Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Chatrine Margaretha
"Manbiki yang artinya adalah mencuri di pertokoan, adalah suatu bentuk kenakalan remaja yang saat ini sangat meresahkan masyarakat Jepang pada umumnya dan pemilik toko buku pada khususnya. Besarnya kerugian yang diderita pemilik toko buku akibat Manbiki, memaksa mereka untuk lebih memperketat keamanan di toko mereka. Mereka melakukan berbagai upaya untuk mencegah atau paling tidak mengurangi maslaha Manbiki, seperti, memasang kamera pengawasan, memasang detektor di pintu masuk dan melakukan pendekatan yang lebih baik terhadap pembeli. Meningkatnya masalah Manbiki di tengah masyarakat Jepang merupakan suatu akibat dari beberapa hal, yaitu kurangnya pendidikan moral dan persaingan yang keras di sekolah, merenggangnya hubungan antara orangtua dan anak, lemahnya hukum yang ada, pengaruh yang besar dari komik dan semakin bertambahnya jumlah toko buku baru di Jepang. Upaya penanggulangan masalah Manbiki yang 70% dari pelakunya adalah remaja ini, tidak dapat dilakukan dengan sendiri-sendiri. Semua pihak yaitu pihak pemilik toko, pihak keluarga, pihak sekolah dan pihak pemerintah harus bekerja sama dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan ruetode deskriptif analisis, yaitu mengumpulkan data-data yang diperlukan, mendeskripsikan dan menganalisanya. Data-data yang penulis pakai didapat dari buku-buku, artikel koran dan Internet."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S15348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Elsy
"Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri. Sejak kecil ia memerlukan perawatan dan kasih sayang seorang ibu, setelah besar dan dewasa butuh seorang teman untuk mendampingi hidupnya sehingga terbentuklah sebuah keluarga. Setelah tua atau jompo serta dalam kondisi yang lemah kembali lagi ia membutuhkan perawatan untuk membantu kelangsungan hidup di hari tuanya.
Pada masyarakat tradisional yang umumnya terdiri dari keluarga luas, memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka merasa aman karena anak dan saudara-saudara lainnya masih merupakan jaminan yang paling baik bagi orang tuanya. Anak masih merasa berkewajiban dan mempunyai loyalitas menyantuni orang tua mereka yang sudah tidak dapat mengurus diri sendiri. Dalam kondisi fisik yang lemah dan sakit-sakitan, dalam kesepian, kebosanan dan menderita post power syndrome (sindroma setelah berakhirnya masa kekuasaan, umumnya setelah seorang pensiun) tidak ada pekerjaan setelah pensiun, anak-anak bertanggung jawab dengan penuh loyalitas dan hormat memelihara, membiayai, mendidik dan mengawasi orang tua sebagaimana pernah mereka lakukan terhadap anak-anaknya. (Rianto Adi, 1999: 193-194)
Sistem keluarga pada masyarakat tradisional Jepang dikenal dengan istilah ie. Sistem ie ini berlangsung sejak zaman Tokugawa sampai akhir perang dunia II. Pada zaman Meiji (1869-1912) sistem ie ini dikukuhkan dalam undang-undang Meiji. Pada zarnan Meiji 80% dari aktifitas perekonomian adalah pertanian, sehingga pada masa itu masyarakat Jepang dikatakan masyarakat agraris. Dalam masyarakat agraris, sebuah ie mempunyai fungsi penting sebagai organisasi manajemen ekonomi dalam lingkungan keluarga.
Menurut Nakane Chia (1967 : 1) ie adalah unit sosial dasar dari tempat tinggal bersama anggota suatu rumah tangga yang anggotanya terdiri dari kerabat dan non kerabat. Sebuah ie dipimpin oleh kepala ie yang disebut dengan kucho. Kacho ini kemudian harus digantikan oleh chonan (anak laki-laki sulung) sebagai pewaris yang apabila telah menikah tetap tinggal dengan ayah (kepala ie) dan ibunya. Oleh karena itu, dalam sebuah ie terdapat dua atau tiga generasi yang tinggal bersama. Chonan ini mempunyai hak untuk berbagi dalam mengelola kekayaan ie, memberikan sumbangan kerja untuk ekonomi ie, dan kepada siapa kepala ie dapat bergantung di usia tuanya. Dengan kata lain, chonan ini harus merawat dan menanggung hidup orang tuanya di hari tua. Oleh karena itu, masa pensiun merupakan masa yang paling menyenangkan bagi kepala ie karena kehidupannya diurus dan diperhatikan oleh chonan dan istrinya.
Setelah pensiun orang tua atau kepala ie yang telah mewariskan ie kepada anaknya itu akan mendapat penghormatan yang cukup dan mempunyai peran yang sesuai dengan usianya dalam masyarakat. Ia mempunyai kedudukan dan peranan yang menonjol sebagai orang yang dituakan, yang dianggap bijaksana dan berpengalaman membuat keputusan dan kaya pengetahuan. Di sisi lain, meskipun sebagai menantu kedudukan wanita rendah, akan tetapi perannya sebagai ibu dari anak-anak akan dihormati, dan pada masa tuanya sebagaimana tradisi yang terdapat pada ie keberadaan wewenangnya akan diserahkan kepada menantu perempuannya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T14637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: The International Society for Educational Information, 1989
952 INT j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Sri Iswari
"Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran bahwa jumlah kenakalan anak semakin bertambah serta dengan tidak berfungsinya peran keluarga. Pada masa ini dimana jumlah kenakalan dan jenis kenakalan semakin banyak sering kita dengar tentang perampokan atau penyanderaan bus di kota - kota besar dan semakin maraknya Narkotik dan obat - obatan. Serta didukung pula dengan adanya krisis moneter sehingga peran dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan baik. Untuk itulah maka perlu diadakan penelitian tentang kenakalan anak terhadap keluarga.
Terkait dengan hal tersebut maka penelitian ini mengarah pada bentuk keluarga dan kenakalan anak yang dibatasi pada anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di salah satu Sekolah SLTP swasta yang tingkat kenakalannya sangat tinggi, Anak SLTP yang dianggap " anak baru gede " memang rawan terhadap lingkungannya karena pada masa usia ini anak masih mencari jati dirinya.
Keluarga merupakan lembaga yang pertama dan utama dimana seorang anak yang berada dalam lingkungan keluarga mau tidak mau harus menganut sistem nilai, aturan dan norma - norma yang ada. Karena didalam keluargalah anak mulai diajarkan tata nilai, norma dan aturan - aturan yang mengikat dengan tujuan agar anak dapat diterima di dalam kelompoknya. Pada proses inilah anak dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan baik.
Proses sosialisasi biasanya ada yang dapat diterima dan ada yang tidak dapat diterima oleh diri sianak. Bagi yang dapat menerima proses sosialisasi yang baik maka anak dapat berfungsi dengan baik, sementara anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan baik pada akhirnya akan mengalami penyimpangan perilaku terhadap norma dan aturan. Dari penyimpangan perilaku ini yang dilakukan oleh anak disebut sebagai kenakalan anak yang sesuai dengan teori Sosiogenesis. Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Depok, karena Kotamadya Depok merupakan salah satu daerah yang baru menjadi Kotamadya sehingga terjadi perubahan sosial dan pembangunan yang pesat sehingga, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak anak baru gede.
Tujuan penelitian ini adalah agar dapat mengetahui tentang pola, jenis kenakalan anak serta untuk dapat mengetahui tentang peran keluarga yang ada baik itu keluarga luas maupun keluarga inti.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif yang dipandang perlu untuk menguji kebenaran dari pernyataan Hubungan bentuk keluarga dan kenakalan anak. Untuk itu maka perlu diteliti tentang sejauh mana bentuk keluarga, fungsi dan peran, serta pola dan jenis apa kenakalan anak yang ada di Kotamadya Depok.
Dari hasil penelitian secara umum dapat dikatakan bahwa : (1) Kenakalan anak yang terjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ternyata masih tinggi dalam arti kata bahwa jenis kenakalan anak semakin komplek. (2) Bentuk keluarga yang ada belum memainkan peran dan fungsinya dengan baik sehingga masih mengarah pada pemenuhan kebutuhan pokok saja.
Berdasarkan dari hasil penelitian, ternyata keluarga luas pada umunya mempunyai anak dengan tingkat kenakalan yang rendah hal ini didukung oleh sifat, pola asuh orang tua serta penanaman nilai yang lebih cenderung demokratis dan kekeluargaan. Berbeda dengan keluarga inti yaitu dengan tingkat kenakalan anak yang tinggi karena sifat orang tua yang cenderung otoriter bahkan juga ada yang permisif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Epica Mustika Putro
"Christmas, atau kurisumasu dalam Bahasa Jepang, merupakan hari perayaan umat Kristen pada tangal 25 Desember untuk merayakan hari kelahiran Jesus Kristus. Akan tetapi di Jepang, walaupun jumlah penganut Kristen tak lebih dari 1% dari seluruh jumlah penduduknya, orang Jepang pada umumnya ikut merayakan kurisumasu, walaupun mereka bukan pemeluk Kristen. Bahkan kurisumasu telah menjadi sebuah perayaan tahunan di Jepang.Ketika memasuki bulan Desember, suasana kurisumasu mulai terasa di berbagai tempat di Jepang. hiasan lampu-lampu (illumination) dan juga hiasan kurisumasu tree dapat ditemukan di berbagai tempat umum. Toko-toko dan tempat perbelanjaan mulai mengganti suasana tempat mereka dengan tema kurisumasu dan mulai menjual barang-barang bertemakan kurisumasu. Orang Jepang merayakan kurisumasu dewasa ini, khususnya dengan pasangan kekasih mereka, keluarga atupun Perayaan kurisumasu..., Epica Mustika Putro, FIB UI, 2006teman, dengan mengikut sertakan tradisi yang ada dalam kurisumasu, seperti hadiah, kurisumasu tree, makan kurisumasu cake, dan yang lainnya. Dari perayaan kurisumasu yang dilihat dewasa ini, perayaan kurisumasu pada umumnya di Jepang merupakan perayaan pada aspek sekuler dari kurisumasu tersebut, tanpa adanya hal yang berkaitan dengan keagamaan. Selain itu gerakan komersialisasi yang mengeksploitir kurisumasu untuk kepentingan keuntungan bisnis. Setelah ditelaah menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh James Barnett, yaitu seorang peneliti Christmas di Amerika, dan juga melihat kondisi perayaan kurisumasu di Jepang dewasa ini, orang Jepang dapat merayakan kurisumasu walaupun mereka bukan pemeluk Kristen, karena mereka dapat menerima permukaan-permukaan luar dari kurisumasu (kurisumasu tree, hadiah, illumination, dan yang lainnya). Selain itu juga mendapat dukungan yang kuat dari gerakan komersialisasi denagn mengatas namakan kurisumasu, sehingga kurisumasu dapat dirayakan secara luas oleh orang Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Arum Warnasih
"Tema dari skripsi ini adalah Enjokosai, yaitu sebuah fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang, khususnya di daerah perkotaan, berupa suatu tindakan remaja putri usia belia, sekitar 14 - 18 tahun yang berkencan dengan pria dewasa untuk rnendapatkan sejumlah uang. Tindakan yang dilakukan bukan hanya sebatas pads kencan saja, tapi sudah sampai pada hubungan intim. Untuk pelayanan yang diberikan oleh remaja putri ini, mereka akan menerima imbalan berupa uang sekitar 30.000 yen, dan bila sampai melakukan hubungan intim maka, jumlah uang yang diterima akan lebih besar lagi. Fenomena ini relatif baru dikenal oleh masyarakat Jepang, karena merebak ke permukaan sekitar tahun 1995. Melihat dari tindakan yang dilakukan maka Enjokosai adalah pelacuran, akan tetapi para pekaku Enjokosai berpendapat tindakan yang mereka lakukan bukanlah pelacuran karena berbeda dengan pelacuran yang di dalamnya terdapat korban yaitu wanita yang melacurkan diri karena terpaksa akan kebutuhan ekonomi, sementara dalam Enjokosai tidak ada pihak yang menjadi korban sebab mereka melakukannya dengan senang hati tanpa paksaan dari pihak manapun. Kebutuhan ekonomi memang bukanlah alasan dari para pekaku Enjokosai mengingat bahwa anak-anak ini memang berasal dari golongan menengah ke atas, jadi secara ekonomis mereka sama sekali tidak mengalami kesulitan. Hal inilah yang kemudian menarik untuk ditelaah dan diteliti lebih lanjut lagi, yaitu faktor-faktor apakah sebenamya yang melatarbelakangi kemunculan dan merebaknya fenomena ini. Penulis membatasi pembahasan faktor-faktor yang berkaitan dengan keberadaan fenomena Enjokosai dan untuk mencapai tujuan penulisan, maka penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Berdasarkan penelaahan dari data-data yang didapat maka, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa keberadaan Enjokosai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: v Pertama, pengaruh kemajuan ekonomi Jepang yang menghasilkan barang_-barang konsumsi telah memberi pengaruh pada daya konrol seseorang, terutama remaja dalam mengkonsumsi barang. Keinginan untuk memiliki barang tersebut semakin kuat ditambah dengan adanya anggapan bahwa dengan memiliki barang tersebut akan mengukuhkan statusnya dalam kelompoknya. v Kedua, perubahan struktur keluarga Jepang yang telah mempengaruhi hubungan antar anggota keluarga. Perubahan ini juga berdampak pada semakin sedikitnya komunikasi yang terjadi antara ayah dan anak. v Ketiga, Gakkoka (pengakademisan) yang terjadi dalam keluarga, yang memicu kemunculan rasa jengah dan muak pada diri anak terhadap sekitarnya, dan mendorong mereka untuk mencari ruang baru yang terlepas dari semua tuntutan-tuntutan akademis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Wahjono
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieska Sekar Nadya
"Jepang memiliki kebudayaan-kebudayaan tradisional yang sampai sekarang masih terus dijaga dan diselenggarakan. Salah satu kebudayaan tradisional tersebut adalah matsuri. Matsuri merupakan suatu kegiatan keagamaan yang diselenggarakan sedikitnya oleh satu unit keluarga untuk melayani kamisama (dewa). Salah satunya adalah hadaka matsuri. Hadaka matsuri yang masih ada hingga sekarang adalah Saidaiji Eyou di Okayama. Dalam Saidarji Eyou, para peserta berusaha mendapatkan shingi untuk mendapatkan keberuntungan selama setahun mendatang.
Mutsuro Takahashi (Tamotsu Yato, 1968:149), mengungkapkan bahwa di dalam matsuri Jepang, ketelanjangan mempunyai konotasi yang lebih luas. Hadaka dapat diartikan sebagai ketelanjangan secara total, atau hanya menutupi salah satu bagian tubuh, atau sebagian tubuh yang tidak berbusana. Hal ini mungkin akan membingungkan, khususnya untuk orang asing. Ketika mendengar kata "hadaka matsuri", yang ada di dalam benak mereka adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam matsuri tersebut pasti `telanjang bulat', mengikuti definisi yang ada di dalam kamus. Akan tetapi, ternyata pelaku ritual tidak benar-benar telanjang bulat, mereka masih memakai fundoshi (cawat), kain berwarna putih yang digunakan khusus menutupi alat kelamin pria.
Menurut Yoneyama Toshinao (1986: 171), Yanagita Kunio juga membedakan matsuri menjadi dua, yaitu matsuri itu sendiri dan sairei. Sairei merupakan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan dengan meriah dan disaksikan oleh banyak penonton. Saidayi Eyou, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk sairei, karena diselenggarakan dalam bentuk yang besar dan meriah jika dibandingkan dengan penyelenggaraan awalnya. Akan tetapi, hal ini bukan berarti dengan adanya perubahan matsuri menjadi sairei, merupakan penurunan dalam kebudayaan atau keagamaan di Jepang. Sebaliknya hal ini dijadikan momen bagi bangsa Jepang untuk mempertahankan budaya matsuri tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1983
S6169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risna W. Rizal
"Berangkat dari teori Foucault yang menyatakan bahwa seksualitas merupakan suatu konstruksi sosial yang terbentuk dari pengaruh kekuasaan, dan wacana-wacana seputar seksualitas, dan membagi seksualitas lewat konsep Ars Erotica atau Scientia Sexualis, Skripsi ini menggunakan teori itu untuk menganalisis tentang homoseksualitas dalam konstruksi sosial masyarakat Jepang lewat perkembangan wacana tentang homoseksualitas dari masa ke masa. Proses pengumpulan data dilakukan lewat analisis wacana dan studi literatur berupa buku, artikel, dan film yang tersedia mengenai homoseksualitas dalam masyarakat Jepang. Hasilnya menunjukkan bahwa homoseksualitas dalam konstruksi sosial mengalami perubahan dari Ars Erotica ke Scientia Seksualis bersamaan dengan transisi dari Jaman Edo ke Meiji, ditandai dengan perubahan dari istilah Nanshoku ke Douseiai, kemudian hingga kini masih terjadi perkembangan wacana tentang homoseksualitas dan homoseksualitas mendapatkan pencitraan yang beragam dalam media populer (televisi, film, majalah, dan manga) di masyarakat Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>