Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157773 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ary Sulistyo
"Penelitian ini berfokus pada situs-situs megalitik yang berada di sub DAS Klawing, karena daerah DAS ini dekat dengan Gunung Slemat di bagian tenggara. Temuan-temuan tersebut tersebar di wilayah administrasi di Kecamatan Karangreja, Kecamatan Bobotsari, Kecamatan Mrebet dan sebagian Kecamatan Karanganyar. Penelitian ini tersebar di 4 kecamatan.Situs-situs megalitik di DAS Klawing Purbalingga atau di lereng Gunung Slamet hanya menunjukan karakter situs campuran antara pemujaan dan penguburan, situs pemujaan dan situs-situs objek tunggal..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11502
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
"Watu Kandang adalah nama yang diberikan oleh masyarakat setempat untuk satu susunan batu berbentuk empat persegi panjang atau rectangular encloser of stones. Watu Kandang tersebut ditemukan secara berkelompok di beberapa lokasi atau situs yang tersebar di wilayah Kecamatan Tawangmangu dan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Oleh Soejono monumen tersebut diklasifikasikan dalam peninggalan dari tradisi megalitik, tetapi hingga saat ini secara tegas belum dapat dijelaskan apa fungsi Watu Kandang.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelian ini mencakup daerah yang lebih luas dari situs-situs Watu Kandang, selain data berupa beberapa situs Watu Kandang, akan ditemukan variabel lain seperti lingkungan dan artefak lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa situs Watu Kandang adalah sebuah situs kubur, sedang pemukiman masyarakat yang mendirikannya terletak relatif tidak jauh dari situs Watu Kandang, yaitu ditandai dengan faktor-faktor lingkungan yang mendukungnya serta kepadatan temuan gerabah, dan punden. Salah satu keunikan dari Watu Kandang ini adalah arah hadap monumen tersebut yang tidak berkiblat pada puncak gunung, tetapi pada arah munculnya matahari. Lebih jauh dapat diketahui bahwa Watu Kandang tersebut dibangun pada satu musim tertentu. Selanjutnya Watu Kandang merupakan kubur primer atau sekunder perlu penelitian yang lebih mendalam.

Watu Kandang is addressed to rectangular encloser of stones which is given by the local people. They are found in clusters and the sites are spread out all over Tawang-mangu and Matesih district in the Karanganyar regency of central Java. R.P. Soejono said that these monuments are classified from the megalithic tradition but explanation about the function of Watu Kandang are as of yet exactly unknown.
The research by this writer ,in the Watu Kandang sites is different from any other research that has been done before. This research was conducted not only at the Watu Kandang location, but also in the surrounding area. The writer will include information on variables such as the environment and additional artifacts.
The research concluded that Watu Kandang is a tomb and a settlement is not too far from this burial site. This is indicated by environmental factors, potsherd density and punden (sacrificial place). The spatial orientation of Watu Kandang is of interest because it is not directed towards the top of the mountain (mount Lawu) but rather towards the place where the sun rises. The data gives information about when Watu Kandang was built. Finally research on whether Watu Kandang is a primary or secondary burial sites is very important and will be disscussed in further study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Sujud Purnawan Jati
"Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, penelitian arkeologi di Jawa Timur, khususnya untuk situs prasejarah telah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian pada saat itu. Pada tahap awal tampaknya perhatian penelitian lebih banyak dicurahkan pada tujuan untuk menemukan benda-benda arkeologi berupa artefak. Sementara itu kegiatan yang banyak dilakukan berupa pendokumentasian, kegiatan inventarisasi, pembahasan yang berorientasi pada artefak (artifact-oriented), dan beberapa upaya untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lampau.
Kegiatan penelitian di wilayah ini pada dua dasawarsa terakhir telah meningkat jumlahnya, dan telah terjadi pergeseran perhatian dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs dan bahkan kawasan. Namun demikian penelitian tersebut belum mencakup seluruh aspek yang terkait, misalnya aspek lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena berbicara perkara kehidupan manusia dan budayanya, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain seperti lingkungan alam. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi baik dalam dimensi ruang maupun waktu (Soejano 1987:37).
Sejak masa lalu manusia telah memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari bukti-bukti arkeologi yang diperoleh, baik yang berbentuk artefak (artefact), ekofak (ecafact), fitur (feature), dan situs (site). Namun disadari bahwa bukti-bukti arkeologi yang sampai kepada kita memiliki keterbatasan baik kuantitas maupun kualitas (Mundardjito 1986:42). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskan kehidupan manusia masa lalu tidak hanya dibutuhkan pengkajian atas artefak semata-mata, tetapi pengkajian yang luas atas tinggalan arkeologi, tidak saja pada hanya satu situs, namun tinggalan arkeologi dalam Skala ruang yang lebih luas, yaitu benda-benda arkeologi dan situs-situs yang tersebar dalam wilayah atau kawasan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang makro, yaitu pendekatan kawasan disertai dengan kesadaran yang tinggi akan keterkaitan antar situs, baik secara ekologis, geografis maupun fungsional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasanuddin
"Kabupaten Nias merupakan suatu pulau yang terletak di pantai barat Sumatra. Sebagian besar daerah ini terdiri atas dataran-dataran rendah dan pegunungan kapur yang tingginya bervariasi. Peninggalan megalitik dalam berbagai bentuknya ditemukan pada ketinggian antara 100 - 800 meter dari permukaan laut, tersebar di Nias Selatan, Tengah, Barat, dan sebagian kecil di Nias Utara. Fokus penelitian ini mencakup Nias Selatan dan telah ditetapkan sebanyak lima situs. Bentuk-bentuk peninggalan megalitik yang ditemukan pada kelima situs tersebut seperti batu tegak (hehu), tempat duduk dari batu (osa-osa dan neogadi), meja batu (harefa) serta tempat persidangan (areosali). Keseluruhan bentuk peninggalan itu memperlihatkan bentuk yang spesifik dan tidak ditemukan di daerah lain di Nias. Kelima situs yang diteliti memperlihatkan keseragaman pola dalam hal bentuk, tata letak dan orientasi situs yang sama. Analisis yang digunakan meliputi analisis bentuk dan kontekstual serta dipadukan dengan studi etnografi terhadap daerah yang masih mempertahankan tradisi lamanya seperti Bawomataluwo dan Lolowa'u (Nias Selatan) Berta Mandrehe (Nias Tengah). Hasil analisis menunjukkan susunan keletakan benda yang teratur dan berteras. Masing-masing benda memiliki fungsi namun secara keseluruhan terikat oleh suatu sistem norma yang disepakati dalam masyarakat. Keseragaman pola mencerminkan aturan dan kesepakatan sosial dalam upacara pesta adat (owasa). Aspek budaya yang tercermin dalam pelaksanaan pesta (owasa) turut memberi wujud pada budaya materi yang dihasilkan, terutama peninggalan megalitik. Peninggalan megalitik di Nias Selatan erat kaitannya dengan pesta adat (owasa), sebab benda-benda tersebut tidak dapat dibangun sebelum diselenggarakan pesta. Tujuan pendirian megalit selain berkaitan dengan pesta pengukuhan stataus sosial juga sebagai tanda peringatan meninggalnya leluhur mereka. Studi etnografi menunjukkan bahwa situs-situs di Nias Selatan selain sebagai situs upacara (baik berkaitan dengan kemasyarakatan maupun religi) dan juga situs permukiman. Bentuk upacara dilaksanakan dengan mengerahkan orang dalam jumlah yang banyak dan turut dikorbankan puluhan hingga ralusan ekor babi.

Nias Regency is an island located on the west coast of Sumatra. Most of this area consists of lowlands and limestone mountains of varying heights. Megalithic relics in various forms are found at altitudes between 100 - 800 meters above sea level, spread across South, Central, West Nias, and a small part in North Nias. The focus of this research covers South Nias and has been determined as many as five sites. The forms of megalithic relics found at the five sites are upright stones (hehu), stone seats (osa-osa and neogadi), stone tables (harefa) and court places (areosali). All forms of these relics show specific forms and are not found in other areas in Nias. The five sites studied show uniform patterns in terms of the shape, layout and orientation of the same site. The analysis used includes form and contextual analysis and is combined with ethnographic studies of areas that still maintain their old traditions such as Bawomataluwo and Lolowa'u (South Nias) Berta Mandrehe (Central Nias). The results of the analysis show the arrangement of objects in a regular and terraced manner. Each object has a function but overall is bound by a system of norms agreed upon in society. The uniformity of the pattern reflects the rules and social agreements in the traditional party ceremony (owasa). The cultural aspects reflected in the implementation of the party (owasa) also give form to the material culture produced, especially megalithic relics. Megalithic relics in South Nias are closely related to the traditional party (owasa), because these objects cannot be built before the party is held. The purpose of establishing megaliths is not only related to the party to confirm social status but also as a sign of commemoration of the death of their ancestors. Ethnographic studies show that the sites in South Nias are not only ceremonial sites (both related to society and religion) but also settlement sites. The form of the ceremony is carried out by mobilizing people in large numbers and dozens to hundreds of pigs are also sacrificed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T2967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Lufpi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T4093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lake area , such as Klakah , Ranu Gedang and Ranu Segaran , is the past settlements area which occupied by people since the neolithic period which were marked by the use of square pickaxe artifact. Activity in ranu region continu until the next period which is characterized by the existence of megalithics monuments, the remains of on old temple, and tomb from the early days of the entry of Islam, even now, the location of ancient settlements are still used as a residential location."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syahruddin Mansyur
"This study was conducted at three sites; Bukit Amaiha, Bukit Wawani, and Bukit Kapahaha. These sites had correlation in settlement, traditional defense and megalithic sites. The result shows that the dolmen is a product of megalithic culture found on traditional defense sites on the island of Ambon. The influence on megalithic culture on traditional defense sites caused by the strong megaliths concept in the early colonial period in Maluku. Megalithic concept in Bukit largest Amaiha related to people effort to maintain the social status of their leader. On the other hand, it also related to their effort to gain cosmological legitimacy between leaders and community at Bukit Wawani.
"
Balai Arkeologi Ambon, 2016
930 ARKEO 36:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>