Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vincentia Irmayanti Meliono
"Dalam pemikirannya yang bersumber pada teori gambar bahasa, Wittgenstein mengatakan bahwa proposisi adalah gambar realitas dan proposisi adalah model realitas yang dipikirkan (Tractatus). Supaya proposisi dapat menjadi gambar realitas haruslah mempunyai kesamaan antara gambar dan apa yang digambarkan. Kesamaan itu adalah kesamaan struktur. sedangkan struktur itu sendiri adalah susunan atau hubungan logis tertentu antar unsur (elemen-elemen yang membentuk sesuatu). STruktur itu disebut struktur logis atau bentuk logis (logical form). Jadi harus ada kesamaan bentuk logis antara gambar dan apa yang digambarkan. Dengan kata lain proposisi dapat menjadi gambar realitas karena adanya kesamaan bentuk logis atau karena adanya kesamaan bentuk logis tertentu antar unsur-unsur, baik yang membentuk proposisi dan membentuk realitas. Proposisi yang paling dasariah atau yang tak dapat dianalisa lebih lanjut adalah proposisi elementer yang menunjuk kepada suatu duduk perkara (state of affairs, Sachverhalt)..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S16073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Irmayanti Meliono
Bogor: Maharini Press, 1997
149.943 IRM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Sakir
"Pada pemikiran awal di dalam Tractatus Logico-philosophicus Wittgenstein I beranggapan bahwa bahasa yang bermakna adalah bahasa yang memiliki kriteria sebagai proposisi. Setidaknya, terdapat tiga ciri khas bahasa yang termasuk ke dalam proposisi. Pertama, bahasa harus tersusun ke dalam term subjek dan term predikat. Kedua, bahasa harus mengandung pengertian benar atau salah. Ketiga, bahasa harus dapat menjelaskan bahasa yang lain yang mengikutinya. Dalam konteks ini, proposisi menjadi satu-satunya bahasa yang benar, baik, ideal. Tetapi, di kemudian hari di dalam Philosophical Investigations Wittgenstein II mempertanyakan kembali hakikat bahasa yang terdapat Tractatus. Menurutnya, makna bahasa tidak semata-mata harus direduksi ke dalam proposisi-proposisi. Fakta menunjukkan bahwa ada beragam permainan-permainan bahasa yang diikuti pula oleh peraturan-peraturan yang mengikat di dalam setiap permainan-permainan bahasa tersebut. Dalam konteks ini, setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing sehingga tidak dapat ditentukan maknanya hanya melalui bentuk logis proposisi. Makna bahasa di luar proposisi terkait dengan spasiotemporal peristiwa bahasa. Di sini, bahasa tidak hanya dilihat sebagai ekspresi pikiran, tetapi bahasa lebih dipahami sebagai tindakan seseorang. Misalnya, menyanyi, berdoa, berkhutbah, mementaskan lakon, menggerutu, berpuisi, melawak, dan memarahi. Bahasa mengakar dalam bentuk-bentuk kehidupan. Bahasa seperti ini adalah bahasa natural atau sering disebut sebagai bahasa sehari-hari. Bila dicermati dengan baik, maka akan nampak bahwa gagasan dasar Tractatus mengakar dalam kebudayaan modern. Hal ini terlihat dari keinginannya untuk mengedepankan metodologi baku yang bersifat universal. Sementara, gagasan-gagasan yang terkandung di dalam Investigations cenderung muncul sebagai wacana baru yang dipicu oleh sikap kritis kebudayaan postmodern. Gagasan-gagasan ini mengangkat nilai-nilai dekonstruksionisme, pluralisme, dan relativisme. Gagasan-gagasan ini pada akhirnya akan menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang reseptif terhadap perbedaan-perbedaan. Adanya perbedaan-perbedaan tersebut harus dilihat sebagai fakta yang menyatakan bahwa realitas sebenarnya terpecah-pecah (pragmented reality). Kenyataan ini akan membawa kedewasaan bagi masyarakat dalam kondisi `sosial-budaya' yang melingkupinya. inilah realitas yang selalu menjadi harapan; tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.S. Kaelan
Yogyakarta: Paradigma, 2006
121.68 KAE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Travis, Charles
Oxford: Clarendon Press, 1989
401 TRA u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Schneider, Hans Julius
"By exploring the significance of Wittgenstein's later texts relating to the philosophy of language, Wittgenstein's Later Theory of Meaning offers insights that will transform our understanding of the influential 20th-century philosopher.Explores the significance of Wittgenstein's later texts relating to the philosophy of language, and offers new insights that transform our understanding of the influential 20th-century philosopherProvides original interpretations of the systematic points about language in Wittgenstein's later writings that reveal his."
Singapore: Markono Print Media Pte Ltd, 2014
192 HAN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Koento Wibisono
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1982
146.4 KOE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Scruton, Roger
Jakarta: Pantja SImpati , 1986
190.9 SCR ft (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anggono Wisnudjati
"Permasalahan tentang siapakah aku yang sebenarnya merupakan permasalahan pokok di dalam filsafat manusia. Permasalahan ini belum memiliki jawaban yang tuntas dan menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh karena manusia dapat dilihat dari berbagai macam segi _ Salah satunya adalah dari segi jiwa dan tubuhnya. Plato merupakan salah satu filsuf yang berefleksi tentang manusia dari segi jiwa dan tubuhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S15996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriani Effendi
"Filsafat kontemporer telah meninggalkan permasalahan subyek. Filsafat kontemporer melihat bahwa subyek telah mati karena selalu dipengaruhi oleh kehidupan sosial. Akan tetapi, Slavoj Zizek melihat bahwa subyek seharusnya dihadirkan kembali di kehidupan sosial. Subyek yang dimaksud merupakan subyek kosong yang terlepas dari simbol sosial maupun fantasi subyektif. Subyek kosong merupakan subyek yang terus menegasi kedua simbol tersebut dan menciptakan simbol-simbol baru. Dengan demikian, subyek selalu merefleksi semua tindakannya.

Philosophy of contemporary already left the problem of subject. Philosophy of contemporary sees that the subject is already died because it was influenced by social condition. But Slavoj Zizek thinks that the subject should present in social life. Subject that he means that is the void of subject whom apart of social symbolic and subjectivity fantasy. The void of subject is always refuses the both symbolics and then makes new symbolics. So that, the subject always reflects all the actions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S229
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>