Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Juwita Supratiwi
"Burakumin berasal dari kata buraku (desa) dan min (penduduk). Secara harfiah burakumin berarti penduduk desa, sedangkan pengertian yang berkembang secara luas di Jepang yaitu suatu kaum yang mengalami diskriminasi dalam masyarakat Jepang karena pembagian kelas yang pernah mereka alami pada masa lalu. Cikal bakal burakumin adalah eta dan hinin. Pada jaman Edo mereka menempati posisi yang paling rendah dalam struktur masyarakat Jepang yang berlaku pada saat itu. Sebagian besar dari mereka berada dalam garis kemiskinan. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan antara lain sebagai tukang daging, penyamak, algojo, penjaga makan, dan lain-lain. Saat itu mereka sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat. Diskriminasi terhadap mereka juga diperkuat oteh ajaran Budha dan Shinto yang melarang membunuh binatang dan hal-hal yang berhubungan dengan kematian adalah kotor dan tabu. Pada jaman Meiji pemerintah menghapuskan sistem kelas yang berlaku pada jaman Edo kecuali untuk anggota kerajaan. Status eta dan hinin juga dihapuskan. Mereka lambat laun dikenal sebagai burakumin karena tinggal di wilayah yang disebut tokushu buraku (desa khusus). Meskipun kedudukan mereka lama dengan masyarakat Jepang lainnya, mereka masih sering menerima periakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat Jepang pada umumnya khususnya dalam bidang perkawinan, pekerjaan dan kehidupan masa sekolah. Dalam bidang perkawinan burakumin yang menjalin hubungan dengan bukan burakumin sering mengalami masalah. Banyak yang memutuskan hubungan atau bercerai setelah mengetahui kalau suami, istri atau kekasih mereka adalah burakumin. Dalam bidang pekerjaan burakumin sering mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan, antara lain saat melamar pekerjaan. Perusahaan-perusahaan banyak yang membeli daftar nama dan tempat tinggal Orang-orang yang tinggal di wilayah buraku. Jika diketahui kalau pelamar berasal dari wilayah buraku, kesempatannya untuk diterima bekerja di perusahaan tersebut sangat kecil. Saat masa sekolah siswa buraku sering dikucilkan, dihina, bahkan diganggu secara fisik. Mereka menjadi malas pergi ke sekolah sehingga tingkat absen mereka lebih tinggi dari siswa lainnya. Sudah ada usaha-usaha untuk menghilangkan diskriminasi yang dialami oleh burakumin, namun sampai sekarang mereka masih sering mengalami diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pangastoeti
"ABSTRAK
Perdagangan merupakan sektor yang amat berpengaruh besar dalam kehidupan ekonomi Jepang. Aktivitas perdagangan di. Jepang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan dalam hal ini swasta memegang peranan panting. Di antara sekian banyak perusahaan yang terdapat di Jepang, ada sembilan perusahaan besar yang membentuk sebuah persatuan yang disebut Sogo Shosha. Sogo Shosha marupakan perusaha_an perdagangan umum yang terdiri dari Mitsubishi Corpora_tion, Mitsui & Co, Sumitomo Corporation, Marubeni Corporation, C. Itoh & Co. Nissho Iwai Co, Toyomenka Kaisha, Kanematsu Gosho Ltd, dan Nichimen Company.
Sogo Shosha mempunyai sejarah yang amat panjang. Dalam skripsi ini penulis mengawali pembahasan dari zaibat_su yang merupakan cikal Bakal terbentuknya Sogo Shosha. Sejak awal masa pembentukannya aktivitas zaibatsu yang paling dominan adalah dalam bidang keuangan yang diwujudkan dalam bentuk perbankan, dan industri yang diwujudkan dalam bentuk perusahan-perusahaan besar . Mereka banyak membantu pemerintah dalam menyediakan dana untuk pembangunan di dalam negeri, juga untuk membiayai peperangan di luar regeri dimana Jepang telibat. Kerjasama yang erat antara pemerintah dan zaibatsu berlangsung sampai pemerintahan diambil alih oleh Sekutu akibat kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Tahun 1946 zaibatsu dibubarkan oleh pemerintah pendudukan. Meskipun demikian aktivitas mereka tetap berjalan dalam bentuk perusahaan-perusahaan kecil yang merupakan pecahannya. Tahun 1951 perintah pembubaran dicabut sehingga zaibatsu dapat bergerak lebih luas lagi. Karena luasnya wilayah dan usaha yang mereka tangani maka istilah zaibatsu sudah tidak sesuai lagi, dan mereka lazim disebut Sogo Shosa.
Aktivitas initi Sogo Shosa adalah perdagangan dengan tidak mengutamakan kepentingan sekelompok produk atau wilayah tertentu saja. Usaha-usaha lain dilakukan untuk mendukung usaha intinya. Soga Shosha bukan merupakan (conglomerats) produsen, tetapi merupakan persatuan perdagangannya, jadi me_reka tidak melakukan usaha yang memproduksi barang. Untuk membiayai aktivitas perdagangannya, masing-masing perusahaan mempunyai bank induk, dan menjadikannya sebagai partner dalam bentuk zaikai. Ada tiga hal pokok yang menunjang kemajuan Sogo Shosha yaitu sumberdaya manusia, organisasi, dan informasi. Ketiganya disusun dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemajuan perusahaan.

"
1989
S13873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Prasanti
"Lusia Prasanti. Sistem Pendidikan Jepang Setelah Perang Dunia II : Pengaruhnya terhadap Motivasi Kerja Pemuda. (Dibawah bimbingan Dr. Siti Dahsiar Anwar) Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1992. Skripsi ini menguraikan mengenai sistem pendidikan Jepang setelah Perang Dunia II dengan melihat apa pengaruhnya terhadap motivasi kerja pemuda Jepang. Peneli_tian dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan sistem pendidikan Jepang setelah Perang Dunia II sehingga dapat mengetahui apa pengaruh sistem tersebut terhadap pemikiran kaum muda Jepang mengenai motivasi kerja. Kaum muda yang dimaksud dalam pembahasan skripsi ini adalah mereka yang berusia kira_kira antara 20-25 tahun, yang merupakan usia mulai beker-ja. Pengumpulan data dipusatkan pada faktor-faktor pendidikan di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai sampai Perguruan Tinggi dan faktor lain yang berhubungan dengan kaum muda. Selain itu juga dikemukakan data-data historis pendidikan di Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendi_dikan Jepang setelah Perang Dunia II bersifat demokratis yaitu memberikan kesempatan yang sama pada seluruh rakyat untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara dalam pasal 26 tentang pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Undang-Undang Pendidikan Sekolah, diaturlah kurikulum pendidikan sekolah di Jepang yang menekankan pada kesem_patan yang sama bagi setiap pelajar untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuannya dan memberikan kebe_basan untuk berpikir. Karena ajaran tentang kesamaan dan kebebasan itu diperoleh hingga tingkat Perguruan Tinggi, para pelajar telah menjadi biasa oleh hal itu. Sehingga ketika mereka mulai memasuki dunia kerja, para pemuda yang memperoleh pelajaran demikian selama masa sekolah, mereka ingin bekerja agar dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan mendapat kebebasan dalam bekerja tanpa mengabaikan pekerjaan. Mereka cenderung mencari kepuasan bekerja karena dapat menunjukkan kemampuannya dibandingkan kepuasan dari besarnya gaji yang diperoleh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Melly Kosasih
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul "Pergeseran nilai yang dialami oleh generasi muda Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Dunia I, seperti tercermin dalam novel-novel karya John Dos Passos, E.E. Cummings dan Ernest Hemingway."
Adapun novel-novel yang dimaksud adalah One Man's Initiation: 1917 dan Three Soldiers karya John Dos Passos, The Enormous Room karya E.E. Cummings, dan The Sun Also Rises dan A Farewell to Arms karya Ernest Hemingway. Ketiga pengarang ini termasuk ke dalam periode yang sama dalam Kesusasteraan Amerika, yaitu periode setelah Perang Dunia I atau yang dikenal dengan Periode 1920-an (The Twenties). Ketiganya mempunyai pengalaman yang sama ikut terlibat dalam Perang Dunia I sebagai anggota unit ambulans Amerika di Eropa.
Setelah upaya damai yang dilakukan oleh Amerika terhadap tindakan Jerman gagal, Amerika akhirnya masuk ke dalam ajang Perang Dunia I terhitung tanggal 6 April 1917. Slogan perang Presiden Wilson pada saat itu adalah bahwa dunia harus dibuat aman bagi demokrasi (Smith, 1985: 518). Kemenangan pihak Jerman akan mengancam demokrasi di seluruh dunia. Kongres memberlakukan Selective Service Acts untuk membentuk bala bantuan bagi Eropa. Tiga juta wajib militer dan dua juta sukarelawan merupakan kekuatan Amerika di Eropa.
Di medan perang, para pemuda Amerika tiba-tiba dihadapkan pada keadaan yang jauh berbeda dari bayangan mereka: mereka mengalami ketakutan yang demikian besar dan tidak dapat mengerti akan tujuan dari operasi yang mereka lakukan. Idealisme perang hilang, dan patriotisme memudar dengan dilakukannya desersi. Demikian pula setelah perang usai, mereka menunjukkan perilaku yang kontras dengan nilai budaya tradisional Amerika. Mereka banyak yang tinggal di Paris, menjalani hidup berkelompok. Pesimisme melanda mereka. Pandangan mereka tentang perang dan negara mereka pun jauh berbeda dari generasi yang mendahului mereka.
Masalah pergeseran nilai ini merupakan salah satu fenomena yang menonjol pada jamannya dan sangat menarik untuk dikaji. Mengapa generasi muda Amerika yang terlibat dalam Perang Dunia I mengalami pergeseran nilai? Situasi dan kondisi seperti apakah yang mendasari terjadinya pergeseran nilai tersebut?
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan-bahwa yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini adalah dampak keterlibatan generasi muda Amerika dalam Perang Dunia I terhadap pelestarian nilai tradisional Amerika.
Nilai tradisional yang akan dibahas di sini adalah nilai yang berhubungan dengan peperangan. Adapun nilai yang dimaksud adalah idealisme perang, patriotisme, dan optimisme. Karena pergeseran nilai ditunjukkan oleh adanya perubahan sikap terhadap perang dan nilai-nilai terkait, dalam menganalisis data saya akan membahas sikap masing-masing tokoh dalam menghadapi situasi, kejadian dan masalah yang menyangkut peperangan, serta menelaah faktor yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut dalam diri mereka."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ben Haryo Himawanto
"Tesis ini membahas mengenai kesetiaan warganegara Amerika keturunan Jepang (juga dikenal sebagai Japanese American) selama Perang Dunia Ke II. Pada saat terjadinya Perang Dunia II, Pemerintah Amerika sedang berperang dengan Kekaisaran Jepang. Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama peperangan tersebut berlangsung, tidak ada warganegara Amerika keturunan Jepang yang terbukti di pengadilan telah melakukan pengkhianatan terhadap negara Amerika (Bailey 1978:27). Bahkan, Nisei Battalion, yaitu batalion tentara Amerika yang seluruhnya terdiri atas prajurit keturunan Jepang, bertempur secara berani di pihak Amerika, dan menjadi batalion yang paling banyak menerima tanda jasa dari pemerintah Amerika selama Perang Dunia Ke II. Padahal, di masa Perang Dunia Ke II berlangsung, pemerintah Amerika menginternir ratusan ribu warga Japanese American di kamp-kamp interniraa Dan kondisi masyarakat Amerika di masa itu masih sangat diskriminatif terhadap kaum imigran kulit berwama, termasuk para keturunan Jepang.
Sucheng Chan (1991: xis) mengatakan bahwa para imigran dari Asia membuat mekanisme survival untuk dapat mempertahankan hidup di Amerika. Untuk dapat menyesuaikan dengan masyarakat Amerika, mereka harus berusaha untuk berasimilasi kedalam masyarakat Amerika yang pada masa itu didominasi oleh golongan WASP (White Anglo Saxon Protestant). Jika dilihat dari teori asimilasi Milton M. Gordon, mama kaum kulit berwarna ini di masa itu tidak akan bisa terasimilasi secara sepenuhnya kedalam masyarakat Amerika, karena tatanan masyarakat di masa itu tidak memungkinkan asimilasi secara menyeluruh.
Dengan menggunakan metode perpustakaan, yaitu dengan meneliti fakta-fakta sejarah yang ada, make penulis berkesimpulan bahwa kesetiaan yang ditunjukkan oleh warganegara Amerika keturunan Jepang (juga dikenal dengan istilah Japanese American) di waktu itu adalah salah satu contoh dari mekanisme untuk survival sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Chan diatas. Tekad ini, diwujudkan dalam usaha mereka untuk berasimilasi dengan masyarakat Amerika, yaitu dengan cara menjadi orang Amerika yang setia. Hal ini misalnya tercermin dalam pemyataan James Sakumoto, salah satu ketua JACL (Japanese American Citizens League) , bahwa kaum Nisei (warganegara Amerika Serikat keturunan Jepang generasi ke dua) harus berusaha untuk "make their contribution to the greatness of American life". (Takaki 1989:223). Mengingat tatanan masyarakat di masa itu yang tidak memungkinkan mereka untuk terasimilasi secara sepenuhnya, maka menurut penulis, bukan proses asimilasinya itu sendiri yang menyebabkan mereka bersetia kepada pemerintah Amerika. Yang terjadi adalah justru sebaliknya, bahwa kesetiaan yang mereka tunjukkan adalah bagian dari usaha mereka untuk berasimilasi dengan masyarakat Amerika, sebagai sebuah mekanisme survival yang mereka tempuh demi melestarikan kelangsungan hidup mereka di tanah Amerika.

This thesis investigates the loyalty of the Japanese-Americans during World War II, where the American Government is at war with the Empire of Japan. It is established as a historical fact that no Japanese-American was ever proven to be guilty of treason against the United States of America (Bailey 1978:27). In fact, the Nisei Battalion, a Battalion of US Soldiers which were composed entirely of Japanese-Americans, fought bravely at the side of the US, and went on to be the most decorated combat unit during World War II. Ironically, at the same time during World War II, the American Government interned hundreds of thousands of Japanese-Americans in concentration camps. And the American (WASP) society at that time behaves in a very discriminatory manner towards the colored minority, including the Japanese Americans.
Sucheng Chan (1991:xiv) said that the Asian immigrants who chose to stay in the USA had to fashion their own mechanism to ensure their own survival. To be accepted by the Americans, they must make a strong effort to be assimilated into the American society, which, at that time, are still dominated by the WASP community. However, if we use Milton M. Gordon's theories of assimilation in American life, we can conclude that the conditions of those days does not permit the colored minority to be fully assimilated into the American society.
By using the qualitative method, which is done by analyzing existing historical facts in the library, this writer concludes that the loyalty of the Japanese Americans at that time can be considered as one of the mechanism of survival as stated by Sucheng Chan. They tried hard to be accepted into the American society by showing their efforts to be recognized as loyal American citizens. These efforts can be seen from the statements of James Sakumoto, one of JACL (Japanese American Citizens League) leader at that time, that the Nisei (second generation American citizens) must strive to "make their contribution to the greatness of American life". (Takaki 1989:223). Therefore, This writer also concludes that it is not the process of assimilation itself which caused the Japanese-Americans to become loyal to the US government, but the loyalty that the Japanese-Americans were showing was a part of their efforts to become assimilated into the American society, and thus to ensure their survival in American soil.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T12061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Safitri Sulistyowati
"Masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah dapatkah baby boom dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasca Perang Dunia II. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menunjukkan bahwa baby boom dapat dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasta Perang Dunia II. Konsep-konsep yang digunakan sebagai dasar analisis mencakup konsep pergerakan penduduk, lahir hidup, lahir mati dan mati, pertumbuhan penduduk, pengertian baby boom dan pengertian optimisme. Hasil analisis memperlihatkan bahwa baby boom dapat dianggap sebagai indikator optimisme masyarakat Perancis pasca Perang Dunia II."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 1991
340.598 SOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 2002
340 SOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 1972
340.598 SUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>