Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta Puspitasari
"Di dalam skripsi ini yang berjudul rangaku: bentuk ilmu pengetahuan yang berkembang pada jaman Edo, penulis mencoba membuat ringkasannya sebagai berikut. Kurang lebih 3 abad lamanya, Jepang memasuki era sakoku yang berarti Jepang menutup dirinya dari pengaruh bangsa asing. Akan tetapi selama tahun-tahun itu, Jepang juga mengadakan hubungan dengan luar negeri yaitu Cina dan Belanda Walaupun dalam taraf yang sangat minim. Khususnya di sini akan diuraikan mengenai hubungan Jepang dengan barat terutama Belanda, berkenaan dengan masuknya ilmu pengetahuan barat yang dipelajarinya. Dengan masuknya pemikiran-pemikiran barat tersebut, menimbulkan suatu akulturasi budaya barat yang berarti penyerapan budaya pada masa itu tidak terbatas pada budaya Cina. Budaya Cina terutama pemikiran Konfusianisme, memberikan pengaruh tidak kecil terhadap perwujudan budaya Jepang diberbagai aspek. Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana peranan dan pengaruh rangaku pada masyarakat jaman Edo. Dengan membahas masalah di atas, diharapkan dapat mengetahui peranan dan pengaruh rangaku pada masyarakat Edo. Serta dapat memahami pendapat dari Reischauer bahwa masa sakoku merupakan masa persiapan untuk tinggal landas menuju Jepang mutahir seperti yang dapat dilihat sekarang ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan yaitu membaca secara kritis bahan-bahan bacaan, mediskripsikan dan menyusun kembali ke dalam bentuk skripsi. Penulis mendiskripsik:an beberapa bab dari buku Yogaku Jo, Nihon Shiso Taikei. Adapun skripsi ini dibagi dalam 5 bab, yang terdiri dari Bab 1 berupa pendahuluan yang berisi tentang latar belakang permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan serta pembagian uraian. Bab II menguraikan latar belakang awal mula hubungan Jepang dengan Belanda. Bab III membahas pengertian rangaku dan yogaku yang kedua_duanya sebenarnya adalah ilmu pengetahuan barat. Di dalam sub dijelaskan juga bidang-bidang ilmu pengetahuan yang tercangkup dalam rangaku dan yogaku serta berbagai macam pandangan terhadap ilmu pengetahuan tersebut. Bab IV menjelask:an tentang perkembangan dan pengaruh rangaku pada masyarakat Edo serta beberapa tokoh yang berjasa dalam mengembangkan rangaku. Bab V diakhiri dengan sebuah kesimpulan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diakayudi Migra Hubekayanti
"ABSTRAK
Penulis membahas masalah Shinbutsubunri ini karena gerakan ini muncul pada jaman Edo, di mana sampai saat itu agama Budha telah menyatu dengan kepercayaan asli Jepang, Shinto. Serta mencapai masa Jaya dengan jumlah kuil yang banyak dan secara administrasi dan birokrasi sudah mapan. Tujuannya ialah untuk menjelaskan penyebab munculnya gerakan tersebut. Serta menerangkan bahwa kepercayaan yang merupakan hal yang subyektif irasional tidak mudah diubah dan dipengaruhi oleh suatu peraturan.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan buku-_buku, artikel, ensiklopedia yang berkaitan dengan masalah tersebut di atas. Buku pegangan utama adalah Shinbutsubunri karangan Tanamuro Fumio.
Gerakan Shinbutsubunri pertama muncul di bawah pimpinan Tokugawa Hitsukuri (1628-1700 sebagai penguasa wilayah Nita. Gerakan ini terjadi karena faktor ekonomi, di mana jumlah kuil Budha yang terlampau banyak memberatkan beban rakyat sebagai penyandang dana.

"
1990
S13702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andani Fauzita Vidyandari
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas peranan Kaitenzushi dalam bidang kuliner Jepang, dan pengaruhnya
terhadap perkembangan hidangan sushi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan
peran Kaitenzushi dalam merubah sushi dari makanan mewah yang terbatas menjadi
makanan informal dan dapat dikonsumsi oleh berbagai pihak. Metode yang dipakai adalah
metode analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kaitenzushi berhasil
mempopulerkan hidangan sushi dan merupakan cerminan budaya efektivitas dan efisiensi
dari masyarakat Jepang dalam bidang kuliner.ABSTRACT This study discusses the role of Kaitenzushi in Japan?s culinary culture, and its influences on
the development of sushi. The purpose of this study is to explain the role of Kaitenzushi in
transforming sushi from a luxurious and limited dish to into an informal and accessible for
everyone. This study uses the method of descriptive analysis research. The result of this study
is that Kaitenzushi succeeded at popularizing sushi dishes and is a reflection of Japanese
efficiency and effectiveness in the culinary culture.;This study discusses the role of Kaitenzushi in Japan?s culinary culture, and its influences on
the development of sushi. The purpose of this study is to explain the role of Kaitenzushi in
transforming sushi from a luxurious and limited dish to into an informal and accessible for
everyone. This study uses the method of descriptive analysis research. The result of this study
is that Kaitenzushi succeeded at popularizing sushi dishes and is a reflection of Japanese
efficiency and effectiveness in the culinary culture., This study discusses the role of Kaitenzushi in Japan’s culinary culture, and its influences on
the development of sushi. The purpose of this study is to explain the role of Kaitenzushi in
transforming sushi from a luxurious and limited dish to into an informal and accessible for
everyone. This study uses the method of descriptive analysis research. The result of this study
is that Kaitenzushi succeeded at popularizing sushi dishes and is a reflection of Japanese
efficiency and effectiveness in the culinary culture.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
TA-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Misana
"Pada tanggal 11 Maret 2011, Jepang dilanda bencana alam gempa bumi dan tsunami, yang kemudian diikuti dengan insiden kebocoran pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima. Rentetan bencana itu selanjutnya memberikan pengaruh dalam tiap aspek kehidupan masyarakat Jepang, termasuk juga di dalamnya adalah aspek
sastra.
Penulis-penulis Jepang mengekspresikan tanggapan mereka atas peristiwa bencana tersebut dengan berbagai macam cara. Umumnya karya-karya mereka menitikberatkan pada trauma korban dan kondisi sosial pasca bencana, khususnya kondisi yang berhubungan dengan peristiwa kebocoran PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Fukushima.
Penulis tertarik untuk mengkaji tanggapan-tanggapan yang diberikan oleh para penulis Jepang terkait dengan bencana Higashi Nihon Daishinsai tersebut. Beberapa tanggapan tersebut dituangkan dalam bentuk cerita pendek yang secara tidak langsung merefleksikan isi hati para penulis sebagai bagian dari masyarakat Jepang. Kumpulan cerita pendek tersebut diterbitkan dalam satu buku yang berjudul 「それでも三月は、また」(Soredemo sangatsu wa, mata). Tiga belas dari lima belas cerita pendek yang ada di dalamnya, yaitu #12300;不死の島」(Fushi no Shima) karya Tawada Yoko,「おまじ ない」(Omajinai) karya Shigematsu Kiyoshi, 「夜泣き帽子」(Yonaki boushi) karya Ogawa Yoko, 「神様2011」(Kamisama 2011) karya Kawakami Hiromi, 「三月の 毛糸」(Sangatsu no Keito) karya Kawakami Mieko, 「ルル」(Lulu) karya Ishii Shinji,
「美しい祖母の聖書」(Utsukushii Sobo no Seisho) karya Ikezawa Natsuki, 「ピース」 (Piisu) karya Kakuta Mitsuyo,「十六年後に泊まる」(Jyuuroku Nen go ni Tomaru) karya Furukawa Hideo,「日和山」(Hiyoriyama) karya Saeki Kazumi , 「ユーカリの小 さな葉」(Yuukari no Chiisana Ha) karya Murakami Ryu, dan 「惨事のあと、惨事の まえ」(Sanji no Ato, Sanji no Mae) karya David Peace.
Kesamaan yang terdapat dalam cerita-cerita pendek tersebut adalah adanya deskripsi mengenai kondisi sosial dan trauma pasca Higashi Nihon Daishinsai. Penulis berencana untuk menganalisis kondisi sosial dan trauma pasca bencana dalam cerita-cerita pendek tersebut, dan menghubungkannya dengan kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis yang berangkat dari keyakinan bahwa sastra adalah cerminan dari kondisi masyarakat;

On March 11 2011, Japan has experienced a strong earthquake and tsunami which was followed by a nuclear meltdown in Fukushima. Those disasters gave an impact to every aspect of Japanese life, including literature aspect.
The Japanese writers expressed their thoughts about the disaster in certain ways. Their works are often emphasized on victim?s trauma and social condition after disaster, particularly the condition which is related to the meltdown of nuclear power plants in Fukushima.
I am interested in reviewing the writer?s thought regarding Higashi Nihon Daishinsai?s disaster. Some of the thoughts were written in the form of short stories which reflected the writers thought as a member of Japanese society. Those short stories were published in a collection titled 「それでも三月は、また」(Soredemo sangatsuwa, mata). Thirteen of fifteen short stories inside are:「不死の島」(Fushi no Shima) written by Tawada Yoko,「おまじない」(Omajinai) written by Shigematsu Kiyoshi, 「夜泣き帽子」(Yonaki boushi) written by Ogawa Yoko, 「神様2011」(Kamisama 2011) written by Kawakami Hiromi, 「三月の毛糸」(Sangatsu no Keito) written by Kawakami Mieko, 「ルル」(Lulu) written by Ishii Shinji, 「美しい祖母の聖書」 (Utsukushii Sobo no Seisho) written by Ikezawa Natsuki, 「ピース」(Piisu) written by Kakuta Mitsuyo,「十六年後に泊まる」(Jyuuroku Nen go ni Tomaru) written by
Furukawa Hideo,「日和山」(Hiyoriyama) written by Saeki Kazumi , 「ユーカリの小さ な葉」(Yuukari no Chiisana Ha) written by Murakami Ryu, and 「惨事のあと、惨事 のまえ」(Sanji no Ato, Sanji no Mae) written by David Peace.
The resemblance between those short stories is a presence of a description about social condition and trauma after Higashi Nihon Daishinsai. I intended to analyze the social condition and trauma inside those short stories and relate it to the real condition inside Japanese society. This research is a qualitative research with a sociological approach with a belief that literature is a reflection of society?s condition."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitta Amalia Widyaputri
"ABSTRAK
Kimono adalah baju tradisional Jepang yang berarti sesuatu yang dipakai. Kimono memiliki banyak ragam yang terkenal, tergantung dari status pemakainya, acara dimana kimono itu akan dipakai, dan lain sebagainya. Kimono adalah pakaian yang memiliki motif dan warna-warna yang indah. Motif dan warna pada kimono memiliki nilai estetika yang tinggi serta mengandung maknanya tersendiri. Beberapa nilai estetika yang dapat ditemui pada kimono adalah unsur Wabi-sabi dan shibui. Selain itu, motif pada kimono banyak yang mengandung Kisetsu atau unsur musim.

ABSTRACT
Kimono is Japanese traditional clothes that literally means something to wear. There are various types of kimono depending on the persons status, the event where the kimono will be used, and others. Kimono are the type of clothes that has various motifs and beautiful colors. These motifs and colors has high aesthetic values and each has their own meanings. Some of the aesthetics that can be found on kimono is Wabi-sabi and Shibui. Other than that, it also has Kisetsu or seasonal elements on it."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Kartika
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai jenis-jenis elipsis dan fungsinya dalam teks
iklan Jepang. Pada penelitian ini, digunakan metode penelitian deskriptif analisis
karena penulis bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis jenis dan fungsi
elipsis dalam teks iklan Jepang. Halliday dan Hasan membagi elipsis menjadi 3 jenis,
yaitu elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa ketiga jenis elipsis tersebut terdapat dalam teks iklan Jepang.ABSTRACT This thesis is discussing about ellipsis and its function in Japanese print
advertising. On this study, research method used is descriptive analysis in order to
describe and analyze the types and functions of ellipsis in Japanese print
advertisement. Halliday dan Hasan devide ellipsis into 3 types; nominal ellipsis,
verbal ellipsis, and clausal ellipsis. According to the result of this research, there are
those three types of ellipsis on Japanese printed advertising selected on this study.;This thesis is discussing about ellipsis and its function in Japanese print
advertising. On this study, research method used is descriptive analysis in order to
describe and analyze the types and functions of ellipsis in Japanese print
advertisement. Halliday dan Hasan devide ellipsis into 3 types; nominal ellipsis,
verbal ellipsis, and clausal ellipsis. According to the result of this research, there are
those three types of ellipsis on Japanese printed advertising selected on this study.;This thesis is discussing about ellipsis and its function in Japanese print
advertising. On this study, research method used is descriptive analysis in order to
describe and analyze the types and functions of ellipsis in Japanese print
advertisement. Halliday dan Hasan devide ellipsis into 3 types; nominal ellipsis,
verbal ellipsis, and clausal ellipsis. According to the result of this research, there are
those three types of ellipsis on Japanese printed advertising selected on this study.;This thesis is discussing about ellipsis and its function in Japanese print
advertising. On this study, research method used is descriptive analysis in order to
describe and analyze the types and functions of ellipsis in Japanese print
advertisement. Halliday dan Hasan devide ellipsis into 3 types; nominal ellipsis,
verbal ellipsis, and clausal ellipsis. According to the result of this research, there are
those three types of ellipsis on Japanese printed advertising selected on this study., This thesis is discussing about ellipsis and its function in Japanese print
advertising. On this study, research method used is descriptive analysis in order to
describe and analyze the types and functions of ellipsis in Japanese print
advertisement. Halliday dan Hasan devide ellipsis into 3 types; nominal ellipsis,
verbal ellipsis, and clausal ellipsis. According to the result of this research, there are
those three types of ellipsis on Japanese printed advertising selected on this study.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Penelitian mengenai etika kerja yang terkandung dalam Kamigata choonin doo (jalan hidup pedagang Kamigata) dan aspek perilaku ekonomi mereka pada jaman Edo (1604-1868) melalui penelitian kepustakaan. Tujuannya ialah untuk mengetahui hubungannya terhadap kekuatan dan keberhasilan pedagang Kamigata dalam bidang ekonomi sehingga dapat menahan pengaruh kekuatan politik bushi penguasa serta faktor-faktor penyebabnya. Pengumpulan data dilakukan melalui terutama pengambilan ungkapan ajaran dan pemikiran Ishida Baigan (1685-1744) dan ajaran nasehat serta ungkapan dari sastrawan Ihara Saikaku (1642-1693). Kedua tokoh Kamigata choonin ini sangat terkenal dan ungkapannya merupakan ekspressi jalan hidup pedagang Kamigata pada umumnya. Selain itu pula pemikir-pemikir lain dari wilayah Kamigata. Ungkapan-ungkapan mereka didapat dari buku-buku yang ditulis terutama oleh Watsuji Tetsuro dan Harada Tomohiko Berta beberapa buku pendukung lainnya. Dasar teoritis yang dipakai adalah memakai konsep etika kerja dari Watsuji Tetsuro dan Yuasa Yasuo yang keduanya mempunyai pemikiran searah. Sedangkan penguraiannya bersifat deskriptif dengan hanya menganalisa dan menafsirkan ungkapan yang ada untuk menangkap wujud Kamigata choonin doo dan etika kerja yang terkandung di dalamnya. Hasilnya menunjukkan bahwa di dalam Kamigata choonin doo terkandung etika kerja shoojiki (jujur), kenyaku (hemat), dan saikaku (pandai atau cakap) yang menyertai pula dalam aspek perilaku ekonomi mereka sehari-hari. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab utama kekuatan dan keberhasilan mereka."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalita Alanna
"ABSTRAK
Kelas pedagang menempati posisi terendah dalam kebijakan shinoukoushou yang ditetapkan oleh shogun pada zaman Edo. Kebijakan tersebut diadopsi dari ajaran konfusianisme yang berasal Tiongkok. Artikel ini menjelaskan bagaimana pedagang mengawali bisnis mereka dengan membuat sebuah rumah dagang. Rumah dagang tersebut kemudian berkembang, memiliki cabang toko bunke dan afiliasi toko bekke . Dalam rumah dagang terdapat perbedaan jabatan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pegawai. Mobilitas vertikal pun berpengaruh terhadap jabatan yang ada dalam rumah dagang. Rumah dagang yang dijadikan contoh dalam artikel ini adalah rumah dagang Izumiya-Sumitomo. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah dan studi pustaka. Analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan teknik deskriptif analisis.

ABSTRACT<>br>
Merchant in Edo period took the lowest position on shinoukoushou policy, a policy that was adopted from chinese rsquo s confucianism. This article explain how merchant on Edo period started a business by making a merchant house. Their merchant house had developed over time, by having a branch house bunke and affiliated house bekke . There were various positions and responsibilities for the employees in the merchant house. These positions sometimes changed, affected by vertical mobility. The example of merchant house in this article is Izumiya Sumitomo merchant house. This research was conducted with history research methods and literature studies. This is a qualitative research with descriptive analysis."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Bangkit Setiawan
"Zaman Edo atau yang disebut juga zaman Tokugawa (1600-1868) adalah salah satu zaman di mana Jepang menerapkan sistem pemerintahan feodal. Akan tetapi, karakteristik feodalisme yang terjadi di zaman Edo apabila dibandingkan dengan feodalisme zaman yang lain terlihat dengan jelas memiliki 2 buah ciri yang tidak dimiliki oleh zaman lainnya. Kedua karakteristik tersebut adalah Pemusatan Kekuasaan pada bakufu (sentralisasi kekuasaan), dan Penyusunan Masyarakat dan sistem Stratifikasi yang ketat.
Tokugawa Ieyasu (1542-1616) sebagai seorang konseptor keshogunan Edo menggunakan ajaran-ajaran moral yang dikembangkan oleh Neo Konfusianisme aliran Shushigaku untuk mencetak masyarakat menjadi suatu kelompok terstratifikasi, dan dalam bidang politik ia menggunakannya sebagai doktrin bagi para penguasa daerah agar meyakini bahwa konsep politik terpusat (sentralisasi) adalah 'jalan langit' yang harus mereka tempuh. Ini semua termaktub dalam babad resmi zaman Edo, Tokugawa Jikki.
Dalam masalah yang berbau ideologis ini, Tokugawa Ieyasu mengangkat seorang murid dari ahli Konfusianisme di Kyoto, Fujiwara Seika (1561-1619) yang bernama Hayashi Razan (1583-1657) untuk memberi nasehat dan masukkan dalam bidang politik. Pengangkatan Hayashi Razan ini membuahkan hasil diundangkannya 3 peraturan utama Edo yakni; Bukeshohatto, Jiin Hato, Kinchu Narabini Kugeshohatto, yang mana ketiga undang-undang ini menjadi undang-undang yang membentuk dan memberikan ciri pada sistem feodal zaman Edo sebagai mana disebutkan di atas.
Melalui penelusuran teks-teks kuno dan doktrin-doktrin yang diajarkan oleh Hayashi Razan, dengan kata lain dengan merekonstruksi pemikiran Hayashi Razan tentang dua konsep yang menjadi karakteristik sistem feodal zaman Edo; yakni pemusatan kekuasaan dan stratifikasi masyarakat; maka dapat dikatakan bahwa terbukti ada pengaruh pemikiran-pemikiran Shushigaku yang dibawa oleh Hayashi Razan dalam sistem politik dan struktur masyarakat Jepang zaman Edo."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabah Helmi
"Ketika Jepang memasuki kancah Perang Dunia II, mi_literisme Jepang memberikan dampak negatif pada segala as_pek kehidupan bangsa Jepang. Rakyat terpaksa mengalami de_presi dan penderitaan untuk mempertahankan eksistensi da_lam suasana yang kian tidak menentu. Kehancuran moralitas melanda dan memasuki sendi-sendi kejiwaan bangsa Jepang. Tidak terkecuali pada bidang politik maupun ekonomi, deka-densi moral telah merusakkan hubungan sosial, baik dalam skala yang kecil maupun yang besar. Dalam sambutan cetakan kedua pada buku karya Daisetsu Suzuki' 'Nihonteki Reiseit ( spiritualisme Jepang ] 1943-, Ia mengemukakan adanya tiga unsur yang memprakar_sai munculnya militerisme Jepang. Antara lain adalah :1. K1ik-klik dalam organisasi militer. 2. Birokrat-birokrat pemerintahan. 3. Konglomelasi perusahaan-perusahaan (Kapitalis Je pang/Gumbatsu - Zaib_atsu). Tiga unsur tersebut di atas dikatakan sebagai penyebab ke_bobrokan dalam tubuh pemerintahan Jepang.. Apa yang diba_ngun dengan hanya mengandalkan kekuatan fisik, tidak akan berlangsung lama, demikian dikemukakan oleh Suzuki. Seba_gai konsekuensi, kerusuhan dalam tubuh intern akan menjadi problema yang tidak dapat dihindari. Selanjutnya Suzuki juga menyalahkan peranan para ilmuwan yang berkecimpung mempelajari sejarah bangsa kuno. Dikatakan, bahwa mereka tidak menggunakan metode ilmiah dengan pendekatan filosofis maupun religius. Para ilmuwan tersebut berpandangan orthodok dan rigid, membendung seti_ap perlawanan baik berbentuk opini maupun kritik dengan kekuatan yang dimilikinya. Simbol kekuatan ini adalah mi_literisme, imperialisme dan fasisme. Menurut Suzuki, me_reka yang berpikiran dangkal, bodoh dan ekstrim, mengibar_kan bendera ideologi Shinto lalu meracuni dan mendoktrin rakyat, agar dapat diperbudaknya. Di bawah pengawasan yang ketat, hak-hak azasi rakyat dirampas begitu saja. Kokka Shinto (Shinto Negara) dan kesadaran yang primitif, dilestarikan sebagai pemersatu rakyat dalam membina status quo rejim penguasa. Pada pihak lain Shinto Negara ikutmenyembah nenek moyang yang telah berjasa dalam mene--ruskan sistem militerisme Jepang, ikut menyembah dewa-dewa yang tidak memiliki dasar pijakan agama tertentu, juga me_neruskan praktek-praktek pemujaan pada benda-benda berhala. Lama-kelamaan kekuatan politik atau negara memperalat dan menjadikan Shinto sebagai mediator untuk menekan rakyat Jepang. Anehnya, para penganut Buddha justru memejamkan ma_ta untuk tidak memperhatikan kenyataan itu. Mereka hanya berlindung di balik jubah para penguasa. Mereka berkom_promi dengan agama Negara yaitu Shinto. Hal ini terpaksa mereka lakukan agar dapat mempertahankan eksistensi agama Buddha di kepulauan Jepang. Seiring dengan naiknya pamor militerisme, mereka ikut merembuk memikirkan tentang fasisme, mitologi dewa matahari, Buddhisme di kalangan kekaisaran dan lain-lain. Dengan demikian mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengambil simpati para penguasa. Suzuki Daisetsu yakin bahwa kekacauan yang melandaJepang itu disebabkan oleh kurangnya pendalaman kesadaranreisei (spiritualitas) bangsa Jepang. Ia merasa didesakuntuk menjawab tantangan itu dengan cara memperkenalkanidentitas asli Jepang, identitas keagamaan Jepang pada dunia luar. Dengan demikian Suzuki mengharapkan akan muncul nya manusia-manusia Jepang yang membangunkan kesadaran Raisei yang ada pada dirinya, lalu menyebarkan benih-benih dan internasionalisme yang terkandung dalam Reisei Jepang.Dalam karyanya 'Nihonteki Reisei' (1943), Suzuki Daisetsu mencoba menuangkan tenaga dan pikiran, untuk mewujudkan gagasannya itu di tengah-tengah berlangsungnya perang Dunia II. Ia adalah seorang pecinta damai yang gigih menentang setiap usaha perang, melalui tulisan kritis dan analitis. Dalam buku tersebut, ia mencoba meramalkan ke_kalahan perang pada pihak Jepang, yang ternyata perkiraan ini menjadi kenyataan setelah dua tahun kemudian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>