Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martha Endah Susanti
"ABSTRAK
Sula dan The Mixquiahuala Letters adalah dua novel yang memiliki beberapa persamaan. Keduanya ditulis oleh penulis wanita yang berasal dari kelompok masyarakat minoritas di Amerika. Sula ditulis oleh Toni Morrison, seorang penulis wanita terkemuka Amerika dari kelompok masyarakat African-American, sedangkan The Mixquiahuala Letters ditulis oleh Ana Castillo, dari kelompok masyarakat Mexican-American.
Persamaan lain yang menurut saya cukup menonjol adalah tema persahabatan yang terjalin antara tokoh-tokoh utamanya yang adalah juga wanita. Persahabatan antar wanita dalam kedua novel ini ternyata merupakan usaha pencarian identitas tokoh-tokoh wanita yang terlibat di dalamnya. Bentuk dan perkembangan persahabatan dalam kedua novel ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persahabatan tersebut juga sedikit banyak dipengaruhi dan berkaitan dengan sistem masyarakat patriarkhat yang cenderung menekan wanita.
Skripsi ini mencoba mengupas masalah-masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan feminisme. Teori-teori yang digunakan terutama teori perkembangan identitas wanita oleh Nancy J. Chodorow dan teori tentang persahabatan antar wanita Janice G. Raymond.

"
1995
S14144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandjung, Elizabeth C.
"ABSTRAK
Ambivalensi dalam memeluk agama Kristen diantara kelompok-kelompok masyarakat minoritas di Amerika seperti yang tergambar di dalam novel-novel The Color Purple, The Mixquiahuala Letters dan Love Medicine. (Di bawah bimbingan Dr. Melani Budianta). Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1995.
Skripsi ini berusaha menunjukkan sikap ambivalensi kelompok-kelompok masyarakat minoritas di Amerika (Negro, Hispanik dan Indian) dalam memeluk agama Kristen yang ditunjukkan di dalam masing-masing korpus serta penyebab ambivalensi yang tergambar dalam masing-masing novel tersebut. Di dalam The Color Purple, para tokoh digambarkan sangat `akrab' dengan agama Kristen. Sikap dan tindakan mereka sehari-hari menunjukkan bagaimana nilai-nilai ke-Kristen-an sudah tertanam dalam diri mereka. Tokoh Celie misalnya menjadikan Tuhan sebagai tempat curahan hati yang terpercaya, menjadikan nilai-nilai ke-Kristen-an sebagai standar moral kehidupan sehari-hari, menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya pelindung, dll. Hal ini merupakan perwujudan dari teori James Stuart Olson yang mengatakan bahwa kaum minoritas mengadaptasi kebudayaan kaum mayoritas -- karena agama Kristen adalah salah satu unsur kebudayaan masyarakat mayoritas, agama Kristen tersebut juga diadaptasi oleh kaum minoritas kulit hitam.
Di sisi lain, ternyata para tokoh tersebut merasa anti terhadap agama Kristen. Hal ini diakibatkan oleh adanya pandangan bahwa agama Kristen tersebut identik dengan kaum kulit putih. Masyarakat kulit hitam dalam novel ini menganggap kaum kulit putih sebagai penyebab kesengsaraan hidup mereka. Mereka kemudian berusaha membentuk persepsi sendiri terhadap identitas Tuhan untuk menjauhkan Tuhan dan citraNya yang seolah-olah adalah `milik' kaum kulit putih.
Di dalam The Mixquiahuala Letters, ambivalensi tampak dalam sikap tokoh Teresa yang di satu sisi sudah sangat tidak peduli terhadap nilai-nilai ke-Kristen-an, namun di sisi lain juga tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari agama Kristen yang dalam sejarah memang memegang peranan panting sebagai identitas masyarakat Hispanik. Teresa misalnya digambarkan tidak peduli akan kesucian perkawinan yang diluhurkan oleh agama Kristen -- Teresa menikah sesuai adat Hare Krishna dari India dan hidup bersama di luar perkawinan dengan banyak pria. Sikap Teresa ini menunjukkan bagaimana ia sudah mengadaptasi kebudayaan kaum flower children yang sedang melanda Amerika saat itu. Hal ini, seperti juga di dalam The Color Purple, merupakan perwujudan teori lames Stuart Olson mengenai adaptasi kebudayaan' Di sisi lain, Teresa sebenarnya masih `dekat' dengan ke-Kristen-an tersebut -- ia tetap menginginkan putranya dibaptis dan masih membutuhkan `bantuan' Tuhan untuk mengusir setan_ Ke-ambivalensi-an sikap Teresa disebabkan akibat tidak tertanamnya nilai-nilai agama Kristen dalam diri Teresa sehingga ia mudah terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh lain seperti gerakan flower children dan juga masalah superstitious.
Di dalam Love Medicine, ambivaiensi tampak dalam hal di satu sisi masyarakat Indian sudah memeluk agama Kristen, akan tetapi di sisi lain masih memegang kepercayaan aslinya. Hal ini berhubungan dengan kekecewaan para tokoh tersebut akan nasib mereka sebagai bangsa Indian. Kemiskinan, standar hidup yang buruk, kehidupan yang sulit membuat mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak memperhatikan bangsa Indian. Hal ini membuat mereka beralih ke dewa-dewa mereka. Tapi untuk kembali sepenuhnya ke kepercayaan aslinya juga merupakan suatu hal yang mustahil karena telah hilangnya `cara-cara berdoa' yang banar- secara Indian.
Dari pengkajian atas ketiga novel tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa tokoh-tokoh utama dalam ketiga korpus tersebut: Celle, Shug, Nettie, Teresa, Lipsha, Marie dan Gordie adalah para marginal man -- mereka hidup di antara dua kebudayaan: kebudayaan kaum mayoritas kulit putih dan kebudayaan mereka masing-masing sebagai kaum minoritas. Konflik akibat pertemuan kebudayaan itu terealisasi dalam sikap dan tindakan mereka yang ambivalen tersebut dalam memeluk agama Kristen sebagai salah satu unsur dari kebudayaan masyarakat mayoritas kulit putih. Faktor sejarah masa lalu dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat minoritas tersebut di tengah masyarakat mayoritas berperan besar dalam mempengaruhi sikap mereka dalam mengadaptasi kebudayaan masyarakat mayoritas.

"
1995
S14157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhaputri Widiantini
"Sekitar tahun 2003, muncul sebuah novel yang cukup menggemparkan di penjuru tempat, yakni The Da Vinci Code oleh Dan Brown. Kualitas dari novel itu mungkin memang tidak sehebat beberapa karya yang telah muncul sebelumnya seperti The Name of The Rose, karya Umberto Eco. Tetapi pemilihan topiknya cukup kontroversial sehingga membuat banyak pihak _kalang-kabut_ dan berusaha membuat pembenaran pernyataan atas novel fiksi ini, dari pemberian keterangan atas fakta_fakta yang ada hingga pemberaan atas beberapa topik yang menjadi bagian dari novel tersebut. Kernudian terlihat sebuah kunci pembuka sejarah yang selama ini termanipulasi. Sejarah yang kita kenal selalu ditulis melalui pena dan sudut pandang maskulin. Hal ini membuat adanya kisah-kisah yang feminin justru dilupakan. Ketidakseimbangan ini justru membuat keadaan dalam masyarakat, termasuk kebudayaannya, sangatlah timpang dan tidak adil terhadap posisi perempuan. Ketika masuk dalam pembongkaran semiotik, kita akan lebih dapat melihat tanda-tanda sebagai sesuatu yang menghasilkan berbagai interpretasi baru karena dalam tanda kita dapat berpikir dengan kritis. Sekeliling kita dipenuhi dengan tanda, oleh sebab itu kita harus berani membongkarnya untuk menghasilkan sesuatu yang baru bagi pengetahuan juga bagi sejarah. Oleh karena itu teori yang sangat cocok dipakai adalah teori dari Peirce dimana interpretasi sangat berperan penting dalam menghasilkan sebuah tanda baru dalam kehidupan. Ketika memandang dengan perspektif feminis, maka akan dihasilkan sebuah sejarah baru, yang bukan lagi milik budaya patriarki (_His_story) melainkan menjadi sebuah sejarah yang dimiliki juga oleh perempuan (_Her_story). Bagaimana kita mampu memandang simbol yang begitu sarat unsur feminin tanda adanya bantuan teori feminisme? Teori Julia Kristeva mengenai chora feminine dan Maternity merupakan jawaban yang tepat dalam mengupas simbol-simbol yang mewakili unsur feminine. Dengan intertekstualitasnya, ia mengingatkan bahwa setiap pengalaman individu adalah sebuah keunikan yang takkan dimengerti oleh subjek lain. Justru dengan saling mengaitkan, maka pemahaman subjek akan menjadi beragam. Untuk dapat mengembangkan sebuah makna, maka hasrat subjek juga sangat berperan. Kristeva selalu menginginkan untuk mengangkat hal-hal yang posmoic, yang terlupakan. Karena justru dengan mengangkat yang terlupakan, kekayaan makna akan semakin beragam dan kemutlakan akan menghilang. Sejarah ini merupakan pengangkatan terhadap yang marginal, yang biasanya selama ini selalu dilupakan. Dan melalui penulisan ini dan pembongkaran terhadap novel The Da Vinci Code, akan terbukti bahwa novel ini merupakan salah satu upaya untuk berpikir melalui tanda dan dengan memandang sebuah permasalahan dengan paradigma baru yang ramah gender, maka pemikiran kritis akan mungkin terjadi, sehingga tidak ada lagi unsur penindasan terhadap kaum marginal. Pemikiran yang berpengaruh dalam masyarakat merupakan bentukan dari budaya pemenang, sehingga dengan adanya usaha pembongkaran yang sarat dengan pemikiran feminisme, kebudayaan yang berkembang itu dapat dibongkar pula sehingga menghasilkan sebuah keseimbangan dalam kehidupan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rustin Rahayuni
"Mori Ogai, merupakan salah satu pengarang besar dalam Kesusastraan Jepang Modern, yang hidup pada masa Jepang tengah gencar-gencarnya melaksanakan pembaharuan di segala bidang, yakni yang disebut Restorasi Meiji (1868). Pada saat masuk ke dinas ketentaraan yang bertugas sebagai dokter, ia mendapat tugas belajar ke Jerman. Sesuai dengan suasana Jepang yang pada masa itu tengah membuka diri dan condong ke Eropa dan Amerika, Ogai pun tumbuh sebagai orang yang mempunyai pemikiran Eropa. Ketika di Jerman, ia telah mulai mengarang, dan karya pertamanya, Maihime, merupakan karya besar yang sampai sekarang masih banyak diteliti. Setelah pulang kembali ke Jepang, Ogai masih terus melanjutkan menulis, sehingga ia pun memutuskan untuk menjadi seorang pengarang disamping masih dinas sebagai dokter tentara, dan menghasilkan banyak karya. Novel Saigo no lkku, yang dibahas pada penulisan skripsi ini merupakan karyanya yang ditulis pada tahun 1915. Di dalamnya berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Ichi, yang lahir sebagai anak tertua, yang berusaha menolong ayahnya yang akan dihukum gantung, dengan mengorbankan dirinya beserta adik-adiknya untuk menggantikan menjalani hukuman itu. Dalam usahanya itu, dia benar-benar memikirkannya sendiri, dan apa yang akan diperbuatnya itu telah dia perhitungkan sebelumnya. Ternyata, apa yang dilakukannya itu membuat para penguasa menjadi berfikir lebih lanjut terhadap kasus ayah Ichi ini, hingga akhirnya usaha Ichi tidak sia-sia, karena ayahnya tidak jadi dihukum mati, tetapi dihukum buang. Di dalam novel ini, Ogai ingin menyampaikan kepada pembaca, bahwa didalam tindakan Ichi ini, ada"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S13582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Triwardani
"Dalam masyarakat secara umum, nilai patriarkhat telah menjadi dasar untuk membentuk segala nilai acuan dalam setiap bidang, termasuk bidang sastra. Paham ini juga menjadi acuan tradisi penulisan dalam masyarakat patriarkhat. Nilai-nilai acuan untuk menilai suatu karya sastra adalah pengalaman pria, sehingga tidak memberi tempat kepada dunia wanita untuk tampil dari sudut pandang wanita. Keadaan ini menciptakan alternatif tradisi penulisan dengan berfokus kepada pengalaman wanita yang dituangkan Showalter dalam konsep kesusasteraan wanita. Menurutnya, kesusasteraan wanita bukan sekedar terdiri dari karya-karya yang kebetulan ditulis oleh seorang wanita tentang wanita, tetapi mementingkan pengalaman sebagai seorang wanita yang ingin disampaikan oleh sang pengarang, dan juga yang menjadi acuan pembaca dalam membaca suatu karya sastra dalam kesusasteraan wanita. Pengalaman ini bisa berupa pengalaman sosial sesuai peran wanita sebagai anak perempuan atau ibu dalam masyarakat.
Salah satu tradisi kesusasteraan patriarkhat adalah kehadiran wanita single. Mereka bercitra buruk, seperti berpenampilan tidak menarik, bahkan menyeramkan, berkepribadian buruk, karena menurut pengalaman pria wanita single menolak aturan yang telah diberikan masyarakat patriarkhat bahwa posisi yang paling alami bagi wanita adalah berkeluarga. Sebaliknya, berdasarkan pengalaman wanita pada diri penulis dan pembaca, kehadiran wanita single dianggap menyuarakan pengalaman wanita untuk memperoleh kebebasan menyuarakan keberadaan mereka dalam masyarakat, seperti yang tercermin dari tokoh-tokoh wanita single dalam The Country Of The Pointed Firs dan The Pearl Of Orr's Island.
Masyarakat memiliki pandangan tertentu tentang wanita single. Wanita single dipandang sebagai sosok yang tidak menarik dan memiliki tingkah laku yang aneh, sehingga ia tidak memperoleh tempat dalam masyarakat. Keadaan ini berbeda dari apa yang digambarkan oleh Harriet Beecher Stowe dan Sarah Orne Jewett dalam kedua novel tersebut. Kedua penulis ini menampilkan wanita-wanita single yang memperoleh tempat penting dalam masyarakat. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa kehadiran wanita-wanita single dalam kedua novel tersebut merupakan bantahan terhadap pandangan stereotipe masyarakat tentang wanita single. Sebaliknya, para penulis menghadirkan citra altematif wanita single sebagai sosok yang mampu mengekspresikan din dan memiliki kesadaran diri. Untuk itu, saya memutuskan untuk meninjau kedua novel ini .dengan berpangkal dari tradisi penulisan dalam kesusasteraan wanita. Tradisi penulisan dalam kesusasteraan wanita akan memberikan pemahaman lain tentang kehadiran tokoh-tokoh wanita single tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianita Purwani
"Pergerakan feminisme muncul hampir bersamaan di berbagai belahan bumi pada abad ke-18. Pergerakan ini mempengaruhi banyak sisi kehidupan, termasuk dunia kesusastraan. Tidak hanya penulis-penulis feminis yang bermunculan, berbagai analisis bersudut pandang feminis juga berkembang. Roman Godin van de jacht karya Heleen van Royen dianalisis berdasarkan sudut pandang feminisme radikal. Yang digali dalam roman ini adalah penggambaran perempuan dan nilai-nilai feminisme, pencitraan stereotip, dan efektifitas pencitraan dalam menyampaikan gagasan feminis radikal. Kesimpulan yang dapat ditarik, terdapat dua tokoh perempuan yang bertolak _belakang dalam cerita. Diana yang digambarkan modern dan Evelien yang konservatif. Penggambaran tokoh-tokoh dan nilai-nilai feminisme dalam roman Godin van de jacht dianggap tidak efektif dalam mencitrakan model feminis radikal. Walaupun begitu, terdapat keberhasilan kecil yang dicapai roman ini: pendobrakan pencitraan stereotip perempuan dan laki-laki."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S15849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estu Murniasih
"ABSTRAK
Analisis ini bertujuan mengungkapkan aspek aspek sosial budaya dua tokoh wanita yang ada dalam novel karangan Hamka, Merantau Ke Deli. Metodenya menggunakan metode deskriptif analitis dan pendekatan intrinsik. Aspek - aspek sosial budaya tokoh yang digunakan mengacu langsung pada isi atau kenyataan dalam novel itu sendiri. Aspek - aspek tersebut adalah : 1. Pendidikan tokoh wanita, 2. Kedudukan tokoh wanita dalam keluarga, 3. Kelompok sosial dan peranan tokoh wanita, serta 4. Nilai budaya yang mendasari sikap hidup tokoh wanita. Keempat aspek ini berasal dari buku Tokoh Wanita dalam Novel Indonesia Tahun 1920-1980-an oleh Anita Rustapa dkk

"
1996
S10854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Sembodo
"Penelitian ini menggunakan metode analitis deskriptif dengan pendekatan gender. Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah novel Jendela-Jendela dengan tokoh utama perempuannya menjadi fokus utama dalam melihat relasi gender yang ada dalam novel tersebut. Pendekatan intrinsik digunakan untuk melihat penokohan yang ada dalam novel dan pendekatan ekstrinsik untuk melihat kaitan penokohan dengan relasi gender dalam novel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat citra perempuan tokoh utama dan pandangannya terhadap tokoh lainnya baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa tokoh utama perempuan adalah perempuan yang berani untuk bebas dalam menentukan pilihannya. Tokoh itu berani untuk mencari tujuan hidupnya yang sebenarnya dan merombak stereotip perempuan yang ada. Tokoh ini tidak menampilkan feminisme atau berorientasi untuk menyetarakan gender. Namun dari keberaniannya dalam lepas dari stereotip yang dibentuk oleh kekuasaan patriarkis telah menunjukkan ia adalah sosok perempuan yang dapat dijadikan contoh bagi perempuan modern."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S10828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Fauziah
"Korpus yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua drama O'Neill, yaitu Beyond the Horizon dan Desire Under The Elms karena dibandingkan dengan tokoh utama perempuan lain dalam semua dramanya, tokoh utama perempuan dalam kedua drama ini, Ruth Atkins dan Abbie Putnam, menimbulkan dampak yang paling destruktif, yaitu mengakibatkan kehancuran satu keluarga. Ruth Atkins dan Abbie Putnam juga memiliki satu persamaan, yaitu mereka berdua termasuk arketipe wilful woman. yaitu arketipe perempuan yang memberontak terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat patriarkal. Selain itu, kedua drama ini memiliki tema., pola dan setting yang sama., yaitu tema cinta segi tiga, kedua tokoh utama perempuan tersebut dicintai oleh dua orang laki-laki yang memiliki hubungan keluarga, dan setting di pertanian New England, Amerika, pada abad-19. Penelitian ini akan menggunakan dua buah argurnen sebagai titik tolak dalam meneliti pencitraan kedua tokoh utama perempuan tersebut, yaitu: 1. argumen arketipe citra perempuan di teater Lesley Ferris, dengan menggunakan pendekatan feminisme, bahwa arketipe wilful woman digambarkan sebagai seorang perempuan jahat dan arketipe tersebut digunakan oleh para dramawan patriarkal untuk meneguhkan norma patriarkal dalam masyarakat 2. argumen oposisi biner Marysia Zalewsky bahwa oposisi biner terdiri dari kategori maskulinitas dan femininitas. Kategori maskulinitas yang digunakan untuk laki-laki mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dan lebih baik daripada kategori femininitas yang digunakan untuk perempuan. Sedangkan landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ideologi gender the cult of true womanhood_. Hasil penelitian menunjukkan kalau O'Neill menampilkan Ruth Atkins dan Abbie Putnam sebagai korban dari ideologi gender the cult of true womanhood. Hal tersebut menunjukkan kalau O'Neill ingin memperlihatkan kekejaman masyarakat patriarkal pada abad-19 di Amerika. O'Neill juga menggunakan oposisi biner, yaitu kategori maskulinitas dan femininitas untuk menunjukkan kalau perempuan manapun yang kuat (maskulin) maupun yang lemah (feminin) dapat menjadi korban dari ideologi gender the cult of true womanhood. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan kalau O'Neill ingin mengkritik ideologi gender the cult of true womanhood melalui dua karya dramanya Beyond the Horizon dan Desire Under The Elms."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
899.221 3 TOK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>