Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulaika Soraya Rossa
"Remaja saat ini semakin jauh dari budaya membaca. Perkembangan teknologi membuat segala sesuatunya menjadikan kepribadian remaja yang menginginkan segala sesuatunya dengan mudah. Fakta yang ada adalah dengan membaca manusia mendapatkan pengalaman dan pemahaman mengenai yang terjadi di dunia. Dalam penelitian mengenai Kebiasaan Membaca, yang mengambil sampel penelitian di Sekolah Menengah Umum Negeri 70 Jakarta, sebagai salah satu sekolah plus di DKI Jakarta, menggunakan tipe penelitian deskriptif dan metode survey, dengan membagikan kuesioner kepada 200 orang siswa yang telah terpilih sebagai sampel. Hasil penelitian yang diperoleh secara umum menunjukkan kebiasaan membaca siswa SMUN 70 Jakarta cenderung positif. Sebagian besar siswa yang terpilih sebagai sampel dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan lebih luas dengan membaca. Memerlukan waktu 1 sampai 2 jam untuk membaca harnpir setiap harinya, kebiasaan membaca seperti ini dapat mengasah kemampuan berpikir. Dua aspek kategori besar yang diteliti adalah faktor internal dan faktor eksternal yang berkaitan dengan identitas siswa dan kegiatan siswa. Identitas siswa terdiri dari kelas-jurusan, umur, dan jenis kelamin. Kegiatan siswa dilihat dari kebiasaan membaca siswa terkait dengan alasan membaca, waktu yang dipergunakan untuk membaca, keinginan untuk membaca, penggunaan waktu luang baik di sekolah maupun di rumah, topik yang disukai, hobi, pemanfaatan uang saku, pemberian hadiah, dan cara mendapatkan bahan bacaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S15582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Dwiyanti
"ABSTRAK
Collaborative learning/CL sebagai suatu metode pengajaran alternatif, diyakini bisa
membawa perubahan bagi falsafah pengajaran tradisional yang masih dianut di
Indonesia saat ini. Ciri pengajaran tradisional yang bertumpu pada pusat otoritas guru
dalam kelas, banyak mengakibatkan situasi berharga yang bisa dipetik siswa di kelas,
menjadi begitu saja terlewatkan dan bahkan pada akhirnya hanya menjadikan siswa
bersikap pasif pada proses pembelajaran dirinya sendiri (Harris & Graham, 1994;
Hewitt & Scardamalia, 1995).
Metode CL dibangun melalui pendekatan belajar yang mendefinisikan belajar sebagai
proses konstruksi pengetahuan, penggunaan pengetahuan terdahulu dan selalu terkait
dengan situasi (Resnick, 1989), sehingga implikasinya adalah harus ada kegiatan aktif
dalam proses belajar. Dengan demikian dalam kelas CL guru diminta untuk berbagi
otoritas dengan siswa, saling memberikan pengalaman dan pengetahuan bersama
menetapkan pilihan tugas dan menyelesaikannya secara bersama (Tinzmann, dkk.,
1990)
Aktivitas kelas yang demikian, didominasi oleh keadaan saling berbagi, yang akan
berimplikasi pada penggunaan alat dan kegiatan bersama. Kenyataan ini hanya bisa
sampai pada tujuan yang ditetapkan hanya bila ada pemahaman bersama (shared
understanding) mengenai tugas (Traum, 1996). Tercapainya pemahaman bersama
dalam CL dapat terlihat dari mekanisme social grounding/ SG (Dillenbourg &
Schneider, 1993). SG adalah proses dimana dua orang yang berdiskusi berusaha
mengelaborasi keyakinan bersarna (mutual belief) bahwa salah satu rekan diskusinya
telah memahami apa yang disampaikan pembicara SG terlihat dalam setiap unit
percakapan dimana masing-masing pembicara secara terus menerus berkoordinasi
untuk tetap ?terhubung? dengan ini pembicaraan, dengan cara menunjukkan bukti-
bukti yang dapat memandu pembicara mengetahui bahwa lawan bicaranya telah
memahami ucapannya.

Dalam aktivitas CL, komunikasi yang terjadi adalah hasil aktivitas kolektif yang
memerlukan tindakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu grounding menjadi penting
artinya untuk melihat bahwa tiap anggota tetap berada di jalur yang sama. Selain itu,
shared understanding ini adalah kondisi yang dibutuhkan agar aktivitas CL berjalan,
karena kita tidak mungkin berasumsi bahwa kelompok rnemang berkolaborasi, bila
setiap anggota tidak mengerti apa yang dikolaborasikan. Dari pemikiran ini, maka
peneliti ingin memperoleh gambaran bagaimana social grounding yang terjadi pada
sekelompok siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan collaborative learning.
Grounding dalam percakapan dapat dilihat melalui model kontribusi yang
dikemukakan oleh Clark dan Schaefer (dalam Clark & Brennan, 1991). Dalam model
ini, setiap kalirnat dianalisa dengan melihat bukti-bukti grounding, seperti relevant
next turn, continued attention, gelengan kepala atau dari teknik yang digunakan,
seperti menunjuk sesuatu, memberikan deskripsi alternatif dan sebagainya. Analisis
yang dilakukan dari tiap kalimat yang ada, dikenal dengan analisis percakapan
(conversation analysis) yang dikemukakan Schegloff (1991).
Untuk melihat gambaran social grounding, maka satu kelompok (terdiri dari 5 orang
siswa) berdiskusi mengenai suatu tugas (materi AIDS), dan direkam secara audio-
video selama kegiatan berlangsung. Penelitian yang dilakukan selama 8 kali sesi
diskusi, menghasilkan 8 buah transkrip percakapan, dengan total kalimat/giliran
bicara sebanyak 6452 buah. Selain itu penelitian ini menunjukkan juga bahwa dalam
kelompok terjadi grounding dengan persentase yang cukup tinggi (88,8%). Hal ini
dikuatkan dengan bukti-bukti positif bahwa siswa memiliki pemahaman dengan isi
diskusi.
Beberapa saran bisa diberikan untuk penelitian ini, bila guru ingin menerapkan CL
dalam kegiatan belajarnya, maka ia harus memainkan peran sebagai mediator yang
terus memantau jalannya diskusi yang rnemastikan siswa tetap terkoordinasi. Saran
lain yang dapat diberikan antara lain perumusan tujuan yang lebih jelas, pengaturan
jadwal kegiatan yang lebih lama namun dalarn frekuensi 1 kali saja dalam seminggu.
Selain itu, penulisan transkrip harus lebih mengikuti kaidah penulisan yang baku, dan
perlu untuk menonton kembali rekaman video nntuk melihat kalimat-kalimat yang
tidak bisa diidentifikasi dan sekaligus untuk mernperkaya observasi."
1998
S2756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Jasmine
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap program Bimbingan Konseling (BK) Karir dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 3 di Jakarta. Pengukuran persepsi siswa terhadap BK Karir dikembangkan berdasarkan Tujuan BK Karir pada Permendikbud No. 111 Tahun 2014 dan terbagi ke dalam dua aspek yaitu kurikulum BK Karir dan Guru BK. Pengukuran adaptabilitas karir diukur menggunakan Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) yang disesuaikan untuk anak SMA. Partisipan berjumlah 272 siswa SMA yang berasal dari sekolah negeri dan swasta.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa dengan adaptabilitas karir (r = 0,144; p = 0,009; signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya semakin tinggi peran BK Karir yang dipersepsi positif oleh siswa, maka semakin tinggi adaptabilitas karirnya. Selain itu, penelitian juga membuktikan bahwa kurikulum karir memiliki koefisien korelasi lebih besar daripada guru BK. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan program bimbingan konseling karir di sekolah mampu meningkatkan kualitas kurikulum BK Karir dan guru BK agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memutuskan karir selepas SMA.

This research was conducted to find the correlation between student perception toward Career Counseling program and career adaptability among 3rd grader students in Senior High School in Jakarta. Students? perception in Career Counseling was measured by adapting The Vision of School Counseling Program which stated in Permendikbud No. 111 Tahun 2014 and divided into two aspects which are career curriculum and teacher. Meanwhile career adaptability was measured by Skala Adaptabilitas Karir (Indianti, 2015) which adjusted to high school students. Number of participants in this research was 272 students came from public and private senior high school in Jakarta.
Result of this research shown that career counseling which is perceived positively by students has a correlation with career adaptability (r = 0,144; p = 0,009; significant at L.o.S 0,01). Which means, the higher amount of career counseling perceived positively, the higher career adaptability. Research also found that career curriculum has higher correlation coefficient than teacher. The research result could be used to improve the quality of curriculum and teacher to develop students? career adaptability.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Nursusilowati
"ABSTRAK
Informasi di dalam sistem ingatan manusia disusun dalam suatu jaringan
informasi yang terorganisasi. Informasi akan disimpan dengan membentuk suatu
hubungan antar satu konsep dengan konsep yang telah ada sebelumnya (Solso,
1991). Hubungan antara sejumlah konsep yang tersimpan di dalam sistem ingatan
manusia itu disebut sebagai struktur pengetahuan (Jonassen, et.al., 1993).
Struktur pengetahuan berperan penting dalam aktivitas kognitif karena
memudahkan untuk melacak informasi yang dibutuhkan, memudahkan untuk
mengaktifkan hubungan antar konsep dan memudahkan untuk menggunakan
strategi pemrosesan informasi (Chi & Glaser, dalam Flavel, et.al., 1993).
Dalam belajar, seorang siswa perlu dibantu untuk mengembangkan
struktur pengetahuannya. Agar struktur pengetahuan siswa berkembang, siswa
harus mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya, berperan aktif dalam belajar dan terjadi konflik kognitif
dalam ingatan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dalam
lingkungan belajar kelompok (Brown & Palincsar, 1991).
Salah satu bentuk belajar dalam kelompok adalah belajar kolaboratif.
Belajar kolaboratif ditandai oleh adanya pembagian pengetahuan antara guru dan
siswa, pembagian otoritas antara guru dan siswa, guru berperan sebagai mediator
dan pengelompokan siswa yang heterogen (Tinzmann, et.a1., 1990).
Penelitian ini hendak melihat bagaimana perkembangan struktur
pengetahuan siswa yang mengikuti kegiatan belajar kolaboratif Penelitian ini
dilakukan dengan memperhatikan perkembangan struktur pengetahuan setiap scsi.
Untuk itu pengamatan dilakukan pada l kelompok siswa yang beranggotakan 5
orang_
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa selama mengikuti kegiatan belajar
kolaboratif, struktur pengetahuan siswa menunjukkan adanya kecenderungan
meningkat. Peningkatan tersebut diamati pada 2 hal, yaitu hubungan semantik
antar pasangan konsep dan pengelompokan konsep dalam peta kognitif.
Dilihat dari hubungan semantik antar konsep, selama mengikuti kegiatan
belajar kolaboratif, siswa semakin mampu mengidentifikasikan kekuatan
hubungan semantik antar konsep, dan nilai hubungan semantik yang dibentuk
siswa semakin sesuai dengan nilai semantik yang dibentuk pakar.
Dilihat dari peta kognitif yang dibentuk siswa selama mengikuti kegiatan
belajar kolaboratif, pengelompokan konsep dalam peta kognitif semakin
menyerupai pengelompokan konsep yang terdapat di peta kognitif pakar dan
jumlah konsep yang posisi pengelompokannya sama dengan peta kognitif pakar
bertambah jumlahnya.
Fakta lain yang ditemui dalam penelitian yaitu bahwa perkembangan
struktur pengetahuan kemungkinan dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya (prior knowledge). Namun demikian, fakta ini masih perlu
diteliti lebih lanjut
Mengingat penelitian ini dilakukan pada 1 kelompok siswa dengan
anggota 5 orang, maka akan lebih baik bila dilakukan penelitian lebih lanjut yang
melibatkan subyek dengan jumlah yang besar."
1998
S2573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Fitriyanti
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara peer attachment dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 12. Pengukuran peer attachment dilakukan dengan alat ukur Inventory of Parental and Peer Attachment (IPPA) ? Revised Peer Version (Armsden & Greenberg, 2009). Untuk pengukuran adaptabilitas karir menggunakan modifikasi alat ukur Skala Adaptabilitas Karir oleh Indianti (2015). Partisipan berjumlah 272 dari siswa kelas 12 SMA Negeri dan Swasta di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara peer attachment dan adaptabilitas karir pada siswa SMA kelas 12 (r=0,225 dan p=0,000, signifikan pada LoS 0.01). Artinya, semakin tinggi peer attachment seseorang semakin tinggi pula adaptabilitas karirnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, penting bagi siswa SMA kelas 12 untuk memiliki adaptabilitas karir yang baik dalam memilih jurusan kuliah, dan bagaimana hubungan peer attachment dapat berpengaruh pada adaptabilitas karir siswa SMA kelas 12.

This research aimed to find the correlation between peer attachment and career adaptability among 12th grader senior high school students. Peer attachment was measured using the Inventory of Parental and Peer Attachment (IPPA) - Revised Peer Version, Armsden & Greenberg (2009). Career Adaptability was measured using modification from the Career Adaptability Scale by Indianti (2015). The participants of this research are 272 senior high school student grade 12th, both state and private school in Jakarta. The result of this research found that positive correlation between peer attachment and career adaptability among 12th grader senior high school student (r=0,225 and p=0,000, significant at LoS 0.01). The higher peer attachment of student, the more career adaptability they had. Based on this result, its important for 12th grader senior high school student to have a good career adaptability in order to choose and preparing the next level education, and how peer attachment relationship among students can effect career adaptability for 12th grader senior high school student.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa Damayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur inteligensi yang digunakan untuk peminatan siswa SMA, yang khusus pada kemampuan quantitative reasoning QR. Alat ukur ini terdiri dari dua subtes, yakni subtes yang mengukur penalaran kuantitatif deduktif QR-VA dan subtes yang mengukur penalaran kuantitatif induktif QR-DA. QR-VA terdiri dari 25 soal berbentuk soal cerita dan QR-DA terdiri dari 30 soal berbentuk deret angka. Sebelum dilakukan pengambilan data lapangan, kedua subtes terlebih dahulu diujikan melalui proses expert judgement, uji keterbacaan dan uji coba. Kedua alat ukur QR diujikan pada siswa SMA kelas X di Jakarta, baik QR-VA n = 98 dan QR-DA n = 101. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha untuk mengetahui konsistensi internal dan diperoleh bahwa QR-VA belum memiliki konsistensi internal yang baik 0,644, sementara QR-DA sudah dapat dikatakan memiliki konsistensi internal yang baik 0,732. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan menggunakan teknik correlation with other test.
Hasil korelasi validitas yang diperoleh untuk QR-VA sebesar 0,388 p < 0,01 menandakan bahwa QR-VA valid untuk mengukur kemampuan quantitative reasoning berdasarkan korelasi dengan TKD 5-R. Hasil korelasi yang diperoleh untuk QR-DA sebesar 0,565 p < 0,01 menandakan bahwa QR-DA valid untuk mengukur kemampuan quantitative reasoning berdasarkan korelasi dengan TKD 6-R. Pengujian analisis item dilakukan dengan menggunakan indeks item difficulty dan item discrimination. Kedua subtes quantitative reasoning memiliki derajat kesulitan yang bervariasi dari mudah hingga sulit dan kemampuan untuk mendiskriminasi siswa SMA dengan kemampuan quantitative reasoning tinggi dan rendah CrIT > 0,2. Dari hasil analisis item integratif maka diperoleh 15 item terpilih untuk QR-VA dan 20 item terpilih untuk QR-DA yang memiliki kemampuan diskriminasi yang baik dan tingkat kesulitan yang sesuai. Norma yang digunakan pada alat ukur QR adalah within group norms dengan standard score M=10, SD=3.

This study is intended to develop intelligence test used for specialization of high school students, which is specific to quantitative reasoning QR. This test consists of two subtests, which are deductive quantitative reasoning QR VA and inductive quantitative reasoning inductive QR DA. QR VA consists of 25 verbal arithmetic questions and QR DA consists of 30 number series questions. Before field, the two subtests were first tested through the expert judgment process, the legality and trial test. Both QR measurements were tested in high school class X students in Jakarta, both QR VA n 98 and QR DA n 101. Reliability testing performed using Cronbach Alpha to see internal consistency and QR VA does not have good internal consistency 0,644, while QR DA can have good internal consistency 0,732. Validity testing is done by using correlation with other test technique.
The correlation obtained for QR VA is 0.388 p 0.01 which means QR VA is valid for measuring quantitative reasoning abilities based on correlation with TKD 5 R, meanwhile the correlation for QR DA is 0.565 p 0.01 which means QR DA is valid for measuring quantitative reasoning abilities based on correlation with TKD 6 R. Item analysis was done by using item difficulty and item discrimination. Both subtests of quantitative reasoning have varying degrees of difficulty from easy to difficult and the ability to discriminate high school students with high and low quantitative reasoning abilities CrIT 0,2. From the integrative item analysis result, 15 items were selected for QR VA and 20 items were selected for QR DA with a good and appropriate degree of difficulty. The norm used in the QR is in the norm group with the standard score of M 10, SD 3.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Oktiviane Anita
"Dalam penelitian mengenai Minat dan Kebiasaan Membaca Pelajar Sekolah Menengah Umum di Bogor, penulis mengkaji aspek-aspek seperti waktu untuk membaca, jenis bahan bacaan yang dibaca, cara-cara pelajar mendapatkan bahan bacaannya, topik atau subyek bacaan yang disukai pelajar dan alasan para pelajar membaca bahan-bahan bacaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survei, di mana pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 200 orang pelajar yang terpilih sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelajar belum menjadikan kegiatan membaca sebagai suatu kebiasaan, karena dalam kesehariannya mereka lebih banyak menggunakan waktunya untuk menonton televisi daripada untuk membaca. Adapun jenis bacaan yang dibaca mencakup koran, majalah, buku fiksi dan non fiksi, serta tabloid. Topik atau tema yang banyak dipilih oleh responder berkisar pada subyek-subyek seperti hiburan, olahraga, kesenian, petualangan dan kisah-kisah tentang remaja secara umum. Alasan para pelajar membaca seperti untuk menambah pengetahuan dan wawasan sedikit banyak menunjukkan kesadaran para pelajar bahwa membaca dapat memperluas cakrawala pengetahuan mereka. Terdapat korelasi antara alasan para pelajar untuk membaca dengan cara mereka mendapatkan bahan bacaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S15698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Larasati
"Skripsi ini berjudul Peranan Perpustakaan dalam Membin Minat dan Kebiasaan Membaca Siswa SD Al Izhar Pondok Labu Jakarta. Masalah yang mendorong penelitian ini adalah: Bagaimana minat dan kebiasaan membaca siswa SD Al Izhar serta sejauh mana perpustakaan sekolah berperan dalam membina minat dan kebiasaan membaca. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui minat dan kebiasaan membaca siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta usaha dan hambatan yang ditemui perpustakaan dalam upaya pembinaan minat dan kebiasaan membaca siswa.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa minat dan kebiasaan membaca siswa SD Al Izhar sudah baik, yang terlihat dari tujuan membaca siswa yaitu untuk memperluas wawasan dan hiburan, serta idealnya waktu digunakan untuk membaca dalam sehari yaitu 30-90 menit/hari. Faktor-faktor yang menentukan minat siswa adalah usia, jenis kelamin dan lingkungan. Sementara faktor yang mempengaruhi adalah sistem pendidikan, media elektronik dan ekonomi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S15551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muna Namira
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hubungan antara dukungan sosial (orang tua, guru, teman sekelas dan teman dekat) dan keterlibatan siswa di sekolah. Pengukuran dukungan sosial dilakukan menggunakan alat ukur Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) (Malcki & Demaray, 2002) dan pengukuran variabel keterlibatan siswa di sekolah menggunakan Student Engagement in School (Lam, Wong, Shin, Negovan, Nelson, Liu, Duck dkk., 2014). Partisipan penelitian ini berjumlah 127 siswa SMA (66 siswa kelas X dan 61 siswa kelas XI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan ditemukan terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara dukungan sosial dengan keterllibatan siswa di sekolah (R = 0,564). Hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan keterlibatan siswa di sekolah, hanya ditemukan pada dukungan sosial orang tua (r = 0,263) dan guru (r = 0,359) dengan keterlibatan siswa di sekolah.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial orang tua dan guru yang diterima siswa, maka kecenderungan keterlibatan siswa di sekolah akan semakin meningkat. Untuk dukungan sosial teman kelas dan teman dekat, tidak ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlibatan siswa di sekolah.

This study was conducted to find the correlation between social support (parents, teachers, classmates, and close friends) and student engagement. Social support was measured with Child and Adolesent Social Support Scale (CASSS) (Malecki & Demaray, 2002). Student Engagement is measured with Student Engagement in School instrument (Lam dkk., 2014). Total of 127 high school student was selected to participate in this study.
The result of this study show that significant correlation with student engagement only found in parents social support ( r = 0,263) and teacher social support ( r = 0,369).
Based on these result, it can be concluded that the more parents and teachers social support that perceived by student, the more engage they are. The correlation found highest in teachers social support, and followed by social support from parents. Furthermore, these study also found that there is no significant correlation between social support from classmates and close friend on student engagement.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
"Seiring dengan pesatnya pencapaian hasil pambangunan yang dilaksaaakan pmerintah terjadi pula perubahan kualitas manusia yang diperlukan untuk memenuhi fungsi kehidupan bersama. Apabila pada mulanya bidang-bidang pekerjaan tertentu bisa ditangani oleh personel yang kualifikasi pendidikannya relatif rendah, maka saat ini, karena dalam menjalankan pekerjaan cenderung diperlengkapi dengan teknologi canggih, persyaratan Pendidikan yang memadai menjadi sangat di tekankan .Begitu juga bagi yang memilih berkarir sebagai usahawan mandiri, memerlukan kecakapan praktis danteoritis tertentu yang hanya didapatkan melalui jalur pendidikan.
Pendidikan nasional pada dasarnya memang berusaha mencetak manusia yang cerdas dan terampil, sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan tersebut. Untuk mencapai tujuan ini pemerintah telah menyiapkan sekolah menengah yang bersifat kejuruan seperti SMEA, STM dan sebagainya. Sekolah kejuruan ini dimaksudkan untuk menghasilkan manusia yang siap memasuki lapangan kerja, memenuhi kebutuhan pekerja operasional. Sedangkan sekolah menengah umum (SMA) sesungguhnya lebih mengarahkan para muridnya untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi pembedaan yang sedemikian ini, dalam prakteknya tidak bisa berjalan dengan ketat, dalam arti terdapat Kemungkinan bagi para lulusan sekolah kejuruan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, karena satu dan lain hal banyak para lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan formal, memasuki lapangan kerja, melanjutkan pendidikan non formal (kursus praktis) atau memilih mandiri mengelola suatu bidang usaha, dan sebagainya.
Terlihat adanya berbagai alternatif yang dapat dipilih oleh para lulusan SMA, maka perlu diidentifikasi orieatasi mereka setelah menamatkan studinya, dan perlu diexplore (digali) faktor apa sajakah yang mempengaruhi orientasi mereka itu.
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi penting bagi lembaga pendidikan, sehingga dapat dijadikan dasar bagi perencanaan dan pengambilan keputusan dalam membuat dan/atau mengembangkan kurikulum di tingkat sekolah lanjutan atas, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA). Di samping itu diharapkan hasil penelitian ini juga berguna bagi para guru yang menangani bimbingan dan penyuluhan murid, dalam memberikan arahan kepada murid."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>