Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riski Yulisetianie
"Masa lalu seseorang adalah sebuah proses pembentukan karakter individu. Hal ini terlihat pada karakter fiksi rekaan Thomas Harris, yaitu Hannibal Lecter. Ia telah kehilangan orang tua dan adik tercintanya ketika ia menginjak usia enam tahun. Ia berkembang menjadi anak yang sulit diatur, penyendiri, namun genius. Ketika dewasa, ia menjadi dokter kejiwaan sekaligus ahli forensik yang sukses. Namun di balik itu, ia merupakan orang yang gemar membunuh orang lain dengan sadis dan memakan tubuhnya. la tidak segan menyingkirkan seseorang yang menghalanginya untuk mendapatkan yang ia inginkan. la hanya mengenal dua hal: hal yang membuatnya senang, dan yang tidak. la selalu memilih hal yang pertama. Karakternya yang unik inilah yang hendak dianalisis melalui pendekatan psikoanalisis igmund Freud dan egoisme Max Stirrer. Teori kepribadian Freud menyatakan bahwa terdapat tiga struktur psikis manusia: id, ego, dan superego. Ketiganya bekerja dalam mekanisme yang seimbang. Namun, dalam beberapa kasus, ketiganya tidak dapat bekerja dengan semestinya, sehingga menimbulkan suatu gangguan neurotik atau psikotik. Dalam perspektif Freudian, Lecter merupakan individu dengan ketidakseimbangan psikis yang menyebabkan ia selalu dikuasai oleh dorongan-dorongan id, yaitu selalu bertindak atas dasar kenikmatan. Oleh Freud, hal ini disebut gangguan psikosis. Tindakannya ditentukan oleh hasrat-hasrat. Semua ini merujuk pada dirinya yang egois dan tak peduli pada hal selain dirinya. Bagi Stirner yang hidup sebelum Freud, manusia dipahami sebagai individu yang otonom dengan predikat kepemilikan pribadi. Menurutnya, Yang ilahi adalah urusan Tuhan, yang manusiawi adalah urusan manusia. Urusanku bukanlah yang ilahi dan bukan juga yang manusiawi, bukan juga yang benar, yang baik, yang adil, yang bebas, dan lain-lain ; melainkan milikku belaka. Lecter telah menjadi the owner, memiliki segala hal yang ada dalam kuasanya dan kendalinya. Dengan memiliki, ia akan mendapatkan dan menikmati segala hal yang diinginkannya, karena kepemilikan merupakan keseluruhan keberadaan dan eksistensinya. Dengan menjadi egois, ia telah menemukan dirinya melalui self-reflection sebagai dasar ontologis manusia, dan kemudian mampu mendefinisikan dirinya. Setelah melalui penelitian, Lecter layak disebut sebagai manusia psikotik-egoistik. Hal ini dimaksudkan untuk memberi klasifikasi dan pemahaman baru mengenai mentalitas Hannibal Lecter. Kata Kunci : karakter fiksi; psikoanalisis; teori kepribadian; psikotik; egoisme; egoistik; individualistik"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S16060
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Phillo Dominikus Pius Jacobus Naraha
"Apa dan bagaimana itu jiwa manusia ? Herakletos, mengajak kita menatap ke langit dan melihat pijaran (kobaran) api abadi sambil berkata: ?The soul as fiery in nature: To souls it is death to become water, to water death to become earth, but from earth water is born, and from water soul. Herakletos, jiwa-jiwa makluk dan jiwa manusia dihasilkan dari bahan lain seperti api (abadi itu) yang memiliki dimensi tak terbatas. Sokrates dalam Plato, menegaskan bahwa ?tubuh akan mati (hancur), sementara jiwa terusmenerus dilahirkan kembali (berinkarnasi) dalam tubuh berikutnya?. Aquinas memberi kita pupuk dan air, katanya siram dan rawilah dia, karena ketika tiba saatnya dia akan muncul. Kata Thomas Aquinas; Allah menentukan hukum universal kehidupan yang berlangsung terus dalam proses evolusi manusia, ketika materi (janin) memenuhi syarat-syarat hukum evolusi universal, maka jiwa akan timbul (Immitere). jiwa diletakan dalam materi (tubuh); Matahari pun terbitbersinar di pagi itu dan ia (jiwa) pun muncul. Pertanda kehidupan baru telah di mulai.
Dari tiga gagasan in kata pastikan bahwa Jiwa telah bertanda dalam tubuh manusia. Kemudian Aristoteles member kita spidol dan tali. Ia meminta kita meberi tanda dan menyatukan tiang pagar dengan simpulan tali sehingga menghasilkan areal khusus yang sibatasi pagar. Kemudian kata Arsitoteles bahwa: ?hanya tubuh fisik dikelilingi oleh tubuh lain yang (secara nyata) dalam ruang, karena ruang tubuh adalah defined sebagai batas dalam tubuh yang mengelilinginya? (Teori Ruang). Selanjutnya Thales meminta kita membuat eksperiment agar membuktikan bahwa Apakah benar jiwa kita tetap berada dalam ruang tubuh. Ia memberi kepada kita sebatang besi magnet dan bebrapa jarum. Jarum ditaburkan diseputar besi magnet. Perhatikan apa yang terjadi?!, kemudian Thales mengatakan itulah kekuatan energi jiwamu (teori magnet).
Kini, kita harus memenuhi undangan Sigmund Freud untuk menyaksikan kompentisi perebutan piala drive, yaitu pertandingan gulat antara Id, Superego dan Ego di dalam ring jiwa (Personality Theory). Babak penyisihan pun berakhir, dan entah kenapa salah satu pegulat dijebloskan ke penjara. Maka Platonis memberi kita kunci dan Plato meminta kita ke ruang sel, membuka gemboknya dan melepaskan rantai besi yang membelenggu sang pegulat dan membawa dia keluar dari penjara. Maka jiwa itu telah bebas dan dapat beraktivitas kembali. Seperti kata Platonis (Neoplatonisme): ?Jiwa yang dirantai, rindu untuk melarikan diri dari belenggu tubuh dan kembali ke sumber asalnya?.
Selanjutnya Homer memberi kita kamera dan mengajak menemaninya meliput perang, dengan istruksi: dengarkan dengan cermat apa yang dikatakan oleh perang: "Kematian pahlawan, jiwanya pergi ke Hades...(kata penulis), sedangkan mereka sendiri yang tertinggal di medan perang setelah kematian? (Puisi pengantar ke Illiad). Selanjutnya terdengar suara Plato: jiwa mereka bukan ke Hedes tetapi ke Dunia Kayangan. Para Theolog, membantah; Bukan ke Kayangan tetapi ke Surga kembali ke sang Pencipta. Sementara debat, terdengar pekikan keras dari dunia bawah kematian: Semuanya salah, jiwa mereka kini sementara menuju ke Neraka (Iblis), disanalah tempat keabadian jiwa mereka. Itulah kata Filsuf dan Ilmuan tentang Jiwa manusia dan tentang jiwa mereka.

What and how the human soul? Herakletos, invites us to stare into the sky and see the flame (flame) eternal flame, saying: "The soul as Fiery in nature: To souls it is death to Become water, to water death to Become earth, but from earth water is born, and from water soul. Herakletos, souls and the souls of human beings produced from other materials such as fire (eternal) which has infinite dimension. Socrates in Plato, asserts that "the body will die (destroyed), while the soul continually reborn (reincarnated) in the next body." Aquinas gives us the fertilizer and water, flush and rawilah he said, because when the time comes he will emerge. Thomas Aquinas; God determine the universal law of life that goes on in the process of human evolution, when the material (the fetus) meets the requirements of the law of universal evolution, then the soul will arise (Immitere). soul placed in the material (body); sun was rising, shining in the morning and he (the soul) appeared. A sign of new life has begun.
Of the three ideas in words make sure that the soul has been marked in the human body. Then Aristotle gives us markers and ropes. He asks us to give the stolen signs and fence posts together with a knot the rope so as to produce a special area that sibatasi fence. Then said Arsitoteles that: "only the physical body is surrounded by other bodies which (significantly) in the space, because space is defined as the boundary of the body in the body that surrounds it" (Theory Room). Furthermore, Thales is asking us to make experiments to prove that Is it true that our souls remain in the body space.He gave us an iron bar magnet and miraculous needle. Sown around each magnetic iron needle. Watch what happens ...!, Then Thales said that the power of your soul energy (magnetic theory).
Now, we have to meet Sigmund Freud's invitation to witness the struggles kompentisi cup drive, which is a wrestling match between the Id, Superego and Ego in the ring soul (Personality Theory). Preliminary round was over, and somehow one of the wrestlers thrown in jail. Platonic then gives us the key and Plato asks us to space the cells, open the lock and release the iron chains which bind the wrestler and take him out of jail.Then the soul is freed and can return to work. Like the Platonic word (Neoplatonism): "The soul is chained, longing to escape from the shackles of the body and return to the original source."
Furthermore, Homer gives us a camera and took with him covering the war, with istruksi: listen carefully to what the war: "The death of a hero, his soul went to Hades ... (says the author), while they themselves are left on the battlefield after death" (Poetry preface to the Iliad). Then came the sound of Plato: their soul is not to Hedes but to the World of Heaven. Theologians, denied; not to Heaven but to return to the Creator of Heaven. While the debate, there was a loud shriek from the underworld of death: Everything wrong, while their souls are now headed to Hell (Satan), that's where the immortality of their souls. That said the Philosopher and Scientist of the human soul and of their souls."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29646
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobs, Michael
London: Sage Publications, 2003
150.19 JAC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Prentice-Hall, 1989
300.924 SIG
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Faiqah
"Kajian ini berawal dan dilatarbelakangi dari kekaguman penulis terhadap fenomena mimpi, Penulis melihat permasalahan yang menarik untuk dikaji secara mendalam pada mimpi terutama hal yang berkenaan dengan kedudukan dan fungsi mimpi. Mulai dari yang menganggap mimpi hanya sebagai wangsit, bunga tidur belaka sampai pada para ilmuwan dan peneliti yang sibuk melakukan penelitian dan eksperimentasi empiris untuk menggali dan mengungkap tabir rahasia dibalik mimpi.
Melihat luasnya obyek penelitian yang akan penulis kaji, maka penulis membatasi obyek penelitian ini kepada dua tokoh pemikir besar tentang mimpi yaitu Ibnu Sirin yang berlatar belakang seorang muslim (Dania Timur) dan Sigmund Freud yang berlatar belakang seorang yahudi (Dunia Barat). Kedua orang pemikir ini penulis anggap sangat layak dan sesuai untuk diangkat sebagai obyek, dengan memperhatikan betapa mereka telah melahirkan dan memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar berupa konsep dan teori pemikiran tentang mimpi yang kuat dan berpengaruh luas. Metode yang penulis gunakan dalam kajian penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi pustaka. Sedangkan dalam proses analisis data penulis menggunakan tehnik perbandingan dan deskriptif analisis. Setelah melakukan pengolahan data, penulis menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa tcori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud terdapat beberapa persamaan dan perbedaan.
Persamaan teori mimpi mereka antara lain mengenai hal yang berkenaan dengan metodologi mengutarakan mimpi, Kedua ilmuwan itu menyebutkan bahwa dalam mengutarakan mimpi, seorang penafsir haruslah memberikan perhatian yang penuh, bersungguh-sungguh dan tidak terburu-buru. Kemudian, seorang penafsir harus berusaha mencari tabu semua hal yang berhubungan dengan gambaran atau isi mimpi serta pelaku mimpi secara komprehensif. Kemudian terdapat juga kesamaan tentang kamampuan atau pengetahuan yang harus dikuasai oleh seorang penafsir mimpi. lbnu Sirin dan Sigmund Freud sama-sama menyebutkan bahwa seorang penafsir mimpi harus menguasai ilmu tentang Bahasa. tentang makna kata, derivasi kata, dan kata-kata kiasan maupun pribahasa sehingga mengetahui tentang kondisi dan kebiasaan serta budaya yang berlaku pada masyarakat atau daerah setempat.
Sedangkan perbedaan konsep atau teori mimpi antara Ibnu Sirin dan Sigmund Freud. antara lain terletak pada sumber atau asal mimpi. Ibnu Sirin mengatakan bahwa mimpi itu ada yang berasal dari Allah, setan dan manusia itu sendiri. Sedangkan Freud, sama sekali bahkan terkesan menafikan pesan Tuhan berkaitan dengan sumber atau asal mimpi, ia lebih menekankan tentang fungsi fisik dan psikis manusia sebagai sumber atau isi mimpi. Terdapat perbedaan juga dalam hal simbol mimpi. Simbol-simbol mimpi yang diungkapkan Ibnu Sirin, hampir mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. kecuali simbol-simbol yang berkaitan dengan seks. Hal ini disebabkan. karena lbnu Sirin menganggap mimpi-mimpi yang berhuhungan dengan seks adalah tennasuk mimpi yang kosong dan tidak mempunyai makna. Sehingga simbol-simbol yang munculpun tidak perlu diperhatikan maupun ditakwilkan. Sebaliknva Freud, simbol-simbol yang ia kemukakan, meskipun hanya sedikit, sernuanya merupakan simbol-simbol yang berhubungan dengan seks. Kedua hal inilah yang menjadi perbedaan utama konsep mimpi antara lbnu Sirin dan Sigmund Freud. Disamping perbedaan mendasar lain tentang kedudukan dan fungsi mimpi. Ibnu Sirin mengagap mimpi sebagai bagian dari kenabian dan memiliki nilai ibadah. Sedangkan Freud, sama sekali tidak mengkaitkan mimpi dengan agama apalagi Tuhan.

This study was based on the writer's amazement at the phenomenon of dreams. The writer finds this matter quite interesting to study in some depth, especially the things concerning its importance and function in people's lives. Some people see dreams as they are, but others see them as an illumination. Some scientists and researchers have been occupied with these phenomenons that they have done some empirical research and experiments to reveal the secrets of dreams.
Considering the wide-ranging research object the writer is going to study, the writer will limit her research to the two scientists' views on dreams; they are Ibnu Sirin who was a Moslem coming from the East and Sigmund Freud who was a Jewish coming from the West. The writer finds these two scientists' views quite interesting to study as the object of research, considering these two scientists' amazing concepts and theories has greatly influenced many people. The method the writer uses in this research is through a qualitative approach by using a reference-study method. While in the process of data analysis, the writer uses a comparative technique and descriptive analysis.
After processing the data, the writer came up with a conclusion that there are some similarities and differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams. They had similar ideas on the things concerning the methodology used in revealing the meaning of a dream. The two scientists cited that in revealing the meaning of a dream, a dream foreteller had to use some serious thought and did not do that in haste. Then, the dream foreteller had to try hard to find out all the things concerning the object and the subject of a dream in a comprehensive way. Then, the two scientists also shared the same thought on the skills and knowledge which a dream foreteller must have. Both Ibnu Sirin and Sigmund Freud said that a dream foreteller had to have a wide-ranging knowledge of language and its related aspects. They also said that a foreteller had to have a wide-ranging knowledge of the customs and tradition of a local society or area.
While the differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories of dreams, among others, lied in the source of a dream. Ibnu Sirin said that dreams could come from the God, evils or people. Sigmund Freud, on the other hand, seemed to negate the role of the God as a source of a dream. The latter scientist gave more importance to human physical and psychological function as a source of a dream. They also had different ideas in the symbols of dreams. The symbols of dream stated by Ibnu Sirin, almost covered all the things related to people's lives, except the symbols related to sex. This might be that Ibnu Sirin saw the dreams concerning sex was meaningless, so that there was no need to pay attention to the symbols given. Freud's symbols, on the other hand, were all, even if just a few, related to sex. Those two things are the main differences between Ibnu Sirin and Sigmund Freud's theories on the importance and function of a dream. Ibnu Sirin saw dreams as a part of prophecy and had religious values, while Freud, did not relate dreams to religion, or the God.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Damayanti
"Mimpi merupakan suatu bentuk manifestasi kesadaran dalam kondisi tak-sadar dari mind. Hubungan manifestasi tersebut merupakan representasi dari kesadaran itu sendiri. Memahami kesadaran harus melalui bentuk fenomenal qualia. Hubungan antara mimpi dan qualia tersebut akan dikaji melalui pemahaman interpretasi mimpi dari Sigmund Freud. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk memahami hubungan antara mimpi dan qualia melalui interpretasi mimpi Sigmund Freud tersebut. Melalui metode analisis sintetis dan interpretasi dapat diungkapkan bahwa mimpi merupakan kualitas dari kesadaran.

Dream is a manifestation of the conscious in the unconscious state of the mind. The relation of the manifestation is a representation from the consciousness itself. To understand the conscious, we must take the phenomenal qualia. The relation between dream and qualia can be explained through interpretation of dream from Sigmund Freud. The goal of this thesis is to understand the relation between dream and qualia through the interpretation of dream from Sigmund Freud. Synthetic analytic and interpretation method are used as the explanation of the dream as the quality of the consciousness."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42911
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Gramedia, 2006
150.195 PSI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : The Modern Library, 1938
150.19 BAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2016
150.195 PSI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
London: The Hogarth Press , 1953
131.34 CIV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>