Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deasi Andrani
"Penelitian mengenai strategi kesopanan di dalam surat-surat bisnis ini bertujuan untuk memerikan bentuk strategi kesopanan di dalam surat-surat bisnis yang digunakan oleh penutur bukan asli bahasa Inggris. Data diperoleh dari dua macam sumber. Pertama , surat bisnis yang diperoleh dari ujian akhir mata kuliah Korespondensi Inggris II oleh mahasiswa Program Diploma Administrasi Perkantoran dan Sekretari pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Kedua, data yang diperoleh dari penutur asli yang merupakan staf pengajar pada lembaga kursus bahasa Inggris The British Council yang diperoleh dengan cara wawancara. Korpus data dianalisis dengan menggunakan teori Strategi kesopanan (Politeness Strategy) yang terdapat dalam teori Tindak Pengancam Muka (Face Threatening Acts) seperti yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson.
Teori ini berawal dari konsep muka yang bersisi negatif dan positif yang dimiliki oleh setiap orang. Bagi orang rasional, muka perlu dijaga baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, agar jangan sampai terancam dan kehilangan muka. Untuk itu mereka menggunakan bermacam-macam strategi kesopanan untuk meminima1kan ancaman muka. Hasil penalitian ini menunjukkan bahwa penutur bukan asli bahasa Inggris menggunakan lebih banyak strategi kesopanan positif (53,17%) daripada strategi kesopanan negatif (46,13%); sedangkan penuturasli menggunakan strategi kesopanan positif sebanyak 51,51% dan strategi kesopanan negatif sebanyak 48,49%. Di samping itu terdapat perbedaan penggunaan strategi kesopanan di antara penutur bukan asli dan penutur asli.
Penutur bukan asli lebih banyak menggunakan strategi bersifat optimis (19,05%), bersikap tidak langsung (17,46%) dan berkesan sebagai sebuah hutang (12,70%) sebagai strategi-strategi yang paling banyak digunakan. Penutur asli menggunakan strategi bersikap tidak langsung (24,24%), berkesan sebagai hutang (21,21'7.) dan bersikap optimis (18,187.) sebagai strategi-strategi yang paling banyak digunakan.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penutur bukan asli, yakni mahasiswa Program Diploma Administrasi Perkantoran dan Sekretari pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, telah memiliki kepekaan untuk menggunakan strategi kesopanan di dalam surat bisnis yang mereka buat. Hal ini berarti bahwa mereka dengan sadar berusaha melindungi mukanya dan muka lawan bicaranya dari ancaman kehilangan muka di dalam kegiatan korespondensi bisnis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S14163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Tirtobisono
Surabaya: Indah, 2005
346.02 YAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oktiva Herry Chandra
"Pemahaman implikatur percakapan lebih sulit jika dibandingkan dengan pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana humor yang penuh dengan muatan budaya pembuat tuturan tersebut. Perbedaan budaya yang melatarbelakangi masing-masing penutur dan petutur akan berdampak pada mudah dan tidaknya makna implisit tersebut diungkap kembali.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan deskripsi tentang pemahaman implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama. Paparan dan deskripsi tersebut mencakup strategi penguasaan atau pemahaman implikatur percakapan serta sebab-sebab kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitatif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama dan teori Sperber dan Wilson (1995) tentang enam fitur teori relevansi. Data penelitian ini terdiri atas informasi tentang strategi atau cara menarik inferensi pragmatik dalam sebuah percakapan dan jawaban responden terhadap kuesioner. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif dan rnetode analisis pragmatik dengan menggunakan analisis fitur relevansi.
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa strategi pemahaman implikatur percakapan pada lima jenis tindak tutur, yaitu 1) tindak tutur direktif, 2) tindak tutur komisif, 3) tindak tutur ekspresif, 4) tindak tutur representatif, dan 5)tindak tutur deklaratif, tidak menunjukkan perbedaan cara di dalam menarik inferensi pragmatik sebuah tuturan. Untuk dapat menarik implikasi pragmatik sebuah tuturan keenam fitur relevansi digunakan,yaitu 1) eksplikatur, 2) andaian dan simpulan implikatur, 3) sumber petutur, 4) pengungkapan makna, 5) aksesabilitas, dan 6) tuturan sementara. Kesalahan dalam menenrukan salah satu fitur relevansi tersebut akan berdampak pada kesulitan di dalam memahami implikasi pragmatik sebuah tuturan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keterpahaman sebuah implikatur percakapan mensyaratkan kemampuan petutur untuk dapat mengidentifikasi keenam fitur relevansi tersebut dengan benar. Kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan disebabkan kegagalan di dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan salah satu atau beberapa fitur. Adapun jenis fitur relevansi yang gagal diidentifikasi sangat bervariasi antara responden yang satu dengan responden lain. Responden gagal menginterpretasikan wacana humor yang ada karena salah di dalam 1) menangkap eksplikatur ujaran, 2) mengambil andaian dan simpulan implikatif, 3) mengembangkan kesan konteks ujaran, 4) memberikan pemaknaan yang tepat pada ujaran, atau 5) menentukan tuturan sementara yang dijadikan acuan dalam membuat simpulan.

Understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially humor discourses, which are rich of speaker's cultural background. The cultural difference between speaker and hearer creates an impact on revealing the understanding of implicit meaning.
The aims of this research are to explore and to describe a conversational implicature understanding, which appears as the result of cooperative principle violations. The explanation and description encompass the strategy of conversational implicature understandings and the causes of failure in understanding conversational implicature.
This qualitative research is based on Grice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle and Sperber and Wilson's (1995) theory of relevance. The sources of data are the information of strategy or way of pragmatic inferring and the answer of respondents to questionnaires. Qualitative and pragmatic analyses using six features of relevance theory are conducted to analyze the data.
The findings of the research show that the strategies used in understanding conversational implicatures of the five speech acts, namely, 1) directive, 2) commissive, 3) expressive, 4) representative, and 5) declarative, aren't dissimilar in inferring pragmatic implications of utterances. To infer pragmatic implications, speaker applies simultaneously the six features of relevance, such as 1) explicature, 2) implicit premise and conclusion, 3) hearer's source, 4) meaning judgment, 5) accessibility, and 6) garden-path utterance. A mistake in determining one of the features of relevance causes difficulties in understanding the pragmatic implication of utterances.
The analysis shows that the comprehension of a conversational implicature requires the hearer's ability to identify six features of relevance. A failure in identification of one or some features causes a misunderstanding in comprehending the conversational implicatures. And the features that can't be identified by respondents vary among them. Respondents fail to interpret the humor discourses since they fail in 1) identifying the explicature of utterance, 2) determining the implicative premise and conclusion, 3) developing the contextual meaning of utterance, 4) giving the right meaning of the utterance, or 5) determining the garden-path of utterance as reference in interpreting the discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T1227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mualimin
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T4532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Pradana
Jakarta: Eska Media, 2002
651.75 SON m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cresci, Martha W
Jakarta: Mitra Utama, 1996
651.75 CRE mt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Laksman-Huntley
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kesaint Blanc, 2004
428 Bis
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Zarkasih
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosfita
"Skripsi ini membahas keberhasilan dan kegagalan komunikasi yang terjadi antara penutur bahasa Indonesia dengan penutur bahasa Inggris. Keberhasilan komunikasi ini ditinjau dari keberterimaan dan ketidakberterimaan ujaran yang merupakan realisasi permintaan dan permintaan maaf.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden penutur bahasa Indonesia berdasarkan kuesioner yang telah disusun. Hasil tertulis dari wawancara, dalam bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing bagi responden, kemudian diperlihatkan kepada responden penutur asli bahasa Inggris untuk dinilai menjadi berterima dan tidak berterima dengan disertai alasannya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 68 ujaran permintaan (request) yang berhasil dikumpulkan, 44,1% merupakan ujaran yang berterima, 19,1% tidak berterima karena penyimpangan tata bahasa dan kosa kata, dan 36,7% tidak berterima karena alasan pragmatic yang dinilai sebagai ujaran yang tidak sopan: Kesan tidak sopan timbul karena penutur mempergunakan bentuk langsung (direct) untuk merealisasikan permintaan kepada lawan bicara yang berkedudukan lebih tinggi dimana seharusnya dipergunakan bentuk tidak langsung (indirect).
Untuk realisasi permintaan maaf (apology), dari 38 ujaran yang terkumpul, 28,9% merupakan ujaran yang berterima. 34,2% merupakan ujaran yang tidak berterima karena penyimpangan dalam kaidah tata bahasa atau pemilihan kosa kata. Sisanya, 36,8% tidak berterima karena sebab sebab pragmatic, yaitu kekuranglengkapan.
Dalam merealisasikan permintaan maaf seseorang bukan hanya diharapkan mengujarkan ungkapan maaf, tetapi juga alasan terjadinya pelanggaran yang juga harus dapat diterima dan masuk akal, serta sebaiknya diikuti pula dengan tawaran untuk mengganti atau memperbaiki kerusakan atau pelanggaran yang terjadi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>