itu. Inilah yang disebut verstehen yang merupakan ciri utama metode hermeneutik.
Langkah-langkah metode hermeneutik adalah: distansiasi, interpretasi, dan apropriasi. Momen distansiasi memberi otonomi semantik teks, yang meliputi otonomi makna teks dad intensi penulisnya, dari pembaca awal, dan dari situasi budayanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan objektif sangat diutamakan. Dengan pemberian otonomi itu, makna teks harus ditafsirkan, yaitu dijelaskan menurut hubungan internalnya dan mencari konstitusi yang terbuka di depan teks, yaitu konstitusi yang mengacu ke dunia yang mungkin. Interpretasi mula-mula berupa pemahaman naif yang melihat karya secara utuh meliputi komposisi, genre, dan gaya. Di sini tugas kita membuat tebakan, yang dapat disejajarkan dengan hipotesis, dan validasi sebagai pembuktian yang dilakukan berdasarkan gramatika dunia teks. Tahap berikutnya pemahaman kritis yang diawali dengan eksplanasi, yaitu menjelaskan teks melalui analisis struktur teks (semiotik) untuk meradikalkan apa yang dicapai dalam pemahaman naif, dan diakhiri dengan apropriasi, yaitu mengembalikan apa yang semula diasingkan. Apropriasi mencakup sikap menerima (reseptif), mengecam (kritis), dan transformasi. Dengan apropriasi, pemahaman diri (katarsis) tercapai karena pembaca memperoleh makna berkat teks yang dibacanya. Makna seperti juga keindahan tidak terletak pada kata-kata di halaman buku, tetapi pada mata si pengamat. Metode ini dicoba diterapkan pada novel Pengakuan Pariyem (Linus Surjadi Ag.) yang mengisahkan kehidupan Pariyem, seorang wanita Jawa yang patuh pada nilai budayanya. Kehidupan yang dijalaninya dengan benar itu ternyata kini digugat. Hal ini membuat tokoh kita menjadi bingung. Dia tidak mengerti mengapa keberhasilan hidup yang diraihnya dianggap hina.
Dalam menghadapi novel dengan pendekatan objektif, momen distansiasi sudah kita lewati sehingga kita bisa langsung masuk ke momen interpretasi, yang mencakup tebakan dan validasi. Tebakan terhadap novel Pengakuan Pariyem adalah bahwa si pelaku yang berhasil mengangkat derajatnya dari babu menjadi selir itu adalah seorang pelacur. Dengan analisis deskriptif fenomenologis terhadap struktur intensional novel itu--validasi--kita mengetahui dan sekaligus memahami bahwa Pariyem bukan pelacur karena ia tidak menjual kehormatannya dan sepak terjangnya yang bebas itu adalah hasil internalisasinya terhadap nilai kejawen yang diyakininya. Akhirnya, pembaca dihadapkan dengan dua pilihan makna: setuju atau menolak perilaku Pariyem (momen apropriasi), yang selanjutnya bermuara pada transformasi diri bahwa ada yang lebih penting daripada menjadi bahagia, yaitu memahami situasi di mana kita hidup agar kita bisa menjalani hidup dengan benar.
Hermeneutik meletakkan tekanan pada aktivitas pembaca sastra. Membaca sastra adalah mengadakan dialog dengan karya sastra. Dengan dialog itu pembaca akan memperoleh pencerahan atau katarsis sehingga mampu memahami dirinya, jika ia berhasil memetik makna dari karya itu bagi dirinya. Dialog dengan karya sastra pada hakikatnya adalah dialog dengan hati nurani karena seni adalah penjelmaan budaya batin suatu bangsa. Kesediaan untuk mau berdialog dengan karya sastra berarti mengapresiasi sastra.
Formalisme yang menjadi subjek pengajaran sastra adalah teori sastra yang membombardir bentuk menjadi seni, tanpa mempedulikan isinya. Sebaliknya, pendidikan sastrayang sasarannya_ apresiasi--tidak terbatas pada bentuk saja karena keindahan mengharuskan adanya harmoni dalam hubungan bentuk dan isi. Jadi, pengajaran sastra hanya berguna sebagai suplemen bagi pendidikan sastra. Pendidikan bukan masalah pemberian pengetahuan, tetapi memberi keteladanan agar si terdidik memiliki kedewasaan jiwa. Sebagai potensi kreatif, sastra punya dunia imajinatif yang akan memindahkan pembacanya ke dunia itu sehingga terjadi fusi horison antara dunia teks dan dunia pembaca.
Akhirnya, perlu digaris bawahi bahwa metode hermeneutik ini mendukung teori resepsi, yaitu teori sastra di mana pembaca sendiri yang hares memberi makna pada karya yang dihadapinya bagi dirinya. Dengan teori resepsi, pengajaran sastra akan dituntut untuk memberi perhatian yang lebih kepada apresiasi sastra."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara
"Makalah ini membahas Fremdheit (keasingan) dan eksotisme Sumatra tahun 1911 yang ditemukan oleh Hermann Hesse dan tertulis pada roman "Aus Indien". Fremdheit dan eksotisme Sumatra muncul dari posisi Hermann Hesse sebagai das Eigene (The Self) yang berasal dari Jerman. Kedua hal ini akan mempengaruhi proses verstehen antara Hermann Hesse dan lingkungan Sumatra sebagai das Fremde (The Other).
Hasil analisis proses verstehen dalam penelitian adalah bergantinya posisi antara das Eigene dengan das Fremde dan bertambahnya cakrawala Hermann Hesse tentang Sumatra. Analisis menggunakan konsep Fremdheit dalam hermeneutik interkultural dan konsep eksotisme dalam wacana poskolonialisme.

The focus of this study is Fremdheit (strangeness) and the exotics of Sumatra in 1911 which was discovered by Hermann Hesse and written on the novel "Aus Indien". Fremdheit and the exotics of Sumatra emerged from Hermann Hesse's position as das Eigene (The Self) who comes from Germany. Both of these will affect the understanding process (verstehen) between Hermann Hesse and Sumatra's environment as das Fremde (The Other).
The results of the analysis in the verstehen (understanding) process are the alternation of position between das Eigene with Sumatra as das Fremde and the expanding of Hermann Hesse's horizon about Sumatra. The analysis uses the concept of Fremdheit in intercultural hermeneutics and exotism concept in postcolonial discourse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Heine, Heinrich, 1797-1856
Munchen : Wilhelm Goldman Verlag, 1957
JER 831.7 HEI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>