Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136833 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widyaningsih Peni Lestari
"Giongo dan Gitaigo merupakan salah satu aspek bahasa Jepang yang menarik bagi para pembelajar bahasa Jepang yang berbahasa ibu bahasa Indonesia Namun karena jumlahnya yang begitu banyak sementara padanannya dalam bahasa Indonesia sangat terbatas, kadang-kadang giongo dan Gitaigo ini menjadi salah satu kendala pada saat belajar bahasa Jepang. Giongo dan gitaigo yang terdiri dari empat suku kata dengan bentuk pengulangan utuh dua suku kata awal merupakan Giongo dan gitaigo yang paling banyak ditemukan dalam novel Madogiwa No Tottochan yaitu sebanyak 54 buah. Namun dengan mengetahui bentuk giongo dan gitaigo, tidak berarti mengetahui makna yang terkandung dalam giongo dan gitaigo tersebut.
Penelitian tentang hubungan antara bentuk giongo dan gitaigo yang terdiri dari empat suku kata dengan bentuk pengulangan utuh dua suku kata awal dengan makna yang terkandung di dalamnya, menggunakan konsep yang dilemukakan oleh Shoko Hamano yang terdapat dalam The Sound-Symbolic System Of Japanese. Hamano membuat suatu kesimpulan bahwa distribusi atau letak konsonan maupun vokal di dalam giongo dan gitaigo, mempengaruhi makna yang terkandung dalam giongo dan gitaigo tersebut.
Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara distribusi atau letak konsonan maupun vokal di dalam giongo dan gitaigo dengan makna yang terkandung dalamnya. Namun tidak semua data menunjukkan makna sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hamano. Ada beberapa perkeeualian yaitu pads giongo dan gitaigo seperti Bura-bura, gowa-gowa dan yore-yore. Adapun secara umum dapat diambil kesimpulan sebagai benkut: Pengulangan bentuk dasar secara utuh menunjukkan makna suatu gerakan atau kegiatan yang dilakukan berulang kali atau berkelanjutan; menunjukkan makna obyek yang rnelebar atau mengembang; juga menunjukkan makna keadaan yang tetap atau statis.
Konsonan awal yang mengalami palatalisasi seperti kyo atau cho menunjukkan makna adanya sifat yang kekanak-kanakan. Ada 33 kombinasi konsonan dan 16 kombinasi vokal yang ditemukan dalam 54 giongo dart gitaigo yang dianalisa dalam Bab III Penjelasan makna vokal yang dikemukakan oleh Hamano kurang spesifik atau terperinci sehingga lebih sulit untuk menguraikan makna berdasarkan kombinasi vokal dibandingkan dengan analisa berdasarkan kombinasi konsonan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didot Mpu Diantoro
"Nasjah Djamin adalah salah seorang pengarang dalam khasanah kesusastraan Indonesia, yang juga dikenal sebagai pelukis. Karya-karya pengarang ini telah memenangkan beberapa hadiah kesusastraan di Indonesia, yang tentu saja merupakan indikasi keistimewaan karya-karyanya, khususnya novel, yang juga menunjukkan produktivitas pengarang.
Penulis melihat indikasi pengulangan unsur-unsur tertentu dalam novel yang dilakukan Nasjah Djamin dalam menyampaikan cerita-ceritanya. Oleh karena itulah penulis berusaha mengangkatnya dan menganalisis unsur-unsur seperti tokoh dan tema dengan sedikit menyinggung unsur alur dalam novel-novel tersebut untuk dapat mengungkapkan pengulangan apa saja yang dilakukan oleh Nasjah Djamin. Hasil analisis tersebut digunakan untuk mendeskripsikan pengulangan-pengulangan yang penulis maksudkan di atas.
Dalam novel-novel Nasjah Djamin selalu hadir tokoh-tokoh yang memiliki kemiripan karakter satu dengan lainnya. Umumnya tokoh-tokoh tersebut memiliki karakter yang keras hati, angkuh, dan gigih mempersoalkan harga diri dan eksistensi mereka pribadi, namun memiliki kelemahan dalam soal asmara. Tokoh-tokoh tersebut hadir dalam cerita-cerita dengan kemiripan dalam segi alur atau pola penyampaian ceritanya. Pengarang selalu menempatkan tokoh-tokoh tersebut dalam kenangan masa lalu mereka, dan selalu mempertemukan mereka dengan tokoh-tokoh lain yang mereka kenal dalam kondisi masa lalu yang pernah mereka alami. Peristiwa-peristiwa berikutnya berkembang dengan adanya pertemuan tokoh-tokoh tersebut dengan tokoh-tokoh lain yang mereka kenal pada masa lalu yang pernah mereka alami.
Dari karakter tokoh-tokoh yang memiliki kemiripan itu dan juga alur cerita yang mirip, pengarang lalu mengembangkan gagasan-gagasan atau tema-tema cerita yang memiliki kemiripan pula, yaitu gagasan atau tema tentang usaha individu tuk mempertahankan eksistensi mereka, gagasan tentang penyelewengan seorang suami, gagasan tentang wanita-wanita yang menjalani kehidupan seks bebas, yang menurut ukuran nilai-nilai yang berlaku di lingkungan mereka kurang baik. Lalu berkembang pula gagasan tentang tokoh-tokoh yang melarikan diri dari kekosongan hidup teks dengan mengandalkan kekayaan atau kekuatan materi mereka. Hal-hal yang penulis sebutkan di atas itulah yang merupakan isi skripsi ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestie Fania Rakhmita N.A.
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tema penerjemahan yang difokuskan kepada idiom verbal yang memiliki konstituen nama anggota tubuh. Penelitian dilakukan dengan membandingkan novel Madogiwa no Totto-chan dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami metode serta teknik yang digunakan dalam menerjemahkan idiom dalam bentuk frase verbal dan mengetahui sejauh mana pergeseran yang dilakukan demi menjaga pesan dari bahasa sumber (BSu). Penelitian ini dilakukan secara kualitatif berupa studi pustaka dengan metode penulisan deskriptif analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa idiom yang ditemukan pada BSu tidak diterjemahkan ke dalam bentuk idiom. Selain itu, hasil terjemahan dalam Bsa tetap mempertahankan konsep inti ungkapan tersebut meskipun terjadi pergeseran makna.

ABSTRACT
The focus of this study is translation focused on verbal idiom that has constituent name of body parts. This research compares Madogiwa no Totto -chan and its translation in Indonesia. The purpose of this study is analyzing and understanding method and technic which is used for translating idiom in verbal phrase form, and also understanding how far the translator do frictions to keep the message of Source Language (SL). This study is qualitative and written in descriptive analysis. The results show that idiom found in SL is not translated to the same form. Besides, the results in recipient language is keeping the main concept eventhough friction of meaning is occured."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S263
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zahwa Sabrina
"Penelitian ini membahas tentang onomatope bahasa Jepang ‘gitaigo’ dalam manga Omoi Omoware Furi Furare (FuriFura) karya Sakisaka Io dengan menganalisis kata gitaigo sesuai konteksnya dan menyusunnya menurut teori pembagian gitaigo Kindaichi Haruhiko serta teori pembentukan onomatope Tamori Ikuhiro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna gitaigo secara kontekstual menggunakan metode kualitatif dengan teknik catat. Sumber data berasal dari manga Omoi Omoware Furi Furare volume 1 sampai 6. Hasil penelitian ini adalah ditemukan total 44 data yang terdiri dari 5 data gitaigo, 24 data giyougo, dan 15 data gijougo. Bentuk onomatope yang paling banyak adalah hanpuku dengan total 37 data, sokuon 1 data, berakhiran –ri 1 data, dan bentuk di luar teori Tamori sebanyak 5 data.

This study discusses the Japanese onomatopoeia ‘gitaigo’ in manga Omoi Omoware Furi Furare (FuriFura) by Sakisaka Io by analyzing the gitaigo vocabulary according to the context and arranging it according to Kindaichi Haruhiko's gitaigo division theory and Tamori Ikuhiro's theory of onomatopoeic formation. This study aims to find out the contextual meaning of gitaigo using qualitative method with note-taking techniques. The source of the data come from manga Omoi Omoware Furi Furare volumes 1 to 6. The results found a total of 44 data consisting of 5 gitaigo data, 24 giyougo data, and 15 gijougo data. The most common form of onomatopoeia is hanpuku with a total of 37 data, 1 data for sokuon, 1 data ending in –ri, and 5 data for forms outside of Tamori theory."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dance Wamafma
"Modalitas imperatif pada tataran semantik dikaji secara morfosintaksis untuk menguak makna yang berpangkal pada verba dan makna relasionalitas yang ditimbulkan oleh adanya hubungan makna antarverba dengan unsur lain dalam suatu kalimat. Analisis dilakukan secara terpisah di mana bahasa Jepang dan bahasa Indonesia diamati dari sudut pandang pendekatan masing-masing bahasa lalu diperbandingkan untuk menemukan perbedaan bentuk bahasa dan makna bahasa yang menjadi ciri khas bahasa bersangkutan.
Konsep dasar yang merupakan takaran pada tataran imperatif dirumuskan sebagai; "Aktualisasi peristiwa was desakan bersifat ajaran". Makna ini dirumuskan oleh Nitta Yoshio dalam bahasa Jepang dengan sebutan `hatarakikake', yaitu `haraku' bertindak, bekerja, dan `kakeru' ujaran. Konsep ini dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia ternyata mendasari suatu pandangan tentang pikiran manusia yang dapat diamati melalui kalimat dan unsur-unsurnya pada kategori modalitas imperatif, yang mencakup, modalitas perintah, modalitas permohonan atau permintaan, modalitas permohonan negatif, modalitas larangan, modalitas perintah negatif, dan modalitas izin.
Aspek-aspek di atas pada tataran konsep yang sama itu dikontrastifkan untuk menguak perbedaan bentuk bahasa, kedudukan semantis modus, dan cakupan makna modalitas yang juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kedudukan sosial pelaku bahasa (pembicara dan lawan bicara) dan hubungannya dengan penanda imperatif dalam kalimat. Kedua bahasa akhirnya dapat dinyatakan memiliki perbedaan yang sangat lebar, yaitu (1) untuk membentuk modus imperatif, proses morfemis verba bahasa Jepang berciri infleksi sementara bahasa Indonesia menggunakan afksasi. (2) Makna imperatif kedua bahasa memperlihatkan cakupan makna yang cukup banyak. Misalnya pernarkah jangan' dalam bahasa Indonesia dapat diungkapkan dalam bahasa Jepang dengan permohonan negatif, larangan, perintah negatif. (3) Unsur lain seperti partikel khusus dalam kalimat perintah tidak ditunjukkan oleh bahasa Indonesia. Misalnya partikel 'g-a' yang menyatakan makna kepelakuan pada subjek dalam kalimat perintah bahasa Jepang. Ini sangat jelas diamati karena tata bahasa Indonesia tidak mengenal struktur dengan kata bantu seperti dalam jenis rumpun bahasa tleksi. (4) Hubungan sosial pelaku bahasa dalam kalimat imperatif banyak mempengaruhi terbentuknya verba bahasa Jepang. Sehingga bentuk-bentuk infleksi verba bahasa Jepang erat kaitannya dengan subjek pelaku dan pembicara dalam tataran deontik, Hal mana ini tidak terjadi dalam bahasa Indonesia. (5) Penanda imperatif bahasa Jepang dapat menunjukkan restriksi yang berbeda-beda dengan penanda modalitas imperatif lain. Pada bahasa Indonesia tidak ada. (6) Konstruksi dasar imperatif bahasa Jepang adalah infleksi verba sedangkan dalam bahasa Indonesia berbentuk kata dasar untuk larangan dan dalam bahasa Indonesia untuk penghalus perintah menggunakan prefiks 'di + verba dasar', 'verba dasar + sufiks lalr', 'verba dasar + kan'. (7) Terdapat bentuk imperatif untuk anak kecil dalambahasa Jepang, seperti `te + choudai', sini!, hal mana tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. (8) Penanda izin dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan adverbia `boleh + verba dasar', sementara dalam bahasa Jepang dinyatakan dengan ajektifa dalam konstruksi 'sufiks te mo ii', atau 'sufiks te mo yoi', atau verba negasi `kamau'. (9) Letak kata pembentuk larangan negatif `jangan' dengan penanda 'na' berlawanan, misalnya pada kata 'jangan makan' (BI), `taberu na', makna jangan, cakupan maknanya pun berbeda. Adverbia 'na' menyatakan perintah negatif sedangkan 'jangan' dapat memaknai perintah negatif, larangan, permohonan negatif dan lain-lain. "Na" wajib hadir di belakang verba bentuk kamus sementara `jangan' terletak di depan verba yang dapat melesap. (10) Hubungan antar penanda permohonan dalam makna keinginan `tai' dengan pesona 1,2,3, dapat dibedakan berdasarkan bentuk mofologi verbanya. Hal ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. (11) Perbedaan budaya dan tingkat sosial turut menentukan terbentuknya infleksi verba yang digunakan pelaku bahasa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Sri Lorani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas deskripsi mengenai salah satu nilai yang dijunjung tinggi di
Jepang yang bernama omoiyari. Nilai omoiyari menjadi landasan bagi orang
Jepang dalam bertindak. Omoiyari diperlukan untuk membentuk manusia yang
matang secara moral. Menurut teori omoiyari yang dikemukakan oleh Takie
Sugiyama Lebra, nilai omoiyari memiliki lima bentuk yang wujudnya dapat
dilihat dalam novel berjudul Madogiwa no Totto-chan. Dari hasil analisis dapat
diketahui bahwa omoiyari tercermin menjadi empat tingkah laku seperti
memelihara konsensus, mengoptimalkan kenyamanan, bersifat timbal balik, dan
merasa bersalah.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of one of the values upheld in Japan named
omoiyari. Omoiyari value becomes the basis for the Japanese people in the way
they act. Omoiyari is required to establish a morally mature human. According to
the theory of omoiyari by Takie Sugiyama Lebra, omoiyari value has five forms
that can be seen in the Madogiwa no Totto-chan novel. From the analysis, it can
be seen that omoiyari reflected in four behaviors such as maintaining consensus,
optimizing comfort, reciprocal, and feel guilty"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Lesmana
"Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kian lama kian melaju. Di sana-sini timbul pendapat, pikiran serta teori-teori baru. Sebagai salah satu unsur bahasa, kata mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan tersebut. makin banyak pendapat, pikiran serta teori-teori baru ditemukan, makin banyak pula kata-kata yang dipergunakan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S13362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livia C. Rahayu
"Skripsi yang diajukan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra ini membicarakan tentang perbedaan antara bentuk interogatif dan makna pertanyaan, khususnya dalam bahasa Inggris. Kalimat berbentuk interogatif tidak selamanya bermakna pertanyaan, demikian pula sebaliknya, kalimat berbentuk non-interogatif bisa bermakna pertanyaan. Oleh sebab itu uraian data dipermudah dengan Cara pengklasifikasian, yakni dijadikan tiga jenis klasifikasi besar, yakni kalimat interogatif bermakna pertanyaan, kalimat interogatif bermakna bukan pertanyaan, dan kalimat bukan interogatif bermakna pertanyaan. Tentu saja sebelum terjun ke dalam pengklasifikasian, terlebih dahulu dijelaskan bentuk interogatif dengan mengacu pada buku tata bahasa karangan Quirk dan kawan-kawan.Data terbagi atas data yang tertulis dan yang lisan. Yang tertulis diambil dari drama karya George Bernard Shaw, 'Pygmalion' sedangkan yang lisan diambil dari percakapan ringan dengan empat orang penutur asli bahasa Inggris, yang mewakili Inggris Britania dan Inggris Amerika. Selain itu dibahas pula segi pemakaian bentuk interogatif, yakni yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi orang untuk memakai bentuk interogatif atau jenis klasifi-kasi kalimat interogatif tertentu. Juga dibicarakan tentang komunikasi atau kontak fatis yang biasanya juga diungkapkan dengan bentuk interogatif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S14247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masdar (infinitive, verbal noun) is kind of Arabic noun. It has many varieties of forms, meanings and unique using in structural sentences. Hence its important to understand using of masdar and its aplication in cotextual sentences, especially in order to translate texts from Arabic into Indonesian."
297 TURAS 13:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>