Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alham Ganjaro Harib
"Area-area megalitik di situs Hiligoe, desa Sisarabili I, kecamatan Mandrehe, kabupaten Nias memiliki 2 tipe. tipe yang pertama memiliki bentuk kepala persegi, dengan perhiasan kepala berbentuk mahkota yang pada bagian alasnya terdapat pahatan kerucut yang menonjol keluar. Bentuk mata elips horisontal dan telinga berbentuk besar_ memanjang, dengan mengenakan perhiasan anting. Leher berbentuk silinder (tabung) yang terletak tidak sejajar (lebih kecil) dengan rahang. Pada bagian ini terdapat perhiasan berupa kalung (kalabubu) dengan ragam hias garis diagonal menyerupai tambang. Penggarapan detail badan sudah tampak, hal ini terlihat dari adanya pahatan puting susu dan pahatan benda masif berbentuk silinder di dadanya, serta pada bagian perutnya terdapat pahatan keris. Tipe yang kedua memiliki bentuk kepala elips vertikal dengan mengenakan perhiasan kepala berupa gelungan. Bentuk mata garis melingkar dan telinga berbentuk membulat setengah lingkaran (daun telinga gajah), tanpa mengenakan perhiasan anting. Leher berbentuk silinder (tabung) yang terletak sejajar dengan rahang. Pada bagian ini tidak terdapat perhiasan kalung (kalabubu). Penggarapan badan belum detail, hal ini dapat dilihat dari adanya goresan berbentuk keris yang hanya digarap dengan teknik gores (bukan pahatan). Penentuan tipologi ini berdasarkan beberapa atribut yang telah ditetapkan seperti bentuk kepala, perhiasan kepala, bentuk mata, bentuk telinga, bentuk perhiasan telinga, bentuk leher, perhiasan leher, bagian tubuh yang dipahatkan pada area, serta perhiasan/benda masif yang menempel pada dada dan perut. Situs ini sudah tidak lagi menjadi situs tradisi megalitik yang masih berlanjut (living megalithic). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat terlihat bahwa bangunan dan kondisi lingkungan sekitar situs megalitik ini yang sudah tidak terawat. Hal ini diperkuat dengan pendapat seorang pastur yang bernama P. Johannes Maria Hammele OFMCap dalam karangannya yang berjudul Asal Usul Masyarakat Nias, Suatu Interpretasi, bahwa semenjak datangnya bangsa Belanda yang membawa pengaruh masuknya agarna Kristen Protestan ke Pulau Nias pada abad ke-20, mayoritas penduduk desa Sisarabili I, kecamatan Mandrehe, kabupaten Nias Utara, menganut agama Kristen Protestan. Kepercayaan dan tradisi megalitik saat ini hanya dipegang teguh oleh tokoh (pemuka adat) dan orang-orang yang dituakan saja"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasanuddin
"Kabupaten Nias merupakan suatu pulau yang terletak di pantai barat Sumatra. Sebagian besar daerah ini terdiri atas dataran-dataran rendah dan pegunungan kapur yang tingginya bervariasi. Peninggalan megalitik dalam berbagai bentuknya ditemukan pada ketinggian antara 100 - 800 meter dari permukaan laut, tersebar di Nias Selatan, Tengah, Barat, dan sebagian kecil di Nias Utara. Fokus penelitian ini mencakup Nias Selatan dan telah ditetapkan sebanyak lima situs. Bentuk-bentuk peninggalan megalitik yang ditemukan pada kelima situs tersebut seperti batu tegak (hehu), tempat duduk dari batu (osa-osa dan neogadi), meja batu (harefa) serta tempat persidangan (areosali). Keseluruhan bentuk peninggalan itu memperlihatkan bentuk yang spesifik dan tidak ditemukan di daerah lain di Nias. Kelima situs yang diteliti memperlihatkan keseragaman pola dalam hal bentuk, tata letak dan orientasi situs yang sama. Analisis yang digunakan meliputi analisis bentuk dan kontekstual serta dipadukan dengan studi etnografi terhadap daerah yang masih mempertahankan tradisi lamanya seperti Bawomataluwo dan Lolowa'u (Nias Selatan) Berta Mandrehe (Nias Tengah). Hasil analisis menunjukkan susunan keletakan benda yang teratur dan berteras. Masing-masing benda memiliki fungsi namun secara keseluruhan terikat oleh suatu sistem norma yang disepakati dalam masyarakat. Keseragaman pola mencerminkan aturan dan kesepakatan sosial dalam upacara pesta adat (owasa). Aspek budaya yang tercermin dalam pelaksanaan pesta (owasa) turut memberi wujud pada budaya materi yang dihasilkan, terutama peninggalan megalitik. Peninggalan megalitik di Nias Selatan erat kaitannya dengan pesta adat (owasa), sebab benda-benda tersebut tidak dapat dibangun sebelum diselenggarakan pesta. Tujuan pendirian megalit selain berkaitan dengan pesta pengukuhan stataus sosial juga sebagai tanda peringatan meninggalnya leluhur mereka. Studi etnografi menunjukkan bahwa situs-situs di Nias Selatan selain sebagai situs upacara (baik berkaitan dengan kemasyarakatan maupun religi) dan juga situs permukiman. Bentuk upacara dilaksanakan dengan mengerahkan orang dalam jumlah yang banyak dan turut dikorbankan puluhan hingga ralusan ekor babi.

Nias Regency is an island located on the west coast of Sumatra. Most of this area consists of lowlands and limestone mountains of varying heights. Megalithic relics in various forms are found at altitudes between 100 - 800 meters above sea level, spread across South, Central, West Nias, and a small part in North Nias. The focus of this research covers South Nias and has been determined as many as five sites. The forms of megalithic relics found at the five sites are upright stones (hehu), stone seats (osa-osa and neogadi), stone tables (harefa) and court places (areosali). All forms of these relics show specific forms and are not found in other areas in Nias. The five sites studied show uniform patterns in terms of the shape, layout and orientation of the same site. The analysis used includes form and contextual analysis and is combined with ethnographic studies of areas that still maintain their old traditions such as Bawomataluwo and Lolowa'u (South Nias) Berta Mandrehe (Central Nias). The results of the analysis show the arrangement of objects in a regular and terraced manner. Each object has a function but overall is bound by a system of norms agreed upon in society. The uniformity of the pattern reflects the rules and social agreements in the traditional party ceremony (owasa). The cultural aspects reflected in the implementation of the party (owasa) also give form to the material culture produced, especially megalithic relics. Megalithic relics in South Nias are closely related to the traditional party (owasa), because these objects cannot be built before the party is held. The purpose of establishing megaliths is not only related to the party to confirm social status but also as a sign of commemoration of the death of their ancestors. Ethnographic studies show that the sites in South Nias are not only ceremonial sites (both related to society and religion) but also settlement sites. The form of the ceremony is carried out by mobilizing people in large numbers and dozens to hundreds of pigs are also sacrificed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T2967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryadita Utama
"Sebuah penelitian yang difokuskan untuk mengindenfikasi keperbakalaan Punden Rajarsi dan Curug Ciangsana sebagai bangunan peninggalan tradisi megalitik. Kepurbakalaan ini ada di Desa Sukaresmi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dimana pada kedua lokasi penelitian ditemukan sejumlah monumen batu yang berciri tradisi megalitik..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11411
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Lestari Moerdijat
"Peti1asan Batur Agung di desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng kabupaten Banyumas adalah sebuah tempat yang dikeramatkan serta dijadikan ajang ziarach dan semadi oleh penduduk setempat. Petilasan tersebut berupa sebuah areal terbuka ditengah hutan yang mempunyai bentuk bertingkat-tingkat di lengkapi jalan batu menuju ketempat tersebut, serta dipenuhi berbagai benda dari batu seperti tiang batu, batu pipih datar, batu pipih berdiri, batu berlubang tengah, area batu. Hentuk petilasan serta benda-benda yang ada di dalamnya, mempunyai persamaan dengan bentuk bangunan/benda tradisi megalitik. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) melihat adanya persamaan antara bangunan/benda yang terdapat di petilasan Batur Agung dengan benda-benda peninggalan tradisi megalitik, penelitian dilakukan untuk dapat mengetahui identifikasi petilasan dan Benda-bendanya. (2) mengingat petilasan Batur Agung masih di keramatkan dan terdapat kegiatan religius di tempat tersebut, penelitian ini bertujuan juga melihat bagaimana konsepsi kepercayaan pada kegiatan religius yang berlangsung di tempat ini pada masa sekarang. Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendaki adalah (a) pengumpul an data, (b) pengolahan data, dan (c) penafsiran data. Pada tahap pertama, dilakukan pengumpulan data baik berupa data lapangan maupun data pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Pada tahap kedua, dilakukan analisis terhadap data lapangan yang telah dikumpukan. Pada tahap ini, dilakukan analogi antara bangunan/benda yang di temukan di Batur Agung dengan bangunan/benda yang tradisi megalitik yang diketahui. Analisis ini dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan bangunan/benda yang di temukan. Pada tahap ini dilakukan pula tinjaLran terhadap data etnografi yang ada. Pada tahap ketiga yaitu tahap yang terakhir, dibuat satu rangkuman dari kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Dari penelitian ini, terdapat kesimpulan sebagai berikut (1) Petilasan Batur Agung adalah kompleks besar dengan bangunan berundak sebagai bangunan utamanya, serta sebuah areal kecil di luarnya. Kompleks ini dilengkapi oleh dua buah jalan bath menuju bangunan berundak; disamping itu terdapat pula sebuah susunan batu temu gelang diantara areal kecil di luar bangunan berundak dan areal kecil yang ada. Ditemukan pula sejumlah benda peninggalan tradisi megalitik seperti menhir, lesung batu, area megalitik, pelinggih,'altar batu, dan susunan batu. (2) meskipun belum dilakukan satu penelitian untuk melihat apakah bentuk kegiatan religius di Batur Agung adalah living megalithic tradition, namun keberadan petilasan sebagai sebuah living monument dapat dilihat jelas, dimana dari perilaku para pendukungnya saat ini masih memperlihatkan adanya konsepsi tradisi megalitik yang melatarbelakangi seluruh kegiatan yang berlangsung di tempest tersebut. Penelitian ini adalah sebuah penelitian pendahuluan, sebab itu kesimpulan yang dicapai masih bersifat sementara dan diperlukan penelitian lebih mendalam untuk menguji kebenarannya serta mengungkapkan jawaban atas seluruh permasalahan yang lebih luas jangkauannya dari pada penelitian ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S11890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Lufpi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T4093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwandi
"Situs Mejan Tinggi terletak di desa Talago Gunung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Situs Mejan Tinggi mempunyai keanehan jika dibandingkan dengan situs makam kuno Islam lainnya di Kabupaten Tanah Datar. Nisan-nisan di situs ini didirikan satu buah saja setiap kubur, berbeda dengan situs-situs lain di Kabupaten Tanah Datar yang mempunyai dua nisan dibagian kepala dan kaki pada setiap kubur.
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa nisan-nisan di situs Mejan Tinggi jauh Iebih sederhana dari nisan-nisan di situs-situs makam kuiro Islam lainnya di Kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini jnga mengungkapkan bahwa telah terjadinya proses kelanjutan budaya tradisi megalitik ke Islam yang ditandai dengan adanya kelanjutan fungsi dan bentuk-bentuk menhir ke nisan di situs-titus makam kuno Islam dan situs Mejan Tinggi di Kabupaten Tanah Datar. Selanjutnya penelitian ini juga mengiidentifikasi bahwa sesungguhnya telah terjadi proses a less extreme a culturation di Pedalaman Sumatera Barat ketika Islam memasuki daerah ini dengan damai.
Situs ini diperkirakan telah muncul pada kitaran masa kitaran akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pada masa-masa transisi, ketika budaya tradisi megalitik masih berpengaruh kuat di daerah setempat dan Islam telah memasyarakat di dalam kalangan pehduduk desa Talago Gunung."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Try Apriliasih Sukmawati
"Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, nyaman, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat, martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan masyarakat. Jaminan setiap warga negara untuk menempati, menikmati dan memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang idealdiselenggarakan oleh pemerintah dan lembaga lainnya yang berwenang. Kementerian PUPR memiliki target prioritas dalam penyelenggaraan rumah khusus masyarakat yang tinggal di pulau terluar, daerah terpencil dan tertinggal. Pada tahun anggaran 2021 program rumah khusus dilaksanakan di Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara. Rumah khusus ini dibangun sebanyak 20 unit dan diperuntukkan bagi nelayan sebagai penerima manfaat. Metode perancangan rumah khusus ini menggunakan konsep arsitektur pragmatik yang dapat menghasilkan desain bangunan yang sederhana juga fungsional terhadap seluruh aktivitas pengguna dari segi aspek pelayanan, kemudahan, kenyamanan, keamanan, keselamatan hingga kecukupan ruang pengguna di dalamnya. Rumah khusus dibangun menggunakan tipe deret 36 kopel dengan strukturnya menggunakan panel RISHA. Panel struktur ini telah dirancang tahan gempa dan diharapkan sekaligus dapat menjawab tantangan percepatan progres konstruksi."
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum , 2022
690 MBA 57:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rauf Andar Adipati
"Temuan batu di situs Gua Togi Ndrawa merupakan hasil ekskavasi di situs tersebut yang dilakukan pada tahun 2004. Pada ekskavasi ini dibuka dua kotak Bali yaitu C6 dan E6. Kotak C6 memiliki 375 buah temuan batu, sedangkan kotak E6 memiliki 498 buah temuan batu. Permasalahan yang diajukan pada penelitian ini berkaitan dengan tipologi dan pemanfaatan sumber daya batuan. Proses selanjutnya memperlihatkan bahwa kebanyakan temuan batu di situs ini merupakan temuan non alat. Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah analisis khusus. Langkah awal dilakukan dengan mengelompokan temuan batu berdasarkan kotak gali, unit kedalaman lapisan tanah, jenis batuan, kisaran ukuran, dan korteks. Dari temuan batu ini disusun pula tipologi. Penentuan tipologi bukan didasarkan pada fungsi, namun dilakukan atas dasar pengamatan terhadap bentuk, ciri-ciri morfologi, bekas buat, dan bekas pakai. Terdapat enam tipe batuan, yaitu sempalan, perkutor, runtuhan, serpih, batu inti, dan manuport. Tipe runtuhan merupakan temuan batu yang paling banyak ditemukan. namun karena tipe ini tidak terkait dengan teknologi alat batu maka tidak dilakukan analisis lebih lanjut terhadapnya. Tipe yang terkait dengan teknologi alat batu adalah sempalan, serpih, dan perkutor. Temuan perkutor sebanyak 7 buah dan serpih sebanyak 24 buah memang bukan merupakan jumlah yang signifikan dalam melihat proses teknologi. Namun dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di situs ini pernah terjadi proses pemakaian alat batu. Kemungkinan hal yang mendasari minimnya temuan batu yang termasuk alat adalah pembukaan kotak gali yang masih sedikit. Selain itu dari temuan yang diperoleh dapat diprediksi bahwa kemungkinan pada bagian gua yang lain terdapat temuan batu yang memiliki lebih banyak ciri-ciri alat. Namun demikian, karena pada situs ini tidak tercipta suatu pola umum alat batu maka kemungkinan alat batu yang ditemukan tidak menunjukkan bentuk-bentuk khusus yang dapat dipakai untuk membedakan antara fungsi alat yang satu dengan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
"Watu Kandang adalah nama yang diberikan oleh masyarakat setempat untuk satu susunan batu berbentuk empat persegi panjang atau rectangular encloser of stones. Watu Kandang tersebut ditemukan secara berkelompok di beberapa lokasi atau situs yang tersebar di wilayah Kecamatan Tawangmangu dan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Oleh Soejono monumen tersebut diklasifikasikan dalam peninggalan dari tradisi megalitik, tetapi hingga saat ini secara tegas belum dapat dijelaskan apa fungsi Watu Kandang.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelian ini mencakup daerah yang lebih luas dari situs-situs Watu Kandang, selain data berupa beberapa situs Watu Kandang, akan ditemukan variabel lain seperti lingkungan dan artefak lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa situs Watu Kandang adalah sebuah situs kubur, sedang pemukiman masyarakat yang mendirikannya terletak relatif tidak jauh dari situs Watu Kandang, yaitu ditandai dengan faktor-faktor lingkungan yang mendukungnya serta kepadatan temuan gerabah, dan punden. Salah satu keunikan dari Watu Kandang ini adalah arah hadap monumen tersebut yang tidak berkiblat pada puncak gunung, tetapi pada arah munculnya matahari. Lebih jauh dapat diketahui bahwa Watu Kandang tersebut dibangun pada satu musim tertentu. Selanjutnya Watu Kandang merupakan kubur primer atau sekunder perlu penelitian yang lebih mendalam.

Watu Kandang is addressed to rectangular encloser of stones which is given by the local people. They are found in clusters and the sites are spread out all over Tawang-mangu and Matesih district in the Karanganyar regency of central Java. R.P. Soejono said that these monuments are classified from the megalithic tradition but explanation about the function of Watu Kandang are as of yet exactly unknown.
The research by this writer ,in the Watu Kandang sites is different from any other research that has been done before. This research was conducted not only at the Watu Kandang location, but also in the surrounding area. The writer will include information on variables such as the environment and additional artifacts.
The research concluded that Watu Kandang is a tomb and a settlement is not too far from this burial site. This is indicated by environmental factors, potsherd density and punden (sacrificial place). The spatial orientation of Watu Kandang is of interest because it is not directed towards the top of the mountain (mount Lawu) but rather towards the place where the sun rises. The data gives information about when Watu Kandang was built. Finally research on whether Watu Kandang is a primary or secondary burial sites is very important and will be disscussed in further study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>