Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam praktek berbahasa, yaitu dalam kegiatan komunikasi, kalimat ternyata bukanlah satuan bahasa yang terlengkap. Hal ini jelas terlihat apabila kita membaca sebuah artikel surat kabar, misalnya, di mana artikel tersebut merupakan salah satu perwujudan dari komunikasi, yaitu antara penulis artikel dan pembaca. Kita akan menjumpai bahwa jika salah satu kalimat dalam artikel tersebut kita pisahkan dari kalimat-kalimat di sekitarnya, kalimat itu akan menjadi satuan yang tidak mandiri. Tidak dapat dipahami dalam kesendiriannya. Kalimat tersebut baru memiliki makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada di sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa kalimat hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa lainnya yang lebih besar. Satuan bahasa yang lebih besar dari kalimat itu disebut dengan wacana, dan merupakan satuan bahasa yang terlengkap dalam tataran studi linguistik. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, wacana harus memiliki konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar. Agar dalam sebuah wacana bisa terwujud gagasan yang utuh, setiap satuan yang menyusun sebuah wacana harus berhubungan atau memiliki pertalian satu sama lain. Satuan-satuan dalam wacana berhubungan satu sama lain oleh berbagai hubungan semantis. Skripsi ini menganalisis sebuah wacana tulis bahasa Jepang modern untuk mengetahui hubungan-hubungan semantis yang menyatukan kalimat-kalimat di dalamnya. Dari hasil analisis, diketahui bahwa wacana tersebut adalah sebuah wacana yang memiliki kesatuan gagasan di dalamnya. Kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf yang menyusunnya memperlihatkan hubungan semantisnya satu sama lain. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa hubungan yang paling sering dijumpai pada wacana tersebut adalah hubungan penjelasan dengan pengungkapan kembali. Hubungan jenis ini adalah hubungan yang salah satu bagiannya mengungkapkan kembali bagian sebelumnya dengan berbagai cara. Tujuannya adalah untuk lebih meyakinkan pembaca akan suatu hal yang disampaikan. Hal ini ada hubungannya dengan jenis wacana tersebut yang merupakan wacana argumentasi. Dalam wacana tersebut juga dijumpai berbagai alat dan cara untuk menandai setiap jenis hubungan yang terjadi. Seorang pembaca diharapkan dapat menangkap setiap makna dari alat penanda hubungan semantis untuk dapat memahami isi wacana dengan baik dan benar."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linggar Suwandi
"ABSTRAK
Di dunia video game Jepang, terdapat game bergenre RPG yang menampilkan teks berupa pesan untuk mendeskripsikan suatu peristiwa. Teks ini biasanya muncul dengan predikat berakhiran ?ta bermakna lampau dan muncul bersamaan dengan peristiwa yang ditandai dengan efek visual dan audio. Salah satu contoh game dengan ciri tersebut yang akan dijadikan bahan penelitian terhadap fungsi bentuk lampau ?ta ini adalah Tengai Makyou. Fungsi bentuk ?ta terdiri dari kala, aspek, dan fungsi selain dari keduanya. Analisis data pada teks dan dialog dalam game ini akan membuktikan bahwa bentuk ?ta tidak sekedar berfungsi untuk mengungkapkan peristiwa di masa lampau.

ABSTRACT
In the world of Japanese video games, there exist games with RPG genre which show text of messages that describe an event. These texts are usually appear with predicates end with ?ta that implies past, simultaneously as events which symbolized by audio and visual effects. The example that possesses such charactistic, which will be used as research material for ?ta form functions is Tengai Makyou. Ta form functions are distinguished as tense, aspect, and functions other than the both. The analysis of the texts and dialogues in this game will proves that ?ta form do not expresses past events only.
"
2016
S64382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Adhli Fahira
"Upaya meyakinkan seseorang dikenal dengan istilah persuasi. Setelah penutur bahasa meyampaikan tuturan persuasif, seyogianya tuturan tersebut berhasil meyakinkan mitra tuturnya. Namun, tampaknya agen properti tidak hanya mengucapkan tuturan persuasifnya sekali. Berdasarkan pencermatan awal, tampaknya agen properti menyampaikan tuturan persuasifnya berkali-kali, ia menyampaikan sekuens (urutan) tuturan persuasif kepada calon pembeli. Oleh karena itu, sekuens tuturan persuasif agen properti kepada calon pembeli menarik untuk dicermati. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan realisasi dan karakteristik sekuens tuturan persuasif bahasa Jepang dalam penjualan properti. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 12 percakapan yang mengandung sekuens persuasif. Data itu diperoleh dari drama Jepang Ie Uru Onna. Penelitian ini menemukan bahwa sekuens tuturan persuasif oleh agen properti kepada calon pembeli dapat dikategorikan menjadi (i) Sekuens tuturan persuasif dengan eksplikatur, (ii) Sekuens tuturan persuasif dengan implikatur, dan (iii) Sekuens tuturan persuasif dengan eksplikatur dan implikatur. Hasil analisis menunjukkan bahwa agen properti cenderung mengujarkan tuturan persuasifnya berkali-kali. Sekuens tuturan persuasif yang paling banyak digunakan adalah sekuens tuturan persuasif dengan implikatur. Dengan kata lain, agen properti cenderung menyampaikan beberapa kali tuturan persuasif yang disertai alasan agar persuasi berhasil.

The effort to convince someone is known as persuasion. After the speaker delivers a persuasive speech, the speech should successfully convince his/her speech partner. However, it seems that real estate agents do not only utter their persuasive speech only once. Based on the initial observation, it seems that the real estate agents utter their persuasive speech many times, they deliver persuasive speech sequence to convince potential buyers. Therefore, the persuasive speech sequence by real estate agents to potential buyers are interesting to observe. This study aims to explain the realization and characteristics of Japanese persuasive speech sequence in property sales. The research data consists of 12 conversations containing persuasive sequence. The datas were obtained from Japanese drama Ie Uru Onna. This study found that persuasive speech sequence by real estate agents to potential buyers can be categorized into (i) persuasive speech sequence with explicatures, (ii) persuasive speech sequence with implicatures, and (iii) persuasive speech sequence with explicatures and implicatures. The analysis results indicate that real estate agents tend to repeatedly deliver their persuasive speech. The most frequently used persuasive speech sequence is the one with implicature. In other words, real estate agents tend to convey persuasive speech multiple times, accompanied by reasons, in order to achieve successful persuasion."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Evalin S.
"Skripsi ini ditulis untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana sastra pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Adapun yang menjadi pemasalahan di dalam skripsi ini adalah mengenai perbedaan makna atau karakteristik yang terdapat pada kata sambung kara, node, dan tame ni. Ditinjau dari segi leksikon, baik kara maupun node dan tame ni memiliki arti yang sama di dalam Bahasa Indonesia, yakni karena. Akan tetapi, pada kenyataannya ketiga kata sambung tersebut tidak selalu bisa digunakan secara manasuka. Bila ketiganya tidak selalu dapat digunakan secara manasuka, tentunya ada sesuatu yang membedakan masing-masing kata sambung tersebut. Setelah penulis melakukan analisis terhadap 27 buah kalimat yang mengandung kata kara, node, dan, tame ni, penulis menemukan bahwa ketiga kata sambung tersebut ternyata memang memiliki perbedaan makna. Dari ketiganya, Kara dan node adalah dua kata sambung yang mungkin cukup Sulit dibedakan karena perbedaan di antara keduanya yang hanya sebatas menyangkut subjektivitas dan objektivitas pembicara dari pembicara. Meskipun ini agak sulit dibuktikan dalam analisis, tetapi akhirnya penulis dapat mencapai kesimpulan mengapa kara, node, dan tame ni tidak selalu dapat digunakan secara manasuka. Dari analisa yang dilakukan, penulis menemukan bahwa kara umumnya digunakan pada kalimat berbentuk percakapan dan lebih sering digunakan saat seseorang menyampaikan sesuatu sebab atau alasan berdasarkan subjektivitasnya sendiri. Sedangkan node umumnya digunakan saat seseorang menyampaikan sesuatu sebab atau alasan berdasarkan pendapat objektif. Dan yan terakhir tame ni, kata ini lebih banyak digunakan dalam bentuk-bentuk formal khususnya dalam tulisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Khansa Kamila
"Penelitian ini membahas mengenai bentuk dan konteks tindak tutur ekspresif bahasa Jepang pada anime Spy X Family. Penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh J.L. Austin yang kemudian disempurnakan oleh John R. Searle. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk tindak tutur ekspresif anime Spy X Family beserta penggunaannya. Tindak tutur ekspresif yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif meminta maaf, berterima kasih, penyesalan, dan menyambut. Adapun tindak tutur meminta maaf dan berterima kasih merupakan tindak tutur yang lebih banyak ditemukan dan penggunaan kedua tindak tutur memiliki variasi yang beragam, Keberagaman pilihan tindak tutur ini dalam percakapan sehari-sehari bergantung pada konteks situasi dan kedudukan sosial mitra tutur.

This study discusses the form and context of Japanese expressive speech acts in the anime Spy X Family. This qualitative research uses the theory of speech acts put forward by J.L. Austin, which was later perfected by John R. Searle. The purpose of this research is to identify the forms of expressive speech acts in the anime Spy X Family and their uses. The expressive speech acts found in this study are those of apologizing, thanking, regretting, and welcoming. The speech acts of apologizing and thanking are more commonly found, and the use of the two speech acts has various variations. The diversity of these speech acts in everyday conversation depends on the context of the situation and the social position of the speech partners."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Susanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor sosial budaya yang menentukan sebuah tuturan memohon bahasa Jepang diujarkan. Tuturan memohon bahasa Jepang tersebut diambil melalui skenario drama televisi Jepang, kemudian diidentifikasi, diklasifikasi, dan dideskripsikan. Faktor sosial budaya diteliti melalui pola interaksi masyarakat Jepang dan ranah situasi suatu tuturan, sehingga akan diperoleh gambaran yang lengkap mengenai tuturan memohon bahasa Jepang.
Sumber data penelitian ini adalah skenario drama televisi Jepang yang berjudul Love Story, karya Eriko Kitagawa. Dengan pemilihan sumber data ini akan diperoleh cara penggunaan tuturan memohon bahasa Jepang di dalam masyarakat Jepang.
Hasil analisis data menunjukkan situasi tuturan sangat mempengaruhi tuturan memohon tersebut diujarkan. Situasi tuturan mengacu pada keformalan dan ranah situasi yang terdiri atas akrab, ritual, dan acing. Faktor berikutnya yang mempengaruhi tuturan memohon bahasa Jepang adalan hubungan dengan petutur melalui pola interaksi masyarakat Jepang yang terdiri atas uchi mono, shitashii mono, dan Soto mono. Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah status sosial, hubungan sosial, dan usia petutur. Strategi dan ragam yang dipilih oleh penutur mengacu pada faktor sosial budaya dan maksud dari tuturan tersebut. Ragam yang banyak ditemukan oleh penutur ketika memohon di dalam sumber data adalah bentuk -te kudasai.

The research aims at searching social dan culture factors to determine a Japanese request. The reseach of Japanese request is based on drama scene, which, then is identified, classified, and describe in. Then social factors are examined through Japaneses society interaction type and situation domain, that's way the detail description of a Japanese request would be reached.
The researchs sources are Japanese television drama scene, tittle Love Story, written by Erika Kitagawa, by examining the source, the background of a Japanese request usage would be founded.
The data analytical result shows that three factors will impact a Japanese request. The first factor is situation. Situation request depend on formal and situation domain, which consist of intimate, ritual, and anomie. The second factor is relationship between speaker and hearer through Japaneses society interaction type, which consist of uchi mono, shitashii mono, and solo mono. The third factor is social status, social interaction, and age. The strategic and type chosen by speaker depand on social and cultural factor and the purpose of request -te kudasai is the most type used."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T17554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jossy Darman
"Ihwal tema-rema telah diteliti oleh banyak ahli bahasa, baik untuk bahasa Jerman maupun untuk sejumlah bahasa lain. Struktur tema-rema menarik perhatian para ahli ilmu bahasa karena analisis struktur kalimat secara tradisional kurang memuaskan. Yang dimaksud dengan analisis kalimat secara tradisional ialah pembagian kalimat dalam subjek dan predikat, atau subjek, predikat, dan objek. Istilah subjek, predikat, objek adalah istilah formal atau gramatikal. Bila masih ada keraguan di antara ahli bahasa akan tepatnya menerapkan kategori gramatikal tersebut pada bahasa secara universal, ujaran dalam semua bahasa dapat dipandang secara universal dari segi fungsional atau komunikatifnya, yaitu pengujar memberi keterangan (rema) tentang sesuatu (tema). Ujaran atau secara formal kalimat di bawah ini memiliki persamaan. Pengujar membubuhi keterangan kepada Ani (1.1) dan kepada mobil (1.2).
(1.1) Ani Mama sayang!
(1.2) Mobil itu menabrak sebuah pohon.
Dalam (1.1) seorang anak (2-3 thn) sebagai pengujar yang bernama Ani memberi keterangan tentang dirinya sendiri, yaitu bahwa ibunya harus menyayanginya. Dalam (1.2) pengujar berceritera tentang mobil yang menabrak pohon.
Pada hakikatnya bahasa adalah ciri khas manusia yang digunakan untuk berkomunikasi. Desco dan Szepe (1974:81) berpendapat bahwa topik-komen termasuk sistem semiotis yang universal. la menulis:
'topic-comment' is a substantive universal of semiotical order, i.e. covers an area where language falls into the same class with zoo-semiotical systems ...
Mirip dengan pendapat Desco dan Szepe, Lutz (1981:8) menulis: Jeder Aeusserung - in anscheinend jeder Sprache der Welt - liegt eine Thema-Rhema-Struktur zugrunde.
Istilah topic-comment digunakan sebagai padanan kata untuk tema-rema, tetapi ada juga ahli bahasa yang membedakan kedua dikotomi tersebut.
Dengan meneliti struktur tema-rema yang ada dalam tiap ujaran kita meneliti bahasa dalam fungsi dasarnya, yaitu sebagai alat komunikasi. Meskipun secara umum diakui bahwa semua bahasa memiliki struktur tema-rema, realisasinya dalam ujaran berbeda. Untuk mengetahui seluk beluk struktur tema-rema suatu bahasa, perlu diteliti mekanisme apa yang terkandung dalam struktur tema-rema. Dua ujaran berikut ini mengandung kata-kata dengan bentuk dan makna yang sama, namun maksud komunikatif pengujarnya dalam kedua ujaran di bawah ini berbeda.
(1.3) Amir ialah anak terpintar di kelas V.
(1.4) Anak terpintar di kelas V ialah Amir.
Dengan (1.3) pengujar membicarakan Amir dan dengan demikian Amir menjadi titik tolak ujarannya atau tema, dan ialah anak terpintar di kelas V ialah informasi yang diberikan pengujar tentang Amir. Dengan (1.4) pengujar membicarakan anak terpintar di kelas V. Bagian ujaran itu menjadi titik tolak ujaran atau tema, dan Amir merupakan penjelasan yang diberikan pengujarnya tentang tema. Jadi, bergantung pada sudut pandangan pengujar apakah Amir atau anak terpintar di kelas V yang menjadi titik tolak ujarannya. Pengujar cenderung memilih sebagai tema sesuatu yang diketahui atau dikenal pendengar. Dikenal tidaknya tema bergantung pada konteks bahasa dan situasi. Ujaran tidak bersifat mekanis, artinya tiap ujaran harus dilihat dalam konteks bahasa dan situasi. Bila Amir telah disebut sebelumnya pengujar lebih cenderung memilih Amir daripada anak terpintar di kelas V sebagai tema. Situasi juga penting. Misalnya, bila pada upacara tertentu kepala sekolah memberi hadiah kepada anak terpintar dari tiap kelas, maka pengujar mengambil tema anak terpintar di kelas V."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Hayati
"Kata hai tidak hanya dapat digunakan dengan tujuan memberi respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh lawan bicara, tapi juga memiliki beberapa tujuan penggunaan lain yang berbeda sesuai dengan konteks saat kata hai tersebut digunakan. Skripsi ini membahas tujuan penggunaan kata hai yang terdapat dalam komik Kobo-Chan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa mahasiswa pemelajar bahasa Jepang agar lebih memahami tujuan penggunaan kata hai dalam percakapan dalam bahasa Jepang untuk lebih meningkatkan kemahiran berbahasa Jepang.

Hai is not only can be used in response to questions to signal agreement or assent, but also can be used in other situation depended on the contexts. The focus of this study is about the goal of hai using which used in Kobo-Chan comics. This research is qualitative descriptive interpretive. The research suggest that student who learn Japanese language should be more understand about the goal of hai using in conversation, so they can improve their skillful in Japanese language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13712
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sheddy Nagara Tjandra
"Jika kita membuka koran Jepang, mata akan bertemu dengan huruf-huruf kanji (tulisan bahasa Cina). Itu sudah wajar dan tidak aneh lagi. Selanjutnya mata akan disambut oleh huruf-huruf Jepang. Bagi mereka yang tahu bahasa Jepang, segera mengetahui bahwa hurur-huruf itu adalah hiragana dan katakana. Selain itu, meskipun tidak banyak, mata masih akan bertemu dengan beberapa huruf Latin berikut angka Arab. Itulah wujud bahasa Jepang tertulis. Di antaranya ternyata penggunaan katakana tidak sedikit. Aksara katakana digunakan terutama untuk menulis kata-kata pinjaman yang diserap dari bahasa asing dan ada yang menyebutnya menjadi katakanago (" kata-kata serapan ditulis dengan aksara katakana").
Katakanago yang tampil pada koran antara lain dapat disaksikan dari acara televisi yang dimuat pada koran Asahi Shimbun (salah satu surat kabar nasional di Jepang) tanggal 18 Nopember 2001. Acara TV itu ada dua, dua-duanya diambil dari NHK (Nippon Hoosoo Kyookai "Televisi Jepang"); satu adalah siaran televisi dengan pemancar dari satelit dan satu lagi adalah siaran televisi dengan pemancar biasa (Gambar 1)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
D484
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhlish
"A discourse generally consists of a number of sentences. In this case one sentence and another sentence should be related to each other. The relations among them can be identified through the components connecting those sentences, which are called cohesive devices.
This research aims at describing cohesion in Javanese discourses, especially concerning the grammatical and lexical cohesive devices. Also, the cohesive ties among their components in various discourses are examined.
The theory for this analysis is based on Halliday and Hasan's Cohesion in English (1979) and Language, Context and Text (1985). The theory is chosen since it is relevant to the subject and is also by far the most comprehensive.
The data for this research is taken from various sources so that it is expected to represent the real uses of Javanese. The data is collected through the observation method, that is, by using the techniques of recording and noting on the data cards. Then, the data are analyzed by a distributional method.
In this research, a great variety of grammatical cohesive devices, lexical cohesive devices, and even cohesive ties are found. There are four types of grammatical cohesive devices, i.e. reference, substitution, ellipsis, and con-junction; and six types of lexical cohesion, viz, repetition, synonymy, antonymy, hyponymy, meronymy, and collocation. For the group of the grammatical cohesions, some types of reference, covering personal pronouns, demonstrative pronouns, and reference by definite markers are obtained; substitution comprises noun and clause substitution; ellipsis covers noun, verb, and clause ellipsis; while the con-junctions are indicated by some marks of conjunctive relations. Besides, the semantic conjunctive ties are analyzed, comprising additive, adversative, causal, temporal, conditional, alternative, conclusive, validity and intensity. For the group of lexical cohesion, the types of repetition are shown by complete repetition, modified repetition, partial repetition, and additional repetition; synonymy is marked by the linguistic unit with similar or the same meaning; antonymy is realized through the lingual unit with binary, polar, relational and multiple taxonomic antonymy; hyponymy is constructed by superordinate-hyponym, hyponymsuperordinate and co-hyponym relations; meronymy is organized by holonym-meronym, meronym-holonym, and co-meronym, while collocation can be identified through noun and verb collocations. From the analysis of the cohesive ties, the cohesive devices used in one type of discourse and another type vary respectively, whereas the distance between the constituents is dominated by the immediate ties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>