Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89994 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marjory S. Linardy
"Tujuan skripsi adalah untuk mengetahui konsep kebenaran menurut Friedrich Schiller, Analisis dibatasi pada empat buah puisi dari jaman kesusastraan Klassik, yaitu Kassandra, Die Worte des Wahns, Die Worte des Giaubens dan Der Pilgrim Sebelum masuk pada analisis, terlebih dahulu diteliti konteks yang mengitari Schiller. Disesuaikan dengan empat buah puisi yang dipilih, konteks yang diteliti hanya konteks filsafat dan agama.
Berdasarkan penelitian stag dua konteks tersebut dan analisis keempat puisi ditarik kesimpulan, bshwa kebenaran menurut Friedrich Schiller berhubungan erat dengan moral dan kebajikan (Tugend), dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat dipercaya tanpa dapat dibuktikan, dan oleh karena itu sangat sulit untuk diterima dan dimengerti manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koopmann, Helmut
Stuttgart JB Metzlersche 1966
831.6 S 68 zk
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Atka Savitri
"Berdasarkan pendapat seorang tokoh kulit hitam, W.E.B. DuBois yang mengatakan bahwa kaum kulit hitam di Amerika selalu berada dalam dua keadaan yang tidak sempurna (mereka merupakan bagian dari Afrika dan juga bagian dari Amerika), maka tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melihat sejauh mana keadaan mendua atau dualisme tersebut mempengaruhi diri salah seorang penyair Harlem Renaissance yaitu Langston Hughes. Dibantu dengan data sejarah sosial kaum kulit hitam di Amerika, teknik penelitian yang digunakan adalah analisis tekstual terhadap delapan puisi Langston Hughes. Adapun kedelapan puisi yang ditulisnya antara tahun 1921 hingga 1931 adalah sebagai berikut, The Negro Speaks of Rivers yang ditulis pada tahun 1921, My People (1922),Negro (1922), Afro American Fragment (1930), I Too (1924), Our Land (1924), As I Grew Older (1926), serta Union (1931). Empat puisi pertama mengungkapkan pandangannya terhadap Afrika dan kaum kulit hitam. Sedangkan keempat puisi berikutnya mencerminkan pandangannya terhadap rasialisme dan demokrasi di Amerika. Dari analisis tekstual terhadap kedelapan puisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perkembangan sikap dalam diri Langston Hughes. Puisi-puisi yang di tulisnya pada awal tahun 1920-an menunjukkan sikap optimis penyair. Sebaliknya, pada puisi-puisi yang ditulis pada tahun berikutnya, tampak sikap pesimis disertai protes penyair terhadap sistem sosial dan masyarakat. Selain itu diperoleh kesimpulan bahwa dualism yang dialami oleh Langston Hughes terletak pada keragu raguannya dan ketidakpastiannya dalam menempatkan dirinya sebagai seorang yang berasal dari Afrika, namun lahir dan dibesarkan di Amerika. Sebagai seorang kulit hitam yang berasal dari Afrika, ia bangga akan identitasnya namun ia tidak mengenali benua Afrika . Baginya, tanah airnya adalah benua Amerika, meskipun Ia membenci sistem sosial yang berlaku di benua tersebut."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadya Prihatin
"ABSTRAK
Tujuannya adalah ingin membuktikan dengan teori Georg Lukacs bahwa sikap Wolfgang Borchart yang anti perang secara implisit tercermin dalam empat cerita pendeknya. Teori yang digunakan untuk meneliti keempat cerita pendek tersebut adalah teori pencerminan kenyataan dari Georg Lukacs. Dari hasil penelitian terhadap keempat cerpen Wolfgang Borchart yang berjudul Dia Kuchenchr. Der Kaffes Ist Undefinierbar, Dis Kegelbahn, den Lhesbuchgeschichten yang dilandasi dengan teori tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keempat cerpen tersebut secara implisit mencerminkan sikap pengarang dan kenyataan pada masa dan akhir perang dunia kedua.

"
1996
S16210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudjiastuti Arifin
"Penulisan skripsi ini bertujuan hendak memberikan gambaran tentang Milieu atau lingkungan sosial yang mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kehidupan manusia, termasuk didalamnya semua masalah manusia dengan segala tingkahlaku dan kehidupannya. Milieu adalah lingkungan yang mengelilingi kehidupan manusia, dengan kata lain manusia tidak dapat bercerai dengan lingkungannya selama manusia hidup. Seperti yang tampak dalam drama tragedi Maria Magdalene, semua percakapan, pandangan serta nasihat yang terdapat dalam drama ini secara keseluruhan berakar da_lam pandangan masyarakat di sekitar mereka dan hal-hal yang dianggap dituntut dalam masyarakat haruslah benar_-benar dipegang teguh. Klara, tokoh utama dalam drama merupakan contoh manusia sosial yang sadar akan tuntut_an masyarakat sehingga ia rela mengorbankan dirinya dengan jalan bunuh diri untuk membela dan mempertahan_kan nama baik keluarganya seperti yang selalu dituntut ayahnya. Karena pengaruh dari Milieu inilah Klara dituntut agar mengorbankan dirinya, karena ia tidak dapat melanggar norma-norma yang dijunjung dan berlaku dalam masyarakat. Dari gambaran di atas jelaslah bahwa Milieu sangat mempengaruhi kehidupan manusia dan keberadaan manusia sebagai makhluk sosial termasuk dalam tema drama Maria Magdalene."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S14988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elah Amatillah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pemikiran Schiller mengenai makna kebebasan melalui karya drama perdananya berjudul Die Räuber. Melalui pendekatan sosiologi sastra berdasarkan strukturalisme genetik milik Lucian Goldman, ditemukan bahwa ide kebebasan dalam drama ini dipengaruhi oleh dua semangat zaman kesusastraan Jerman yaitu: aliran kesusastraan Aufklärung (1700-1780) dan aliran kesusastraan Sturm und Drang (1770-1830).

ABSTRACT
This thesis analyzes the thoughts of Schiller regarding the meaning of freedom through his first drama, Die Rauber. By using sociological approach based on Genetic Structuralism by Lucian Goldman, the researcher found that concept of freedom in this drama was influenced by the spirit of two German Literary Periods, Aufklarung (1700-1780) and Sturm und Drang (1770-1830)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T50126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dermawan,author
"Dekonstruksi kebenaran dalam seni rupa yang dimaksudkan di sini adalah praksis Dekonstruksi oleh Derrida terhadap konstruksi pemikiran beberapa filsuf dan perupa tentang status ontologis seni rupa dan juga hubungan logis antara pernyataan dengan kenyataan yang berhubungan dengan seni rupa dan penafsiran karya seni rupa. Secara umum dekonstruksi dapat dimengerti sebagai cara membaca kritis dan spontan terhadap filsafat Barat yang logo dan fonosentris, dan yang memahami ada sebagai kehadiran. Dalam hal ini, dekonstruksi adalah suatu praksis demonstratif untuk membuktikan bahwa kenyataan ada (kebenaran sejati) tidak hadir bagi yang memikirkan dan yang menuliskannya.
Sehubungan dengan ini, khusus di bidang seni dan seni rupa, Derrida menyangkal anggapan para filsuf bahwa seni memiliki kebenaran tunggal (ontologis) yang dapat dijelaskan dengan bahasa. Ia juga menyangkal dapat tercapainya kebenaran relasi (logis) antara bahasa dengan obyek bahasa dalam kegiatan penafsiran karya seni rupa. Filsuf, menurut pendapatnya "membatasi" keanekaragaman seni di dalam seni-seni diskursif : "percakapan" (phonic) dan pemikiran (logos). Oleh karena itu, wacana tentang seni (dalam hal ini seni rupa) menjadi tidak produktif. Agar produktif, Derrida menciptakan wacana yang "mobil". Bergerak di dalam dan di luar bingkai filsafat yang logo dan fonosentris.
Derrida memahami semua yang ada hanya sebagai teks dan ditandai tekstualitas. Baginya teks berasal dari, dan sebagai pengantar kepada teks-teks berikutnya. Teks juga adalah rangkaian tanda-tanda yang distrukturkan oleh "jejak jejak" (traces) otonom. Dengan demikian, seni rupa juga adalah teks yang merupakan jalinan tanda-tanda yang distrukturkan oleh jejak-jejak otonom atau berdiri sendiri-sendiri. Lebih jauh, dia juga menyikapi teks sebagai tulisan, dan tulisan sebagai barang mati. Oleh karena itu, karya seni rupa juga adalah teks atau tulisan, dan barang mati.
Berdasarkan pemikiran seperti ini, dalam mengapresiasikan karya seni rupa, ia secara bebas mengapresiasikan infrastruktur khusus atau ":jejak-jejak" goresan pada karya yang menarik perhatiannya tanpa mengindahkan makna yang dikomunikasikan oleh perupanya. Ia menghubungkan jejak-jejak atau infrastruktur karya dengan teks-teks, baik filsafat, maupun teks-teks lainnya sejauh ia menghendakinya. Teks-teks dilepas dari konstruksi kesatuannya. Dengan ini, konstruksi pemikiran tentang seni yang selalu cenderung mengarah kepada kesatuan atau totalitas, dialihkannya ke wacana pertebaran jejak-jejak otonom.
Dari pemikiran dan contoh-contoh yang diberikannya, dekonstruksi Derrida terhadap "kebenaran" dalam tema seni rupa adalah usaha untuk memperluas wacana "kebenaran" (kenyataan ada) karya seni rupa ke luar wacana yang dibingkai filsafat yang logo dan fonosentris. Gerakan ke luar "melampaui" (goes beyond) filsafat ini tidak diberi batasan yang tegas, kecuali ia bermain dengan wacana tersebut dan pada waktu dan keadaan tertentu ia memutuskan "permainan"nya sudah cukup. Putusan cukup inilah yang membatasi karya seni, dalam hal ini karya seni rupa, dengan dunia.
Dalam khasanah percakapan dan pada karya seni rupa kontemporer di Indonesia ciri dekonstruksi seperti melanggar batas-batas defenisi dan kategori-kategori dalam teori seni dan keindahan, ketidakhadiran subyek dalam karya, dan usaha memperkenalkan karya seni rupa yang menentang estetika kesatuan dan keselarasan, telah dapat diidentifikasikan. Tetapi ciri-ciri tersebut baru sebatas bagian dari ciri-ciri umumnya saja. Ciri-ciri itupun, secara terpisah, dapat diidentifikasikan pada karakteristik karya seni rupa di luar wacana dekonstruksi. Usaha untuk menunjukkan mana karya seni rupa yang sepenuhnya dekonstruktif bukan pekerjaan mudah. Karena batasan dari dekonstruksi itupun tidak mudah ditegaskan.
Khusus dalam wacana kritik pada.karya seni rupa kontemporer di Indonesia, sejauh penelitian penulis, gaya kritik dekonstruktif belum memperlihatkan fenomena yang berarti. Wacana kritik masih terfokus pada karya dan perupanya; sedangkan kritik dekonstruktif lebih terfokus kepada otoritas "pembaca" atau kritisinya, dan mengembangkan wacana ke arah wacana produktif, intertekstualitas dan tanpa batas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T8976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawardi
"Skripsi ini membahas biografi Roeslan Abdulgani di mana ia dapat survive dalam dua jaman, dari jaman Soekarno ke Soeharto. Pengumpulan data yang dilakukan selama penilitian dengan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S12374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kahar Masyhur
Jakarta: Rineka Cipta, 1995
297.32 KAH s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Tantri Maharani
"[ABSTRAK
Chanoyu adalah seni upacara minum teh Jepang. Didalam Chanoyu terdapat beberapa unsur pendukung yaitu chashitsu atau ruang teh dan chaniwa atau taman teh. Seni arsitektur chashitsu dan chaniwa mendapatkan pengaruh besar dari ajaran Buddha Zen. Dalam estetika wabi sabi terdapat beberapa konsep keindahan yang berkaitan dengan ajaran Zen Buddha. Konsep-konsep tersebut juga diterapkan dalam desain arsitektur yang ada dalam chashitsu dan chaniwa. Penelitian ini membahas dan membuktikan bahwa didalam chashitsu dan chaniwa terdapat nilai wabi sabi sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Hisamatsu Shini?ichi.ABSTRACT Chanoyu is the art of the Japanese tea ceremony. Inside chanoyu there are several supporting things like chashitsu or tea rooms, and chaniwa or tea garden. Chashitsu and Chaniwa architectural design got a lot influence from Zen Buddhism. Inside wabi sabi aesthetic beauty there are some beauty aspect that related to the Zen Buddhism. Those concepts also applied in the architectural art of chaniwa and chashitsu. This research discussed and proves that wabi sabi aesthetic values are applied in chashitsu and chaniwa architectural, using Hisamatsu Shinichi?s theory.;Chanoyu is the art of the Japanese tea ceremony. Inside chanoyu there are several supporting things like chashitsu or tea rooms, and chaniwa or tea garden. Chashitsu and Chaniwa architectural design got a lot influence from Zen Buddhism. Inside wabi sabi aesthetic beauty there are some beauty aspect that related to the Zen Buddhism. Those concepts also applied in the architectural art of chaniwa and chashitsu. This research discussed and proves that wabi sabi aesthetic values are applied in chashitsu and chaniwa architectural, using Hisamatsu Shinichi?s theory., Chanoyu is the art of the Japanese tea ceremony. Inside chanoyu there are several supporting things like chashitsu or tea rooms, and chaniwa or tea garden. Chashitsu and Chaniwa architectural design got a lot influence from Zen Buddhism. Inside wabi sabi aesthetic beauty there are some beauty aspect that related to the Zen Buddhism. Those concepts also applied in the architectural art of chaniwa and chashitsu. This research discussed and proves that wabi sabi aesthetic values are applied in chashitsu and chaniwa architectural, using Hisamatsu Shinichi’s theory.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>