Ditemukan 86064 dokumen yang sesuai dengan query
Felix I.M.W. Barata
"Da1am membahas buku Piekerans van een Straatslijper karya Tjalie Robinson muncul beberapa pertanyaan, yaitu gaya Tjalie Robinson dalam menu1is buku itu, tema yang terkandung di dalamnya dan apakah ada hubungan antara keduanya. Piekerans van een Straatslijper merupakan kumpulan dari delapan puluh lima sketsa sehingga di dalam skripsi ini hanya dibahas dua belas sketsa yang dianggap mewakili selmauh isi buku itu. Dalam membahas kedua belas sketsa itu digunakan teori analisis struktural yang lebih ditekankan pada anasir gaya. Selain itu digunakan pula metode ekstrinsik. Pertentangan merupakan tema umum yang muncul sedangkan gaya Tjalie Robinson adalah penggunaan bahasa Pecuk yang kental. Bahasa Pecuk merupakan pertentangan yang ada di dalam masyarakat Indo 'dan dengan demikian antara tema dan gaya Tjalie Robinson terdapat suatu hubungan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15593
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bakti Supriadi
"Skripsi ini membahas penggunaan dan permainan bahasa pecok sebagai pembebasan ekspresi kelompok indo kecil pada empat belas sketsa Piekerans van Een Straatslijper I dan II karya Tjalie Robinson. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa bahasa pecok digunakan oleh kelompok indo kecil sebagai pembebasan ekspresi mereka untuk membangun dan mempertahankan identitas.
The Focus of this study is the use of pecok language as a term of freedom of expression by small indo group in fourteen sketches Piekerans van Een Straatslijper I and II from Tjalie Robinson. This research is qualitative interpretive. Result of the research explained that pecok language was use by small indo group as freedom of expression to built up and maintained their identiy."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S18
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Amabel Odelia Bilbo
"Bahasa petjok adalah salah satu bahasa yang berkembang di Hindia Belanda dan bahkan masih dituturkan oleh berbagai kalangan hingga akhir abad 20. Salah satu orang yang mempopulerkan bahasa petjok ke dunia luas adalah Wieteke van Dort atau Tante Lien. Selain dipopulerkan melalui pertunjukan, bahasa petjok juga dibawa oleh Tjalie Robinson dalam salah satu bukunya yang berjudul “Ik en Bentiet” yang ditulis pada tahun 1984. “Ik en Bentiet” adalah buku yang menceritakan tentang tokoh “Ik” dan tokoh Bentiet dalam berbagai cerita pendek pada setiap babnya. Tjalie Robinson menulis buku ini dengan bahasa petjok yang disajikan dalam percakapan maupun narasi yang berjumlah 40 bab. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kalimat berbahasa Petjok di dalamnya serta menganalisis apakah kalimat yang digunakan merupakan kalimat lengkap atau tidak. Melalui penelitian ini, pembaca diharapkan dapat memahami dengan lebih jelas apa maksud dari dialog-dialog tersebut dan memahami kalimat-kalimat berbahasa Petjok yang terdapat dalam buku ini.
Petjok, or creole, is one of the languages that flourished in the Dutch East Indies and was still spoken by many until the end of the 20th century. One of the people who popularized petjok language to the wider world was Wieteke van Dort or Tante Lien. Besides being popularized through performances, petjok language was also brought up by Tjalie Robinson in one of her books entitled "Ik en Bentiet" written in 1984. "Ik en Bentiet" is a book that tells about the character "Ik" and the character Bentiet in various short stories in each chapter. Tjalie Robinson wrote this book with petjok language presented in conversation and narration which amounted to 40 chapters. This study aims to analyze the Petjok language sentences in it and analyze whether the sentences used are complete sentences or not. Through this research, readers are expected to understand more clearly what the dialogues mean and understand the Petjok language sentences contained in this book."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Regita Marthalivia
"Bahasa Pecok merupakan bahasa yang terbentuk melalui interaksi budaya antara orang-orang Belanda dengan penduduk pribumi. Secara umum, bahasa Pecok memiliki pelafalan yang berbeda dengan bahasa Belanda karena adanya pengucapan bahasa Belanda yang menggunakan sistem fonologis bahasa Melayu, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan fonem dalam Bahasa Pecok. Penelitian ini berfokus untuk menguraikan pola fonologis yang mengakibatkan perbedaan fonem antara kata-kata dalam kedua bahasa ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Melalui penelitian ini ditemukan beragam bentuk perubahan fonem dari bahasa Belanda ke bahasa Pecok. Perubahan fonem-fonem ini terjadi karena adanya perbedaan sistem fonologis yang menjadi dasar bagi bahasa Pecok, yang secara signifikan berbeda dari sistem fonologis yang diterapkan dalam bahasa Belanda. Perubahan ini termasuk penambahan fonem vokal dan konsonan, pengurangan gugus konsonan, serta perubahan pola konsonan dan vokal pada kata berbahasa Pecok.
Pecok language is a language formed through cultural interaction between the Dutch and the local population. Pecok in general has a different pronunciation from Dutch because of the Dutch pronunciation which uses the Malay phonological system, causing phoneme changes in the Pecok language. This study focuses on elaborating the phonological patterns that lead to phoneme differences between words in these two languages by using a qualitative descriptive method. Through this study, a variety of phoneme changes from Dutch to Pecok were found. These phoneme changes occurred due to differences in the phonological system on which the Pecok language is based, which is significantly different from the phonological system applied in Dutch. These changes include the addition of vowel and consonant phonemes, reduction of consonant clusters, as well as changes in consonant and vowel patterns in Pecok words."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dina Giovani Utami
"
ABSTRAKBahasa Pecuk adalah sebuah bahasa yang dipergunakan oleh sekelompok masyarakat Indo Belanda di Indonesia. Secara sekilas orang akan menyatakan bahwa bahasa Pecuk itu adalah bahasa Belanda, namun dalam pembentukannya banyak terjadi penyimpangan kaidah-kaidah bahasa dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis maupun semantik.
Dalam skripsi ini dipaparkan penyimpangan kaidah-kaidah bahasa secara sintaksis. Adapun unsur sintaksis yang dibahas adalah struktur kalimat tunggal dan kalimat majemuk bahasa Pecuk, kemudian dideskripsikan.
Hasil tinjauan sintaksis ini adalah untuk membuktikan bahwa struktur kalimat bahasa Pecuk mendapat pengaruh dari bahasa Betawi, walaupun sebagian besar pola katanya berasal dari bahasa Belanda.
"
2001
S15916
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Den Haag: Stichting tong tong, 1994
BLD 839.360 8 TJA
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sholihatun Nisa
"Tulisan ini membahas persamaan cerita pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan novel Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi. Tujuan penulisan ini adalah untuk menunjukkan persamaan kedua novel tersebut melalui unsur intrinsik, yaitu tema, tokoh, alur, dan latar. Kesimpulan tulisan ini adalah kedua novel tersebut membahas pendidikan dalam kemiskinan namun pada latar waktu yang berbeda. Latar waktu pada novel Laskar Pelangi terjadi tahun 1980-an, sedangkan novel Dua Belas Pasang Mata terjadi tahun 1928. Kemiskinan yang terdapat pada kedua novel tersebut banyak dialami di daerah terpencil di suatu negara. Anakanak di desa tersebut harus merasakan masa-masa sulit dalam menempuh pendidikan. Masalah yang diangkat oleh pengarang merupakan persoalan umum yang dapat dialami semua orang sehingga penulis menggolongkan kesamaan tersebut dalam pemahaman afinitas.
This article discusses the story similarities of the novel Laskar Pelangi by Andrea Hirata and the novel Dua Belas Pasang Mata by Sakae Tsuboi. The purpose of this paper is to show the similarities of the two novels through intrinsic element, namely the theme, characters, plot, and setting. This paper found some similarities between two novels. The both novels likely thought about education in poverty but at a different time setting. The time background of the novel Laskar Pelangi occurred in the 1980s, while the novel Dua Belas Pasang Mata occurred in 1928. The poverty found in both novels are widely experienced in remote areas of a country. Children in the village had to feel the hard times in education. The issues raised by the authors is a common problem that can be experienced by everyone so that writers classify such similarities in the understanding of affinity."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
ATA 16(1-2) 2013
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Restu Amalia
"Kesa to Moritoo adalah salah satu karya Akutagawa Ryuunosuke. Cerita ini terdiri dari dua buah monolog dari dua orang tokoh utama bernama Kesa dan Moritoo. Di dalam monolognya, mereka menceritakan sebuah peristiwa yang sama dan apa yang mereka rasakan mengenai peristiwa itu. Di dalam hal ini mereka memiliki dua pandangan berbeda dan emosi yang berbeda di dalam mengingat kembali peristiwa tersebut. Alur dapat diartikan sebagai konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami pelaku. Bisa dibilang bahwa dengan teori ini, bukan penulislah yang menentukan alur dari ceritanya, melainkan para pembacanya, Skripsi ini meneliti tentang dua buah alur yang ada di dalam Kesa to Moritoo. Jenis alur, persamaan, dan perbedaan yang terdapat di dalamnya. Metode deskriptif analisis dengan pendekatan intrinsik digunakan di dalam skripsi ini untuk menganalisis cerita ini. Teknik penelitiannya adalah dengan membaca karya tersebut berulang-ulang, menterjemahkan, dan kemudian baru menentukan di bagian mana sebuah alur dimulai. Cerita ini memiliki struktur alur yang sama. Masing-masing monolog memiliki lima tahapan alur yaitu eksposisi, komplikasi dan konflik, klimaks, relevasi, dan selesaian. Alur mereka sama-sama merupakan alur sorotbalik (flash back). Monolog mereka juga sama-sama diawali dan diakhiri dengan narasi. Namun jenis selesaian yang dimiliki masing-masing alur berbeda. Monolog Moritoo memiliki selesai yang bersifat terbuka (solution) sedangkan monolog Kesa memiliki selesai yang bersifat menyedihkan (catastrophe). Kedua monolog ini saling melengkapi satu sama lain. Pembaca cerita Kesa to Moritoo akan dapat meramal kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya setelah bagian terakhir dari monolog Kesa selesai mereka Baca walaupun Akutagawa tidak menuliskannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13886
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
W.S. Hasanuddin
Bandung: Angkasa, 2009
808.82 HAS d;808.82 HAS d (2)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library